Analisis Penilaian Pengusaha Industri Batik terhadap Keberadaan UPL di Jenggot

6.5 Penilaian Responden mengenai Keadaan Air dan Udara

Dari keadaan lingkungan, baik kualitas air dan udara, menunjukkan bahwa terdapat perbedaan antara penilaian dari pengusaha dengan rumah tangga, dimana 15 orang 38 persen dari 40 pengusaha industri batik berpendapat bahwa keadaan air dan udara mereka baik, tanpa ada gangguan, sedangkan 22 orang 37 persen dari 60 rumah tangga berpendapat bahwa keadaan air dan udara mereka bermasalah. Hal tersebut diakibatkan karena sebagian besar para pengusaha menggunakan air PAM, dan diantaranya membuat sumur bor. Rumah tangga hanya menggunakan air sumur, yang sudah mulai berwarna dan udara sekitar lingkungan mereka yang bau akibat adanya limbah cair batik yang melewati saluran air, sehingga hal tersebut sangat menggangu rumah tangga sekitar wilayah tersebut. Tabel 7. Penilaian Keadaan Lingkungan di sekitar Responden, Tahun 2008 No Keadaan lingkungan sekitar Responden Pengusaha Rumah Tangga Jumlah Persentase Jumlah Persentase 1 Bermasalah 6 15 22 37 2 Sedikit bermasalah 14 35 16 27 3 Biasa saja 5 12 7 11 4 Baik 15 38 15 25 Total 40 100 60 100 Sumber : Data Primer Diolah

