Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Kejadian Penyakit Infeksi di Desa Mangkai Baru Kecamatan Lima Puluh Kabupaten Batubara Tahun 2010

(1)

FAKTOR - FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN PENYAKIT INFEKSI PADA ANAK BALITA DI DESA MANGKAI

BARU KECAMATAN LIMA PULUH KABUPATEN BATU BARA TAHUN 2010

SKRIPSI

OLEH :

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2010

MARIA CHRISTIN DIANIATI NAINGGOLAN NIM. 051000050


(2)

FAKTOR - FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN PENYAKIT INFEKSI PADA ANAK BALITA DI DESA MANGKAI

BARU KECAMATAN LIMA PULUH KABUPATEN BATU BARA TAHUN 2010

SKRIPSI

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat

OLEH :

MARIA CHRISTIN DIANIATI NAINGGOLAN NIM. 051000050

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2010


(3)

HALAMAN PENGESAHAN Skripsi Dengan Judu l :

FAKTOR - FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN PENYAKIT INFEKSI PADA ANAK BALITA DI DESA MANGKAI

BARU KECAMATAN LIMA PULUH KABUPATEN BATU BARA TAHUN 2010

Yang Dipersiapkan dan Dipertahankan Oleh : MARIA CHRISTIN DIANIATI NAINGGOLAN

NIM. 051000050

Telah Diuji dan Dipertahankan Dihadapan Tim Penguji Skripsi Pada Tanggal 30 Juni 2010 dan

Dinyatakan Telah Memenuhi Syarat Untuk Diterima Tim Penguji

Ketua Penguji Penguji I

Prof. dr. Sori Muda Sarumpaet, MPH Drs. Jemadi, M. Kes NIP. 194904171979021001 NIP. 196404041992031005

Penguji II Penguji III

Prof. dr. Nerseri Barus, MPH drh. Rasmaliah, M. Kes NIP. 194508171973022001 NIP. 195908181985032002

Medan, Juni 2010 Fakultas Kesehatan Masyarakat

Universitas Sumatera Utara Dekan,

dr. Ria Masniari Lubis, M. Si NIP. 195310181982032001


(4)

ABSTRAK

Penyakit infeksi merupakan penyebab utama kesakitan dan kematian yang terjadi pada bayi dan anak terutama sering terjadi pada negara berkembang termasuk Indonesia. Bahkan dalam keadaan kekurangan gizi seseorang akan lebih rentan terhadap infeksi.Berdasarkan Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) tahun 2001 menunjukkan bahwa di Indonesia penyakit infeksi yaitu ISPA dan diare merupakan penyebab kematian dua tertinggi pada balita dengan PMR 19 % dan 10%.

Penelitian bersifat deskriptif analitik dengan desain cross sectional dilakukan di Desa Mangkai Baru Kecamatan Lima Puluh Kabupaten Batu Bara Tahun 2010 dengan tujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian penyakit infeksi pada anak balita. Populasi dalam penelitian ini adalah anak balita berusia 12 - 60 bulan yang berdomisili di Desa Mangkai Baru Kecamatan Lima Puluh Kabupaten Batu Bara. Sampel yang dibutuhkan 110 orang diambil secara purposive yaitu semua anak balita di Dusun III.

Dari hasil penelitian didapatkan prevalensi kejadian penyakit infeksi pada anak balita dalam 1 bulan adalah 69,1%. Hasil analisis bivariat terdapat 2 variabel yang mempunyai hubungan asosiasi yang bermakna dengan terjadinya penyakit infeksi pada anak balita yaitu pendidikan ibu rendah (RP=2,465; p=0,000), ibu yang bekerja (RP=0,687; p=0,018). Tidak ada hubungan antara umur anak balita (p=0,410), jenis kelamin anak balita (p=0,110), berat badan lahir (p=0,827),status imunisasi (p=0,754), ASI Eksklusif (p=0,225), jarak kelahiran (p=0,073), kepadatan hunian (p=0,204), ketersidiaan jamban (p=0,923), dan sanitasi lingkungan (p= 0,794) dengan kejadian penyakit infeksi.

Hasil analisis multivariat diperoleh bahwa hanya pendidikan ibu yang rendah yang berhubungan. Persamaan regresi yang terbentuk adalah Y = -3,341 +2,052X1.

Petugas Puskesmas diharapkan lebih aktif dalam meningkatkan pengetahuan para ibu tentang perawatan kesehatan anak melalui penyuluhan.


(5)

ABSTRACT

Infection disease is one of the major causes of pains and mortality on infant and children, especially in developing countries include Indonesia. Even, individual will be more susceptible to infection in the malnutrition condition. National Household Survey showed that Acute Respiratory Infection disease (ARI) and diarrhea caused top both of death in under five children with Proportional Mortality Rate (PMR) 19 and 10% .

Analytical research with cross sectional design was taken place in Mangkai Baru, Lima Puluh on 2010, in order to analyze the some factors that related with infection disease in under five age children. The population in this research was under five age children 12 - 60 months in Mangkai Baru, Lima Puluh. The sample was taken by purposive in dusun III.

The results of this research got prevalence of infection diseases in a month was 69,1%.The result of bivariate analysis showed a huge relation among mother’s education (RP=2,465; p=0,000), mother job (RP=0,687; p=0,018) with infection diseases. There is no relation among age (p=0,410), sex (p=0,110), born with low weight (p=0,287), state immunization (p=0,754), exlusive breast milk (p=0,225), dintence of birth (p=0,073), population density (p=0,204), existence of toilet (p=0,923), environment sanitation (p= 0,794) with infectious diseases.

The result of multivariat analysis got low mother education was related factor to infection diseases in under five age children. The formula wasY = -3,341+2,052X1 . The employee of public health center should be active to improve mother’s

knowledge especially in children’s health care by conseling.


(6)

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

IDENTITAS

Nama : Maria Christin Dianiati Nainggolan Tempat/Tanggal Lahir : Samosir/ 25 Mei 1987

Agama : Kristen Protestan

Anak ke : 1 dari 6 bersaudara

Nama Ayah : J.W. Nainggolan

Nama Ibu : R. Butar-Butar

Alamat : JL. Menteng VII Gang Keluarga No 42 Medan

RIWAYAT PENDIDIKAN

1. SD Negeri 173748 Pangururan : Tahun 1993 - 1999 2. SMP Budi Mulia Pangururan : Tahun 1999 - 2002 3. SMU Negeri 2 Pangururan : Tahun 2002 - 2005 4. S-1 Kesehatan Masyarakat USU-Medan : Tahun 2005 - 2010


(7)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat rahmat dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan judul :

“Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Kejadian Penyakit Infeksi di Desa Mangkai Baru Kecamatan Lima Puluh Kabupaten Batubara Tahun 2010 ”

Selama proses penyusunan skripsi ini, penulis banyak mendapatkan bantuan dan dukungan dari berbagai pihak baik secara moril maupun materil. Untuk itu pada kesempatan ini, penulis ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. Ibu dr. Ria Masniari Lubis, MSi, selaku Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

2. Bapak Prof.dr. Sori Muda Sarumpaet, MPH, selaku Ketua Departemen Epidemiologi FKM USU dan Dosen Pembimbing I yang telah memberikan bimbingan, pengarahan dan masukan sehingga skripsi ini dapat diselesaikan. 3. Bapak Drs. Jemadi, M.Kes selaku Dosen Pembimbing II yang telah

memberikan bimbingan, pengarahan dan masukan sehingga skripsi ini dapat diselesaikan.

4. Ibu Prof. dr Nerseri Barus, MPH, selaku Dosen Penguji I yang telah banyak memberikan saran dan masukan untuk kesempurnaan penulisan skripsi ini. 5. Ibu drh. Rasmaliah, M.Kes, selaku Dosen Penguji II yang telah banyak


(8)

6. Bapak Prof.dr. David Simanjuntak, selaku Dosen Penasehat Akademik yang telah memberi bimbingan dan nasehat selama perkuliahan di Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara

7. Para dosen dan pegawai Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

8. Bapak Kepala Desa Mangkai Baru Kecamatan Lima Puluh yang telah banyak membantu peneliti dalam pengumpulan data di daerah penelitian, dan juga pegawai di kantor Kepala Desa Mangkai Baru Kecamatan Lima Puluh.

9. Kepada ayahanda tercinta JW. Nainggolan dan ibunda tercinta R. Butar-butar, adik-adikku (Tiur, Yose, Putra, Dipta, Risky) yang telah memberi dukungan senantiasa terutama buat doa-doanya sehingga penulis terus termotivasi. 10.Sahabat-sahabatku tersayang Dessy, Melisa, Sondang, Destrony yang selalu

memberikan semangat, dukungan doa, maupun bantuannya kepada penulis. 11.Saudara-saudaraku keluarga besar Jesu Juva (Desi silaen, Artha, Lince,

Jamari, Fourgelina, Ria Natalia, Evalina, Melvida), adik-adik (Okvian, Leo, Caprin) dan Koordinasi POMK FKM yang terus memotivasi dan memberikan dukungan kepada penulis.

12.Teman-teman mahasiswa peminatan epidemiologi FKM USU terutama (Erik, Hendra, Sandro, Desnal, Doni, Asny, Hesty, Nduma, Novel, Ester, Mena, Irma, Esron) serta teman-teman peminatan epidemiologi lain yang tidak dapat disebut satu persatu, terimakasih buat dukungan semangat dan doa-doanya.


(9)

Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini masih belum sempurna, maka saran dan kritik yang bersifat membangun sangat penulis harapkan untuk perbaikan dan kesempurnaannya skripsi ini. Semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi para pembaca.

Medan, Juni 2010 Penulis

MARIA CHRISTIN NAINGGOLAN NIM. 051000050


(10)

DAFTAR ISI

Hal

ABSTRAK ... i

ABSTRACT ... ii

DAFTAR RIWAYAT HIDUP ... iii

KATA PENGANTAR ... iv

DAFTAR ISI ... vii

DAFTAR TABEL ... x

DAFTAR GAMBAR ... xii

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang ... 1

1.2.Rumusan Masalah ... 6

1.3.Tujuan Penelitian ... 7

1.3.1. Tujuan Umum ... 7

1.3.1. Tujuan Khusus ... 7

1.4. Manfaat Penelitian ... 7

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Definisi Infeksi ... 8

2.2. Definisi Penyakit Infeksi (contangius diseases) ... 8

2.3. Epidemiologi Penyakit Infeksi ... 10

2.3.1. Distribusi dan Frekuensi Penyakit Infeksi ... 10

2.3.2. Determinan Penyakit Infeksi ... 11

2.4. Manifestasi Klinik Secara Umum ... 22

2.5. Pencegahan Penyakit Infeksi ... 22

2.5.1. Pencegahan Primordial ... 22

2.5.2. Pencegahan Primer ... 22

2.5.3. Pencegahan Sekunder ... 23

2.5.4. Pencegahan Tersier ... 24

BAB 3 KERANGKA KONSEP 3.1. Kerangka Konsep Penelitian ... 25

3.2. Defenisi Operasional ... 26

BAB 4 METODE PENELITIAN 4.1. Jenis Penelitian... 29

4.2. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 29

4.2.1. Lokasi Penelitian ... 29

4.2.2. Waktu penelitian ... 29

4.3. Populasi dan Sampel ... 29


(11)

4.3.2. Sampel ... 30

4.4. Metode Pengumpulan Data ... 31

4.4. 1. Data Primer ... 31

4.4.2. Data Sekunder ... 31

4.5. Teknik Analisa Data ... 31

BAB 5 HASIL PENELITIAN 5.1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian ... 34

5.1.1. Geografis ... 35

5.1.2. Demografi ... 35

5.1.3. Sarana dan Prasarana ... 36

5.2. Prevalens Rate Penyakit Infeksi ... 36

5.3. Age Sex Spesific Prevalens Rate (ASSPR) ... 37

5.4. Analisis Bivariat ... 38

5.4.1. Hubungan Umur Anak Balita dengan Kejadian Penyakit Infeksi Pada Anak Balita ... 39

5.4.2. Hubungan Jenis Kelamin Anak Balita dengan Kejadian Penyakit Infeksi Pada Anak Balita ... 39

5.4.3. Hubungan Berat Badan Lahir dengan Kejadian Penyakit Infeksi Pada Anak Balita ... 39

5.4.4. Hubungan Status Imunisasi Anak Balita dengan Kejadian Penyakit Infeksi Pada Anak balita ... 40

5.4.5. Hubungan ASI Eksklusif Anak Balita dengan Kejadian Penyakit Infeksi Pada Anak balita ... 41

5.4.6. Hubungan Jarak Kelahiran dengan Kejadian Penyakit Infeksi Pada Anak balita ... 42

5.4.7. Hubungan Pendidikan Ibu dengan Kejadian Penyakit Infeksi Pada Anak balita ... 43

5.4.8. Hubungan Pekerjaan Ibu dengan Kejadian Penyakit Infeksi Pada Anak balita ... 44

5.4.9. Hubungan Kepadatan Hunian dengan Kejadian Penyakit Infeksi Pada Anak balita ... 45

5.4.10. Hubungan Ketersediaan Jamban dengan Kejadian Penyakit Infeksi Pada Anak balita ... 46

5.4.11. Hubungan Sanitasi Lingkungan dengan Kejadian Penyakit Infeksi Pada Anak balita ... 47

5.4. Analisis Multivariat ... 48

BAB 6 PEMBAHASAN 6.1. Prevalens Rate Penyakit Infeksi pada Anak Balita ... 50

6.2. Age Sex Spesific Prevalens Rate ... 51

6.3. Prevalens Rate Penyakit Infeksi berdasarkan Karakteristik Anak Balita ... 52


(12)

