merupakan indikator terhindarnya seorang anak dari penyakit.demikian halnya dengan waktu yang diberikan ibu terhadap anak semakin lama ibu berada disamping
anak semakin terjalin interaksi sosial diantara keduanya sehingga ibu dapat lebih mengetahui perkembangan anaknya.
6.5. Prevalens Rate Penyakit Infeksi Berdasarkan Karakteristik Lingkungan a. Kepadatan Hunian
Gambar 6.11. Diagram Bar Prevalens Rate Penyakit Infeksi Berdasarkan Kepadatan Hunian di Desa Mangkai Baru Kecamatan Lima
Puluh Tahun 2010
Berdasarkan gambar di atas dapat dilihat bahwa prevalens rate penyakit infeksi pada anak balita dengan rumah yang padat penghuni adalah 75,0 sedangkan
pada anak balita dengan rumah yang tidak padat penghuni adalah 63,8. Ratio Prevalens = 1,176 95 CI = 0,916-1,509, artinya bahwa kepadatan hunian bukan
merupakan faktor risiko kejadian penyakit infeksi pada anak balita.
75,0 63.8
25,0 36.2
10 20
30 40
50 60
70 80
Padat Tidak Padat
Kepadatan Hunian P
re v
a le
n s
R a
te
Infeksi Tidak Infeksi
Universitas Sumatera Utara
Hasil analisa statistik diperoleh nilai p=0,204. Hal ini berarti tidak terdapat hubungan asosiasi yang signifikan antara kepadatan hunian dengan kejadian penyakit
infeksi pada anak. Kepadatan penghuni kamar tidur anak Balita yang tidak memenuhi syarat
akan menghalangi proses pertukaran udara bersih sehingga kebutuhan udara bersih tidak terpenuhi dan akibatnya menjadi penyebab terjadinya ISPA.
Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan Mey Yati Simatupang 2003 di Kota Sibolga dengan desain penelitian case control, menunjukkan tidak ada
hubungan antara status pekerjaan ibu dengan kejadian infeksi diare dengan nilai
p=0,071. b. Ketersediaan Jamban
70 68.9
30 31.1
10 20
30 40
50 60
70 80
Buruk Baik
Ketersediaan Jam ban P
re v
a le
n s
R a
te
Infeksi Tidak Infeksi
Gambar 6.12. Diagram Bar Prevalens Rate Penyakit Infeksi Berdasarkan Ketersediaan Jamban di Desa Mangkai Baru Kecamatan Lima
Puluh Tahun 2010
Universitas Sumatera Utara
Berdasarkan gambar di atas dapat dilihat bahwa prevalens rate penyakit infeksi pada anak balita dengan rumah kategori jamban buruk adalah 70,00
sedangkan pada anak balita dengan rumah kategori jamban baik adalah 68,9. Ratio Prevalens =1,016 95 CI = 0,739-1,398, artinya bahwa ketersediaan jamban bukan
merupakan faktor risiko kejadian penyakit infeksi pada anak balita. Dari hasil analisa statistik diperoleh nilai p=0,923. Hal ini berarti tidak
terdapat hubungan asosiasi yang signifikan antara ketersediaan jamban dengan kejadian penyakit infeksi pada anak.
Syarat pembuangan kotoran yang memenuhi aturan kesehatan adalah tidak mengotori permukaan tanah di sekitarnya, tidak mengotori air permukaan di
sekitarnya, tidak mengotori air dalam tanah di sekitarnya, dan kotoran tidak boleh terbuka sehingga dapat dipakai sebagai tempat lalat bertelur atau perkembangbiakan
vektor penyakit lainnya. Hasil penelitian didapat bahwa 81,8 jenis jamban yang digunakan adalah
leher angsa. Dimana jenis jamban leher angsa jika ditinjau dari aturan kesehatan sudah memenuhi syarat. Hal ini diasumsikan tingkat penggunaan jamban itu sudah
baik, sehingga risiko penularan penyakit infeksi akan kecil. Hal ini tidak sejalan dengan penelitian yang dilakukan Bambang Irianto
2006 di wilayah kecamatan Lemahwungkuk Kota Cirebon dengan desain penelitian cross sectional, menunjukkan adanya hubungan yang bermakna antara penggunaan
jamban dengan kejadian penyakit infeksi dimana nilai p=0,024.
45
Universitas Sumatera Utara
c. Sanitasi Lingkungan