6.6 Penilaian Responden terhadap Keberadaan UPL di Jenggot

6.6.1 Analisis Penilaian Pengusaha Industri Batik terhadap Keberadaan UPL di Jenggot

Analisis penilaian responden terhadap UPL Jenggot dilakukan untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi responden yaitu pilihan rumah tangga dan pengusaha industri batik di wilayah Jenggot untuk menerima atau tidak menerima keberadaan UPL Jenggot. Sebanyak 60 responden rumah tangga ternyata 45 orang 75 persen menyatakan menerima keberadaan UPL dan 15 orang 25 persen, sedangkan responden pengusaha sebanyak 40 responden, ternyata 28 orang 70 persen menerima keberadaan UPL dan 12 orang 30 persen tidak menerima keberadaan UPL di wilayah tersebut. Alasan mereka menerima keberadaan UPL dapat dilihat dalam Tabel 8, dan yang menyatakan tidak menerima keberadaan UPL di tempat tersebut dapat dilihat di Tabel 9. Tabel 8. Penilaian Responden Menerima Keberadaan UPL, Tahun 2008 No Alasan Menerima Keberadaan UPL Pengusaha Rumah Tangga Jumlah Persentase Jumlah Persentase 1. Penting keberadaannya 3 11 10 22 2. Memperbaiki kualitas lingkungan 13 46 27 60 3. Memperbaiki kesehatan 2 7 5 11 4. Adanya anggaran dari pemerintah 1 2 5. Asalkan berjalan dengan baik 3 11 2 5 6. Mengurangi tingkat pencemaran 7 25 JUMLAH 28 100 45 100 Sumber : Data Primer Diolah Sebanyak 46 persen dari 28 pengusaha dan 60 persen dari 45 rumah tangga yang menerima keberadaan UPL, beralasan untuk memperbaiki keadaan lingkungan yang mengalami penurunan kualitasnya, seperti sumber air bersih yang sekarang ini susah didapat. Diantaranya 11 persen dari 28 pengusaha dan 22 persen dari 45 rumah tangga beranggapan bahwa keberadaan UPL sangat diperlukan di tempat tersebut sehingga mereka berkeputusan untuk menerima keberadaan UPL Jenggot. Tabel 9. Penilaian Responden Tidak Menerima Keberadaan UPL,Tahun 2008 NO Alasan Tidak Menerima Keberadaan UPL Pengusaha Rumah Tangga Jumlah Persentase Jumlah Persentase 1. Tidak berjalan atau dikelola dengan baik 6 50 6 40 2. Tidak terlalu penting 2 17 3. Tidak berguna 3 20 4. Kurang sosialisasi 4 33 1 7 5. Limbah cair batik masih belum teratasi 5 33 JUMLAH 12 100 15 100 Sumber : Data Primer Diolah Alasan responden dari pengusaha dan rumah tangga dalam tidak menerima keberadaan UPL sebagian besar dikarenakan UPL Jenggot tidak berjalan dengan baik maupun tidak dikelola dengan baik yaitu sebanyak 50 persen dari responden pengusaha industri batik dan 40 persen dari responden rumah tangga. Diantaranya 33 persen dari 12 pengusaha industri batik kurang begitu mengetahui fungsi UPL, dikarenakan kurangnya sosialisasi yang dilakukan oleh pemerintah. Terdapat 33 persen dari 15 rumah tangga beralasan bahwa masih banyaknya limbah yang belum teratasi dengan baik, sehingga sungai masih terlihat kotor, hal tersebut terjadi karena adanya kekurangan dari kapasitas tampungan UPL untuk mengolah semua limbah yang terdapat di Jenggot dan terdapatnya aliran-aliran limbah batik dari wilayah lain yang melewati sungai di wilayah Jenggot, sehingga menimbulkan penilaian bahwa UPL tersebut kurang berfungsi. Variabel tidak bebas dalam analisis ini adalah pilihan responden pengusaha batik maupun rumah tangga menerima atau tidak menerima keberadaan UPL Jenggot, sedangkan variabel bebas dari responden pengusaha batik meliputi tingkat pendidikan, tingkat pendapatan, lama tinggal, pengetahuan mengenai pencemaran, jarak rumah dengan UPL, tingkat sosialisasi, kapasitas buangan limbah dan biaya untuk mengurangi atau mencegah pencemaran. Variabel dummy dalam analisis ini adalah pengetahuan mengenai pencemaran. Tabel 10. Hasil Logit Penilaian Responden Pengusaha Industri Batik terhadap Keberadaan UPL Jenggot Tahun 2008 Parameter Koefisien P Odds Ratio Ket Constant 1,44389 0,619 - PDDK 0,902533 0,140 2,47 Berpengaruh nyata PDPTN 0,257425 0,705 1,29 Tidak berpengaruh LT -0,379461 0,474 0,68 Tidak berpengaruh PGTH 0,267360 0,820 1,31 Tidak berpengaruh JU 0,202367 0,572 1,22 Tidak berpengaruh SOSI 1,67687 0,055 5,35 Berpengaruh nyata LIMBH -0,0017304 0,051 1,00 Berpengaruh nyata BIAYA -0,0001407 0,212 1,00 Tidak berpengaruh α = 5 Log-Likelihood = -16,370 Test that all slopes are zero: G = 16,130 DF = 8, P-Value = 0,041 Goodness-of-Fit Tests Method Chi-Square DF P Ket Pearson 32,1177 31 