Syarat-syarat sahnya suatu perjanjian

Iman Pasu Purba : Tinjauan Yuridis Mengenai Penggunaan Perjanjian Standar Dalam Kontrak Bisnis Waralaba Local Analisa Terhadap Kontrak PT. Ultra Disc Prima Internasional, 2007. USU Repository © 2009 M. Yahya Harahap memberikan rumusan sebagai berikut : ”Perjanjian adalah suatu hubungan hukum kekayaan harta benda antara dua orang atau lebih, yang memberi kekuatan hak pada satu pihak untuk memperoleh suatu prestasi dan sekaligus mewajibkan pihak yang lain untuk menunaikan prestasi”. 27 Menurut R. Setiawan rumusan tersebut selain kurang lengkap juga sangat luas. Kurang lengkap karena hanya menyebutkan persetujuanperjanjian sepihak saja, sangat luas karena dengan dipergunakannya perkataan ”perbuatan” tercakup juga perbuatan suka rela dan perbuatan melawan hukum. Menurut Pasal 1313 KUHPerdata memberikan pengertian perjanjian sebagai berikut: “Suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih”. 28 Secara yuridis suatu perjanjian baru dapat dikatakan sah apabila telah memenuhi empat unsur pokok sebagaimana dicantumkan dalam Pasal 1320 KUHPerdata yaitu : Oleh karena itu perlu adanya perbaikan mengenai defenisi tersebut yaitu ”perbuatan” diartikan dengan perbuatan hukum yaitu cause akibat hukum dan isi pasal 1313 KUHPerdata ditambah dengan perkataan ”saling mengikatkan diri”. Jadi dapat disimpulkan bahwa persetujuan atau perjanjian adalah suatu perbuatan hukum, dimana satu pihak atau lebih mengikatkan diri atau saling mengikatkan dirinya terhadap satu orang atau lebih. Suatu perjanjian juga dinamakan persetujuan, karena dua pihak setuju untuk melakukan sesuatu.

2. Syarat-syarat sahnya suatu perjanjian

27 M. Yahya Harahap, SH. Segi-segi Hukum Perjanjian, Bandung : Alumni, 1986,hal.6. 28 R. Setiawan, SH, Pokok-pokok Hukum Perikatan, Bandung : Bina Cipta, 1987, hal 20 Iman Pasu Purba : Tinjauan Yuridis Mengenai Penggunaan Perjanjian Standar Dalam Kontrak Bisnis Waralaba Local Analisa Terhadap Kontrak PT. Ultra Disc Prima Internasional, 2007. USU Repository © 2009 1. Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya; 2. Kecakapan untuk membuat suatu perjanjian; 3. Suatu hal tertentu; 4. Suatu sebab yang halal. Dari keempat syarat perjanjian tersebut diatas, dapat kita bedakan dalam dua golongan yaitu syarat pertama dan kedua adalah syarat subjektif, karena mengenai orang atau subjek yang membuat perjanjian. Sedangkan syarat ketiga dan keempat disebut dengan syarat objektif kerena menyangkut objek perjanjian. Apabila salah satu unsur subjektif tidak dipenuhi maka perjanjian tersebut akan dibatalkan oleh hakim atas permohonan pihak yang bersangkutan. Dengan kata lain bahwa perjanjian tersebut masih tetap berlaku sepanjang tidak ada pembatalan oleh hakim. Lain halnya apabila salah satu unsur subjektif tidak dipenuhi maka perjanjian tersebut batal demi hukum. Batal demi hukum berarti dari semula tidak pernah dilahirkan suatu perjanjian dan tidak pernah ada suatu perikatan. Ad.1. Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya. Yang dimaksud dengan sepakat adalah bahwa kedua pihak atau subjek perjanjian setuju mengenai hal-hal pokok dari perjanjian. Kedua belah pihak mempunyai beberapa kehendak dan tujuan yang sama pula. Mereka menghendaki sesuatu secara timbal-balik. Menurut Pasal 1321 KUHPerdata, kata sepakat yang diberikan menjadi tidak sah, apabila kata sepakat tersebut diberikan karena : 1. Salah pengertian atau kekhilafan ; Iman Pasu Purba : Tinjauan Yuridis Mengenai Penggunaan Perjanjian Standar Dalam Kontrak Bisnis Waralaba Local Analisa Terhadap Kontrak PT. Ultra Disc Prima Internasional, 2007. USU Repository © 2009 2. Paksaan ; 3. Penipuan. Kata sepakat yang diberikan karena salah pengertian, paksaan, atau penipuan adalah tidak sah oleh karena persetujuan diberikan dengan cacat kehendak. Perjanjian yang demikian dapat dimohonkan pembatalan kepada pengadilan. Hal tersebut harus mengenai intisari pokok persetujuan. Ada dua jenis salah pengertian atau kekeliruan ini yaitu ”kekeliruan mengenai