nikotinat yang merupakan metabolit proses hidrolisis. Sejumlah kecil diekskresi dalam bentuk isonikotinil glisin dan isonikotinil hidrazon, dan dalam jumlah yang
kecil sekali berupa N-metil isoniazid Zubaidi, 2007. Demam dan ruam pada kulit sesekali dijumpai. Telah dilaporkan
terjadinya lupus eritematous sistemis yang dipicu oleh obat Chambers, 2010. Isoniazid dapat mencetuskan terjadinya kejang pada pasien dengan riwayat
kejang. Neuritis optik juga dapat terjadi. Kelainan mental dapat juga terjadi selama menggunakan obat ini di antaranya euforia, kurangnya daya ingat
sementara, hilangnya pengendalian diri, dan psikosis. Efek samping lain yang terjadi ialah mulut terasa kering, rasa tertekan pada ulu hati, methemoglobinemia,
tinitus, dan retensi urin Zubaidi, 2007. Neuropati terjadi akibat defisiensi relatif piridoksin. Isoniazid meningkatkan ekskresi piridoksin. Berbagai reaksi lain
meliputi kelainan hematologis, tercetusnya anemia defisiensi piridoksin, tinitus dan keluhan saluran cerna Chambers, 2010.
2.2.3. Rifampisin
Rifampisin menghambat pertumbuhan kuman gram-positif dan gram- negatif Zubaidi, 2007. Rifampisin adalah bahan ampuh untuk melawan secara
aktif pembelahan mikroorganisme intraseluler dan ekstraseluler dan memiliki aktivitas melawan basil semi dormant. Obat ini bekerja terutama dengan
menghambat DNA-dependentRNApolimerase, menghalangi transkripsi RNA Hershfield, 1999.
Rifampisin dapat larut dalam lemak. Dengan pemberian oral, rifampisin dapat diserap dengan cepat dan didistribusikan melalui jaringan dan cairan tubuh.
Dosis tunggal 600 mg menghasilkan konsentrasi serum puncak sekitar 10 mcg ml dalam 2-4 jam, yang kemudian meluruh dengan waktu paruh 2-3 jam WHO,
2009. Obat ini cepat mengalami deasetilasi, sehingga dalam waktu 6 jam hampir semua obat yang berada dalam empedu berbentuk deasetil rifampisin, yang
mempunyai aktivitas bakteri penuh. Rifampisin menyebabkan induksi metabolisme, sehingga walaupun bioavailabilitasnya tinggi, eliminasinya
meningkat pada pemberian berulang. Sekitar 75 rifampisin terikat pada protein
Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
plasma. Obat ini berdifusi baik ke berbagai jaringan termasuk ke cairan otak. Eksresi melalui urin mencapai 30, setengahnya merupakan rifampisin utuh
sehingga gangguan fungsi ginjal tidak memerlukan penyesuaian dosis. Obat ini juga dibuang lewat ASI Zubaidi, 2007.
Rifampisin jarang menimbulkan efek yang tidak diingini. Dengan dosis biasa, kurang dari 4 penderita tuberkulosis mengalami efek toksik. Yang paling
sering adalah ruam kulit, demam, mual, dan muntah. Berbagai keluhan yang berhubungan dengan sistem saraf seperti rasa lelah, mengantuk, sakit kepala,
pening, ataksia, bingung, sukar berkonsentrasi, sakit pada tangan dan kaki, dan melemahnya otot dapat juga terjadi Zubaidi, 2007. Pemantauan klinis dan tes
fungsi hati, jika mungkin harus dilakukan selama perawatan semua pasien dengan penyakit hati yang sudah ada, yang akan meningkatkan risiko kerusakan
hati WHO, 2009. Rifampisin memunculkan warna jingga yang tidak berbahaya pada urin, keringat, air mata, dan lensa kontak. Efek samping yang sesekali
muncul meliputi ruam, trombositopenia, dan nefritis Chambers, 2010.
2.2.4. Etambutol