6.4. Prevalens Rate Penyakit Infeksi Berdasarkan Karakteristik Ibu .... 60 6.5. Prevalens Rate Penyakit Infeksi Berdasarkan Karakteristik

Lingkungan ... 63 6.2.Analisis Multivariat ... 67 BAB 7 KESIMPULAN DAN SARAN

7.1. Kesimpulan ... 69 7.2. Saran ... 70 Daftar Pustaka


(13)

DAFTAR TABEL

Tabel 5.1. Distribusi Penduduk Berdasarkan Umur di Desa Mangkai Baru

Kecamatan Lima Puluh Tahun 2010 ... 34 Tabel 5.2. Distribusi Penduduk Berdasarkan Jenis Kelamin di Desa Mangkai Baru

Kecamatan Lima Puluh Tahun 2010 ... 35 Tabel 5.3. Distribusi Sarana Kesehatan di Desa Mangkai Baru Kecamatan Lima

Puluh Tahun 2010 ... 35 Tabel 5.4. Prevalens Rate Penyakit Infeksi pada Anak Balita di Desa Mangkai

Baru Kecamatan Lima Puluh Tahun 2010 ... 36 Tabel 5.5. Distribusi Age Sex Spesific Prevalens Rate Anak Balita Berdasarkan

Umur dan Jenis Kelamin di Desa Mangkai Baru Kecamatan Lima Puluh

Kabupatem Batu Bara Tahun 2010 ... 37 Tabel 5.6. Tabulasi Silang Penyakit Infeksi Berdasarkan Umur Anak Balita, Ratio

Prevalens, 95% CI, Nilai χ2 dan ρ di Desa Mangkai Baru Kecamatan

Lima Puluh Tahun 2010... 38 Tabel 5.7. Tabulasi Silang Penyakit Infeksi Berdasarkan Jenis Kelamin Anak

Balita, Ratio Prevalens, 95% CI, Nilai χ2 dan ρ di Desa Mangkai Baru

Kecamatan Lima Puluh Tahun 2010 ... 39 Tabel 5.8. Tabulasi Silang Penyakit Infeksi Berdasarkan Penyediaan Air Bersih,

Ratio Prevalens, 95% CI, Nilai χ2 dan ρ di Desa Mangkai Baru

Kecamatan Lima Puluh Tahun 2010 ... 39 Tabel 5.9. Tabulasi Silang Penyakit Infeksi Berdasarkan Status Imunisasi Anak

Balita, Ratio Prevalens, 95% CI, Nilai χ2 dan ρ di Desa Mangkai Baru

Kecamatan Limapuluh Tahun 2010 ... 40 Tabel 5.10. Tabulasi Silang Penyakit Infeksi Berdasarkan Pemberian ASI Eksklusif,

Ratio Prevalens, 95% CI, Nilai χ2 dan ρ di Desa Mangkai Baru

Kecamatan Lima Puluh Tahun 2010 ... 41 Tabel 5.11. Tabulasi Silang Penyakit Infeksi Berdasarkan Jarak Kelahiran, Ratio

Prevalens, 95% CI, Nilai χ2 dan ρ di Desa Mangkai Baru Kecamatan

Lima Puluh Tahun 2010... 42 Tabel 5.12. Tabulasi Silang Penyakit Infeksi Berdasarkan Pendidikan Ibu, Ratio

Prevalens, 95% CI, Nilai χ2 dan ρ di Desa Mangkai Baru Kecamatan

Lima Puluh Tahun 2010... 43 Tabel 5.13. Tabulasi Silang Penyakit Infeksi Berdasarkan Pekerjaan Ibu, Ratio

Prevalens, 95% CI, Nilai χ2 dan ρ di Desa Mangkai Baru Kecamatan

Lima Puluh Tahun 2010... 44 Tabel 5.14. Tabulasi Silang Penyakit Infeksi Berdasarkan Kepadatan Hunian, Ratio

Prevalens, 95% CI, Nilai χ2 dan ρ di Desa Mangkai Baru Kecamatan

Lima Puluh Tahun 2010... 45 Tabel 5.15. Tabulasi Silang Penyakit Infeksi Berdasarkan Ketersediaan Jamban,

Ratio Prevalens, 95% CI, Nilai χ2 dan ρ di Desa Mangkai Baru


(14)

Tabel 5.16. Tabulasi Silang Penyakit Infeksi Berdasarkan Sanitasi Lingkungan,

Ratio Prevalens, 95% CI, Nilai χ2 dan ρ di Desa Mangkai Baru

Kecamatan Lima Puluh Tahun 2010 ... 47 Tabel 5.17. Identifikasi Variabel Dominan Penyebab Kejadian Penyakit Infeksi Pada

Anak Balita di Desa Mangkai Baru Kecamatan Lima Puluh Tahun 2010 ... 48 Tabel 5.18. Variabel Yang Berhubungan Dengan Kejadian Penyakit Infeksi pada


(15)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 3.1. Kerangka Konsep Penelitian... 25 Gambar 6.1. Diagram Pie Prevalens Rate Penyakit Infeksi pada Anak Balita di Desa

Mangkai Baru Kecamatan Lima Puluh Tahun 2010 ... 50 Gambar 6.2. Diagram Bar Age Sex Spesific Prevalens Rate Anak Balit Berdasarkan

Umur dan Jenis Kelamin di Desa Mangkai Baru Kecamatan Lima

Puluh Kabupaten Batu Bara Tahun 2010 ... 55 Gambar 6.3. Diagram Bar Prevalens Rate Penyakit Infeksi Berdasarkan Umur Anak

Balita di Desa Mangkai Baru Kecamatan Lima Puluh Tahun 2010 ... 52 Gambar 6.4. Diagram Bar Prevalens Rate Penyakit Infeksi Berdasarkan Jenis

Kelamin Anak Balita di Desa Mangkai Baru Kecamatan Lima Puluh

Tahun 2010 ... 53 Gambar 6.5. Diagram Bar Prevalens Rate Penyakit Infeksi Berdasarkan Berat

Badan Lahir Anak Balita di Desa Mangkai Baru Kecamatan Lima

Puluh Tahun 2010 ... 54 Gambar 6.6. Diagram Bar Prevalens Rate Penyakit Infeksi Berdasarkan Status

Imunisasi Anak Balita di Desa Mangkai Baru Kecamatan Lima Puluh

Tahun 2010 ... 55 Gambar 6.7. Diagram Bar Prevalens Rate Penyakit Infeksi Berdasarkan Pemberian

ASI Eksklusif pada Anak Balita di Desa Mangkai Baru Kecamatan

Lima Puluh Tahun 2010 ... 56 Gambar 6.8. Diagram Pie Proporsi Karakteristik Anak Balita Berdasarkan

Pekerjaan Ibu di Desa Mangkai Baru Kecamatan Lima Puluh Tahun

2010 ... 58 Gambar 6.9. Diagram Bar Prevalens Rate Penyakit Infeksi Berdasarkan Tingkat

Pendidikan Ibu di Desa Mangkai Baru Kecamatan Lima Puluh Tahun

2010 ... 60 Gambar 6.10. Diagram Bar Prevalens Rate Penyakit Infeksi Berdasarkan Pekerjaan

Ibu di Desa Mangkai Baru Kecamatan Lima Puluh Tahun 2010 ... 62 Gambar 6.11. Diagram Bar Prevalens Rate Penyakit Infeksi Berdasarkan Kepadatan

Hunian di Desa Mangkai Baru Kecamatan Lima Puluh Tahun 2010 ... 63 Gambar 6.12. Diagram Bar Prevalens Rate Penyakit Infeksi Berdasarkan

Ketersediaan Jamban di Desa Mangkai Baru Kecamatan Lima Puluh

Tahun 2010 ... 64 Gambar 6.13. Diagram Bar Prevalens Rate Penyakit Infeksi Berdasarkan Sanitasi

Lingkungan di Desa Mangkai Baru Kecamatan Lima Puluh Tahun


(16)

ABSTRAK

Penyakit infeksi merupakan penyebab utama kesakitan dan kematian yang terjadi pada bayi dan anak terutama sering terjadi pada negara berkembang termasuk Indonesia. Bahkan dalam keadaan kekurangan gizi seseorang akan lebih rentan terhadap infeksi.Berdasarkan Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) tahun 2001 menunjukkan bahwa di Indonesia penyakit infeksi yaitu ISPA dan diare merupakan penyebab kematian dua tertinggi pada balita dengan PMR 19 % dan 10%.

Penelitian bersifat deskriptif analitik dengan desain cross sectional dilakukan di Desa Mangkai Baru Kecamatan Lima Puluh Kabupaten Batu Bara Tahun 2010 dengan tujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian penyakit infeksi pada anak balita. Populasi dalam penelitian ini adalah anak balita berusia 12 - 60 bulan yang berdomisili di Desa Mangkai Baru Kecamatan Lima Puluh Kabupaten Batu Bara. Sampel yang dibutuhkan 110 orang diambil secara purposive yaitu semua anak balita di Dusun III.

Dari hasil penelitian didapatkan prevalensi kejadian penyakit infeksi pada anak balita dalam 1 bulan adalah 69,1%. Hasil analisis bivariat terdapat 2 variabel yang mempunyai hubungan asosiasi yang bermakna dengan terjadinya penyakit infeksi pada anak balita yaitu pendidikan ibu rendah (RP=2,465; p=0,000), ibu yang bekerja (RP=0,687; p=0,018). Tidak ada hubungan antara umur anak balita (p=0,410), jenis kelamin anak balita (p=0,110), berat badan lahir (p=0,827),status imunisasi (p=0,754), ASI Eksklusif (p=0,225), jarak kelahiran (p=0,073), kepadatan hunian (p=0,204), ketersidiaan jamban (p=0,923), dan sanitasi lingkungan (p= 0,794) dengan kejadian penyakit infeksi.

Hasil analisis multivariat diperoleh bahwa hanya pendidikan ibu yang rendah yang berhubungan. Persamaan regresi yang terbentuk adalah Y = -3,341 +2,052X1.

Petugas Puskesmas diharapkan lebih aktif dalam meningkatkan pengetahuan para ibu tentang perawatan kesehatan anak melalui penyuluhan.


(17)

ABSTRACT

Infection disease is one of the major causes of pains and mortality on infant and children, especially in developing countries include Indonesia. Even, individual will be more susceptible to infection in the malnutrition condition. National Household Survey showed that Acute Respiratory Infection disease (ARI) and diarrhea caused top both of death in under five children with Proportional Mortality Rate (PMR) 19 and 10% .

Analytical research with cross sectional design was taken place in Mangkai Baru, Lima Puluh on 2010, in order to analyze the some factors that related with infection disease in under five age children. The population in this research was under five age children 12 - 60 months in Mangkai Baru, Lima Puluh. The sample was taken by purposive in dusun III.

The results of this research got prevalence of infection diseases in a month was 69,1%.The result of bivariate analysis showed a huge relation among mother’s education (RP=2,465; p=0,000), mother job (RP=0,687; p=0,018) with infection diseases. There is no relation among age (p=0,410), sex (p=0,110), born with low weight (p=0,287), state immunization (p=0,754), exlusive breast milk (p=0,225), dintence of birth (p=0,073), population density (p=0,204), existence of toilet (p=0,923), environment sanitation (p= 0,794) with infectious diseases.

The result of multivariat analysis got low mother education was related factor to infection diseases in under five age children. The formula wasY = -3,341+2,052X1 . The employee of public health center should be active to improve mother’s

knowledge especially in children’s health care by conseling.