hakekat benda atau barang yang menjadi objek dari suatu perjanjian error in subtantia” dan ”kekeliruan mengenai orangnya error in persona”. Salah pengertian mengenai orangnya tidak menyebabkan persetujuan dibatalkan. Hal ini dapat dilihat dalam Pasal 1322 KUHPerdata yang berisi : ”Kekhilafan tidak mengakibatkan batalnya suatu persetujuan selainnya apabila kekhilafan itu terjadi mengenai hakekat barang yang menjadi pokok persetujuan. Kekhilafan tidak menjadi sebab kebatalan, jika kekhilafan itu hanya mengenai dirinya orang dengan siapa seorang bermaksud membuat suatu persetujuan itu telah dibuat terutama karena mengingat dirinya orang tersebut”. Paksaan dwang terjadi apabila orang yang dipaksa itu tidak mempuyai pilihan lain kecuali harus menyetujui perjanjian itu. Mariam Darus Badrulzaman menyatakan : ”Yang dimaksud dengan paksaan bukan paksaan dalam arti absolut, sebab dalam hal demikian itu perjanjian sama sekali tidak terjadi. Yang dimaksud dengan paksaan adalah kekerasan jasmani atau ancaman akan membuat rahasia dengan sesuatu yang diperbolehkan hukum yang menimbulkan ketakutan kepada seseorang sehingga ia membuat perjanjian”. 29 Yang dimaksud dengan penipuan adalah segala tipu muslihat ataupun memperdayakan dengan terang dang nyata, sehingga pihak lain tidak akan 29 Badrulzaman, Mariam D, KUHPerdata Buku III, Hukum Perikatan Dengan Penjelasannya, Bandung : Alumni, 1983, Hal. 101. Iman Pasu Purba : Tinjauan Yuridis Mengenai Penggunaan Perjanjian Standar Dalam Kontrak Bisnis Waralaba Local Analisa Terhadap Kontrak PT. Ultra Disc Prima Internasional, 2007. USU Repository © 2009 membuat perikatan seandainya akan dilakukan tipu muslihat tersebut Pasal 1328 KUHPerdata. Dimana pasal tersebut menyatakan bahwa penipuan tidak dapt dipersangkakan akan tetapi harus dibuktikan. Tentang penipuan ini Wirjono Projodikoro menganggap bahwa satu macam pembohongan saja tidaklah cukup untuk adanya penipuan ini, melainkan harus ada suatu rangkaian pembohongan didalamnya hubungan satu dengan yang lainnya merupakan satu tipu muslihat. 30 1. Orang-orang yang belum dewasa; Ad. 2. Kecakapan untuk membuat suatu perjanjian Kecakapan oleh KUHPerdata dikaitkan dengan usia dewasa seseorang yaitu 21 tahun atau sudah kawin seperti yang ditetapkan dalam Pasal 330 KUHPerdata. Apabila seseorang yang belum mencapai umur 21 tahun tetapi sudah kawin, maka ia dianggap sudah dewasa namun jika perkawinannya bubar sebelum umurnya mencapai 21 tahun, ia tidak dapat diaanggap sebagai orang yang belum dewasa. Sedangkan orang yang belum dewasa berada dibawah kekuasaan orang tuanya ataupun perwalian. Dalam hukum adat sekitar umur 15 tahun akil balig sudah dianggap dewasa dan undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang perkawinan menetapkan bahwa usia dewasa adalah 19 tahun bagi pria dan 16 tahun bagi wanita. Jadi pada dasarnya orang setiap orang yang sudah akil baligdewasa dan sehat pikirannya adalah cakap menurut hukum. Pasal 1330 KUHPerdata mengatakan : ”Tidak cakap untuk membuat suatu persetujuan-persetujuan adalah: 30 Projodikoro, Wirjono. Op Cit, Hal 14. Iman Pasu Purba : Tinjauan Yuridis Mengenai Penggunaan Perjanjian Standar Dalam Kontrak Bisnis Waralaba Local Analisa Terhadap Kontrak PT. Ultra Disc Prima Internasional, 2007. USU Repository © 2009 2. Mereka yang ditaruh dibawah pengampuan; 3. Orang-orang perempuan dalam hal-hal yang ditetapkan oleh undang- undang dan pada umumnya semua orang kepada siapa undang-undang telah melarang membuat persetujuan-persetuuan. Mengenai orang-orang yang belum dewasa, undang-undang mengadakan pelunakan terhadap hal tersebut, yaitu bahwa seorang anak yang belum dewasa dapat dinyatakan dewasa bila kepentingan si anak menghendaki demikian Pasal 419 KUHPerdata, misalnya dalam harta warisan. Orang-orang yang dibawah pengampuan, seperti orang tidak sehat, tidak dapat memikul tanggung jawab bagi resiko-resiko yang timbul dalam perjanjian. Apalagi terhadap harta kekayaannya, ia tidak dapat dengan bebas melakukan apa yang ia kehendaki, karena