0,411 Model Baik Deviance 32,7393 31 0,382 Model Baik Hosmer-Lemeshow 2,6080 8 0,957 Model Baik pada tingkat kepercayaan 90 persen pada tingkat kepercayaan 85 persen Hasil pengolahan menggunakan program Minitab 14 menunjukkan pengujian ketika semua slope model bernilai nol menghasilkan statistik G sebesar 16,130 dan P-value 0,041 yang berarti bahwa minimal satu slope model tidak sama dengan nol atau variabel-variabel bebas secara serentak berpengaruh nyata terhadap peluang responden pengusaha industri batik menerima atau tidak menerima keberadaan UPL di daerah Jenggot pada taraf α sama dengan 0,05. Sementara itu secara individu, variabel yang nyata mempengaruhi peluang responden menerima atau tidak menerima keberadaan UPL Jenggot adalah tingkat pendidikan α = 0,15, tingkat sosialisasi yang dilakukan pemerintah α = 0,1, dan jumlah buangan limbah perhari α = 0,1. Selain itu, berdasarkan uji kebaikan model dengan Pearson, Deviance, dan Hosmer-Lemeshow diperoleh nilai P lebih besar dari α 0,05 yang berarti parameter model layak berada dalam model. Hasil logit penilaian responden pengusaha industri batik terhadap keberadaan UPL Jenggot dapat dilihat dalam Tabel 10. Dari hasil tersebut maka diperoleh model logit yang sesuai untuk analisis ini, yaitu : Pada model tersebut variabel-variabel yang memiliki pengaruh nyata berada di level kepercayaan 85 persen adalah tingkat pendidikan, yaitu memiliki nilai P-value sebesar 0,140 yang artinya bahwa variabel ini berpengaruh nyata terhadap peluang responden menerima keberadaan UPL Jenggot pada taraf α sama dengan 0,15. Nilai koefisien bertanda positif, berarti semakin tinggi tingkat pendidikan dari responden maka akan mempengaruhi responden untuk menerima keberadaan UPL Jenggot saat ini. Berdasarkan nilai odds ratio tingkat pendidikan pengusaha industri batik yaitu sebesar 2,47 yang artinya bahwa pengusaha industri batik dengan tingkat pendidikan lebih tinggi memiliki kecenderungan dalam menerima keberadaan UPL Jenggot. Variabel-variabel yang berada pada level kepercayaan 90 persen diantaranya adalah tingkat sosialisasi dengan nilai P-value sebesar 0,055, yang artinya variabel tingkat sosialisasi berpengaruh nyata pada α 0,1 dengan bertanda koefisien positif yang berarti bahwa semakin tinggi tingkat sosialisasi yang dilakukan pemerintah maka akan mempengaruhi responden untuk menerima keberadaan UPL di Jenggot dan berdasarkan nilai odds ratio tingkat sosialisasi adalah sebesar 5,35, hal ini berarti artinya bahwa pengusaha industri batik dengan tingkat sosialisasi lebih tinggi memiliki kecenderungan dalam menerima keberadaan UPL Jenggot. Variabel besaran buangan limbah memiliki P-value sebesar 0,051 yang artinya variabel tersebut berpengaruh nyata pada α 0,1 dengan koefisien bertanda negatif, yang berarti bahwa semakin besar buangan limbah maka akan mempengaruhi responden untuk tidak menerima keberadaan UPL di Jenggot dan berdasarkan nilai odds ratio besarnya buangan limbah adalah sebesar 1,00, hal ini berarti artinya bahwa pengusaha industri batik dengan besaran buangan limbah lebih sedikit memiliki kecenderungan dalam menerima keberadaan UPL Jenggot. Hal tersebut ternyata berbeda dengan hipotesis yang dibuat, bahwa jika semakin besar jumlah buangan limbahnya maka akan mempengaruhi pengusaha untuk menerima keberadaan UPL di wilayah tersebut untuk memperbaiki kualitas airnya. Menurut perhitungan statistik didapat bahwa nilai koefisien dari jumlah buangan limbah adalah negatif. Hal tersebut dikarenakan sebagian adalah para pengusaha batik cap dan pengusaha lainnya yang hanya mbabar batik, dimana jumlah kapasitas limbahnya lebih sedikit, sehingga sangat mempengaruhi hasil penelitian. Lima variabel lainnya yang diduga berpengaruh adalah tingkat pendapatan, biaya mengurangi pencemaran, jarak industri ke UPL, lama tinggal, dan pengetahuan mengenai pencemaran yang ternyata secara statistik tidak berpengaruh nyata dalam pengambilan keputusan pengusaha industri batik menerima keberadaan UPL di wilayah tersebut. Tingkat pendapatan tidak berpengaruh nyata dikarenakan sebagian besar responden adalah pengusaha kecil, sehingga mereka dapat melihat secara obyektif untuk menerima atau tidak menerima keberadaan UPL. Besarnya biaya untuk mengurangi tingkat pencemaran