39 luwak serta musang luwak dengan kucing hutan. Matriks asosiasi interspesifik
pada setiap jenis mamalia besar di TNGC disajikan pada Tabel 10. Tabel 10. Matriks asosiasi interspesifik pada jenis-jenis mamalia besar di TNGC
xy Ku
Su Lu
Mo Ba
Ki Mus
Kuc Ma
Ku -
0,33
ns
0,33
ns
0,50
ns
0,33
ns
0,50
ns
0,33
ns
0,33
ns
0,50
ns
Su -
0,50
ns
0,25
ns
0,50
ns
0,67
ns
0,50
ns
0,50
ns
0,67
ns
Lu -
0,67
ns
0,50
ns
0,25
ns
0,50
ns
0,50
ns
0,67
ns
Mo -
0,67
ns
0,33
ns
0,67
ns
0,67
ns
0,33
ns
Ba -
0,67
ns
1,00 1,00
0,25
ns
Ki -
0,67
ns
0,67
ns
0,33
ns
Mus -
1,00 0,25
ns
Kuc -
0,25
ns
Ma -
Keterangan: = Significant Tolak Ho;
ns
= Not Significant Terima Ho
Berdasarkan hasil uji khi-kuadrat, diketahui bahwa diantara jenis-jenis mamalia besar terdapat asosiasi. Asosiasi ini ditunjukkan pada jenis-jenis yang
memiliki nilai asosiasi sebesar 1, yakni babi hutan dengan musang luwak, babi hutan dengan kucing hutan serta musang luwak dengan kucing hutan. Bentuk
asosiasi diantara ketiga jenis ini dapat berupa predasi, yakni kucing hutan yang merupakan satwa karnivora.
Asosiasi diantara babi hutan dan musang luwak berupa interaksi netralisme, yakni kedua jenis mamalia besar tidak saling mempengaruhi. Hal ini dapat
disebabkan tidak terdapat kesamaan diantara kedua jenis ini. Musang luwak merupakan satwa yang bersifat arboreal Suyanto 2002, sedangkan babi hutan
satwa terestrial.
H. Hubungan Keanekaragaman Jenis Mamalia besar dengan Komposisi Vegetasi
Selisih jarak ketinggian yang besar berpengaruh terhadap banyaknya tipe habitat dan keanekaragaman hayati yang ditemukan. Alikodra 2002
menyebutkan bahwa peralihan dari habitat dataran rendah ke habitat pegunungan akan menyebabkan perubahan dalam komposisi jenis dalam vegetasi. Primack et
al . 1998 menyatakan bahwa pada dataran rendah, komposisi komunitas lebih
kompleks dan keanekaragaman hayatinya lebih tinggi dibandingkan dengan dataran tinggi.
40 Araujo et al 2004 menyatakan bahwa tumbuhan dengan mamalia besar
memiliki nilai hubungan yang tinggi sebesar 0,799. Nilai ini menunjukkan bahwa ketergantungan mamalia besar terhadap tumbuhan cukup tinggi. Bentuk
kebutuhan mamalia besar terhadap keberadaan tumbuhan dapat berupa: sebagai sumber pakan, tempat tidur dan untuk berlindung dari predator.
Orrock Pagels 2003 menyatakan bahwa komunitas dari jenis-jenis tumbuhan yang terdapat dalam suatu habitat dapat berpengaruh terhadap jenis
satwaliar dan jumlah individunya yang ditemukan di setiap habitat. Keanekaragaman jenis mamalia besar dicari hubungannya dengan komposisi
vegetasi, yakni kerapatan vegetasi. Santoso 1996 menyatakan dalam hubungannya dengan kerapatan pohon, monyet-ekor panjang di Pulau Tinjil lebih
menyukai pada kerapatan pohon yang lebih jarang. Hal ini menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara kerapatan vegetasi dengan monyet-ekor panjang.
Hubungan antara kerapatan vegetasi dengan keanekaragaman jenis mamalia besar menunjukkan nilai yang tidak nyata pada parameter kerapatan vegetasi tiang
dan pohon. Hal ini mengindikasikan perubahan kerapatan vegetasi tiang dan pohon tidak akan memiliki pengaruh pada keanekaragaman jenis mamalia besar.
Hubungan yang nyata hanya pada kerapatan vegetasi pancang r
2
= 0,501 dan p= 0,044 dengan model quadratik. Hal ini mengindikasikan bahwa terdapat titik
maksimum pada kerapatan vegetasi pancang yang memiliki keanekaragaman jenis mamalia besar tertinggi. Hubungan keanekaragaman jenis mamalia besar dengan
kerapatan vegetasi pancang disajikan pada Gambar 9. Apabila ditinjau berdasarkan tingkat trofik, yakni jumlah jenis satwa
karnivora tidak memiliki hubungan yang nyata dengan kerapatan vegetasi pancang, tiang dan pohon. Hal ini dapat disebabkan, kerapatan vegetasi akan lebih
berpengaruh terhadap wilayah jelajah satwa karnivora. Untuk hubungan pada jumlah jenis satwa herbivora dengan kerapatan vegetasi pancang, tiang dan pohon
menunjukkan nilai yang tidak nyata. Namun, pada jumlah jenis satwa omnivora memiliki hubungan yang nyata dengan kerapatan vegetasi tiang r
2
= 0,491 dan p= 0,048 dengan model quadratik.
