23
berupa ekspresi dan aksi langsung acting para aktornya, setting dimana adegan dibuat, lighting dan abgle pengambilannya.
21
2. Teori Semiotika Menurut Ferdinand de Sausure
Teori Semiotik ini dikemukakan oleh Ferdinand De Saussure 1857- 1913. Dalam teori ini semiotik dibagi menjadi dua bagian dikotomi yaitu
penanda signifier dan pertanda signified. Penanda dilihat sebagai bentukwujud fisik dapat dikenal melalui wujud karya arsitektur, sedang
pertanda dilihat sebagai makna yang terungkap melalui konsep, fungsi danatau nilai-nlai yang terkandung didalam karya arsitektur. Eksistensi
semiotika Saussure adalah relasi antara penanda dan petanda berdasarkan konvensi, biasa disebut dengan signifikasi. Semiotika signifikasi adalah
sistem tanda yang mempelajari relasi elemen tanda dalam sebuah sistem berdasarkan aturan atau konvensi tertentu. Kesepakatan sosial diperlukan
untuk dapat memaknai tanda tersebut. Menurut Saussure, tanda terdiri dari: Bunyi-bunyian dan gambar, disebut signifier atau penanda, dan konsep-
konsep dari bunyi-bunyian dan gambar, disebut signified.
22
Dalam berkomunikasi, seseorang menggunakan tanda untuk mengirim makna tentang objek dan orang lain akan menginterpretasikan tanda tersebut.
Objek bagi Saussure disebut “referent”. Hampir serupa dengan Peirce yang mengistilahkan interpretant untuk signified dan object untuk signifier,
bedanya Saussure memaknai “objek” sebagai referent dan menyebutkannya sebagai unsur tambahan dalam proses penandaan.
21
Alex Sobur, Semiotika Komunikasi, hal 16.
22
Nawiroh Vera, Semiotika dalam Riset Komunikasi, Bogor: Ghalia Indonesia, 2014, hal. 35.
24
3. Teori Semiotika Menurut Charles Sanders Pierce
Peirce mengemukakan teori segitiga makna atau triangle meaning yang terdiri dari tiga elemen utama, yakni tanda sign, object, dan
interpretant. Tanda adalah sesuatu yang berbentuk fisik yang dapat ditangkap oleh panca indera manusia dan merupakan sesuatu yang merujuk
merepresentasikan hal lain di luar tanda itu sendiri. Tanda menurut Peirce terdiri dari Simbol tanda yang muncul dari kesepakatan, Ikon tanda yang
muncul dari perwakilan fisik dan Indeks tanda yang muncul dari hubungan sebab-akibat. Sedangkan acuan tanda ini disebut objek. Objek atau acuan
tanda adalah konteks sosial yang menjadi referensi dari tanda atau sesuatu yang dirujuk tanda.
23
Interpretant atau pengguna tanda adalah konsep pemikiran dari orang yang menggunakan tanda dan menurunkannya ke suatu makna tertentu atau
makna yang ada dalam benak seseorang tentang objek yang dirujuk sebuah tanda. Hal yang terpenting dalam proses semiosis adalah bagaimana makna
muncul dari sebuah tanda ketika tanda itu digunakan orang saat berkomunikasi.
Contoh: Saat seorang gadis mengenakan rok mini, maka gadis itu sedang mengomunikasi mengenai dirinya kepada orang lain yang bisa jadi
memaknainya sebagai simbol keseksian. Begitu pula ketika Nadia Saphira muncul di film Coklat Strowberi dengan akting dan penampilan fisiknya yang
23
Pawito, Penelitian Komunikasi Kualitatif Yogyakarta:LkiS, 2007, hal. 158.
25
memikat, para penonton bisa saja memaknainya sebagai icon wanita muda cantik dan menggairahkan.
4. Semiotika Roland Barthes
Selain Pierce dan Saussure masih terdapat nama tokoh lain yang telah memberikan konstribusi bagi perkembangan analisis semiotika, yaitu Roland
Barthes. Roland Barthes dikenal sebagai salah seorang pemikir strukturalis yang getol mempraktikkan model linguistik dan semiologi Saussure. Ia juga
intelektual dan kritikus sastra Prancis yang ternama, eksponen penerapan strukturalisme dan semiotika pada studi sastra.