tidak berpengaruh nyata dikarenakan respon dari responden, baik biaya tersebut besar maupun kecil, ternyata tidak terlalu mempengaruhi responden untuk menerima maupun tidak menerima keberadaan UPL. Responden yang tidak menerima dikarenakan dari fungsionalitas UPL sendiri yang kurang optimal. Variabel jarak industri ke UPL tidak berpengaruh dikarenakan variabel jarak tidak terlalu berpengaruh terhadap responden untuk menerima maupun tidak menerima keberadaan UPL, karena diantaranya terdapat responden yang semakin jauh dari UPL tidak menerima keberadaan UPL karena kurang begitu tahu mengenai kinerja UPL. Variabel lama tinggal tidak berpengaruh nyata, karena sebagian besar para pengusaha industri batik di Jenggot adalah penduduk asli daerah tersebut, sehingga variabel tersebut tidak terlalu berpengaruh nyata. Terakhir variabel yang juga tidak berpengaruh nyata adalah tingkat pengetahuan mengenai pencemaran, variabel ini termasuk variabel dummy, dimana jika responden mengetahui mengenai dampak dari limbah batik, diberi nilai 1, sedangkan jika tidak diberi nilai nol. Variabel tersebut tidak berpengaruh nyata dikarenakan para pengusaha beranggapan bahwa pencemaran masih terlihat dimana-mana akibat dari kurang optimalnya UPL, sehingga sebagian tidak menerima keberadaan UPL di wilayah tersebut, dan sebagian menerima dikarenakan responden optimis akan adanya perbaikan kinerja dari UPL untuk memperbaiki kualitas lingkungan. Berdasarkan analisis logit dapat diketahui nilai kondisi potensial dan aktual dari jumlah responden yaitu pengusaha industri batik yang menerima atau tidak menerima keberadaan UPL Jenggot. Kondisi frekuensi potensial dan aktual tersebut dapat dilihat pada Tabel 11, dan koreksi nilai potensial dan aktual dapat dilihat pada Tabel 12, kondisi potensial ditunjukan dengan nilai harapan expectation dan kondisi aktual penilaian responden ditunjukan dengan nilai observasi observation. Tabel 11. Frekuensi Observasi dan Harapan Peluang Pengusaha Industri Batik Menerima atau Tidak Menerima Keberadaan UPL Jenggot, 2008 Group Total 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 Value 1 Obs 2 2 3 3 3 3 4 4 4 28 Exp 0,6 1,5 2,0 2,4 3,0 3,2 3,6 3,8 3,9 4,0 28 Value 0 Obs 4 2 3 1 1 1 1 12 Exp 3,4 2,5 2,0 1,6 1,0 0,8 0,4 0,2 0,1 0,0 12 Total 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 40 Dari Tabel 12 dapat dilihat bahwa terdapat perbedaan antara kondisi aktual dengan potensial jumlah responden yang menerima atau tidak menerima keberadaan UPL Jenggot. Seluruh responden dikelompokkan menjadi 10 grup. Pada grup pertama terlihat dalam kondisi aktual, tidak ada responden yang menerima keberadaan UPL Jenggot, tetapi pada kondisi potensial terlihat bahwa 0,6 dari 4 responden akan menerima keberadaan UPL. Demikian halnya dengan keadaan responden tidak menerima keberadaan UPL Jenggot pada kondisi aktual berjumlah 4 orang, sementara pada kondisi potensial 3,4 dari 4 responden tidak menerima keberadaaan UPL Jenggot. Selisih nilai 0,6 0,6 – 0,0 = 0,6 pada grup pertama dapat dikarenakan ada 0,6 responden yang secara potensial ingin menerima keberadaan UPL Jenggot, tetapi karena merasa pengelolaan UPL oleh pemerintah kurang memuaskan, maka responden tersebut tidak menerima keberadaan UPL Jenggot. Pemahaman yang sama dapat dilakukan untuk grup kedua, ketiga, keempat, kelima, keenam, ketujuh, kedelapan, kesembilan dan kesepuluh. Secara keseluruhan dapat diperoleh bahwa secara potensial dengan jumlah aktual adalah jumlah responden yang menerima keberadaan UPL adalah 28 dan yang tidak menerima keberadaan UPL adalah 12. Tabel 12. Koreksi Nilai Observasi dan Harapan Peluang Pengusaha Industri Batik dalam Memilih Menerima atau Tidak Menerima Keberadaan UPL di Jenggot, 2008 Observasi Harapan Responden Koreksi Menerima Tidak Menerima Menerima 28 0,0 100 Tidak menerima 0,0 12 100 Nilai Keseluruhan Terkoreksi 100 Tabel 12 menunjukkan nilai observasi dan harapan peluang responden pengusaha industri batik menerima keberadaan UPL di Jenggot secara keseluruhan. Dari tabel diperoleh bahwa antara nilai observasi dan nilai harapan responden tidak terdapat perbedaan bias sehingga nilai kebenaran observasi nilai koreksi keseluruhan bernilai 100 persen dan menunjukkan bahwa model yang dihasilkan sudah baik.