41
Gambar 9. Hubungan jumlah jenis mamalia besar dengan kerapatan vegetasi pancang
Apabila komposisi vegetasi yang ada lebih diperkecil lagi cakupannya, yakni hanya pada jenis-jenis yang menjadi sumber pakan saja akan menyebabkan
hasil yang berbeda. Pemanfaatan jenis-jenis tumbuhan sebagai sumber pakan disajikan pada Lampiran 26. Parameter yang memiliki hubungan hanya kerapatan
vegetasi tiang saja, sedangkan kerapatan vegetasi pancang dan pohon tidak memiliki hubungan dengan jumlah jenis mamalia besar.
Hubungan antara kerapatan vegetasi tiang dengan keanekaragaman jenis mamalia besar bersifat linear positif r
2
= 0,592 dan p= 0,009. Hal ini menunjukkan bahwa semakin tinggi kerapatan vegetasi tiang akan menyebabkan
keanekaragaman jenis mamalia besar semakin tinggi. Hubungan antara kerapatan vegetasi tiang dengan jumlah jenis mamalia besar disajikan pada Gambar 10.
Faktor yang mempengaruhi nilai positif pada hubungan antara kerapatan vegetasi tiang dengan keanekaragaman jenis mamalia besar dapat disebabkan oleh
faktor pemanfaatan jenis-jenis mamalia besar pada vegetasi tiang, yakni dari ordo atau kelompok Primata. Kerapatan vegetasi tiang memiliki hubungan linear yang
positif dengan keanekaragaman jenis primata r
2
= 0,558 dan p= 0,013. Jenis-jenis primata yang ditemukan, memanfaatkan ketinggian pohon pada kisaran 19m
hingga 24m. Pemanfaatan pada ketinggian seperti ini dipengaruhi kebutuhan akan daun muda ataupun buah oleh jenis-jenis primata yang termasuk pemakan daun
42 dan buah Chivers 1998; Kool 1993. Untuk jenis primata pemakan serangga
yakni kukang jawa, banyaknya daun-daun muda dan buah berpengaruh terhadap semakin banyaknya serangga yang ditemukan.
Gambar 10. Hubungan jumlah jenis mamalia besar dengan kerapatan vegetasi tiang
Pada ordo atau kelompok Artiodactyla, didapatkan hubungannya bersifat linear positif dengan kerapatan tiang r
2
= 0,413 dan p= 0,045. Kerapatan vegetasi tiang dipengaruhi oleh faktor ketinggian tempat berbentuk parabola r
2
= 0,728 dan p= 0,010. Hal ini mengindikasikan bahwa keanekaragaman jenis Artiodactyla
juga akan berbentuk parabola dengan peningkatan ketinggian tempat. Faktor yang mempengaruhi satwa Artiodactyla dalam memilih habitat yang lebih rapat
vegetasi tiangnya adalah kecenderungan untuk dapat berlindung. Selain itu, tajuk yang tidak terlalu tertutup menyebabkan tumbuhan-tumbuhan bawah dapat
tumbuh dikarenakan cahaya yang masuk ke lantai hutan. Salah satu satwa artiodactyla adalah kijang muncak. Kijang merupakan satwa herbivora yang
memperlihatkan pengaruh atau hubungan pada komposisi dan struktur vegetasi dalam komunitas tumbuhan Frank et al. 1992; Skhierenbeck et al. 1994; Teng et
al . 2004.
Diantara ketiga ordo atau kelompok yang ditemukan di TNGC, hanya kelompok Karnivora saja yang tidak memiliki hubungan dengan komposisi
vegetasi. Hal ini dapat disebabkan, keanekaragaman jenis Karnivora akan lebih
43 dipengaruhi oleh produktivitas satwa mangsa. Carroll et al. 2001 menyatakan
bahwa terdapat suatu asosiasi antara penyebaran satwa karnivora dengan pola produktivitas habitat. Ray Sunquist 2001 menambahkan bahwa dalam
komunitas karnivora pada hutan hujan Afrika memperhatikan adanya ukuran keanekaragaman dan kelimpahan satwa mangsa.
Produktivitas suatu habitat dalam menghasilkan sumberdaya pakan berpengaruh pada ukuran wilayah jelajah dari mamalia besar Lindstedt et al.
1986; Pough et al. 2005. Hal ini mengindikasikan bahwa ketersediaan pakan dari jenis satwaliar justru berpengaruh terhadap wilayah jelajah yang dimiliki oleh
jenis-jenis mamalia besar.
I. Hubungan Keanekaragaman Jenis Mamalia besar dengan Ketinggian