(18)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Kesehatan adalah hak asasi manusia dan sekaligus investasi untuk keberhasilan pembangunan bangsa. Untuk itu diselenggarakan pembangunan kesehatan secara menyeluruh dan berkesinambungan dengan tujuan meningkatkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya. Untuk mencapai pembangunan kesehatan tersebut dilakukan upaya kesehatan. Salah satu upaya kesehatan yang dilakukan pemerintah dalam meningkatkan derajat kesehatan yang optimal adalah program pencegahan dan pemberantasan penyakit menular. 1

Program pemberantasan penyakit menular mempunyai peranan penting dalam menurunkan angka kesakitan dan kematian. Untuk mencegah terjadinya penyebaran penyakit sehingga tidak menjadi masalah kesehatan masyarakat, ini dapat terwujud dengan penerapan teknologi secara tepat oleh petugas kesehatan dan didukung oleh peran serta aktif masyarakat. 2

Penyakit infeksi merupakan penyebab utama kesakitan dan kematian yang terjadi pada bayi dan anak terutama sering terjadi pada negara berkembang termasuk Indonesia. Bahkan dalam keadaan kekurangan gizi seseorang akan lebih rentan terhadap infeksi

Penyakit infeksi masih merupakan masalah kesehatan bagi masyarakat Indonesia, hal ini disebabkan masih tingginya angka kesakitan karena penyakit infeksi serta menimbulkan banyak kematian terutama pada bayi dan balita.


(19)

Pada kasus-kasus infeksi, di samping pajanan yang ditimbulkan oleh agen infeksius, proses munculnya manifestasi klinis juga dipengaruhi oleh sistem pertahanan tubuh yang lemah.

Karena penyakit menular dapat menimbulkan kekebalan pada yang pernah menderitanya, maka yang terserang penyakit menular adalah mereka yang beresiko tinggi terhadapnya, yakni anak-anak. 3,4

Data World Health Statistics 2008 memperlihatkan perbedaan angka kematian balita di negara-negara anggota Asean pada tahun 2006, angka kematian yang terendah adalah di negara Singapura yaitu 3 kematian per 1.000 kelahiran hidup, dan yang tertinggi dicapai oleh Myanmar yaitu 104 kematian per 1.000 kelahiran hidup, sedangkan Indonesia adalah 36 kematian balita per 1.000 kelahiran hidup. 5

Di Amerika Serikat sekitar tahun 1990-an, kematian karena campak sebesar 2-3 per 1.000 kasus kematian terutama pada anak dibawah 5 tahun. Pada anak-anak dalam kondisi garis batas kekurangan gizi, campak seringkali sebagai pencetus terjadinya kwasiorkor akut dan eksaserbasi defisiensi vitamin A yang dapat menyebabkan kebutaan. 6

Data rawat inap RSU Kanjuruhan Kepanjen Periode Januari-Desember 2007 menunjukkan bahwa prevalensi penyakit infeksi pada anak balita periode Januari-Desember 2007 lebih besar disebabkan oleh penyakit diare yaitu sebesar 79.49%, kemudian diikuti oleh ISPA (13.44%), DBD (3.43%), TF (2.85%), TBC (0.69%) dan Malaria (0.1%). pola penyakit infeksi pada anak balita dengan kasus tertinggi pada tahun 2007 terjadi pada Bulan Juli (135 kasus) dan terendah terjadi pada Bulan februari (53


(20)

kasus). Penyakit infeksi yang terbanyak pada anak balita disebabkan oleh penyakit diare yaitu sebesar 79.49%.

Badan Pusat Statistika (BPS) menyebutkan angka kematian balita tahun 2007 sebesar 44 per 1.000 kelahiran hidup, provinsi dengan angka kematian balita tertinggi adalah Sulawesi Barat sebesar 93 per 1.000 kelahiran hidup dan Nusa Tenggara Barat sebesar 92 per 1.000 kelahiran hidup. Sedangkan angka kematian balita terendah adalah provinsi DI Yogyakarta sebesar 22 per 1.000 kelahiran hidup, diikuti oleh Jawa Tengah sebesar 32 per 1.000 kelahiran hidup kemudian Kalimantan Tengah sebesar 34 per 1.000 kelahiran hidup, dan di Sumatera Utara sebesar 36 per 1.000 kelahiran hidup. 3

Lebih dari 10 juta anak di negara berpenghasilan menengah ke bawah meninggal sebelum mereka mencapai ulang tahun kelima. Pada tahun 2000, World

Health Organitatios (WHO) melaporkan bahwa penyakit infeksi merupakan

penyebab kematian balita dua tertinggi di dunia dimana Proportional Mortality Rate (PMR) Infeksi Saluran Pernafasan Akut adalah 19 % dan diare 13%. 5

Menurut data WHO pada tahun 2000-2003 penyakit infeksi (diare dan pneumonia) merupakan penyebab kematian dua urutan tertinggi di dunia pada anak di bawah umur lima tahun, dengan Proportioanal Mortality Rate (PMR) 17% dan 19 %. Pada tahun yang sama, penyakit infeksi yaitu diare di Asia Tenggara juga menempati urutan nomor tiga penyebab kematian pada anak di bawah umur lima tahun dengan PMR sebesar 18%.6

Data World Health Statistics menunjukkan bahwa lebih dari 70% kematian balita disebabkan oleh penyakit infeksi (seperti diare, pneumonia, campak, malaria)


(21)

dan malnutrisi. Menurut UNICEF penyakit infeksi merupakan penyebab kematian utama. Dari 9 juta kematian pada balita per tahunnya di dunia, lebih dari 2 juta di antaranya meninggal akibat penyakit ISPA. WHO melaporkan lebih dari 50% kasus penyakit infeksi berada di Asia Tenggara dan Sub-Sahara Afrika. Dilaporkan, tiga per empat kasus penyakit infeksi pada balita berada di 15 negara berkembang. Yang membahayakan, Indonesia termasuk dalam himpunan 15 negara itu, dan menduduki tempat ke-6 dengan jumlah 6 juta kasus. 7

Menurut SKRT 1995, proporsi penyakit infeksi penyebab kematian pada pada balita, yaitu : Pnemonia (22,5 %), Diare (19,2 %), Infeksi Saluran Pernafasan Akut (7,5 %), Tifus perut dan Malaria (masing-masing 7 %) serta Campak (5,2 %). 8

Berdasarkan Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) tahun 2001 menunjukkan bahwa di Indonesia penyakit infeksi yaitu ISPA dan diare merupakan penyebab kematian dua tertinggi pada balita dengan PMR 19 % dan 10%. 9

Pola kematian balita di Indonesia menurut hasil Surkesnas tahun 2001 masih didominasi oleh penyakit infeksi. Kematian balita tertinggi akibat pneumonia dengan Case Fatality Rate (CFR) 4,6 %, di susul dengan kematian akibat diare dengan CFR 2,3 %. 10

Di Indonesia penyakit infeksi selalu menempati urutan pertama penyebab kematian pada kelompok bayi dan balita. Selain itu penyakit infeksi juga berada pada daftar 10 penyakit terbanyak pada pasien rawat jalan di Rumah Sakit tahun 2006, dengan proporsi 9,32%. Survei mortalitas yang dilakukan oleh Subdit ISPA tahun 2005 menempatkan Pneumonia sebagai penyebab kematian bayi dan balita terbesar di


(22)

Indonesia dengan PMR 22,30% dari seluruh kematian bayi dan 23,6% kematian pada balita. 11

Pada Kabupaten Brebes penyakit yang paling sering menyerang pada golongan umur 1 - 4 tahun adalah penyakit infeksi yaitu diare yang menempati urutan pertama dengan proporsi 37,56 %, kemudian penyakit ISPA dengan proporsi sebanyak 11,56%. 12

Penyakit Diare merupakan penyakit endemis di Sulawesi Tengah dan sering menimbulkan Kejadian Luar Biasa (KLB). Hasil pengumpulan data dari kabupaten/kota selama tahun 2007 jumlah kasus penyakit Diare pada Balita yang ditemukan di sarana kesehatan adalah sejumlah 23.666 penderita dengan angka kesakitan penyakit diare 20,38 per 1.000 penduduk. Angka ini mengalami kenaikan bila dibandingkan dengan tahun 2006 yaitu 18 per 1.000 penduduk. KLB Diare yang tersebar di 15 kecamatan dengan total penderita 715 orang dan kematian 35 orang (CFR 4,9%). Selama tahun 2007 frekuensi KLB Campak menempati urutan kedua, setelah KLB Diare. KLB Campak selama tahun 2007 terjadi sebanyak 10 kali yang tersebar di 9 kecamatan dengan jumlah kasus sebanyak 482 dan 2 kematian (CFR : 0,41%)13

Pada tahun 2005 dilaporkan terdapat 6 kabupaten di provinsi Sumatera Utara yang mengalami Kejadian Luar Biasa (KLB) penyakit infeksi diare yaitu Kabupaten Deli Serdang, Asahan, Labuhan Batu, Simalungun, Tapanuli Selatan dan Mandailing Natal dengan jumlah kematian 19 orang dari 1.089 penderita dan CFR 1,7 %.14


(23)

Penyakit Diare merupakan penyakit endemis di Provinsi Sumatera Utara dan sering menimbulkan Kejadian Luar Biasa (KLB). Hasil pengumpulan data dari kabupaten/kota selama tahun 2007 jumlah kasus penyakit Diare pada Balita yang ditemukan di sarana kesehatan adalah sejumlah 1.146 penderita dengan angka kesakitan penyakit diare 28,43 per 1.000 penduduk. KLB Diare yang tersebar di 10 kabupaten/kota dengan total penderita 2.819 orang dan kematian 23 orang (CFR 0,81%). KLB Campak selama tahun 2007 terjadi di 2 Kabupaten/Kota dengan jumlah kasus sebanyak 191 orang. 15

Berdasarkan profil kesehatan puskesmas pembantu Desa Mangkai Baru Kecamatan Lima Puluh tahun 2008, dari 10 penyakit terbesar penyakit infeksi yaitu ISPA menempati urutan tertinggi dengan proporsi 36,02 %.

Proporsi penderita diare berdasarkan golongan kelompok umur, terbanyak pada kelompok umur balita yaitu 70,03%. 16

Berdasarkan latar belakang diatas, maka perlu dilakukan penelitian tentang faktor-faktor yang berhubungan dengan penyakit infeksi pada balita di Desa Mangkai Baru Kecamatan Lima Puluh Kabupaten Batubara Tahun 2010.

1.2. Rumusan Masalah

Belum diketahuinya faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian penyakit infeksi pada balita di Desa Mangkai Baru Kecamatan Lima Puluh Kabupaten Batubara Tahun 2010.


(24)

1.3. Tujuan Penelitian 1.3.1. Tujuan Umum

Untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian penyakit infeksi pada anak balita di Desa Mangkai Baru Kecamatan Lima Puluh Kabupaten Batubara Tahun 2010.

1.3.2. Tujuan Khusus

a. Untuk mengetahui prevalens rate penyakit infeksi di Desa Mangkai Baru Kecamatan Lima Puluh Tahun 2010.

b. Untuk mengetahui hubungan faktor balita (umur, jenis kelamin, berat badan lahir, imunisasi, status ASI eksklusif, jarak kelahiran) dengan kejadian penyakit Infeksi pada anak balita

c. Untuk mengetahui hubungan faktor ibu (pendidikan dan pekerjaan) dengan kejadian penyakit Infeksi pada anak balita

d. Untuk mengetahui hubungan faktor lingkungan (kepadatan hunian, ketersediaan jamban, sanitasi lingkungan) dengan kejadian penyakit Infeksi pada anak balita e. Untuk mengetahui faktor yang paling dominan dalam hubungannya dengan

kejadian penyakit Infeksi pada anak balita 1.4. Manfaat Penelitian

1.4.1. Sebagai bahan masukan bagi Puskesmas Kecamatan Lima Puluh dalam program pencegahan dan pemberantasan penyakit infeksi pada balita.

1.4.2. Sebagai bahan referensi bagi perpustakaan FKM-USU Medan dan penelitian selanjutnya.


(25)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Definisi Infeksi17

Infeksi adalah masuknya, bertumbuh dan berkembangnya agent penyakit menular dalam tubuh manusia atau hewan dimana akibatnya mungkin tidak kelihatan (innaparent infection), atau nyata ( infectious disease). Adanya kehidupan agent menular pada permukaan luar tubuh, atau pada barang pakaian atau barang-barang lainnya, bukanlah infeksi tetapi merupakan kontaminasi pada permukaan tubuh atau benda.

Inapparent infection adalah adanya infeksi pejamu tanpa adanya tanda-tanda

klinis yang jelas atau yang dapat dikenal.Infeksi yang tidak nyata dapat diidentifikasi hanya secara laboratorium.

Infectious diseases adalah penyakit yang secara klinis tampak nyata pada

manusia atau hewan yang merupakan akibat suatu infeksi. 2.2. Defenisi Penyakit Infeksi (contangious diseases)17,18,19

Penyakit menular adalah penyakit yang disebabkan oleh unsur/agent penyebab menular tertentu atau hasil racunnya, yang terjadi karena perpindahan /penularan agent atau hasilnya dari orang yang terinfeksi, hewan atau reservoir lainnya (benda lain) kepada pejamu yang rentan (potensial host), baik secara langsung maupun tidak langsung melalui pejamu perantara hewan (vektor) atau lingkungan yang tidak hidup.