Ia berpendapat bahasa adalah sebuah sistem tanda yang mercerminkan asumsi-asumsi dari masyarakat tertentu dalam waktu tertentu. Barthes lahir
tahun 1915 dari keluarga kelas menengah Protestan di Cherbourg dan dibesarkan di Bayonne, kota kecil dekat pantai Antlantik di sebelah barat
daya Prancis.
24
Pemikiran Barthes tentang semiotika dipengaruhi oleh Saussure. Kalau Saussure mengintrodusir istilah signifer dan signifed berkenaan dengan
lambang-lambang atau teks dalam suatu paket pesan makna Barthes menggunakan istilah denotasi dan konotasi untuk menunjukan tingakatan-
tingkatan makna. Makna denotasi adalah makna tingkatan pertama yang bersifat objektif yang dapat diberikan terhadap lambang-lambang, yakni
mengaitkan secara langsung lambang antara realitas atau gejala yang ditunjuk.
24
Alex Sobur, Semiotika Komunikasi Bandung: PT Rosda Karya, 2009, hal. 63.
26
Kemudian makna konotasi adalah makna yang dapat diberikan pada lambang-lambang dengan mengacu pada nilai-nilai budaya yang karenanya
berada pada tingkatan kedua. Yang menarik berkenaan dengan semiotika Roland Bartges adalah digunakannya istilah mitos myth bersifat cultural
bersumber dari budaya yang ada yang menjelaskan gejala atau realitas yang ditunjuk dengan lambang-lambang yang mengacu sejarah.
25
Roland Barthes membuat sebuah model sistematis dalam menganalisis makna dari tanda-tanda. Fokus perhatian Barthes lebih tertuju kepada gagasan
tentang signifikasi dua tahap two order of signification seperti terlihat pada gambar 1.1 Fiske, 1990.
Signifikasi Dua Tahap Barthes Gambar 1.1
26
Njkl;k;kpkpkk s Seperti dikutip Fiske, Barthes menjelaskan signifikasi tahap pertama
merupakan hubungan antara signifier dan signifed di dalam sebuah terhadap realitas eksternal. Barthes menyebutkan sebagai denotasi. Konotasi adalah
25
Pawito, Penelitian Komunikasi Kualitatif Yogyakarta:LkiS, 2007, hal. 163-164.
26
Nawiroh Vera, Semiotika dalam Riset Komunikasi, Bogor: Ghalia Indonesia, 2014, hal. 30.
27
istilah yang digunakan Barthes untuk signifikasi tahap kedua. Hal ini menggambrkan interaksi yang terjadi ketika tanda bertemu perasaan atau
emosi dari pembaca serta nilai-nilai dari kebudayaanya. Pada signifikasi tahap kedua yang berkaitan dengan isi, tanda bekerja melalui mitos.
a. Makna Denotasi
Makna denotasi adalah makna awal utama dari sebuah tanda, teks, dan sebagainya.
27
Kemudian, Groys Keraf menjelaskan mengenai makna denotasi yakni, makna denotatif disebut juga dengan beberapa
istilah lain seperti: makna denotasional, makna kognitif, makna konseptual, makna ideasional, makna referensial, makna proposiaonal.
Disebut makna denotasional, referensial, konseptual, atau ideasional karena makna tersebut menunjukan denote kepada suatu referen,
konsep, atau ide tertentu dari suatu referen. Disebut makna kognitif karena makna itu bertalian dengan kesadaran atau pengetahuan;
stimulus dari pihak pembicara, dan respon dari pihak pendengar menyangkut hal-hal yang dapat diserap pancaindra kesadaran dan
rasio manusia. Dan makna ini disebut juga makna pertanyaan- pertanyaan yang bersifat faktual.
28
Jadi dapat dipahami pengertian denotasi adalah suatu makna yang menjelaskan arti yang sebenarnya. Dalam konteks ini biasanya makna
tersebut bersifat faktual dan dapat dipahami oleh rasio manusia tanpa melakukan penafsiran yang mendalam terhadap makna dibalik setiap
27
Marcel Danesi, Pengantar Memahami Semiotika Media Yogyakarta: Jalasutra, 2010, hal. 272.
28
Groys Keraf, Diksi dan Gaya Bahasa Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 1996, hal.
28
adegan yang terdapat dalam sebuah film. Dengan kata lain, denotasi pada sebuah film adalah segala sesuatu yang nampak dalam suatu
adegan yang tampil pada film. b.