itu ia harus diwakili oleh walinya atau curatornya dalam melakukan hubungan hukum atau perbuatan hukum. Kedudukanya sama dengan kedudukan seorang anak yang belum dewasa. Dari sudut ketentuan hukum, karena orang-orang yang membuat perjanjian yang mempertaruhkan harta kekayaan, maka orang tersebut haruslah seseorang yang sunguh-sungguh berhak secara bebas mengenai harta kekayaaan itu. Ad. 3. Suatu hal tertentu Perjanjian harus mengenai sesuatu hal tertentu artinya apa yang diperjanjikan diantara kedua belah pihak adalah mengenai apa yang menjadi hak dan kewajibannya. Barang atau sesuatu yang dimaksud dalam perjanjian paling sedikit harus ditentukan jenisnya, baik mengenai benda berwujud atau benda tidak Iman Pasu Purba : Tinjauan Yuridis Mengenai Penggunaan Perjanjian Standar Dalam Kontrak Bisnis Waralaba Local Analisa Terhadap Kontrak PT. Ultra Disc Prima Internasional, 2007. USU Repository © 2009 berwujud. Objek perjanjian dapat pula berupa barang-barang baru diharapkan akan ada dikemudian hari. Dengan kata lain barang belum ada pada saat perjanjian dibuat. Perjanjian yang tidak menyatakan secara tegas apa yang menjadi objeknya adalah batal demi hukum. Menurut undang-undang, barang itu tidak perlu disebutkan jumlahnya atau apakah sesudah ada ditangan debitur, tetapi yang perlu adalah barang itu dapat dihitung atau ditetapkan, misalnya harga sebuah mobil adalah Rp 80.000.000,-. Ad. 4. Suatu sebab yang halal Hal ini dikaitkan dengan isi dari perjanjian artinya bahwa ada itikad baik diwaktu membuat perjanjian, artinya orang yang beritikad baik menaruh kepercayaan sepenuhnya kepada pihak lawan yang dianggapnya jujur dan tidak menyembunyikan sesuatu yang buruk yang dikemudian hari dapat menimbulkan kesulitan-kesulitan. Pasal 1337 KUHPerdata menyatakan, ”suatu sebab adalah terlarang oleh undang-undang atau apabila berlawanan dengan kesusilaan baik atau ketertiban umum”. Sebab yang dimaksud oleh undang-undang tersebut dalam hal ini bukanlah merupakan hubungan sebab akibat atau causalitas. Mariam Darus Badrulzaman mengatakan,”sebabcausa dalam perjanjian adalah isi atau maksud dari perjanjian”. 31 Dari hal diatas dapat dilihat bahwa yang menjadi tolak ukur adalah apakah isi dan maksud dari perjanjian yang dibuat itu bertentangan atau tidak dengan 31 Badrulzaman, Mariam D, Opcit, hal 8 Iman Pasu Purba : Tinjauan Yuridis Mengenai Penggunaan Perjanjian Standar Dalam Kontrak Bisnis Waralaba Local Analisa Terhadap Kontrak PT. Ultra Disc Prima Internasional, 2007. USU Repository © 2009 undang-undang. Akibat hukum perjanjian yang dilakukan dengan sebab yang tidak halal adalah perbuatan itu batal demi hukum atau dianggap tidak pernah ada diselenggarakan. Abdul Kadir Muhammad mengatakan : ”Perjanjian yang berkausa tidak halal dilarang undang-undang, misalnya jual-beli ganja, perjanjian membunuh orang. Perjanjian tidak halal yang bertentangan dengan ketertiban umum, misalnya jual beli budak, mengacaukan ajaran agama tertentu. Perjanjian yang berkausa tidak halal bertentangan dengan kesusilaan, misalnya membocorkan rahasia perusahaan.” 32 Hukum perjanjian menganut sistim terbuka contracts vrijheid maksudnya kepada para pihak yang bersangkutan diserahkan kebebasan yang seluas-luasnya untuk mengadakan perjanjian sebagaimana yang dikehendaki para pihak yang hendak membuat suatu perjanjian. Ketentuan ini terdapat pada Pasal 1338 ayat 1 KUHPerdata yang berbunyi bahwa semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya. Kalimat diatas mengandung perngertian yang luas sebabnya tidak membatasi pada Dari uraian diatas jelas bahwa untuk melakukan perjanjian, meskipun para pihak diberi kebebasan, namun kebebasan tersebut tidak terlepas dari norma atau peraturan yang berlaku. Dengan kata lain perjanjian yang dibuat tersebut harus memenuhi unsur atau syarat-syarat sahnya suatu perjanian secara umum sebagaimana diatur Pasal 1320 KUHPerdata. Sedangkan bagaimana bentuknya itu tergantung kepada para pihak yang melakukan perjanjian tersebut.

3. Asas-asas perjanjian