Penyakit menular ditandai dengan adanya agen atau penyebab penyakit yang hidup dan dapat berpindah. Satu penyakit dapat menular dari orang yang satu kepada


(26)

yang lain, ditentukan oleh tiga faktor yakni : agent (penyebab penyakit), host (induk semang), route of transmission (jalannya penularan).

2.3. Epidemiologi Penyakit Infeksi

2.3.1. Distribusi dan Frekuensi Penyakit Infeksi20,21,22

Negara/masyarakat miskin berstatus sosial ekonomi rendah, keadaan gizi rendah, pengetahuan tentang kesehatannyapun rendah, sehingga keadaan kesehatan lingkungan buruk dan status kesehatannya buruk. Didalam masyarakat demikian akan mudah terjadi penularan penyakit, terutama anak-anak yang merupakan golongan yang peka terhadap penyakit menular. Sebagai akibatnya, banyak terjadi kematian anak, sehingga usia harapan hidup pendek.

Dari laporan SKRT 2001, prevalensi penyakit menurut golongan umur pada laki-laki dan perempuan golongan umur yang paling rentan terhadap penyakit infeksi adalah golongan umur balita, pada kelompok penyakit diare prevalensi penyakit pada golongan umur <1 tahun adalah 1,7%, 1-4 tahun adalah 9,4% dan 5-14 tahun adalah 4,3%. Pada golongan penyakit campak prevalensi penyakit yang tertinggi adalah pada golongan umur 1-5 tahun yaitu 0,4%. Begitu juga penyakit infeksi saluran pernafasan akut prevalensi penyakit pada golongan umur <1 tahun adalah 38,7%, 1-4 tahun adalah 42,2% dan pada golongan umr 5-14 tahun adalah 28,8%.

Campak lebih berat diderita oleh anak-anak usia dini dan yang kekurangan gizi, pada penderita golongan ini biasanya ditemukan ruam dengan perdarahan, kehilangan protein karena enteropathy, otitis media, sariawan, dehidrasi, diare, kebutaan dan infeksi kulit yang berat.


(27)

CFR campak di negara berkembang diperkirakan sebesar 3-5% tetapi seringkali di beberapa lokasi berkisar antara 10%-30%.

Hidup berkelompok dapat meningkatkan interaksi antar manusia dan dapat membantu perkembangan budaya, yang selanjutnya memberi dampak terhadap lingkungan dan manusia, sehingga tercemar pada pola penyakit yang ada di antara kelompok tersebut.

Pada waktu masyarakat masih hidup primitif maka jumlah populasi dan pola penyakitnya sangat ditentukan oleh keadaan sekitarnya. Pada fase agrikultural, masyarakat berjumlah lebih banyak, bertempat tinggal lebih dekat, dan berkomunikasi dengan baik, sebagai akibatnya penyakit menular akan menjalar lebih cepat. Karena penyakit menular dapat menimbulkan kekebalan pada yang pernah menderitanya, maka yang terserang penyakit menular adalah mereka yang beresiko tinggi terhadapnya, yakni anak-anak.

Suatu penyakit timbul akibat dari beroperasinya berbagai faktor baik dari agen, host dan lingkungan. Perkembangan epidemiologi menggambarkan secara spesifik peranan lingkungan dalam terjadinya penyakit dan wabah. Interaksi manusia dengan lingkungan hidupnya merupakan suatu proses yang wajar dan terlaksana sejak manusia itu dilahirkan sampai meninggal dunia.

Penyakit infeksi merupakan salah satu penyebab utama morbiditas dan mortalitas anak-anak di berbagai negara yang sedang berkembang. Penyakit infeksi masih menempati urutan teratas penyebab kesakitan dan kematian di negara berkembang, termasuk Indonesia. Di Indonesia penyakit infeksi masih merupakan masalah utama bidang kesehatan.


(28)

Hampir di semua negara-negara yang sedang berkembang penyakit-penyakit menular hingga kini tetap menjadi penyebab terbesar dari morbiditas dan mortalitas. Pola penyakit di Indonesia setara dengan negara-negara lain yang berpenghasilan kurang lebih sama. Hal ini tampak jelas apabila ditelaah keadaan penyakit di berbagai negara, ternyata negara-negara yang tergolong miskin banyak menderita penyakit menular, sedangkan negara yang tergolong kaya banyak menderita penyakit tidak menular.

2.3.2. Determinan Penyakit Infeksi17,19

Kejadian infeksi dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu host, agent, dan environment. Penyakit infeksi akan terjadi apabila ketiga faktor tersebut saling mendukung.

a. Host (pejamu)

Sistem imun manusia yang kompeten melindungi tubuh dari berbagai mikroorganisme dan pertumbuhan keganasan. Infeksi oportunistik dengan rentang yang luas dapat terjadi bila sistem imun lemah. Individu yang mengalami gangguan imun berada pada peningkatan resiko mengalami infeksi karena sistem imun mereka yang terganggu tidak memberikan perlindungan yang adekuat dalam melawan mikroorganisme (bakteri, virus, jamur).

Sistem imun yang lemah dapat menyebabkan individu menjadi rentan terhadap infeksi umum sehari-hari, seperti influenza, dan Staphylococcus aureus, dan juga organisme-organisme yang lebih asing seperti histoplasmosis dan toksoplasmosis.


(29)

a.1. Status Gizi26,27,28,29

Status gizi adalah keadaan tubuh sebagai akibat mengkonsumsi makanan dan zat-zat gizi. Menurut Soekirman (2001) istilah status gizi diartikan sebagai keadaan kesehatan fisik seseorang atau sekelompok orang yang ditentukan dengan salah satu kombinasi dari ukuran-ukuran gizi tertentu.

Status gizi baik atau gizi optimal terjadi bila tubuh memperoleh cukup zat-zat gizi yang digunakan secara efisien, sehingga memungkinkan pertumbuhan fisik, perkembangan otak, kemampuan kerja dan kesehatan secara umum pada tingkat setinggi mungkin. Status gizi kurang terjadi bila tubuh mengalami kekurangan satu atau lebih zat-zat esensial. Status gizi lebih terjadi bila tubuh memperoleh zat-zat gizi dalam jumlah berlebihan, sehingga menimbulkan efek toksis atau membahayakan. Baik status gizi kurang, maupun status gizi lebih terjadi gangguan gizi.

Anak balita mengalami pertumbuhan badan yang pesat sehingga memerlukan zat-zat gizi yang tinggi setiap kilogram berat badannya. Anak balita justru merupakan kelompok umur yang paling sering menderita penyakit infeksi akibat kekurangan gizi sehingga kekebalan tubuh melemah. Hal ini disebabkan oleh beberapa hal yaitu:

pertama, kondisi anak balita adalah dalam periode transisi yaitu dari makanan bayi ke

makanan orang dewasa, sehingga memerlukan adaptasi. Kedua, anak balita mulai bermain dan bergerak lebih luas sehingga sangat besar kemungkinannya terkena kotoran yang akibatnya dapat menyebabkan sakit.

Kondisi kurang gizi berhubungan erat dengan tingginya resiko untuk terjadinya penyakit infeksi dan kematian bayi dan anak.


(30)

Hasil penelitian Muliki, Muliati (2003) di Puskesmas Puskemas Palanro Kecamatan Mallusetasi Kabupaten Barru, yang melakukan analisis faktor yang berhubungan dengan terjadinya penyakit ISPA yang menggunakan desain penelitian

cross sectional menunjukkan ada hubungan yang bermakna antara status gizi dengan

kejadian ISPA dengan nilai p=0,003 (p<0,05). Ini berarti balita yang status gizinya rendah memiliki kemungkinan lebih besar untuk menderita ISPA

a.2. Berat Badan Lahir30,31

Berat badan lahir rendah ditetapkan sebagai suatu berat lahir kurang dari 2.500 gram. Anak dengan Berat Lahir Rendah (BBLR) akan meningkatkan risiko kesakitan dan kematian karena bayi rentan terhadap kondisi-kondisi infeksi saluran pernafasan.

Bayi dengan berat lahir rendah mempunyai angka kematian lebih tinggi daripada bayi dengan berat lebih dari 2.500 gram saat lahir selama tahun pertama kehidupannya. Pneumonia adalah penyebab terbesar kematian akibat infeksi pada bayi yang baru lahir dengan berat rendah, bila dibandingkan dengan bayi yang beratnya diatas 2.500 gram.

Puffer (1983) mengemukakan bahwa angka kematian bayi dengan berat badan waktu lahir kurang dari 2.500 gram adalah 5 sampai 9 kali lebih tinggi dari bayi dengan berat badan waktu lahir diatas 2.500 gram.

Penelitian Siti Fadilah (2009) yang melakukan analisis terhadap data Riskesdas 2007 untuk mengetahui dampak berat badan lahir terhadap status gizi menyebutkan bahwa resiko balita dengan berat badan lahir rendah memiliki resiko


(31)

1,002 kali untuk menderita penyakit ISPA dan 1,061 kali untuk menderita penyakit diare daripada balita dengan berat badan lahir normal.

a.3. Status ASI Ekskusif32,33,34

ASI Eksklusif adalah pemberian ASI sedini mungkin setelah lahir sampai bayi berumur 6 bulan tanpa pemberian makanan lain. ASI, selain mengandung zat-zat yang diperlukan untuk pertumbuhan si bayi, juga merupakan makanan bayi yang paling aman, tidak memerlukan biaya tambahan, mengandung zat-zat kekebalan/anti infeksi, membantu terjadinya alergi semasa bayi.

Kenyataannya pemberian ASI Eksklusif di masyarakat belum dapat dilaksankan secara maksimal. Hanya sebagian kecil dari masyarakat yang mau dan mampu menerapkan upaya pemberian ASI Eksklusif sebagai satu-satunya makanan bayi usia 0-6 bulan.

Apabila dikaitkan dengan pemberian air susu ibu (ASI) Eksklusif, saat ini praktik menyusui di Indonesia cukup memprihatinkan. Menurut SDKI tahun 1997 dan 2002, lebih dari 95% ibu pernah menyusui bayinya, namun yang menyusui dalam 1 jam pertama cenderung menurun dari 8% pada tahun 1997 menjadi 3,7% pada tahun 2002. Cakupan ASI Eksklusif 4 bulan sedikit meningkat dari 52% tahun 1997 menjadi 55,1% pada tahun 2002. Cakupan ASI Eksklusif 6 bulan menurun dari 42,4% tahun 1997 menjadi 39,5% pada tahun 2002. Sementara itu penggunaan susu formula justru meningkat lebih dari 3 kali lipat selama 5 tahun dari 10,8% tahun 1997 menjadi 32,5% pada tahun 2002.


(32)

Apabila pelaksanaan upaya pemberian ASI Eksklusif tidak berjalan sesuai target maka akan berdampak pada kesehatan bayi. Bayi akan rentan terhadap berbagai macam penyakit infeksi.

ASI sangat bermanfaat karena mempunyai sifat sebagai berikut : a). Makanan alam (natural), ideal dan fisiologis

b).Mengandung nutrient yang lengkap dengan komposisi yang sesuai untuk keperluan pertumbuhan , yaitu pada bulan-bulan pertama berat badan dapat meningkat dengan kira-kira 30 %.

c). Nutrient yang diberikan selalu dalam keadaan segar dengan suhu yang optimal dan bebas dari basil patogen.

d). Mengandung zat anti dan zat kekebalan lain yang dapat mencegah berbagai penyakit infeksi.

Tingginya angka kesakitan dan gangguan gizi yang diderita oleh Bayi dan anak Balita di Indonesia pada saat ini mempengaruhi kualitas remaja, calon ibu dan bapak serta sumber daya tenaga kerja 10-20 tahun mendatang. Oleh karena itu apabila kelangsungan hidup dan tumbuh kembang anak tidak diberikan prioritas dan perhatian khusus maka kondisi bangsa dan negara Indonesia pada tahun 2015-2020 akan semakin terpuruk lagi karena buruknya kualitas SDM.

UNICEF memperkirakan pemberian ASI eksklusif sampai dengan usia enam bulan dapat mencegah kematian 1,3 juta anak berusia di bawah lima tahun. Perkiraan 75% kematian bayi terjadi pada waktu 28 hari setelah kelahiran, dan 22% kematian bayi baru lahir (neonatus) yang bisa dicegah dengan menyusui pada satu jam setelah lahir.


(33)

UNICEF mendukung pelayanan kesehatan terpadu berbasis masyarakat, termasuk mempromosikan pemberian ASI eksklusif, dan dengan para mitranya, pemerintah dan masyarakat.

