Iman Pasu Purba : Tinjauan Yuridis Mengenai Penggunaan Perjanjian Standar Dalam Kontrak Bisnis Waralaba Local Analisa Terhadap Kontrak PT. Ultra Disc Prima Internasional, 2007.
USU Repository © 2009
sebelum menyepakati perjanjian tersebut. Selain itu dapat memberikan manfaat kepada para pihak yang membuat perjanjian kontrak bisnis waralaba
lokal dengan model perjanjian standar.
D. KEASLIAN PENULISAN
Penulisan yang berjudul Tinjauan Yuridis Tentang Penggunaan Perjanjian Standar Pada Kontrak Bisnis Waralaba Lokal, setelah melalui penelusuran
perpustakaan Fakultas Hukum USU, pembahasan mengenai permasalahan diatas belum pernah ada. Namun ada tulisan lain yang mengangkat tentang perjanjian
baku, namun dalam hal kajian yang berbeda. Tulisan tersebut berjudul : ”Aspek Hukum Masalah Perlindungan Konsumen Terhadap Perjanjian Baku” oleh Binsar
Sumbayak, dan ”Tinjauan KUHPerdata Terhadap Perjanjian Baku Dari Segi Positif Negatifnya Bagi Konsumen” oleh Jaubat Harianja. Dengan demikian
penulisan skripsi ini dapat dikatakan orisinil, sehingga keabsahannya dapat dipertanggungjawabkan secara moral dan akademik..
E. TINJAUAN KEPUSTAKAAN
Adapun yang menjadi pembahasan didalam skripsi ini adalah ”Tinjauan Yurisdis Tentang Penggunaan Perjanjian Standar Pada Kontrak Bisnis Waralaba
Lokal”. Perjanjian standar menurut Abdulkadir Muhammad adalah:
“ Perjanjian yang menjadi tolak ukur yang dipakai sebagai patokan atau pedoman bagi setiap konsumen yang mengadakan hubungan hukum
dengan pengusaha yang distandarisasikan atau dibakukan adalah meliputi model, rumusan, dan ukuran”.
2 2
Muhammad, Abdulkadir, Perjanjian Baku Dalam Praktek Perusahaan
Iman Pasu Purba : Tinjauan Yuridis Mengenai Penggunaan Perjanjian Standar Dalam Kontrak Bisnis Waralaba Local Analisa Terhadap Kontrak PT. Ultra Disc Prima Internasional, 2007.
USU Repository © 2009
Didalam praktek perjanjian baku tumbuh sebagai perjanjian tertulis dalam bentuk formulir. Perbuatan-perbuatan hukum sejenis yang selalu terjadi secara
berulang-ulang dan teratur yang melibatkan banyak orang, menimbulkan kebutuhan untuk mempersiapkan isi perjanjian itu terlebih dahulu dan kemudian
dibakukan dan seterusnya dicetak dalam jumlah banyak. Disini terlihat bahwa perjanjian baku bersifat kolektif dan massal. Perjanjian massal ini diperuntukkan
bagi setiap debitur yang melibatkan diri dalam perjanjian sejenis itu tanpa memperhatikan perbedaan kondisi antara debitur yang satu dengan yang lain.
3
Munir Fuady mendefenisikan klausula eksonerasi adalah suatu klausula dalam kontrak yang membebaskan atau membatasi tanggung jawab dari salah satu
pihak jika terjadi wanprestasi.
4
Didalam perjanjian standar syarat eksonerasi dibakukan dan dituangkan didalam bentuk formulir.
5
“Perikatan antara Pemberi Waralaba dengan Penerima Waralaba dimana Penerima Waralaba diberikan hak untuk menjalankan usaha dengan
memanfaatkan danatau menggunakan hak kekayaan intelektual atau penemuan atau ciri khas usaha yang dimiliki Pemberi Waralaba dengan
suatu imbalan berdasarkan persyaratan yang ditetapkan oleh Pemberi Waralaba dengan sejumlah kewajiban menyediakan dukungan konsultasi
Waralaba menurut Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 12M- DAGPER32006 Pasal 1 ayat 1 adalah:
Perdagangan. Bandung: Citra Aditya Bhakti, 1992, hal. 2.
