Hipotesis Kerangka Pemikiran Operasional

sebagai nilai dari varabel penjelas. Konversi dari peluang agar dapat diestimasikan dalam linier dengan logit dinamakan odds. Metode untuk menganalisis logit adalah Maximum Likelihood ML. Menurut Hutcheson dan Sofroiniou 1999 dalam Utari 2006 untuk mengestimasi peluang dengan metode ML digunakan dengan proses: ln odds = ln logodds = log e logodds = persamaan linier sehingga dapat diestimasi logitp = persamaan yang dapat diestimasi dengan ML Parameter dari model logit dapat diintrepetasikan dengan cara yang sama seperti OLS, yaitu dengan slope parameter β, slope ini diintrepetasikan sebagai perubahan logit p akibat perubahan satu unit variabel. Dengan kata lain β menggambarkan perubahan dalam log odds dari adanya perubahan satu unit x. Hutcheson dan Sofroiniou 1999 dalam Utari 2006 transformasi distribusi kurva bentuk S menjadi distribusi linier dapat dilihat dalam gambar berikut ini. Gambar 1. Perubahan Distribusi Kurva Bentuk S Menjadi Distribusi Linier

3.2 Hipotesis

Berdasarkan kerangka pemikiran dan perumusan masalah penelitian, dapat dikembangkan hipotesis penelitian, yaitu: X X X Peluang Odss dari peluang Log odds dari peluang 1. Penilaian pengusaha industri batik untuk menerima atau tidak menerima keberadaan UPL diduga dipengaruhi secara positif oleh tingkat pendidikan, tingkat pendapatan, lama tinggal, pengetahuan mengenai pencemaran, tingkat sosialisasi dan besaran buangan limbah. Penilaian masyarakat Jenggot dalam menerima dan tidak menerima keberadaan UPL diduga dipengaruhi secara positif oleh variabel tingkat pendidikan, tingkat pendapatan, jenis pekerjaan, lama tinggal dan pengetahuan mengenai pencemaran. 2. Kesediaan pengusaha industri batik untuk membayar biaya pengelolaan air limbah dipengaruhi secara positif oleh tingkat pendidikan, tingkat pendapatan, jumlah buangan limbah perhari dan pengetahuan mengenai pencemaran. 3. Besarnya nilai WTP pengusaha industri batik diduga dipengaruhi secara positif oleh tingkat pendapatan, tingkat pengetahuan responden akan pencemaran, jumlah buangan limbah perhari, dan penilaian pengelolaan UPL yang selama ini dikelola oleh pemerintah.