UNICEF mendukung penyusunan peraturan perundangan nasional mengenai pemberian makanan bagi anak, meningkatkan pelayanan sebelum dan setelah kelahiran, serta mendukung tersedianya berbagai sumber daya di masyarakat bagi para ibu baru.

Pekan ASI Sedunia pada awalnya dirayakan pada tahun 1992 dan sekarang diperingati di lebih dari 120 negara oleh UNICEF dan para mitra kerjanya, termasuk World Alliance for Breastfeeding Action (Aliansi Dunia untuk Gerakan Pemberian ASI) dan WHO.

a.4. Status Imunisasi33,35,36,37

Imunisasi berasal dari kata imun yang berarti kebal atau resisten. Anak yang diimunisasi berarti diberikan kekebalan terhadap suatu penyakit tertentu. Dalam imunologi, kuman atau racun kuman (toksin) disebut sebagai antigen. Imunisasi merupakan upaya pemberian ketahanan tubuh yang terbentuk melalui vaksinasi.

Tujuan dari imunisasi adalah mencegah penyakit dan kematian balita yang disebabkan oleh wabah yang sering terjangkit, artinya anak balita yang telah memperoleh imunisasi yang lengkap yang sesuai dengan umurnya otomatis dia sudah memiliki kekebalan terhadap penyakit tertentu maka jika ada kuman yang masuk ketubuhnya secara langsung tubuh akan membentuk antibodi terhadap kuman tersebut.


(34)

Pencegahan penyakit infeksi tergantung pada pengendalian atau pemusnahan sumber infeksi, pemutusan rantai penularan dan peningkatan daya tahan perorangan terhadap infeksi dengan cara-cara yang umum atau dengan imunisasi.

Banyak penyakit infeksi dapat dicegah tanpa imunisasi, karena sekali riwayat alamiah penyakit dipahami, maka sumbernya dapat dimusnahkan, atau penularan dicegah.

Penyakit menular merupakan sebab utama morbiditas dan mortalitas pada negara berkembang. Di negara yang maju seperti Amerika Serikat, penyakit infeksi sudah sangat jarang dijumpai, karena imunisasi aktif telah dilaksanakan dengan baik disamping sanitasi lingkungan yang bersih, akan tetapi di negara sedang berkembang termasuk Indonesia penyakit infeksi masih banyak dijumpai, hal ini disebabkan tingkat kebersihan masih sangat kurang, mudah terjadi kontaminasi, kurangnya kesadaran masyarakat akan pentingnya kebersihan. Penyakit akibat infeksi telah menyebabkan kematian sebesar 13 juta orang di seluruh dunia setiap tahun, terutama di negara-negara berkembang seperti Indonesia. Kematian di negara berkembang yang disebabkan oleh penyakit infeksi mencapai 43%, sedangkan di negara maju hanya sebesar 1%.

Hasil penelitian Kristijono (2001) juga menyatakan bahwa sekitar 48,53 % balita yang menderita kurang energi dan protein yang dirawat inap di RSU Dr. Pirngadi tahun 1999 -2000 tidak lengkap diimunisasi, bahkan sebesar 42,64% tidak pernah diimunisasi. Dari hal tersebut dapat dikatakan bahwa balita yang tidak lengkap imunisasi semakin besar kemungkinan terjadinya penyakit infeksi,anemia, gastroenteritis dan defisiensi vitamin A.


(35)

Penelitian C.S. Whinie Lestari (2009) yang melakukan analisis terhadapa data Riskesdas 2007 untuk mengetahui dampak status imunisasi pada anak balita di Indonesia menyebutkan Anak yang tidak mendapat imunisasi lengkap berisiko 2,4 kali (p=0,0001) menderita penyakit campak yang disertai dengan pneumonia, dan berisiko 2,7 kali (p=0,000l) menderita penyakit campak disertai dengan diare dan pneumonia dibandingkan dengan anak yang mendapat imunisasi lengkap.

a.6. Jarak Kelahiran33

Kematian neonatus paling rendah bila interval antara berakhirnya suatu kehamilan dan mulainya kehamilan berikut lamanya 2-3 tahun. Dengan mengecilnya interval, akan terjadi kenaikan yang progresif dari kematian bayi.

Insiden penyakit diare (salah satu penyebab utama kematian anak sampai umur 2 tahun, di negara berkembang) sangat berhubungan dengan cara penyapihan yang kurang baik. Penyapihan ini biasanya dilakukan karena interval kehamilan yang pendek. Keadaan ini ditambah lagi dengan malnutrisi akan menyebabkan anak sering mengalami infeksi.

a.7. Kepadatan Hunian

Kepadatan hunian dalam rumah menurut keputusan menteri kesehatan nomor 829/MENKES/SK/VII/1999 tentang persyaratan kesehatan rumah, satu orang minimal menempati luas rumah 8m² . Pada satu kamar tidur yang berukuran 8 m², tidak dianjurkan dugunakan oleh lebih dari 2 orang, kecuali pada anak usai dibawah 5 tahun. Kebutuhan minimal ruang per orang dihitung berdasarkan aktvitas dasar manusia di dalam rumah. Aktivitas seseorang tersebut meliputi tidur, makan, kerja, duduk, mandi, cuci, masak, kakus serta ruang gerak lainnya.


(36)

Dengan kriteria tersebut diharapkan dapat mencegah penularan penyakit dan melancarkan aktivitas. Kepadatan hunian seperti luar ruang per orang, jumlah anggota keluarga, dan masyarakat diduga merupakan faktor risiko untuk penyakit infeksi.

Hasil penelitian Achmadi (1991) yang melaporkan bahwa anak yang tinggal di rumah padat (<10m2/ orang) akan mendapatkan risiko ISPA sebesar 1,75 kali dibandingkan anak yang tinggal di rumah yang tidak padat.

b. Agent

Sebagai makhluk biologis yang sebagian besar adalah kelompok mikro-organisme, unsur penyebab penyakit menular tersebut juga mempunyai potensi untuk tetap berusaha mempertahankan diri terhadap faktor lingkungan dalam usaha mempertahankan hidupnya serta mengembangkan keturunannya.

b.1. Pengelompokan Agent

Mahluk hidup sebagai pemegang peranan penting di dalam epidemiologi yang merupakan penyebab penyakit dapat dikelompokkan menjadi :

b.1.1. Golongan virus, misalnya influenza, trachoma, cacar dan sebagainya. b.1.2. Golongan riketsia, misalnya typhus

b.1.3. Golongan bakteri, misalnya disentri

b.1.4. Golongan protozoa, misalnya malaria, filarial, schistosoma dan sebagainya b.1.5. Golongan jamur yakni bermacam-macam panu, kurap dan sebagainya.

b.1.6. Golongan cacing, yakni bermacam-macam cacing perut seperti ascaris (cacing gelang), cacing kremi, cacing pita, cacing tambang dan sebagainya.


(37)

Agar agent atau penyebab penyakit menular ini tetap hidup (survive), maka perlu persyaratan-persyaratan adalah berkembang biak, bergerak atau berpindah dari induk semang, mencapai induk semang yang baru, menginfeksi induk semang yang baru.

Kemampuan agent penyakit ini tetap hidup pada lingkungan manusia adalah suatu faktor penting di dalam epidemiologi penyakit infeksi. Setiap bibit penyakit penyebab penyakit mempunyai habitat sendiri-sendiri, sehingga dapat tetap hidup. b.2. Reservoir

Agen yang menular dapat secara normal hidup dan berkembang pada : b.2.1. Reservoir di dalam tubuh manusia

Penyakit-penyakit yang mempunyai reservoir di dalam tubuh manusia antara lain, campak (measles), cacar air (small pox). Typhus (typhoid), meningitis,

gonoirhoea dan syphilis. Manusia sebagai reservoir dapat menjadi kasus yang aktif

dan carrier.

b.2.2. Reservoir pada binatang

Penyakit-penyakit yang mempunyai reservoir pada binatang umumnya adalah penyakit zoonosis.

b.2.3. Reservoir pada benda-benda mati

Penyakit-penyakit yang mempunyai reservoir pada benda-benda mati pada dasarnya adalah saprofit hidup dalam tanah.

c. Environment (Lingkungan) 39

Sebagian besar penyakit infeksi adalah penyakit yang berbasis lingkungan. Sanitasi lingkungan yang buruk akan berpengaruh terhadap terjadinya penyakit


(38)

infeksi. Interaksi antara agent penyakit, tuan rumah (manusia) dan faktor-faktor lingkungan yang mengakibatkan penyakit perlu diperhatikan.

Peran air dalam terjadinya penyakit menular dapat bermacam-macam misalnya : air sebagai penyebar mikroba patogen, air sebagai sarang insekta penyebar penyakit, atau jumlah air bersih yang tersedia tidak mencukupi, sehingga orang tidak dapat membersihkan dirinya dengan baik, dan iar sebagai sarang hospes sementara penyakit.

2.4 Manifestasi klinik Secara Umum23,24,25

Pada proses penyakit menular secara umum, maka dapat dijumpai berbagai manifestasi klinik sebagai hasil proses penyakit pada individu, mulai dari gejala klinik yang tidak tampak (inapparent infection) sampai pada keadaan yang berat disertai komplikasi dan berakhir cacat atau meninggal dunia.

Ada penyakit yang biasanya tidak tampak secara jelas tetapi dianggap sebagai kelompok penyakit berat karena mempunyai angka kematian yang tinggi atau angka manifestasi klinik berat yang cukup tinggi.

Suatu penyakit menular dianggap berat bila penyakit tersebut mempunyai CFR yang tinggi atau apabila sembuh maka sebagian besar penderita sembuh dengan disertai gejala sisa (cacat).

Penyakit dengan insidensi rendah tetapi CFR yang tinggi seperti rabies, merupakan penyakit yang berat secara perorangan, sedangkan penyakit dengan insidensi tinggi tetapi tidak berat (misalnya diare) akan memberikan keadaan yang lebih serius sebagai masalah kesehatan masyarakat karena merupakan unsur yang menimbulkan peningkatan kematian populasi secara keseluruhan.


(39)

Proses infeksi hingga dapat menimbulkan manifestasi klinis tidak dapat dipisahkan dengan mekanisme sistem imunitas hospes. Dengan demikian, penyakit infeksi biasanya merupakan akibat dari interaksi antara agen infeksi yang relatif sangat virulen (faktor promotif infeksi) dengan hospes normal yang utuh, atau antara agen infeksi yang kurang virulen dengan hospes pada beberapa tingkat gangguan, baik sementara ataupun permanen sehingga melemahkan.

Gejala-gejala subjektif seperti mual, nyeri, atau keletihan juga dapat menjadi petunjuk, tanda utama infeksi adalah demam. Suhu antara 96,8 dan 100 0F atau 37-38 0C dianggap sebagai rentang infeksi lokal menunjukkan inflamasi (kemerahan, nyeri tekan, bengkak dan hangat yang meningkat) dan kemungkinan demam. Sebagai tambahan mengigil, hipotensi, atau kelam piker menjadi tanda-tanda infeksi.

2.6. Pencegahan Penyakit Infeksi 2.6.1. Pencegahan Primordial40

Memerangi kemiskinan, sehingga kesehatan lingkungan dapat diperbaiki sehingga penyakit infeksi dapat dicegah. Hal ini dapat dilakukan dengan memberi pelayanan dasar air bersih, sanitasi, pemukiman, makanan yang saniter, dan lain-lain. 2.6.2. Pencegahan Primer17,35

Pencegahan tingkat pertama ini dilakukan pada masa prepatogenesis dengan tujuan untuk menghilangkan faktor resiko terhadap penyakit infeksi. Adapun tindakan-tindakan yang dilakukan dalam pencegahan primer yaitu:

a. Meningkatkan daya tahan tubuh yang meliputi perbaikan status gizi, status kesehatan umum, pemberian imunisasi, pemberian ASI.


(40)

Pada waktu lahir sampai beberapa bulan sesudahnya, bayi belum dapat membentuk kekebalan sendiri secara sempurna. ASI merupakan substansi bahan yang hidup dengan kompleksitas biologis yang luas yang mampu memberikan daya perlindungan, baik secara aktif maupun melalui pengaturan imunologis.

ASI tidak hanya menyediakan perlindungan terhadap infeksi dan alergi tetapi juga menstimuli perkembangan yang memadai dari sitem imunologi bayi sendiri.

ASI memberikan zat-zat kekebalan yang belum dibuat oleh bayi tersebut. Sehingga bayi yang minum ASI lebih jarang sakit, terutama pada awal kehidupannya

b. Mengatasi/memodifikasi lingkungan melalui perbaikan lingkungan fisik seperti meningkatkan air bersih, sanitasi lingkungan dan perumahan, perbaikan dan peningkatan lingkungan biologis, peningkatan lingkungan sosial seperti kepadatan rumah, hubungan antar individu dan kehidupan sosial masyarakat.

c. Mengurangi/menghindari perilaku yang dapat meningkatkan risiko perorangan dan masyarakat.