Makna Konotasi Konotatif atau makna konotatif adalah suatu jenis makna di mana
stimulus dan respons mengandung nilai-nilai emosional. Makna konotatif sebagian besar terjadi karena pembicara ingin menimbulkan
perasaan setuju-tidak setuju, senang-tidak senang dan sebagainya pada pihak pendengar; di pihak lain, kata yang dipilih itu memperlihatkan
bahwa pembicaranya juga meredam perasaan yang sama.
29
Jadi makna konotatif atau konotasi dapat diartikan sebagai makna yang tidak menunjukan arti yang sebenarnya. Makna konotasi ini, bisa
disebut makna tambahan dari makna denotasi. Dalam hal ini, makna konotasi ini timbul karena adanya perasaan atau emosional yang ingin
disampaikan dari sutradara kepada penonton melalui cerita yang terdapat dalam sebuah film yang dibuat. Oleh karena itu, sutradara
berusaha menyampaikan pesan perasaan atau emosinya melalui makna konotasi yang dimunculkan pada adegan sebuah film agar mudah
tersampaikannya pesan sutradarnya kepada pononton. c.
Mitos Mitos
adalah bagaimana
kebudayaan menjelaskan
atau memahami beberapa aspek tentang realitas atau gejala alam. Mitos
29
Alex Sobur, Semiotika Komunikasi Bandung: PT Rosda Karya, 2009, hal. 266.
29
merupakan produk kelas sosial yang sudah mempunyai suatu dominasi. Mitos primitif misalnya, mengenai hidup dan mati, manusia dan dewa,
dan sebagainya. sedangkan mitos masa kini misalnya mengenai femininitas, maskulinitas, ilmu pengetahuan dan kesuksesan.
30
Barthes disini memikirkan mitos sebagai mata rantai dari konsep-konsep terkait. Barthes menambahkan, bila konotasi merupakan
„pemaknaan tatanan kedua dari penanda, mitos merupakan pemaknaan tatanan kedua dari petanda”. Mitos adalah salah satu jenis sistem
semiotik tingkat dua. Barthes mendefinisikannya sebagai tipe wicara, hal ini karena mitos adalah “cara orang berbicara, jadi bahasa
sebagaimana kita pakai”.
31
Sebagai sebuah tipe wicara, menurut Barthes segala sesuatu bisa menjadi mitos asalkan disajikan oleh sebuah
wacana. Mitos tidak ditentukan oleh objek pesannya, namun oleh cara mitos mengutarakan pesan itu sendiri. Mitos hanya bisa memiliki
landasan historis, karena mitos adalah tipe wicara yang dipilih oleh sejarah, sebab mitos tidak mungkin berkembang dari sifat dasar
sejumlah hal. Barthes menegaskan, cara kerja pokok mitos adalah untuk
menaturalisasikan sejarah. Hal ini menunjukkan kenyataan bahwa mitos sebenarnya merupakan produk kelas sosial yang mencapai dominasi
melalui sejarah tertentu. Hal ini berarti peredaran mitos mesti dengan membawa sejarahnya, namun operasinya sebagai mitos membuatnya
30
Alex Sobur, Analisi Teks Media: Suatu Pengantar untuk Analisis Wacana, Analisis Semiotika, dan Analisis Framing Bandung: Remaja Rosdakarya, 2012, hal.
31
Sunardi, Semiotika Negativa Yogyakarta: Buku Baik, 2004, hal . 74.
30
menyangkal hal tersebut, dan menunjukkan maknanya sebagai alami, dan bukan bersifat historis atau sosial.
32
Jadi dalam konteks ini untuk mengetahui mitos yang ada dalam adegan sebuah film, haruslah mengetahui makna konotasinya terlebih
dahulu. Hal itu disebabkan dalam sebuah konotasi itu terdapat mitos dari kebudayaan yang melatarbelakangi kehidupan masyarakat
bersangkutan untuk menjelaskan sesuai dari makna adegan sebuah film itu sendiri.
