31 rendahnya kesamaan komunitas mamalia besar. Faktor yang mempengaruhinya
adalah kondisi lingkungan yang berbeda antara tiap habitat berpengaruh terhadap kemampuan mamalia besar dalam beradaptasi. Apabila jenis-jenis mamalia besar
di TNGC dapat beradaptasi dengan kondisi lingkungan yang berbeda, baik itu disebabkan adanya gangguan ataupun perubahan iklim dengan peningkatan
ketinggian tempat akan menyebabkan komunitas mamalia besar tetap lestari.
E. Pendugaan Populasi Mamalia besar
Populasi suatu jenis satwaliar perlu diketahui dalam melakukan manajemen pengelolaan kawasan konservasi. Hal tersebut diperlukan untuk mengetahui
bentuk pengelolaan terhadap jenis yang populasinya menurun disebabkan oleh faktor-faktor iklim, habitat, predator serta satwa itu sendiri. Syaukani et al. 2004
menyatakan bahwa penyebab menurunnya populasi dan penyebaran jenis hayati disebabkan oleh rusaknya ekosistem hutan.
Kondisi topografi hutan sangat mempengaruhi dalam melakukan penghitungan populasi. Topografi yang cenderung datar akan lebih mudah dalam
melakukan pengamatan terhadap satwaliar dibandingkan dengan topografi yang berlereng. Sifat dan perilaku suatu jenis satwaliar juga mempengaruhi terhadap
teramatinya jenis satwaliar. Departemen Kehutanan 1992 menyatakan bahwa mamalia besar sukar untuk disensus karena populasinya menyebar dan
kemampuan menjelajahnya yang tinggi. Selain itu, sifat satwaliar yang memiliki aktivitas nokturnal menyebabkan kesulitan dalam menemukan mamalia besar.
Setiap jenis mamalia besar memiliki kepadatan populasi yang berbeda-beda. Perbedaan nilai kepadatan terlihat pada masing-masing ordo, yakni ordo Primata
memiliki jenis-jenis dengan kepadatan yang lebih tinggi dari ordo Artiodactyla dan ordo Karnivora.
Kepadatan yang tertinggi adalah monyet-ekor panjang sebesar 53,61 indkm
2
. Kartono 1999; Supartono 2001 menyatakan kepadatan populasi monyet-ekor panjang pada daerah penelitiannya masing-masing sebesar 0,80
indha atau 80 indkm
2
. Hal ini mengindikasikan bahwa masih terdapat kemungkinan peningkatan kepadatan monyet-ekor panjang. Pendugaan populasi
32 terhadap jenis-jenis mamalia besar di TNGC disajikan pada Tabel 8 dan secara
lebih lengkap disajikan pada Lampiran 23. Tabel 8. Pendugaan populasi jenis mamalia besar di TNGC
Nama Lokal Nama Ilmiah
Kepadatan indKm
2
Status Konservasi RI
CITES IUCN
Kukang jawa Nycticebus coucang
1,19
P 2
- Surili
Presbytis aygula
3,66
P 1
E Lutung budeng
Trachypithecus auratus
7,05
P 2
V Monyet-ekor panjang
Macaca fascicularis
53,61
- 2
- Babi hutan
Sus scrofa
0,60
- -
- Kijang muncak
Muntiacus muntjak
1,11
P -
- Macan tutul
Panthera pardus
0,22
P 1
E Sumber: Suyanto et al. 2002; Maryanto Soebekti 2007
Populasi monyet-ekor panjang lebih terpusat pada satu lokasi, yakni pada daerah pengamatan Cibeureum yang habitatnya terfragmentasi dan berbatasan
dengan permukiman masyarakat. Semakin besar kepadatan monyet-ekor panjang pada daerah ini dapat menyebabkan terjadinya perkawinan dalam antar kerabat
jenis Nurjaman et al. 2002. Apabila hal ini terjadi, maka dapat menyebabkan penurunan variasi genetik dari populasi tersebut yang berpengaruh terhadap
menurunnya kemampuan dalam bertahan hidup. Jenis-jenis primata lainnya selain dari monyet-ekor panjang memiliki
kepadatan yang tinggi dibandingkan jenis-jenis mamalia besar terrestrial yang ditemukan di TNGC. Lutung budeng memiliki kepadatan sebesar 7,05 indkm
2
; surili sebesar 3,66 indkm
2
dan kukang jawa sebesar 1,19 indkm
2
. Kepadatan surili pada hutan tak terganggu di kawasan hutan Cikaniki, Taman Nasional
Gunung Halimun sebesar 23,38 indkm
2
dan pada hutan yang terganggu sebesar 8,25 indkm
2
Tobing 1999. Dikatakan lebih lagi, kepadatan lutung budeng sebesar 71,50 indkm
2
pada hutan tak terganggu dan sebesar 6,14 indkm
2
