Usia Pendidikan Terakhir Karakteristik Pengusaha Industri Batik Desa Jenggot

5.3.1 Usia

Tingkat Usia responden tergolong beragam, dengan distribusi usia dibawah usia 30 tahun sampai usia lebih dari 50 tahun. Jumlah responden tertinggi terdapat pada sebaran usia 40 tahun sampai usia 49 tahun, yaitu berjumlah 16 orang dari 40 responden 40 persen. Respoden yang berusia kurang dari 30 tahun berjumlah 5 orang 13 persen. Sebagian besar responden berumur 40 sampai 50 tahun karena biasanya usaha tersebut dipegang oleh seorang kepala keluarga, dan diantaranya terdapat responden yang berumur dibawah 30 tahun, karena usaha tersebut diserahkan ke tangan anaknya sebagai penerus usaha orang tuanya. Perbandingan distribusi usia responden pengusaha industri batik Desa Jenggot pada tahun 2008 dapat dilihat pada Gambar 3. Gambar 3. Karakteristik Responden Berdasarkan Distribusi Usia Di Desa Jenggot Tahun 2008

5.3.2 Pendidikan Terakhir

Tingkat pendidikan responden sangat bervariasi, mulai dari jenjang Sekolah Dasar SD sampai ke jenjang Perguruan Tinggi PT. sebanyak 9 orang responden 23 persen hanya mencapai jenjang SD. Sejumlah 13 orang 33 persen pernah mencapai jenjang SLTP, 11 orang 28 persen pernah mencapai jenjang SMU, 4 orang 13 persen hanya mencapai jenjang pesantren dan dua responden 5 persen mencapai jenjang perguruan tinggi. Distribusi tingkat pendidikan responden di Desa Jenggot dapat dilihat pada Gambar 4. Gambar 4. Karakteristik Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan di Desa Jenggot Tahun 2008 Seperti terlihat di Gambar 4, sebagian besar responden mencapai tingkat SLTP, melihat rata-rata antar responden yang pernah mengeyam SLTP hanya beberapa persen ini dikarenakan sebagian besar di wilayah tersebut pendidikan kurang begitu diperlukan, sebagian besar setelah SMU atau SLTP mereka langsung menikah maupun langsung bekerja sebagai buruh di sektor industri batik, sehingga akhirnya membawa pendapat “buat apa sekolah tinggi-tinggi nantinya juga kerja nerusin usaha orang tua sebagai pengusaha batik”.

5.3.3 Jenis Pekerjaan

Dokumen yang terkait

PENAKSIRAN NILAI EKONOMI TAMAN WISATA LEMBAH HIJAU DENGAN PENDEKATAN : CONTINGENT VALUATION METHOD

7 56 78

IMPLEMENTASI PERATURAN DAERAH NOMOR 3 TAHUN 2010 TENTANG LINGKUNGAN HIDUP (Studi Kasus di Kelurahan Jenggot, Kecamatan Pekalongan Selatan, Kota Pekalongan)

0 8 71

HUBUNGAN PRAKTEK PENCEGAHAN PENULARAN DENGAN KEJADIAN FILARIASIS DI KELURAHAN JENGGOT KOTA PEKALONGAN TAHUN 2015

0 18 114

Analisis willingness to accept masyarakat terhadap tempat pembuangan akhir sampah bantargebang dengan pendekatan contingent valuation method (kasus Kelurahan Udik Kecamatan Bantargebang Kota Bekasi)

2 10 163

Analisis ekonomi lingkungan pengelolaan limbah industri kecil tapioka/aci: Pendekatan contingent valuation method (CVM) (Kasus Kelurahan Ciluar, Kecamatan Bogor Utara, Kota Bogor)

7 62 279

Perencanaan Lanskap Kawasan Industri Batik Rumah Tangga Di Kelurahan Jenggot Kota Pekalongan

1 9 80

Pemanfaatan Tenaga Kerja Anak pada Industri Batik di Kelurahan Buaran Kecamatan Pekalongan Pekalongan Selatan Kota Pekalongan (Kasus di industri batik “Faaro” dan “Ghinata).

6 17 119

KESEDIAAN MEMBAYAR MITIGASI BANJIR DENGAN PENDEKATAN CONTINGENT VALUATION METHOD | Rusminah | JESP: Jurnal Ekonomi & Studi Pembangunan 1252 3516 1 SM

0 0 12

PARTISIPASI PENGRAJIN BATIK DALAM PENGELOLAAN LIMBAH DI WILAYAH INDUSTRI BATIK KELURAHAN JENGGOT KECAMATAN PEKALONGAN SELATAN -

0 2 51

BUDAYA HUKUM DAN PEMBERDAYAAN MASYARAKAT PENGUSAHA BATIK DALAM RANGKA MENANGGULANGI LIMBAH BATIK DI KOTA PEKALONGAN (Study Kasus Sosio Legal dan aspek ekonomi di Kota Pekalongan)

0 0 14