Letak perbedaan dari ketiga ahli tersebut ada pada penggunaan makna tanda menurut Charles Sanders Pierce beliau menggunakan tanda jika
menggunakan tanda harus bisa bersama elemen utama lainnya yaitu object dan intprenant karena jika ketiga elemen ini tidak ada maka pemaknaan tanda
akan sulit untuk di pahami, lalu Ferdinand tanda akan muncul jika ada pertanda dan penanda kedua hal ini seperti muka koin yang tidak bisa di
pisahkan dan yang terakhir Roland barthes mengatakan bahwa tanda akan bisa dimaknai apabila di pahami secara denotasi, konotasi dan mitos. dan
pada penelitian ini peneliti menggunakan teori semiotik Roland Barthes hal ini sesuai karena Roland Barthes memandang semiotik itu Paradigmatik
artinya melihat bagaimana sebuah tanda membedakan antara satu manusia dengan yang lain atau sebuah tanda bisa saja dimaknai berbeda oleh masing-
masing orang sesuai dengan latar belakang budayanya.
32
Sunardi, Semiotika Negativa , hal 122.
31
c. Kesalehan Sosial
1. Seputar Kesalehan Sosial
Salah satu kelebihan islam dibandingkan dengan agama dan aliran kepercayaan yang lain ialah bahwa Islam merupakan agama sosial. Islam
tidak sekedar menjelaskan tentang kewajiban-kewajiban individual akan tetapi islam juga mengajarkan kepada kita untuk menjalankan kewajiban-
kewajiban sosial baik terhadap sesama manusia maupun makhluk hidup yang lain.
33
Apapun itu wajah dari Islam, selalu terkait dengan ranah sosial. Sebagai misal, tauhid tidak akan bermakna bila tidak dimanifestasikan dalam
konteks sosial. Secara umum ibadah dibagi menjadi 2 yaitu ibadah yang urusan antara
seorang „abd penyembah atau hamba dengan ma’bud yang disembah; hablum min Allah, sedangkan urusan muamalah adalah urusan antara manusia
dengan sesamanya; hablum min al-nas.
34
Berdasarkan dua kategori ini, Guntur mengajukan dua jenis kesalehan, kesalehan ritualistik
35
dan kesalehan sosial.
36
Dalam persfektif Islam semua pesan keagamaan terakumulasi dalam ibadah mahdhah selalu berpihak pada ajaran sosial. Misalnya menunaikan
ibadah haji, yang diharapkan pasca berhaji seharusnya akan menimbulkan perubahan yang signifikan dalam intensitas ritual maupun perbaikan interaksi
33
Ilyas Abu Haidar, Etika Islam dari Kesalehan Individual Menuju Kesalehan Sosial Jakarta: Al-Huda, 2003, hal. 7.
34
Haris Riadi, “Kesalehan Sosial Sebagai Prameter Kesalehan Keberislaman,”Jurnal Pemikiran Islam, Vol. 39 Januari-Juni 2014: hal. 53-54.
35
Menampakan diri dalam bentuk zikr mengingat Allah, shalat lima waktu, dan berpuasa.
36
Mohammad Sobary, Kesalehan Sosial Yogyakarta: LkiS Yogyakarta, 2007, hal. 133
32
sosial dengan masyarakat. Apabila ternyata yang terjadi malah sebaliknya, yaitu orang yang haji tersebut malah cenderung memiliki sifat sombong
dengan gelar hajinya, maka kemungkinan ada yang salah dalam hajinya.
37
2. Pengertian Kesalehan Sosial
Secara etimologis Istilah Kesalehan Sosial berasal dari dua kata yaitu kesalehan dan sosial. Sebelum mendapat awalan dan akhiran kata kesalehan
berasal dari kata “saleh” atau “shaleh”. Kata “shaleh” berasal dari bahasa arab yaitu shalahu yang apabila diartikan merupakan kebalikan dari kata fasad.
Apabila fasad dapat dikatakan sebagai membuat kerusakan, maka sholahu dapat di artikan sebagai membuat kebaikan. Setelah ditambah
awalan “ke” dan akhiran “an”, kata shaleh yang diartikan sebagai kesungguhan hati dalam
hal menunaikan agama atau dapat diartikan juga kebaikan hidup.
38
Adapun kata “sosial” berasal dari kata latin socius yang berarti kawan atau teman. Sosial dapat diartikan sebagai bentuk perkawanan atau
pertemanan yang berada dalam skala besar yaitu masyarakat. Berarti sosial adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan masyarakat atau
kemasyarakatan.
39
Yang lebih penting adalah bahwa kata sosial mengandung pemahaman adanya sifat berjiwa pertemanan, terbuka untuk orang lain dan
tidak bersifat individual atau egoistik atau tertutup terhadap orang lain. Sedangkan secara terminologis ada banyak pengertian tentang
kesalehan sosial, diantaranya adalah sebagai berikut:
37
Zainuddin, Kesalehan Normatif dan Kesalehan Sosial Malang: UIN Malang Press, 2007, hal. 68.