3.3 Kerangka Pemikiran Operasional

Kota Pekalongan selama ini dikenal sebagai Kota Batik karena sebagai salah satu pusat industri-industri batik. Di kota ini sentra industri batik terdapat hampir di setiap pelosok Kota Pekalongan. Sektor industri batik di Kota Pekalongan berperan penting dalam percepatan peningkatan ekonomi masyarakat, karena sektor tersebut lebih banyak menyerap tenaga kerja dan peningkatan pendapatan daerah. Selain pada peningkatan perekonomian, sektor industri ini juga telah banyak menyumbang limbah industri ke berbagai wilayah di kota pekalongan maupun sekitarnya. Limbah cair batik merupakan suatu limbah bahan berbahaya dan beracun B3 dimana jika keadaan limbah tersebut sangat banyak dan terakumulasi akan menyebabkan berbagi dampak atau gejala ke lingkungan, atau biasa kita sebut sebagai pencemaran lingkungan, baik udara maupun air. Dampak lingkungan tersebut terlihat pada saat pembuatan produk batik dalam menghasilkan suatu sisa atau limbah dari proses pencucian kain maupun pencucian peralatan yang digunakan, dimana bekas dari air cucian tersebut mengandung zat-zat yang sangat berbahaya. Berbagai dampak ke lingkungan tersebut juga akhirnya akan menimbulkan berbagai konflik antar masyarakat atau rumah tangga dengan pengusaha industri batik, sehingga memunculkan berbagai konflik sosial di Kota Pekalongan. Pemerintah kota mulai memperhatikan masalah pencemaran setelah dampak yang ada terlihat secara nyata dan berbagai keluhan yang datang akibat berbagai pencemaran tersebut, sehingga pemerintah mewajibkan untuk industri- industri membuat instalasi pengolahan air limbah agar nantinya air limbah tersebut dapat diproses terlebih dahulu sebelum dibuang ke sungai. Peraturan pemerintah untuk membuat IPAL kurang didengar oleh para pengusaha, karena dibutuhkan dana tidak sedikit dalam pembuatan IPAL dan biaya pengolahan, yang akhirnya membuat para pengusaha mengurungkan membuat IPAL. Dengan berbagai alasan diatas, Pemerintah Kota Pekalongan dalam hal ini Dinas Penataan Kota dan Lingkungan Hidup DPKLH membuat Unit Pengolahan Limbah UPL yang dapat diterima oleh masyarakat, karena murah dan alami. UPL ini termasuk pertama kali di Jawa Tengah. UPL tersebut dibangun di tempat bekas IPAL yang dulu tidak dioperasikan dan berada di Daerah Jenggot. Sesuai tujuan awalnya, bahwa pembuatan UPL adalah untuk menanggulangi tingkat pencemaran akibat limbah cair batik maupun tekstil yang langsung terbuang tanpa proses pengolahan. Dengan konsep penyerapan alamiah dan biaya yang lebih sedikit, diharapkan UPL ini dapat memperbaiki kondisi lingkungan. UPL dibuat pada tahun 2003, untuk mengetahui tentang keberadaan UPL tersebut di Daerah Jenggot maka diperlukan analisis penilaian dari para pengusaha batik dan masyarakat Jenggot mengenai keadaan sebelum dan sesudah terdapat UPL di daerah tersebut dengan analisis deskriptif yang nantinya akan diketahui berapa peluang pengusaha batik dan masyarakat Jenggot menerima atau tidak menerima keberadaan UPL. Mengingat dilakukannya penyerahan pengelolaan ke pemerintah dan adanya perbaikan dalam penyediaan sarana prasarana dan perbaikan pelayanan maka perlu adanya penelitian tentang faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat kesediaan dan ketidaksediaan pengusaha batik untuk membayar iuran pengelolaan dengan menggunakan regresi logit. Selain itu perlu adanya penilaian ekonomi mengenai besarnya iuran pengelolaan UPL dengan menggunakan pendekataan kesediaan responden untuk membayar dengan menggunakan metode CVM dan analisis regresi berganda. Sehingga akan diketahui faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi nilai WTP tersebut. Hasil dari analisis tersebut akan menghasilkan rekomendasi mengenai kebijakan pengelolaan pengolahan air limbah yang tepat dan yang berkelanjutan dengan melihat dari pandangan masyarakat setempat dan pengusaha industri batik sebagai pihak yang menimbulkan pencemaran. Sehingga kondisi lingkungan akan dapat lebih terjaga dengan baik dan menghindari berbagai konflik sosial yang dimungkinkan akan terjadi. Dalam rangka mempermudah pelaksanaan penelitian, maka penulis membuat alur berpikir yang dapat dilihat pada Gambar 2. Gambar 2. Kerangka Pemikiran Operasional Pertumbuhan Industri Batik Kota Pekalongan Limbah batik berbahaya mencemari lingkungan Biaya Pembuatan dan Pengolahan Tinggi Unit Pengolahan Limbah UPL Rumah Tangga sekitar wilayah Jenggot Faktor-Faktor Kesediaan Pengusaha Industri Batik Membayar Biaya Pengelolaan UPL Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi nilai WTP Tanggapan Mengenai Keadaan Lingkungan sekitar Rekomendasi Kebijakan Pengelolaan Air Limbah Batik Pengusaha Batik dan tekstil Jenggot Analisis Deskriptif Pengolahan Air Limbah dengan IPAL Kurang Maksimal Estimasi Nilai WTP Regresi Linier Berganda CVM Contingent Valuation Method Peluang Rumah Tangga Dan Pengusaha Industri Batik Menerima Atau Tidak Menerima Keberadaan UPL Analisis Regresi Logit Perbaikan Pengelolaan UPL Jenggot