2.6.3. Pencegahan Sekunder 37

Pencegahan tingkat kedua meliputi diagnosa dan pengobatan yang tepat. Upaya yang dilakukan adalah langsung mencari pengobatan yang tepat agar penularan penyakit infeksi tidak menyebar. Pada pencegahan tingkat kedua, sasarannya adalah mereka yang baru terkena penyakit infeksi.


(41)

2.6.4. Pencegahan Tersier 40

Sasaran pencegahan tingkat ketiga adalah penderita penyakit infeksi dengan maksud jangan sampai betambah berat penyakitnya atau terjadi komplikasi. Bahaya yang dapat diakibatkan oleh penyakit infeksi adalah kurang gizi dan kematian. Penyakit infeksi dapat mengakibatkan kurang gizi dan memperburuk keadaan gizi yang telah ada sebelumnya. Hal ini terjadi karena selama sakit biasanya penderita susah makan dan tidak merasa lapar sehingga masukan zat gizi berkurang atau tidak ada sama sekali.

Upaya yang dilakukan dalam pencegahan tingkat ketiga ini adalah: usaha rehabilitasi untuk mencegah terjadinya akibat samping dari penyembuhan penyakit, pencegahan dan penanggulangan penyakit menular.


(42)

BAB 3

KERANGKA KONSEP

3.1. Kerangka Konsep

Variabel Independen Variabel Dependen

Gambar 3.1. Kerangka Konsep Penelitian Faktor balita:

− Umur

− Jenis kelamin

− Berat badan lahir

− Imunisasi

− ASI eksklusif

− Jarak kelahiran

Kejadian Penyakit Infeksi Faktor Ibu:

− Pendidikan

− Pekerjaan

Faktor lingkungan:

− Kepadatan hunian

− Ketersedian jamban


(43)

3.2. Defenisi Operasional

3.2.1. Kejadian penyakit infeksi pada balita adalah penyakit infeksi dalam satu bulan terakhir dimana gejala klinisnya dapat dilihat atau mudah diketahui oleh responden (batuk, pilek, diare, campak, telinga berair)

Untuk uji statistik dikategorikan atas : 1. Ada

2. Tidak ada

3.2.2 Umur balita adalah usia balita sejak 12 bulan sampai dengan usia 60 bulan. Untuk uji statistik dikategorikan atas :

1. 12 bulan - < 36 bulan 2. > 36 bulan - 60 bulan

3.2.3. Jenis kelamin adalah jenis kelamin balita yang merupakan objek penelitian, untuk uji statistik dikategorikan atas :

1. Laki-laki 2. Perempuan

3.2.4. Berat badan lahir adalah berat badan lahir balita pada waktu lahir, dikategorikan atas : (dilihat dari KMS anak balita, dan apabila KMS tidak dapat ditunjukkan ditanyakan kepada ibu apakah berat badan lahir anaknya rendah atau normal)

1. Berat lahir rendah (berat badan lahir < 2.500 gram) 2. Berat lahir normal (berat badan lahir ≥ 2.500 gram)

3.2.5. Status imunisasi adalah jenis imunisasi yang sudah didapatkan oleh balita sesuai dengan batas waktu pemberian usia bayi dan frekuensi mendapatkannya yaitu, BCG : 0-11 bulan, DPT 3x 2-11 bulan, Polio 4x : 0-11 bulan, Campak 1x : 9-11 bulan, Hepatitis B 3x : 0-11 bulan, dikategorikan atas : (dilihat dari KMS anak balita, dan apabila KMS tidak dapat ditunjukkan


(44)

ditanyakan kepada Ibu dari anak balita apakah anak balita mendapat imunisasi lengkap setiap bulannya)

1. Tidak lengkap, bila balita tidak mendapatkan imunisasi yang seharusnya diperoleh sesuai umur.

2. Lengkap, bila balita sudah mendapatkan imunisasi yang harus diperolehnya sesuai dengan batas usianya, (BCG : 0-11 bulan, DPT 3x : 2-11 bulan, Polio 4x : 0-11 bulan, Campak 1x : 9-11 bulan, Hepatitis B 3x : 0-11 bulan)

3.2.6. Status ASI Eksklusif adalah ada/tidaknya balita mendapat ASI sejak lahir sampai usia 6 bulan tanpa mendapatkan makanan tambahan dan minuman lain selain ASI, dikategorikan atas :

1. Tidak ada, jika balita tidak hanya ASI saja sampai usia 6 bulan 2. Ada, jika balita dengan ASI saja sampai usia 6 bulan

3.2.7. Jarak kelahiran adalah kurun waktu (bulan) antara saat kelahiran anak terakhir dengan anak sebelumnya.

1. Resiko Tinggi : <24 bulan 2. Resiko rendah : ≥ 24 bulan

3.2.8. Pendidikan ibu adalah tingkat pendidikan formil terakhir ibu balita, dikategorikan atas :

1. Belum sekolah 2. SD

3. SMP 4. SMA

5. Diploma /perguruan tinggi

Untuk uji statistik dikategorikan atas :

1. Rendah : Belum sekolah, SD dan SMP

2. Tinggi : SMA, Diploma dan Perguruan Tinggi

3.2.9. Pekerjaan ibu adalah kegiatan yang dilakukan sehari-hari oleh ibu balita baik di dalam rumah maupun di luar rumah, dikategorikan atas :

1. Ibu rumah tangga 2. Wiraswasta 3. PNS 4. Petani


(45)

5. Buruh

Untuk uji statistik dikelompokkan menjadi;

1. Bekerja : wiraswasta, PNS, petani, buruh 2. Tidak bekerja : ibu rumah tangga

3.2.10. Kepadatan Hunian yaitu kepadatan penghuni dalam ruang tidur anak balita dengan luas kamar ≥8m2

yang dibedakan atas : 1. <8m2

2. ≥8m2

Untuk uji statistik dikelompokkan menjadi; 1. Padat penghuni : <8m2 2. Tidak padat penghuni : ≥8m2

3.2.11. Ketersediaan jamban yaitu kepemilikan jamban untuk setiap rumah tangga . 1.Buruk, jika rumah tangga tidak memiliki jamban, memiliki jamban

jenis cemplung dan cubluk.

2. Baik, jika rumah tangga memiliki jamban jenis leher angsa.

3.2.12. Sanitasi lingkungan yaitu keadaan kebersihan lingkungan rumah. Pengukuran dilakukan dengan sistem skoring dan pembobotan. Jumlah pertanyaan ada 3 buah. Jika jawaban A diberi nilai 2, dan jika jawaban B diberi nilai 1. Berdasarkan jumlah pertanyaan maka skor tertinggi 6 dan skor terendah <4. Berdasarkan skoring maka sanitasi lingkungan dikategorikan: (lihat lampiran instrumen)

1. Buruk : jika responden mendapat nilai <4 2. Baik : jika responden mendapat nilai ≥4


(46)

BAB 4

METODE PENELITIAN

4.1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini bersifat deskriptif analitik dan menggunakan desain cross

sectional.

4.2. Lokasi dan Waktu Penelitian 4.2.1. Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Kelurahan Desa Mangkai Baru Kecamatan Lima Puluh Kabupaten Batu Bara yang terdiri dari 7 dusun

4.2.2. Waktu Penelitian

Pelaksanaan penelitian ini dilakukan mulai bulan November 2009 sampai dengan Juni 2010. Penelitian dimulai dengan melakukan pengajuan judul proposal, penelusuran kepustakaan, survei pendahuluan, penyusunan proposal, penelitian dan analisa data serta penyusunan laporan akhir penelitian.

4.3. Populasi dan Sampel 4.3.1. Populasi

Populasi dalam penelitian ini adalah semua anak balita berusia 12-60 bulan yang berdomisili di Desa Mangkai Baru Kecamatan Lima Puluh Kabupaten Batubara.


(47)

4.3.2. Sampel

a. Besar Sampel41

Rumus ukuran sampel minimal adalah sebagai berikut : n = Z21-α/2 p.q

d2 Keterangan :

P = Perkiraan proporsi (prevalensi) variable dependent pada populasi prevalensi penyakit infeksi 50% (p=0,5)

q = 1-p

Z1-α/2 = Statistik Z (misalnya Z= 1,96 untuk α=0,05)

d = Delta, presisi, absolute atau margi of error yang diinginkan di kedua sisi proporsi (0,1)

Maka besar sampel adalah : n = (1,96)2 x 0,5 x 0,5 0,12

=

c. Teknik Pengambilan Sampel 3,84 x 0,25

0,01 = 96

Besar sampel minimal dalam penelitian ini adalah 96. untuk memperhitungkan adanya kesalahan dan sebagainya maka pengambilan sampel diperbesar sebanyak 10%, sehingga diperoleh jumlah sampel 96 + 9,6=106, ditambahkan menjadi 110.

Sampel yang dibutuhkan 110 orang diambil secara purposive yaitu semua anak balita di Dusun III. Dalam hal ini semua dusun dianggap mempunyai risiko penularan yang sama terhadap kejadian penyakit Infeksi.


(48)

4.4. Metode Pengumpulan Data 4.4.1. Data Primer

Data primer diperoleh melalui wawancara langsung dengan ibu anak balita mengenai kejadian penyakit infeksi selama satu bulan terakhir pada anak balita berusia 12-60 bulan dengan menggunakan kuesioner yang meliputi: umur anak balita, jenis kelamin, berat badan lahir, imunisasi, ASI eksklusif, jarak kelahiran, pendidikan ibu, pekerjaan ibu, kepadatan hunian, ketersediaan jamban, sanitasi lingkungan. (lihat dalam lampiran).

4.4.2. Data Sekunder

Data sekunder diperoleh dari:

1. Puskesmas Desa Mangkai Baru tentang laporan kesakitan penyakit infeksi.

2. Data umum, sebagai data demografi dan geografi lokasi penelitian diperoleh dari kantor Kelurahan Mangkai Baru.

4.5. Teknik Analisa Data

Data yang sudah terkumpul di olah secara manual dan dilanjutkan dengan bantuan computer dengan program SPSS (Statistical Product and Service Solution), melalui tahapan editing, coding, entry data dan cleaning. Jenis analisis yang dilakukan adalah:

4.5.1. Analisis Univariat

Analisis ini digunakan untuk memperoleh gambaran distribusi frekuensi atau besarnya proporsi berdasarkan variabel yang diteliti.


(49)

4.5.2. Analisis Bivariat

Analisis bivariat dilakukan untuk mengetahui hubungan antara variabel bebas dan variabel terikat dengan menghitung rasio prevalens. Untuk mengetahui ada tidaknya kemaknaan dilakukan uji Chi-Square dengan tingkat kepercayaan 95% (α = 0,05).

Pengukuran Ratio Prevalens dilakukan dengan menggunakan rumus :

RP = A/(A+B) : C/(C+D) Keterangan :

A/(A+B) = proporsi ( prevalens ) subyek yang mempunyai faktor risiko yang mengalami penyakit Infeksi

C/(C+D) = proporsi ( prevalens ) subyek tanpa faktor risiko yang mengalami penyakit Infeksi

4.5.3. Analisis Multivariat42

Analisis multivariat dilakukan untuk mengetahui hubungan variabel bebas dengan variabel terikat yang mempunyai kemaknaan statistik pada analisis bivariat, melalui analisis regresi logistik berganda (Multiple Logistic

Regression) untuk mencari faktor risiko yang paling dominan pada beberapa

variabel yang dilakukan secara bersama-sama terhadap terhadap kejadian diare. Tahapan analisis multivariat yang akan dilakukan adalah sebagai berikut:


(50)

1. Melakukan pemilihan variabel yang potensial untuk dimasukkan dalam model. Variabel yang dipilih atau yang dianggap berpengaruh terhadap kejadian penyakit infeksi adalah variabel yang mempunyai nilai p<0,25. 2. Penentuan faktor-faktor yang mempengaruhi kejadian penyakit infeksi,

variabel yang akan dimasukkan adalah variabel yang mempunyai nilai

p<0,05.

Analisis regresi logistik berganda dilakukan dengan memasukkan secara serentak variabel independen menurut kriteria kemaknaan statistik tertentu (p < 0,25). Variabel independen tersebut akan dikeluarkan kembali secara bertahap (Backward Selection) sampai tidak ada lagi variabel independen yang mempunyai nilai p > 0,05.


(51)

BAB 5

HASIL PENELITIAN

5.1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian16,43 5.1.1. Geografis

Desa Mangkai Baru terletak di Kecamatan Lima Puluh Kabupaten Batubara dengan luas wilayah 35,02km2 dan memiliki dusun.