38
Poerwadarminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia Jakarta: Balai Pustaka, 1993, hal. 856.
39
Poerwadarminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia, hal. 961.
33
1 Menurut Guntur yang ditulis oleh Mohammad Sobary, kesalehan sosial
adalah semua jenis kebajikan yang ditunjukan kepada semua manusia, misalanya bekerja untuk memperoleh nafkah bagi anak istri dan
keluarga.
40
2 Menurut Ali Anwar Yusuf mengartikan kesalehan sosial secara normatif,
kesalehan sosial merupakan deviasi turunan dari keimanan dan ketaqwaan kepada Allah, khususnya dari sisi hablun min an-naas.
41
3 Menurut Abdurrahman Wahid Gus Dur kesalehan sosial adalah suatu
bentuk yang tak cuma ditandai oleh rukuk dan sujud, melainkan juga oleh cucuran keringat dalam praktik hidup keseharian kita dan bagaimana
kita berusaha dapat hidup berdampingan dengan orang lain.
42
4 Menurut ilyas Abu Haidar kesalehan sosial adalah kumpulan dasar
akhlak-akhlak dan kaidah-kaidah sosial tentang hubungan antara masyarakat serta semua perkara tentang urusan umat beragama dijaga
dan diperhatikan oleh penegak hukum sehingga terciptalah suatu kerukunan umat beragama.
43
5 Menurut K.H. A.Mustafa Bisri kesalehan sosial disebut juga kesalehan
yang muttaqi yaitu kesalehan seorang hamba yang bertaqwa atau dengan
40
Mohammad Sobary, Kesalehan Sosial Yogyakarta: LkiS Yogyakarta, 2007, hal. 133.
41
Ali Anwar Yusuf, Implementasi Kesalehan Sosial dalam Persfektif Sosiologi Dan Alquran Bandung: Humaniora Utama Press, 2007, hal. 105.
42
Muhammad Sobary, “Kesalehan Sosial, Kesalehan Ritual,” artikel diakses tanggal 7
Maret 2007 dari http:www.kesalehansosial.blogspot.com
43
Ilyas Abu Haidar, Etika Islam dari Kesalehan Individual Menuju Kesalehan Sosial Jakarta: Al-Huda, 2003, hal. 16.
34
istilah lain mukmin yang beramal shaleh baik secara shaleh ritual maupun shaleh sosial.
44
Jadi kesalehan sosial adalah perilaku orang-orang yang sangat peduli dengan nilai-nilai Islami, yang bersifat sosial. Suka memikirkan dan santun
kepada orang lain, dan suka menolong. Meskipun orang-orang ini tidak setekun kelompok pertama dalam melakukan ibadat seperti sembayang dan
sebagainya itu. Lebih mementingkan hablun minan naas. 3.
Bentuk-Bentuk Kesalehan Sosial Kesalehan sosial dapat dibagi menjadi beberapa bentuk adapun
bentuk-bentuknya yaitu 1 kesalehan sosial dalam aktivitas sosial-politik, 2 kesalehan sosial dalam ilmu dan budaya, 3 kesalehan sosial dalam
pembangunan harmoni sosial; berikut penjelasanya: 1
kesalehan Sosial Dalam Aktivitas Sosial-Politik a.
Bersikap terbuka, mau menjadi pendengar setia, sangat toleran, bijak dan bajik kepada sesama, dan semangat bermusyawarah sangat baik.
b. Jiwanya lapang yang karena menjadi pemaaf, lebih mendahulukan
kepentingan orang lain altruisme, tidak egois-arogan-diktator atas orang lain, dan memiliki solidaritas dan kesetiakawanan sosial
empati.
45
c. Kepedulian. Seperti yang kita tahu bahwasannya orang-orang
mukmin adalah bersaudara. Konsekuensi dari persaudaraan ini ialah tolong menolong dalam menghadapi segala masalah dan kesusahan,
44
Mustofa Bisri, Saleh Ritual Saleh Sosial Bandung: Mizan, 1996, hal. 30.
45
Ali Anwar Yusuf, Implementasi Kesalehan Sosial dalam Persfektif Sosiologi Dan Alquran Bandung: Humaniora Utama Press, 2007, hal. 111-113.