pada hutan yang terganggu. Rendahnya kepadatan surili dan lutung budeng di TNGC
dapat dipengaruhi oleh kondisi dan kualitas habitat di TNGC. Habitat yang baik adalah habitat yang dapat menyediakan sumberdaya pakan bagi satwaliar Chivers
1998; Heriyanto Iskandar 2004; Li Rogers 2006. Jenis-jenis mamalia besar dari ordo Artiodactyla memiliki kepadatan yang
lebih rendah. Kijang muncak memiliki kepadatan populasi sebesar 1,11 indkm
2
dan babi hutan sebesar 0,60 indkm
2
. Rendahnya populasi dari kedua jenis ini
33 dapat disebabkan oleh perburuan masyarakat. Kijang muncak dan babi hutan
umumnya mencari makan pada areal garapan masyarakat. Hal ini yang menyebabkan kedua jenis ini diburu karena dianggap sebagai hama pada lahan
garapannya. Selain faktor perburuan, rendahnya kepadatan kedua jenis ini dapat disebabkan terdapatnya satwa karnivora yang menjadikan kijang muncak dan babi
hutan sebagai satwa mangsanya. Kepadatan macan tutul di TNGC merupakan yang terendah dibandingkan
jenis-jenis mamalia besar lainnya. Hal ini disebabkan bahwa berdasarkan tingkat trofik, satwa ini merupakan karnivora teratas di TNGC. Namun, kepadatannya
lebih tinggi bila dibandingkan dengan kepadatan macan tutul di TNGH. Harahap Sakaguchi 2005 menyatakan bahwa kepadatan macan tutul di TNGH sebesar
0,15 individukm
2
. Populasi macan tutul akan meningkat dengan bertambahnya kelimpahan
hewan mangsanya. Hal ini sesuai dengan pernyataan Marker Dickman 2005 tentang hubungan kelimpahan hewan mangsa dengan kepadatan macan tutul.
Selain itu, Carroll et al. 2001 menambahkan bahwa jenis-jenis mamalia besar karnivora umumnya memiliki tingkat kesuburan yang rendah, sehingga
pertumbuhan populasinya menjadi tidak cepat. Kepadatan setiap jenis mamalia besar di TNGC perlu mendapatkan
perhatian, khususnya jenis-jenis yang dilindungi keberadaannya. Terdapat 23 kriteria penentuan jenis hayati untuk dilindungi, salah satunya adalah populasi
hayati yang rendah atau cenderung menurun Noerdjito 2005. Perlindungan terhadap jenis-jenis mamalia besar ditandai dengan status konservasi yang
dimiliki setiap jenis mamalia besar. Status konservasi diberikan oleh Pemerintah RI PP No.7 Tahun 1999, CITES Convention on International Trade in
Endangered Species of Wild Flora and Fauna , IUCN International Union for
Conservation of Nature and Natural Resources .
Jenis-jenis mamalia besar yang terdapat di TNGC umumnya merupakan satwa yang dilindungi keberadaannya. Sebagian besar jenis-jenis primata yang
ditemukan memiliki status dilindungi. Oleh karena itu kelestariannya perlu dijaga, salah satunya dengan tidak terjadinya penebangan hutan dalam kawasan TNGC.
34 Rusaknya hutan akan berpengaruh terhadap ketersediaan sumberdaya pakan
bagi jenis-jenis primata yang akan menyebabkan populasinya akan semakin langka Jones 1997. Apabila populasi jenis-jenis primata di TNGC mengalami
penurunan bahkan kepunahan, akan memiliki dampak pada kondisi ekosistem di TNGC. Primack Corlett 2005 menyatakan bahwa primata memiliki peran
besar dalam ekologi hutan, yaitu sebagai pemencar biji. Macan tutul merupakan salah satu jenis mamalia besar dilindungi yang
keberadaannya tergantung pada satwa mangsa. Harahap Sakaguchi 2005 menyatakan bahwa berdasarkan analisis feses macan tutul, diketahui bahwa satwa
mangsanya yakni surili, babi hutan dan kijang muncak. Perburuan yang terjadi pada babi hutan dan kijang muncak yang dianggap mengganggu ladang, akan
menyebabkan populasi macan tutul semakin rendah. Hal ini akan berpengaruh terhadap keberadaan macan tutul di TNGC. Primack Corlett 2005 menyatakan
bahwa karnivora merupakan elemen yang penting pada komunitas satwaliar. Oleh karena itu, perlu ada upaya untuk perlindungan terhadap jenis-jenis mamalia besar
dari perburuan.
F. Pemanfaatan Waktu Aktivitas dan Stratifikasi