BAB IV METODE PENELITIAN

4.1 Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian dilaksanakan di Kelurahan Jenggot, Kecamatan Pekalongan Selatan, Kota Pekalongan, Propinsi Jawa Tengah. Pemilihan lokasi dilakukan secara sengaja purposive dengan pertimbangan bahwa di daerah tersebut terdapat Unit Pengolahan Limbah UPL satu-satunya di Jawa Tengah yang dijadikan percontohan dan mempunyai beberapa kelebihan yaitu lebih murah dan mudah dalam pengelolaan dibandingkan instalasi pengolahan air limbah. Waktu penelitian dilaksanakan dari bulan Maret-April 2008.

4.2 Metode Pengambilan Data

Metode pengambilan data dilakukan secara sengaja purposive dengan mengambil 40 sampel dari beberapa populasi pengusaha industri batik yang ada di Kelurahan Jenggot dan masyarakat khususnya rumah tangga sekitar wilayah Jenggot yang dilakukan secara cluster sampling sebanyak 60 responden.

4.3 Jenis dan Sumber Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini meliputi data primer dan data sekunder. Data primer yang dibutuhkan meliputi: karakteristik seluruh responden, tanggapan akan keadaan lingkungan sekitar baik sebelum ada UPL maupun sesudah ada UPL, dan respon terhadap tingkat kesediaan dan ketidaksediaan responden untuk membayar pengolahan yang sesuai rencana melalui wawancara langsung dengan responden sebagai pendukung dari penggunaan Contingent Valuation Method CVM.

Dokumen yang terkait

PENAKSIRAN NILAI EKONOMI TAMAN WISATA LEMBAH HIJAU DENGAN PENDEKATAN : CONTINGENT VALUATION METHOD

7 56 78

IMPLEMENTASI PERATURAN DAERAH NOMOR 3 TAHUN 2010 TENTANG LINGKUNGAN HIDUP (Studi Kasus di Kelurahan Jenggot, Kecamatan Pekalongan Selatan, Kota Pekalongan)

0 8 71

HUBUNGAN PRAKTEK PENCEGAHAN PENULARAN DENGAN KEJADIAN FILARIASIS DI KELURAHAN JENGGOT KOTA PEKALONGAN TAHUN 2015

0 18 114

Analisis willingness to accept masyarakat terhadap tempat pembuangan akhir sampah bantargebang dengan pendekatan contingent valuation method (kasus Kelurahan Udik Kecamatan Bantargebang Kota Bekasi)

2 10 163

Analisis ekonomi lingkungan pengelolaan limbah industri kecil tapioka/aci: Pendekatan contingent valuation method (CVM) (Kasus Kelurahan Ciluar, Kecamatan Bogor Utara, Kota Bogor)

7 62 279

Perencanaan Lanskap Kawasan Industri Batik Rumah Tangga Di Kelurahan Jenggot Kota Pekalongan

1 9 80

Pemanfaatan Tenaga Kerja Anak pada Industri Batik di Kelurahan Buaran Kecamatan Pekalongan Pekalongan Selatan Kota Pekalongan (Kasus di industri batik “Faaro” dan “Ghinata).

6 17 119

KESEDIAAN MEMBAYAR MITIGASI BANJIR DENGAN PENDEKATAN CONTINGENT VALUATION METHOD | Rusminah | JESP: Jurnal Ekonomi & Studi Pembangunan 1252 3516 1 SM

0 0 12

PARTISIPASI PENGRAJIN BATIK DALAM PENGELOLAAN LIMBAH DI WILAYAH INDUSTRI BATIK KELURAHAN JENGGOT KECAMATAN PEKALONGAN SELATAN -

0 2 51

BUDAYA HUKUM DAN PEMBERDAYAAN MASYARAKAT PENGUSAHA BATIK DALAM RANGKA MENANGGULANGI LIMBAH BATIK DI KOTA PEKALONGAN (Study Kasus Sosio Legal dan aspek ekonomi di Kota Pekalongan)

0 0 14