Batas-batas wilayah Desa Mangkai Baru adalah :

a. Sebelah utara berbatasan dengan PT. Socfindo Lima Puluh b. Sebelah selatan berbatasan dengan PTPN IV Gunung Bayu c. Sebelah barat berbatasan dengan PTPN IV Gunung Bayu d. Sebelah timur berbatasan dengan Desa Mangkai Lama 5.1.2. Demografi

Jumlah penduduk di Desa Mangkai Baru adalah 3.665 jiwa yang terdiri dari laki-laki sebanyak jiwa 1.811 (49,41%) dan perempuan sebanyak jiwa 1.854 (50,59%). Secara rinci data kependudukan menurut umur dan jenis kelamin di Desa Mangkai Baru dapat dilihat pada di bawah ini :

Tabel 5.1. Distribusi Penduduk Berdasarkan Umur di Desa Mangkai Baru Tahun 2010

No Golongan Umur (Tahun)

Total

f %

1 0-5 574 15,66

2 6-12 312 8,51

3 13-18 745 20,33

4 19-25 448 12,22

5 26-50 1.315 35,88

6 >50 271 7,40


(52)

Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa distribusi jumlah penduduk di Desa Mangkai Baru berdasarkan kelompok umur yang terbanyak adalah pada kelompok umur 26 – 55 tahun adalah 35,88% sedangkan yang terendah adalah pada kelompok umur >55 tahun adalah 7,40%.

Tabel 5.2. Distribusi Penduduk Berdasarkan Jenis Kelamin di Desa Mangkai Baru Tahun 2010

No Jenis Kelamin

Total

f %

1 Laki-Laki 1811 49,41

2 Perempuan 1854 50,59

Total 3665 100,00

5.1.3. Sarana dan Prasarana a. Sarana Kesehatan

Desa Mangkai Baru memiliki beberapa sarana kesehatan. Jumlah sarana kesehatan dapat dilihat pada tabel berikut :

Tabel 5.3. Distribusi Sarana Kesehatan di Desa Mangkai Baru Tahun 2010

No Sarana Kesehatan Jumlah

1 RSU Swasta 0

2 Balai Pengobatan 0

3 Puskesmas 1

4 Pustu 1

5 Poliklinik 0

6 Posyandu 3

Jumlah 5

Berdasarkan tabel di atas dapat dilihat bahwa sarana kesehatan yang paling banyak adalah posyandu yaitu sebanyak 3 unit, puskesmas 1 unit, pustu 1 unit. Tidak terdapat RSU swasta, balai pengobatan dan poliklinik.


(53)

Pola penyebaran 10 penyakit terbesar yang diderita masyarakat di Desa Mangkai Baru (berdasarkan peringkat) adalah sebagai berikut :

1. ISPA 6. Hypertensi

2. Pencernaan 7. Conjunctivitis

3. Rematik 8. TBC

4. Kulit 9. Pneumonia

5. Diare 10. Penyakit telinga b. Sarana Pendidikan

Desa Mangkai Baru memiliki sarana pendidikan yaitu Sekolah Dasar (SD) Negri 1 unit dan SMP Negri 1 unit.

5.2. Prevalens rate penyakit infeksi

Tabel 5.4. Prevalens Rate Kejadian Penyakit Infeksi pada Anak Balita di Desa Mangkai Baru Kecamatan Lima Puluh Kabupaten Batu Bara Tahun 2010

No Kejadian Penyakit Infeksi f %

1 2

Ada Tidak ada

76 34

69,1 30,9

Total 110 100,0

Dari hasil wawancara terhadap 110 ibu yang punya anak balita diperoleh 76 orang anak balita yang menderita penyakit Infeksi. Jadi prevalensi penyakit infeksi pada anak balita di Desa Mangkai Baru Kecamatan Lima Puluh dalam satu bulan terakhir adalah 69,1%.


(54)

5.3. Age Sex Spesific Prevalens Rate (ASSPR)

Age Sex Spesific Prevalens rate anak balita dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 5.5. Distribusi Age Sex Spesific Prevalens Rate Anak Balita Berdasarkan Umur dan Jenis Kelamin di Desa Mangkai Baru Kecamatan Lima Puluh Kabupatem Batu Bara Tahun 2010

Umur (bulan)

Laki-laki ASSPR (%)

Perempuan ASSPR

(%)

Tidak penyakit

infeksi

Penyakit Infeksi

Tidak penyakit

infeksi

Penyakit infeksi

12-17 15 13 87,0 12 10 83,3

18-23 6 5 83,3 4 2 50,0

24 -29 17 12 70,6 12 5 41,7

30-35 4 3 75,0 4 3 75,0

36-41 7 3 42,9 6 4 66,7

42-47 4 4 100 2 2 100

48-53 5 4 80 4 3 75,0

54-60 3 2 66,7 5 1 20,0

Total 61 46 49 30

Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa ASSPR anak balita laki-laki yang tertinggi adalah pada usia 42-47 bulan yaitu 100%, begitu juga dengan ASSPR anak balita perempuan yang tertinggi adalah pada usia 42-47 bulan yaitu 100%.


(55)

5.4. Analisis Bivariat

5.4.1. Hubungan Umur Anak Balita dengan Kejadian Penyakit Infeksi pada Anak Balita

Tabel 5.6. Tabulasi Silang Penyakit Infeksi Berdasarkan Umur Anak Balita,

Ratio Prevalens, 95% CI, Nilai χ2 dan ρ di Desa Mangkai Baru Kecamatan Lima Puluh Tahun 2010

No

Umur balita (bulan)

Penyakit Infeksi

Total RP*

(95%CI)

χ 2

Ya Tidak

f % f % f %

1 12-<36 53 71,6 21 28,4 74 100,0 1,121 (0,844-1,490)

0,678/ 0,410 2 ≥36-60 23 63,9 13 36,1 36 100,0

RP : Ratio Prevalens

Berdasarkan tabel di atas dapat dilihat bahwa prevalens rate penyakit infeksi pada anak balita umur 12-<36 bulan adalah 71,6% sedangkan pada anak balita umur

36-60 bulan adalah 63,9%. Rasio prevalens penyakit infeksi pada anak balita umur 12-<36 bulan dibanding dengan anak balita umur ≥36-60 bulan adalah 1,121 (95%

CI=0,844-1,490).

Hasil analisis statistik dengan menggunakan uji chi-square diperoleh nilai

p>0,05, artinya tidak ada hubungan asosiasi yang bermakna antara umur dengan

kejadian penyakit infeksi pada anak balita. Variabel umur anak balita tidak masuk sebagai kandidat dalam analisis multivariat oleh karena nilai p>0,25.


(56)

5.4.2. Hubungan Jenis Kelamin Anak Balita dengan Kejadian penyakit Infeksi pada Anak Balita

Tabel 5.7. Tabulasi Silang Penyakit Infeksi Berdasarkan Jenis Kelamin Anak Balita, Ratio Prevalens, 95% CI, Nilai χ2 dan ρ di Desa Mangkai Baru Kecamatan Lima Puluh Tahun 2010

No

Jenis kelamin

Penyakit Infeksi Total RP*

(95%CI)

χ 2

Ya Tidak

f % F % f %

1 Laki-laki 46 75,4 15 24,6 61 100,0 1,232 (0,945-1,605)

2,560/ 0,110 2 Perempuan 30 61,2 19 38,8 49 100,0

RP : Ratio Prevalens

Berdasarkan tabel di atas dapat dilihat bahwa prevalens rate penyakit infeksi pada anak laki-laki adalah 75,4 % sedangkan pada anak perempuan adalah 61,2%.

Ratio prevalens kejadian penyakit Infeksi pada anak laki-laki dibanding dengan anak

perempuan adalah 1,232 (95%CI=0,945-1,605).

Hasil analisis statistik dengan menggunakan uji chi-square diperoleh nilai

p>0,05. Hal ini berarti tidak terdapat hubungan asosiasi yang bermakna antara jenis

kelamin dengan kejadian penyakit infeksi. Variabel jenis kelamin anak balita masuk sebagai kandidat dalam analisis multivariat oleh karena nilai p<0,25.

5.4.3. Hubungan Berat Badan Lahir dengan Kejadian Penyakit Infeksi pada Anak Balita

Tabel 5.8. Tabulasi Silang Penyakit Infeksi Berdasarkan Penyediaan Air Bersih,

Ratio Prevalens, 95% CI, Nilai χ2 dan ρ di Desa Mangkai Baru Kecamatan Lima Puluh Tahun 2010

No

Berat Badan

Lahir

Penyakit Infeksi

Total RP*

(95%CI)

χ 2

Ya Tidak

f % f % f %

1 Rendah 10 66,7 5 33,3 15 100,0 0,960 (0,655-1,406)

0,048/ 0,827 2 Normal 66 69,5 29 30,5 95 100,0


(57)

Berdasarkan tabel di atas dapat dilihat bahwa prevalens rate penderita penyakit infeksi dengan berat badan lahir kategori rendah sebesar 66,7% sedangkan pada anak balita dengan berat badan lahir kategori normal sebesar 69,5%. Ratio prevalens kejadian penyakit infeksi pada anak balita dengan berat badan lahir kategori rendah dibanding dengan anak balita dengan berat badan lahir kategori normal adalah 0,960 (95%CI=0,655-1,406).

Hasil analisis statistik dengan menggunakan uji chi-square diperoleh nilai

p<0,05. Hal ini berarti tidak terdapat hubungan asosiasi yang bermakna antara berat

badan lahir dengan kejadian penyakit infeksi pada anak balita. Variabel berat badan lahir tidak masuk sebagai kandidat dalam analisis multivariat oleh karena nilai

p>0,25.

5.4.4. Hubungan Status Imunisasi Anak Balita dengan Kejadian Penyakit Infeksi pada Anak Balita

Tabel 5.9.Tabulasi Silang Penyakit Infeksi Berdasarkan Status Imunisasi Anak Balita, Ratio Prevalens, 95% CI, Nilai χ2 dan ρ di Desa Mangkai Baru Kecamatan Limapuluh Tahun 2010

No

Status Imunisasi

Penyakit Infeksi Total

RP* (95%CI)

χ 2

Ya Tidak

f % f % f %

1 Tidak Lengkap

18 66,7 9 33,3 27 100,0 0,954 (0,705-1,290)

0,098/ 0,754 2 Lengkap 58 69,9 25 30,1 83 100,0

RP : Ratio Prevalens

Berdasarkan tabel di atas dapat dilihat bahwa prevalens rate penyakit infeksi pada anak balita yang tidak lengkap imunisasi sebesar 66,7% sedangkan pada anak balita yang imunisasi lengkap sebesar 69,9%. Ratio prevalens kejadian penyakit


(58)

infeksi pada anak balita yang tidak lengkap imunisasi dibanding dengan anak balita yang lengkap imunisasi adalah 0,954 (95%CI=0,705-1,290).

Hasil analisis statistik dengan menggunakan uji chi-square diperoleh nilai

p>0,05. Hal ini berarti tidak terdapat hubungan asosiasi yang bermakna antara status

imunisa\si dengan kejadian penyakit infeksi pada anak balita. Variabel status imunisasi tidak masuk sebagai kandidat dalam analisis multivariat oleh karena nilai

p>0,25.

5.4.5. Hubungan ASI Eksklusif Anak Balita dengan Kejadian Penyakit Infeksi pada Anak Balita

Tabel 5.10. Tabulasi Silang Penyakit Infeksi Berdasarkan Pemberian ASI Eksklusif, Ratio Prevalens, 95% CI, Nilai χ2 dan ρ di Desa Mangkai Baru Kecamatan Lima Puluh Tahun 2010

No

ASI Eksklusif

Penyakit Infeksi Total

RP* (95%CI)

χ 2

Ya Tidak

f % f % f %

1 Tidak 72 70,6 30 29,4 102 100,0 1,412 (0,698-2,855)

1,472/ 0,225

2 Ya 4 50,0 4 50,0 8 100,0

RP : Ratio Prevalens

Berdasarkan tabel di atas dapat dilihat bahwa prevalens rate penyakit infeksi pada anak balita yang tidak mendapat ASI eksklusif adalah 70,6% sedangkan pada anak balita yang mendapat ASI eksklusif adalah 50,0%. Ratio prevalens kejadian penyakit infeksi pada anak balita yang tidak mendapat ASI eksklusif dibanding dengan anak balita yang mendapat ASI eksklusif adalah 1,412

(95%CI=0,698-2,855).

Hasil analisis statistik dengan menggunakan uji chi-square diperoleh nilai


(59)

pemberian ASI eksklusif dengan kejadian penyakit infeksi pada anak balita. Variabel ASI eksklusif masuk sebagai kandidat dalam analisis multivariat oleh karena nilai p<0,25.