3
Badrulzaman, Mariam D, Perjanjian Baku standar Perkembangannya Di Indonesia. Disampaikan pada Pidato Pengukuhan Jabatan Guru Besar Dalam
Mata Kuliah Hukum Perdata Pada Fakultas Hukum Sumatera Utara Di Medan Diucapkan Pada tanggal 30 Agustus 1980.
4
Fuady, Munir, Hukum Kontrak Dari Sudut Pandang Hukum Bisnis, Bandung: Citra Aditya Bhakti, 2003, hal. 98.
5
Badrulzaman, Mariam D, Aneka Hukum Bisnis, Bandung: Alumni, 1994, hal. 47.
Iman Pasu Purba : Tinjauan Yuridis Mengenai Penggunaan Perjanjian Standar Dalam Kontrak Bisnis Waralaba Local Analisa Terhadap Kontrak PT. Ultra Disc Prima Internasional, 2007.
USU Repository © 2009
operasional yang berkesinambungan oleh Pemberi Waralaba kepada Penerima Waralaba”
6
”Suatu pola kemitraan usaha antara perusahaan yang memiliki merek dagang dikenal dan sistem manajemen, keuangan dan pemasaran yang telah
mantap, disebut pewaralaba, dengan perusahaanindividu yang memanfaatkan atau menggunakan merek dan sistem milik pewaralaba,
disebut terwaralaba. Pewaralaba wajib memberikan bantuan teknis, manajemen dan pemasaran kepada terwaralaba dan sebagai imbal baliknya,
terwaralaba membayar sejumlah biaya fees kepada pewaralaba. Hubungan kemitraan usaha antara kedua pihak dikukuhkan dalam suatu perjanjian
lisensiwaralaba”. Waralaba menurut Amir Karamoy adalah :
7
Penggunaan perjanjian standar atau perjanjian baku pada kontrak bisnis waralaba lokal perlu untuk dicermati, karena dalam prakteknya banyak bisnis
waralaba yang gagal karena lebih banyak menguntungkan pihak pewaralaba Pemberi waralaba franchisor menurut Peraturan Pemerintah Nomor 42
Tahun 2007 Pasal 1 ayat 2 adalah : “Orang perseorangan atau badan usaha yang memberikan hak untuk
memanfaatkan danatau menggunakan Waralaba yang dimilikinya kepada Penerima Waralaba”.
Penerima waralaba franchisee menurut Peraturan Menteri
Perdagangan Nomor 12M-DAGPER32006 Pasal 1 ayat 3 adalah : ”Badan usaha atau perorangan yang diberikan untuk memamfaatkan
danatau menggunakan hak kekayaan intelektual atau penemuan atau ciri khas yang dimiliki pemberi waralaba”.
6
Peraturan Menteri Perdagangan No. 12 Tahun 2006
7
Karamoy, Amir, Sukses Usaha Lewat Waralaba, Jakarta: PT. Jurnalindo Aksara Grafika, 1996
Iman Pasu Purba : Tinjauan Yuridis Mengenai Penggunaan Perjanjian Standar Dalam Kontrak Bisnis Waralaba Local Analisa Terhadap Kontrak PT. Ultra Disc Prima Internasional, 2007.
USU Repository © 2009
franchisor. Sesungguhnya di lapangan banyak waralaba bermasalah numun tidak mencuat kepermukaan karena lebih banyak didiamkan atau diselesaikan
secara damai. Hal tersebut tidak mengherankan karena didalam perjanjian standar tersebut pastinya franchisor akan mengatur klausula yang sedemikian rupa supaya
pihaknya lebih diuntungkan. Penerima waralaba franchisee pada pembuatan perjanjian hanya memberikan persetujuan atas isi perjanjian walaupun acap kali
setiap klusula yang ada tidak dipahami sepenuhnya. Dalam hal ini franchisee juga tidak tertutup kemungkinan tidak tahu menahu hal-hal apa yang minimal diatur
dalam klusula tersebut. Secara tidak sadar ada banyak klausula-klausula yang tidak diatur dalam perjanjian standar merugikan pihaknya jika klausula-klausula
itu tidak dicantumkan. Walaupun demikian tidak tertutup kemungkinan franchisor juga tidak tahu secara lengkap apa yang harus dituangkan didalam
perjanjian waralaba.
F. METODE PENELITIAN