35
serta bekerja sama untuk menyelesaikanya. Pada hakikatnya, mereka adalah saudara seiman ibaratnya anggota-anggota sebuah keluarga,
maka persoalan mereka menjadi persoalan semua anggota keluarga. Siap membantu saudaranya yang membutuhkan bantuan dan
pertolongan. Oleh karena itu, masyarakat saling mengemban tugas dalam menyelesaikan masalah serta saling peduli dalam membantu
mengatasi kesulitan-kesulitan sesamanya.
46
2 Kesalehan Dalam Ilmu dan Budaya
47
a. Seorang shalih adalah orang yang menjadikan landasan ilmu sebagai
budaya kerja. Ia tidak pernah berhenti untuk mencari ilmu. Baginya, ilmu menjadi penumbuh kesadaran. Baginya, ilmu adalah
pembangkit keahlian dan kecakapan hidup diri lifeskill sehingga meningkatkan kedisiplinan.
b. Seorang shalih juga harus memiliki rasa seni sense of art,
bersemangat untuk menghidupkan sastra sebagai media sarana dakwah dan menghindari segala bentuk hiburan yang sia-sia.
3 Kesalehan Sosial Dalam Membangun Harmoni Sosial.
48
a. Hormat pada orang tua dan pada sesama, terutama orang-orang yang
dekat dengan dirinya. Sikap ini akan mendorong setiap muslim untuk menghargai orang-orang yang telah membesarkan dirinya. Ia
46
Ilyas Abu Haidar, Etika Islam dari Kesalehan Individual Menuju Kesalehan Sosial Jakarta: Al-Huda, 2003, hal. 123.
47
Ali Anwar Yusuf, Implementasi Kesalehan Sosial dalam Persfektif Sosiologi Dan Alquran, hal. 114-116.
48
Yayat Hidayat, Pembangunan Daerah Berbasis Kesalehan Sosial Cirebon: Aspi Press, 2008, hal. 97-99.
36
tidak menjadikan dirinya seperti kacang yang suka lupa kan kulitnya. Tetapi ia t
umbuh atas keta’atan dan bimbingan, sebab prinsip dasar internalisasi dalam dunia pendidikan misalnya, akan terwujud
melalui proses pembiasaan. Dari situ akan muncul budaya kasih sayang dan sikap sopan santun dalam membangun harmoni sosial.
Sikap ini juga akan mendorong keteladanan dalam bersikap kepada tetangga dalam bentuk memelihara kemuliaan. Sikap-sikap tadi,
secara langsung dapat mendorong setiap komponen masyarakat untuk bersikap toleran sesuai dengan prinsip-prinsip yang di ajarkan
agama islam. Inilah ciri mendasar dari rasa dan sikap yang menjungjung tinggi rasa persaudaraan, kesatuan dan kemanusian.
b. Melakukan konservasi sumber daya alam dengan sejumlah
ekosistem yang ada didalamnya dengan penuh hikmah dan kebijaksanaan. Sikap masyarakat yang shaleh secara sosial, selalu
akan menjadikan alam sebagai mitra, tidak untuk dieksploitasi apalagi untuk dirusak. Alquran surat al Qashash ayat 41.
Artinya: Telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusi, supaya Allah merasakan kepada
37
mereka sebahagian dari akibat perbuatan mereka, agar mereka kembali ke jalan yang benar.
Implikasi dari sikap masyarakat yang demikian, tentu bukan hanya sekedar menjadikan alam sebagai mitra dalam mempelajari
kehidupan, tetapi jauh yang lenih penting adalah mepraktekkannya. c.
Melatih dan mengajar orang yang tidak mampu dalam konteks keilmuan. Prinsip ini sejalan dengan taushiyah Imam Ali yang
menyebutkan bahwa: “andaikan kebodohan seperti wujud manusia, maka
pasti aku akan membunuhnya”. Ditambah lagi hadits Rasulullah
shallallahu „alaihi wa sallam bersabda, “Sesungguhnya keutaman orang yang berilmu diatas orang yang beribadah
bagaikan pancaran sinar bulan purnama di atas pancaran sinar bintang-bintang
” HR. Ahmad. Oleh karena itu, mendidik dan dididik adalah kewajiban bersama seluruh umat manusia. Tuanya
jelas, yakni mengembangkan dan membangun prinsip kebersamaan dan kebaikan dengan penuh kataqwaan.