5.4.6. Hubungan Jarak Kelahiran dengan Kejadian Penyakit Infeksi pada Anak Balita

Tabel 5.11. Tabulasi Silang Penyakit Infeksi Berdasarkan Jarak Kelahiran,

Ratio Prevalens, 95% CI, Nilai χ2 dan ρ di Desa Mangkai Baru Kecamatan Lima Puluh Tahun 2010

No Jarak Kelahiran

Penyakit Infeksi Total

RP* (95%CI)

χ 2

Ya Tidak

f % f % f %

1 Resiko Tinggi

11 91,7 1 8,3 12 100,0 1,382 (1,108-1,724)

3,215/ 0,073 2 Resiko

rendah

65 66,3 33 33,7 98 100,0

RP : Ratio Prevalens

Berdasarkan tabel di atas dapat dilihat bahwa prevalens rate penderita penyakit infeksi dengan jarak kelahiran kategori resiko tinggi adalah 91,7% sedangkan pada anak balita dengan jarak kelahiran kategori resiko rendah adalah 66,3%. Ratio prevalens kejadian penyakit infeksi pada anak balita dengan jarak kelahiran kategori resiko tinggi dibanding dengan anak balita dengan jarak kelahiran kategori resiko rendah adalah 1,382 (95%CI=1,108-1,724).

Hasil analisis statistik dengan menggunakan uji chi-square diperoleh nilai

p>0,05.Hal ini berarti tidak terdapat hubungan asosiasi yang bermakna antara jarak

kelahiran dengan kejadian penyakit infeksi pada anak balita. Variabel jarak kelahiran masuk sebagai kandidat dalam analisis multivariat oleh karena nilai p<0,25.


(60)

5.4.7. Hubungan Pendidikan Ibu dengan Kejadian Penyakit Infeksi pada Anak Balita

Tabel 5.12. Tabulasi Silang Penyakit Infeksi Berdasarkan Pendidikan Ibu, Ratio

Prevalens, 95% CI, Nilai χ2 dan ρ di Desa Mangkai Baru Kecamatan Lima Puluh Tahun 2010

No

Tingkat Pendidikan

Kejadian Infeksi Total

RP* (95%CI)

χ 2

Ya Tidak

f % F % f %

1 Rendah 69 78,4 19 21,6 88 100 2,465 (1,324-4,588)

17,890/ 0,000 2 Tinggi 7 31,8 15 68,2 22 100

RP : Ratio Prevalens

Berdasarkan tabel di atas dapat dilihat bahwa prevalens rate kejadian penyakit infeksi pada anak balita dengan ibu yang berpendidikan rendah adalah 78,4% sedangkan pada anak balita dengan ibu yang berpendidikan tinggi adalah 31,8%. Ratio prevalens kejadian penyakit infeksi pada anak balita dengan ibu berpendidikan rendah dibanding dengan anak balita dengan ibu berpendidikan tinggi adalah 2,465 (95%CI=1,324-4,588).

Hasil analisis statistik dengan menggunakan uji chi-square diperoleh nilai

p<0,05. Hal ini berarti terdapat hubungan asosiasi yang bermakna antara tingkat

pendidikan ibu dengan kejadian penyakit infeksi pada anak. Variable ini masuk sebagai kandidat dalam analisis multivariat oleh karena nilai p<0,25.


(1)

16. Profil Kesehatan Pustu Mangkai Baru Tahun 2007. Medan 2008.

17. Nur Nasry Noor, 2006. Pengantar Epidemiologi. Rineka Cipta. Jakarta

18. Beaghlehole R, 1997. Dasar-dasar Epidemiologi. Gadjah Mada University press, Yogyakarta.

19. Soekidjo notoatmodjo,2003 Ilmu Kesehatan Masyarakat. Penerbit Rineka Cipta. Jakarta

20. Juli Soemirat Slamet, 2004. Kesehatan Lingkungan, Gadjah Mada University press, Yogyakarta

21. Nur Nasry, 2006. Pengantar Epidemiologi Penyakit Menular. PT Adi Mahasatya, Jakarta.

22. Nelson, 1995. Ilmu Kesehatan Anak , EGC , Jakarta.

23. Schaffer dkk, 1996.Pencegahan Infeksi dan Praktik yang Aman, EGC, Jakarta.

24. Bustan, 2002. Epidemiologi Kesehatan Darurat, Proyek Peningkatan

Penelitian Pendidikan Tinggi Departemen Jenderal Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan Nasional, Makasar

25. Almatsier,S, 2001. Prinsip Dasar Ilmu Gizi, PT Gramedia Pustaka Umum, Jakarta.

26. Santoso,S, 1999. Kesehatan dan Gizi, PT Rineka Cipta, Jakarta

27. Kristijono, 2001. Karakteristik Anak Balita yang Menderita Kurang Energi Protein yang dirawat Inap di RSU Dr.Pirngadi Medan Tahun 1999-2000.

Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumaterautara, Medan

28. Tuminah,S, 1999. Infeksi Saluran Pernapasan Akut Pada Bayi dan Anak.

Dexa Media.. Vol.12, No.3.

29. Muliati,Muliki, 2003. Analisis Faktor Risiko yang berhubungan dengan Terjadinya Penyakit ISPA di Puskesmas Palanro Kecamatan Mallusetasi Kabupaten Baru Tahun 2002-2003. Makasar


(2)

30. Depkes RI. 2003. Survei Demografi & Kesehatan Indonesia. Jakarta

31. Fadilah, Siti. 2009. Dampak Berat Badan Lahir Terhadap Status Gizi Bayi. Universitas Hassanudin. Makasar

32. WHO. 2002. Pekan ASI Sedunia Satu Jam Pertama ASI, Kurangi Resiko

KematianBayi.

33. Depkes RI, 2002. Pedoman Operasional Program Imunisasi. Jakarta

34. T.H. Rempengan, 1995. Penyakit Infeksi Tropic Pada Anak . Buku Kedokteran EGC , Jakarta

35. Soetjiningsih, 1997. ASI Petunjuk untuk Tenaga Kesehatan. EGC. Jakarta 36. Sanropie, D., 1989. Pengawasan Penyehatan Lingkungan Pemukiman,

Depkes RI. Jakarta

37. Lestari, Whinie, 2009. Dampak Status Imunisasi Pada Anak Balita di Indonesia. Puslitbang Bio Media Farma. Jakarta

38. Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak FK UI, 2007. Buku Kuliah 1 Ilmu

Kesehatan Anak. FK UI, Jakarta

39. Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 829/MENKES/SK/VII/1999

40. Fromm, Erich., 1995. Masyarakat yang Sehat, Yayasan Obor Indonesia, Jakarta

41. Besar sampel : Lwanga. S. K and S. Lemeshow. 1991. Sample Size

Determination in Health Studies. A Practical Manual. World Health Organization.Geneva.

42. Miskey and Greenland dalam Yasril, Heru Subaris Kasjono. 2009. Analisis

Multivariat Untuk Penelitian Kesehatan. Mitra Cendikia Offset.

Yogyakarta.


(3)

44. Mudehir, Mudehi,. 2002. Hubungan Faktor-faktor Lingkungan Rumah dan Faktor Balita dengan Kejadian Penyakit ISPA pada Anak Balita di Kecamatan Jambi Selatan Tahun 2002. Fakultas Kesehatan Masyarakat Program Pasca Sarjana. Universitas Indonesia, Jakarta

45. Irianto, Bambang,. 2006. Hubungan Faktor Lingkungan Rumah dan Karakteristik Balita dengan Kejadian Penyakit Infeksi ( Diare, batuk, pilek) pada Balita di Wilayah Kecamatan Lemahwungkuk Kota Cirebon. Fakultas Kesehatan Masyarakat Program Pasca Sarjana.

Universitas Indonesia, Jakarta

46. Anjar, 2009. Hubungan antara Faktor Lingkungan dan Faktor Sosiodemografi dengan Kejadian Diare pada Balita di Desa Blimbing Kecamatan Sambirejo. Universitas Muhammadiyah Surakarta. Jawa Tengah

47. Ayu, Vita.,2009. Hubungan antara Sanitasi Fisik Rumah dengan Kejadian Infeksi Saluran Pernafasan Atas (ISPA) pada Balita di Desa Cepogo Kecamatan Cepogo Kabupaten Boyolali. Fakultas Ilmu Kesehatan.

Universitas Muhammadiyah Surakarta. Jawa Tengah

48. Zulkifli. 2003. Analisis Faktor-faktor yang Berhubungan dengan

Kejadian Diare untuk Menentukan Kebijakan Penanggulangan Diare di Wilayah Kerja Puskesmas Kecamatan Mutiara Kabupaten Pidie Tahun 2003. Magister IKM Pasca Sarjana USU, Medan.

49. Mey Yati, S. 2003. Analisis faktor-faktor yang Berhubungan dengan

Kejadian Diare pada Balita di Kota Sibolga Tahun 2003.


(4)

KUESIONER

FAKTOR - FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN PENYAKIT INFEKSI PADA ANAK BALITA DI DESA MANGKAI BARU KECAMATAN LIMAPULUH

KABUPATEN BATUBARA TAHUN 2010

No Var Pertanyaan Kode RT1

1 Nama Ibu

2 Tingkat pendidikan Ibu 1. Tidak sekolah/tidak tamat SD

2. Tamat SD/sederajat 3. Tamat SMP/sederajat 4. Tamat SMA/sederajat 5. Akademik/Perguruan

Tinggi

3 Pekerjaan responden 6. Ibu rumah tangga 7. Wiraswasta 8. PNS 9. Petani 10. Buruh 4 Nama balita

5 Jenis Kelamin 1. Laki-laki

2. Perempuan 6 Umur Balita (bulan)


(5)

7 Umur anak yang di atas balita sampel (bulan) 8 Berat badan lahir (gram) 9 Penyakit Balita selama 1

bulan terakhir

1. Batuk 2. Pilek 3. Asma 4. Panas 5. Diare 6. Campak 7. Telinga berair 8. Sakit gigi 9. Lainnya 10 Imunisasi yang sudah

didapat Balita?

1. BCG 2. Polio 1 3. Polio 2 4. Polio 3 5. Polio 4 6. DPT 1 7. DPT 2 8. DPT 3 9. Campak 10. Hepatitis B 1 11. Hepatitis B 2 12. Hepatitis B 3 11 Apakah sampai umur 6

bulan, Ibu memberikan ASI saja kepada balita Ibu?

1. Ya 2. Tidak 12 Jarak antar kelahiran

(bulan)

1. < 24 bulan 2. ≥ 24 bulan 13 Jumlah orang yang tinggal

di kamar anak balita

14 Luas kamar anak balita 1. <8 m2 2. ≥8 m2 15 Jenis jamban ibu 1. Leher angsa

2. Cemplung,cubluk 3. Tidak ada

16 Dimanakah Ibu dan keluarga membuang sampah

1. Tong sampah/lobang sampah/dikumpulkan di suatu tempat lalu dibakar 2. Sungai/kali/parit/sembaran


(6)

sampah organik dan anorganik?

2. Tidak 18 Apakah Ibu selalu mencuci

tangan Ibu sebelum memberi makan balita ?

1. Ya 2. Tidak


Dokumen yang terkait

Dampak Pernikahan Dini pada Remaja Putri di Desa Mangkai Baru Kecamatan Lima Puluh Kabupten Batubara Tahun 2014 (Studi Kualitatif)

7 108 107

Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Usaha Ternak Sapi Potong di Desa Mangkai Lama Kecamatan Lima Puluh Kabupaten Batubara Provinsi Sumatera Utara

2 22 59

FAKTOR - FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN PENYAKIT CHIKUNGUNYA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS Faktor - Faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian Penyakit Chikungunya Di Wilayah Kerja Puskesmas Jaten Kabupaten Karanganyar.

0 2 17

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN DBD DI DESA GONILAN KECAMATAN KARTASURA KABUPATEN Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian DBD Di Desa Gonilan Kecamatan Kartasura Kabupaten Sukoharjo.

0 0 17

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN DBD DI DESA GONILAN KECAMATAN KARTASURA KABUPATEN Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian DBD Di Desa Gonilan Kecamatan Kartasura Kabupaten Sukoharjo.

0 0 14

FAKTOR – FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN PENYAKIT CAMPAK DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS KECAMATAN Faktor – Faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian Penyakit Campak Di Wilayah Kerja Puskesmas Kecamatan Teras Kabupaten Boyolali.

0 1 18

FAKTOR – FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN PENYAKIT CAMPAK DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS KECAMATAN Faktor – Faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian Penyakit Campak Di Wilayah Kerja Puskesmas Kecamatan Teras Kabupaten Boyolali.

0 0 14

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KETERLAMBATAN USIA MENARCHE PADA REMAJA PUTERI DI SLTP KECAMATAN SITUJUAH LIMO NAGARI KABUPATEN LIMA PULUH KOTA TAHUN 2010.

0 0 10

5.2 Bella Yanita done

0 0 5

Dampak Pernikahan Dini pada Remaja Putri di Desa Mangkai Baru Kecamatan Lima Puluh Kabupten Batubara Tahun 2014 (Studi Kualitatif)

0 0 13