6.6.2 Analisis Penilaian Rumah Tangga di Desa Jenggot terhadap Keberadaan UPL di Jenggot

Dokumen yang terkait

PENAKSIRAN NILAI EKONOMI TAMAN WISATA LEMBAH HIJAU DENGAN PENDEKATAN : CONTINGENT VALUATION METHOD

7 56 78

IMPLEMENTASI PERATURAN DAERAH NOMOR 3 TAHUN 2010 TENTANG LINGKUNGAN HIDUP (Studi Kasus di Kelurahan Jenggot, Kecamatan Pekalongan Selatan, Kota Pekalongan)

0 8 71

HUBUNGAN PRAKTEK PENCEGAHAN PENULARAN DENGAN KEJADIAN FILARIASIS DI KELURAHAN JENGGOT KOTA PEKALONGAN TAHUN 2015

0 18 114

Analisis willingness to accept masyarakat terhadap tempat pembuangan akhir sampah bantargebang dengan pendekatan contingent valuation method (kasus Kelurahan Udik Kecamatan Bantargebang Kota Bekasi)

2 10 163

Analisis ekonomi lingkungan pengelolaan limbah industri kecil tapioka/aci: Pendekatan contingent valuation method (CVM) (Kasus Kelurahan Ciluar, Kecamatan Bogor Utara, Kota Bogor)

7 62 279

Perencanaan Lanskap Kawasan Industri Batik Rumah Tangga Di Kelurahan Jenggot Kota Pekalongan

1 9 80

Pemanfaatan Tenaga Kerja Anak pada Industri Batik di Kelurahan Buaran Kecamatan Pekalongan Pekalongan Selatan Kota Pekalongan (Kasus di industri batik “Faaro” dan “Ghinata).

6 17 119

KESEDIAAN MEMBAYAR MITIGASI BANJIR DENGAN PENDEKATAN CONTINGENT VALUATION METHOD | Rusminah | JESP: Jurnal Ekonomi & Studi Pembangunan 1252 3516 1 SM

0 0 12

PARTISIPASI PENGRAJIN BATIK DALAM PENGELOLAAN LIMBAH DI WILAYAH INDUSTRI BATIK KELURAHAN JENGGOT KECAMATAN PEKALONGAN SELATAN -

0 2 51

BUDAYA HUKUM DAN PEMBERDAYAAN MASYARAKAT PENGUSAHA BATIK DALAM RANGKA MENANGGULANGI LIMBAH BATIK DI KOTA PEKALONGAN (Study Kasus Sosio Legal dan aspek ekonomi di Kota Pekalongan)

0 0 14