d. Menjalankan profesi sesuai dengan keahliannya. Menjunjung tinggi
amanah yang diberikan dan selalu memberi kemanfaatan dan kemaslahatan untuk kepentingan umat manusia. Ujung dari kegiatan
ini adalah mengembangkan dan membangun semangat kompetitif dan prestatif yang jujur di kalangan masyarakat yang lebih luas.
e. Membesuk orang sakit adalah bagian dari etika sosial. Dalam
pand angan Islam, “membesuk orang sakit” adalah masalah yang
38
sangat penting dan banyak manfaatnya, dan merupakan salah satu hak setiap mukmin bagi saudaranya. Mendatangi orang sakit dan
menanyakan keadaannya dengan memperhatikan bahwa orang sakit sangat mengharapkan kunjungan sahabat, kerabat, dan keluarganya
adalah hal yang tidak perlu dipertanyakan dan bersifat dharuri atau wajib.
49
49
Ilyas Abu Haidar, Etika Islam dari Kesalehan Individual Menuju Kesalehan Sosial Jakarta: Al-Huda, 2003, hal. 150-151.
39
BAB III GAMBARAN UMUM FILM PENJURU 5 SANTRI
A. Sekilas tentang Film Penjuru 5 Santri
Film Terbaru “Penjuru 5 Santri” merupakan film terbaru 2015, film yang
di liris pada tanggal 29 Januari ini mengusung genre drama religi yang memberikan nilai-nilai kesederhanaan dalam kehidupan dan pantang menyerah
dengan segala kondisi yang serba terbatas. Sabar, Wahyu, Slamet, Sugeng dan Rahayu adalah 5 sekawan yang tinggal di Desa Selopamioro, 40 KM di selatan
Yogyakarta. Desa yang masih asri, jauh dari kebisingan dan hiruk pikuk suasana kota. Penduduk desa ini masih menggunakan tungku api dengan menggunakan
kayu bakar untuk memasak, sungai dan sendang sebagai sumber utama air yang mereka gunakan untuk kehidupan sehari-hari.
Lima sekawan yang tinggal dalam kesederhanaan dan keprihatinan memiliki semangat tinggi untuk menimba ilmu walaupun jalan yang mereka
tempuh tidaklah mudah. Saat mentari tiba mereka bergegas berangkat sekolah tanpamenggunakan alas kaki, menyebrangi sungai dan berjalan beberapa
kilometer, dan ketika senja datang mereka pergi mengaji di pondok pesantren yang dipimpin oleh Kiai Landung Kiai Haji D. Zawawi Imron
– Penyair Nasional dan Gus Pras Rendy Bragi dengan penerangan obor.
Awalnya Sabar Rizqullah Daffa tidak diizinkan neneknya, Mbah Satir Yati Surachman untuk mengikuti pengajian di pondok pesantren itu karena
harus membantu Mbah Satir mencari kayu bakar dan rumput untuk kambing. Dengan kesabaran dan kelembutan dari Kyai Landung, Ia berusaha membujuk
40
Mbah Satir agar mengijinkan Sabar agar dapat mengaji di pondok pesantren. Akhirnya, Mbah Satir mengizinkan Sabar mengikuti pengajian.
Suatu hari 5 sekawan ini tidak sengaja menemukan gubuk di tengah hutan jati. Dalam usahanya mengetahui siapa sebenarnya para penghuninya, mereka
mengalami kejadian yang tak terduga. Mereka melaporkan kepada Kyai Landung dan kepala desa setempat dan ternyata gubuk tersebut adalah markas penjahat
yang dipimpin oleh bos penjahat Pong Harjatmo. Ditengah kerumitan yang terjadi, Mbah Satir meninggal dunia sehingga Sabar tinggal bersama Kyai
Landung di pondok pesantren. Terjadi beberapa peristiwa-peristiwa lanjutan yang menarik setelah Sabar ikut bersama Kiai Landung.
B. Tim Produksi Film Penjuru 5 Santri
Sebuah film sebagus apapun dan sesukses apapun tidak luput dari tangan-tangan dingin para crew dan pihak-pihak yang terlibat dalam
penggarapan film. Begitu juga dengan film Penjuru 5 Santri yang juga suskes berkat orang-orang yang terlibat didalamnya. Dan inilah orang-orang yang
menjadikan film Penjuru 5 Santri bisa dinikmati oleh banyak orang.
