plasma. Obat ini berdifusi baik ke berbagai jaringan termasuk ke cairan otak. Eksresi melalui urin mencapai 30, setengahnya merupakan rifampisin utuh
sehingga gangguan fungsi ginjal tidak memerlukan penyesuaian dosis. Obat ini juga dibuang lewat ASI Zubaidi, 2007.
Rifampisin jarang menimbulkan efek yang tidak diingini. Dengan dosis biasa, kurang dari 4 penderita tuberkulosis mengalami efek toksik. Yang paling
sering adalah ruam kulit, demam, mual, dan muntah. Berbagai keluhan yang berhubungan dengan sistem saraf seperti rasa lelah, mengantuk, sakit kepala,
pening, ataksia, bingung, sukar berkonsentrasi, sakit pada tangan dan kaki, dan melemahnya otot dapat juga terjadi Zubaidi, 2007. Pemantauan klinis dan tes
fungsi hati, jika mungkin harus dilakukan selama perawatan semua pasien dengan penyakit hati yang sudah ada, yang akan meningkatkan risiko kerusakan
hati WHO, 2009. Rifampisin memunculkan warna jingga yang tidak berbahaya pada urin, keringat, air mata, dan lensa kontak. Efek samping yang sesekali
muncul meliputi ruam, trombositopenia, dan nefritis Chambers, 2010.
2.2.4. Etambutol
Obat ini tetap menekan pertumbuhan kuman tuberkulosis yang telah resisten terhadap isoniazid dan streptomisin. Kerjanya menghambat sintesis
metabolit sel sehingga metabolisme sel terhambat dan sel mati Zubaidi, 2007. Etambutol menghambat arabinosil transferase mikobakterium, yang dikode oleh
operon embCAB. Arabinosil transferase terlibat dalam reaksi polimerasi arabinoglikan, suatu komponen esensial dinding sel mikobakterium Chambers,
2010. Pada pemberian oral sekitar 75-80 etambutol tetap diserap dari saluran
cerna. Kadar puncak dalam plasma dicapai dalam waktu 2-4 jam setelah pemberian sebanyak 25 mg kg. Masa paruh eliminasinya 3-4 jam. Kadar
etambutol dalam eritrosit 1-2 kali kadar dalam plasma. Oleh karena itu eritrosit dapat berperan sebagai depot etambutol yang kemudian melepaskannya sedikit
demi sedikit ke dalam plasma. Dalam waktu 24 jam, 50 etambutol yang diberikan diekskresikan dalam bentuk asal melalui urin, 10 sebagai metabolit,
Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
berupa derivat aldehid dan asam karboksilat. Bersihan ginjal untuk etambutol kira-kira 8.6 ml menit kg menandakan bahwa obat ini selain mengalami filtrasi
glomerulus juga disekresi melalui tubuli Zubaidi, 2007. Etambutol melintasi sawar darah otak hanya jika meningens mengalami radang. Seperti semua OAT,
resistensi terhadap etambutol segera timbul jika obat ini digunakan secara tunggal. Oleh sebab itu, etambutol selalu diberikan dalam bentuk kombinasi dengan OAT
lain Chambers, 2010. Dosis harian sebesar 15 mg kgBB menimbulkan efek toksik yang
minimal. Pada dosis ini kurang dari 2 penderita akan mengalami efek samping yaitu penurunan ketajaman penglihatan, ruam kulit, dan demam. Efek samping
lain ialah pruritus, nyeri sendi, gangguan saluran cerna, malaise, sakit kepala, bingung, disorientasi dan mungkin juga halusinasi. Reaksi kaku dan kesemutan di
jari sering terjadi. Efek samping yang paling penting adalah gangguan penglihatan, biasanya bilateral, yang merupakan neuritis retrobulbar yaitu berupa
turunnya tajam penglihatan, hilangnya kemampuan membedakan warna, mengecilnya lapangan pandang, dan skotoma sentral maupun lateral. Terapi
dengan etambutol menyebabkan peningkatan kadar asam urat darah pada 50 penderita. Hal ini disebabkan oleh penurunan ekskresi asam urat melalui ginjal
Zubaidi, 2007.
2.2.5. Pirazinamid