Isoniazid dan rifampisin merupakan dua obat yang paling aktif. Kombinasi isoniazid-rifampisin yang diberikan selama sembilan bulan akan menyembuhkan
95-98 kasus tuberkulosis. Penambahan pirazinamid pada kombinasi isoniazid- rifampisin selama 2 bulan pertama membuat durasi total terapi dapat dipersingkat
hingga enam bulan tanpa terjadinya penurunan efektivitas. Baik etambutol maupun streptomisin tidak menambah aktivitas regimen secara keseluruhan
artinya, durasi terapi tidak dapat dikurangi meskipun salah satu dari kedua obat tersebut digunakan, tetapi obat tersebut memberikan perlindungan tambahan jika
isolat mikobakterium terbukti resisten terhadap isoniazid, rifampin, atau keduanya Chambers, 2010.
Tabel 2.2. Antimikroba yang digunakan dalam terapi tuberkulosis Chambers, 2010.
Obat Dosis biasa pada dewasa
1
Agen lini-pertama
Isoniazid 300 mghari
Rifampisin 600 mghari
Pirazinamid 25 mgkghari
Etambutol 15-25 mgkghari
Streptomisin 15 mgkghari
Agen lini-kedua
Amikasin 15 mgkghari
Paraaminosalisilat 8-12 ghari
Kapreomisin 15 mgkghari
Etionamid 500-750 mghari
Sikloserin 500-1000 mghari, terbagi
1
fungsi ginjal dianggap normal.
2.2.1. Streptomisin
Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
Streptomisin in vitro bersifat bakteriostatik dan bakterisid terhadap kuman tuberkulosis. Obat ini dapat mencapai kavitas Zubaidi, 2007, melintasi sawar
darah otak dan mencapai kadar terapeutik bila meningens meradang. Penetrasi streptomisin ke dalam sel buruk, dan obat ini aktif terutama pada basil tuberkel
ekstrasel Chambers, 2010. Resistensi terjadi akibat mutasi titik pada gen rpsL yang mengode gen
protein ribosomal S12 atau gen rss yang mengode rRNA ribosomal 16S, yang mengubah lokasi pengikatan ribosomal Chambers, 2010. Penggunaan
streptomisin bersama anti tuberkulosis lain menghambat terjadinya resistensi Zubaidi, 2007.
Setelah diserap dari tempat suntikan, hampir semua streptomisin berada dalam plasma. Streptomisin kemudian menyebar ke seluruh cairan ekstrasel. Kira-
kira sepertiga streptomisin yang berada didalam plasma terikat protein plasma. Streptomisin diekskresikan melalui filtrasi glomerulus. Kira-kira 50-60 dosis
streptomisin yang diberikan secara parenteral diekskresikan dalam bentuk utuh dalam waktu 24 jam pertama. Masa paruh obat ini pada orang dewasa normal
antara 2-3 jam, dan dapat sangat memanjang pada gagal ginjal Zubaidi, 2007. Mati rasa dan kesemutan di sekitar mulut terjadi segera setelah injeksi.
Reaksi hipersensitivitas kulit dapat terjadi WHO, 2009. Streptomisin bersifat neurotoksik pada saraf kranialis ke VIII, bila diberikan dalam dosis besar dan
jangka lama Zubaidi, 2007. Vertigo dan tuli merupakan efek samping yang paling sering terjadi dan dapat bersifat permanen Chambers, 2010. Ototoksisitas
dan nefrotoksisitas dihubungkan dengan pemberian obat ini, terjadi lebih sering pada pasien usia lanjut. Gangguan vestibular lebih sering terjadi dibandingkan
dengan kerusakan auditori Hershfield, 1999. Streptomisin tidak boleh diberikan pada masa kehamilan karena dapat menembus sawar plasenta dan menyebabkan
gangguan saraf auditorius dan nefrotoksisitas pada bayi WHO, 2009.
2.2.2. Isoniazid