Tabel 2.1
No Jabatan
Nama 1
Produser Lini Iwan Gardiawan dan Agung Kanvas
2 Eksekutif Produser
Poedji Churniawan 3
Produser Budi Widiastuti
4 CO Produser
Hari Purnomo 5
Skenario dan Sutradara Wimbadi Jaka Prasena
6 Desain Produksi
Wimbadi Jaka Prasena 7
Kreatif Poedji Churniawan
8 Penata Artistik
Enggar Yuwana S dan Kacit Speed 9
Penata Kamera Ega Ferdiansyah
10 Penata Busana
Sumaryanto 11
Make Up Andirahman
41
12 Still Fotografer
Jumaalchan 13
Perekam Suara Yanto Oen
14 Desain Tata Suara
Khikmawan Santosa 15
Editor Oliver Sitompul dan Tim Moviesta
16 Supervisi Editor
Monty Tiwa 17
Koordinator Paska Produksi DD Putranto dan Ika Muliana
18 Musik Skor
Garden Bramnto 19
Koordinator Artis Ely Nvidar dan Kukuh Riyadi
20 Supervisi Paska Produksi
Sumarsono 21
Soundtrack Film Nurul Shanty album “Penjuru 5
Santri” 21
Special Appearance D Zawawi Imron
22 Pemain
Rendi Bragi, Yatie Surachman, Roy Marten, Baron Hermanto, Pong
Harjatmo, Eman, Ferry Salim, Iwan Gardiawan, Chandra Sundawa,
Riqullah Daffa, Nurul Shanty, Noky Ezra, Audrick Ardian, Bowie Putra
Mukti
C. Profil Sutradara Film Penjuru 5 Santri
wimbadi Jaka Prasena yang biasa akrab dipanggil Wim, lahir di kota Yogyakarta 24 April
1961, Wim yang berstatus agama Islam tinggal di Bambu Apus Jl. Waru 45 A, RT 09RW 03 kecamatan
Cipayung Jakarta Timur. Wim yang bisa dihubungi di nomer 087880226618 adalah salah satu sutradara yang
No Profile dan beliau pun bergaul dengan berbagai kalangan. Wim bukanlah wajah baru dalam dunia seni peran dan perfilman. Dalam seni peran, pada tahun
1979-1981 Wim bergabung di teater sanggar bambu Yogyakarta dan Bengkel
42
teater Rendra se angakatan dengan Yose Rizal Manua. Dan pada tahun 1981- 1990 wim dipercaya menjadi guru teater di empat SMA terkemuka di Yogya dan
Akakom. Selain menjadi guru teater, Wim pun mempunyai bakat sebagai penulis
naskah. Beberapa naskah yang pernah beliau buat seperti naskah drama Opera Dakocan, Musim Kawin, Batu Buta Tabu Tuba, Lingkaran Cinta, dan Roro
Mendut Jelas Salah. Tiga naskah yang pernah ia buat seperti Batu Buta Tabu Tuba pernah di pentaskan oleh Mahasiswa UI, untuk Dies Natalis Fakultas Ekonomi UI
Depok pada tahun 1987. naskah Roro Mendut Jelas Salah juga pernah di pentaskan di Taman Budaya Yogyakarta pada tahun 2008 yang bisa kita lihat di
Youtube. Dan pada tahun 1990 dewan kesenian Yogyakarta dan dewan kesenian Jakarta mensponsori pementasan naskah drama Lingkar Cinta yang dipentaskan di
TIM Jakarta dan Taman Budaya Yogyakarta. Tidak hanya menjadi penulis, pada tahun 1985 dan 1987 ia pun turut
menjadi sutradara drama besar lima babak dengan judul Hamlet dan Julius Caesar karya Willian Shakes di Purna UGM Yogyakarta. pada tahun 1992 Wim ke
jakarta dan bekerja di VIP Production sebagai penulis dan sutradara iklan layanan masyarakat KB Keluarga Berencana dan DEPSOS Departemen Sosial. Pada
tahun 1993 menjadi sutradara iklan AIDS dan Mentri Kops tentang iklan koperasi. Pada tahun 2005 beliau menyutradarai iklan komersial, Alrm mobil dan
iklan Sea Horse Gingseng. Setelah beberapa kali belaiu menyutradarai iklan dan drama, beliau pun di kontrakk oleh DIKNAS Pendidikan Nasional pusat untuk
penulis materi iklan dan layanan masyarakat. Atas karya yang beliau hasilkan,