PENGARUH IKLIM SEKOLAH TERHADAP KEDISIPLINAN BELAJAR SISWA KELAS VII DI SMP TEUKU UMAR SEMARANG

(1)

i

KEDISIPLINAN BELAJAR SISWA KELAS VII DI SMP

TEUKU UMAR SEMARANG

SKRIPSI

disajikan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Psikologi

oleh Ornela Hapsari

1511409039

JURUSAN PSIKOLOGI

FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG


(2)

(3)

(4)

iv

MOTTO DAN PERSEMBAHAN

Motto

Sesungguhnya bersama setiap kesulitan ada kemudahan, Maka apabila kamu telah selesai (dari segala urusan), kerjakanlah dengan sungguh-sungguh (urusan) yang lain, dan hanya kepada Tuhanmulah hendaknya kamu berharap (Q.S Al-Insyiroh, ayat 6,7 dan 8).

Ketika tidak ada satupun yang dapat menyayangimu dengan sempurna. Tuhan masih selalu menyayangimu dengan sempurna (Penulis).

PERSEMBAHAN

Karya sederhana ini dipersembahkan untuk : Ayah dan Ibu tercinta, yang selalu mendoakanku dari jauh, memberiku semangat dan selalu menyayangiku

Sahabat-Sahabatku yang selalu memberiku motivasi (Ika, Meivita, Dewi, Agatha)

Keluarga besar Kos Joglo


(5)

v

KATA PENGANTAR

Alhamdulillahirabbil’alamin. Puji Syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan segala rahmat, hidayah, dan anugerah-Nya, sehingga penulis mampu menyelesaikan penyusunan skripsi yang berjudul “Pengaruh Iklim Sekolah terhadap Kedisiplinan Belajar Siswa Kelas VII di SMP Teuku Umar Semarang”. Bantuan, motivasi, dukungan, dan do’a dari berbagai pihak membantu penulis menyelesaikan skripsi ini, oleh karena itu penulis mengucapkan terima kasih setulus hati kepada :

1. Drs. Hardjono, M.Pd, dekan Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Semarang

2. Dr. Edy Purwanto, M. Si, Ketua Jurusan Psikologi Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Semarang yang telah membantu kelancaran ujian skripsi. 3. Amri Hana Muhammad, S.Psi., M.A sebagai penguji utama, terima kasih atas

saran dan bimbingannya.

4. Drs. Sugeng Hariyadi, S.Psi, M.Si sebagai dosen pembimbing I yang telah membimbing dan meluangkan waktu sampai terselesaikannya skripsi ini. 5. Rahmawati Prihastuty, S.Psi, M.Si sebagai dosen pembimbing II dan sebagai

dosen wali yang telah membimbing dan meluangkan waktu sampai terselesaikannya skripsi ini.

6. Bapak dan Ibu dosen yang telah membagikan ilmunya, terima kasih atas segala pengajarannya.


(6)

vi

7. Kepala Sekolah, guru-guru dan para karyawan SMP Teuku Umar Semarang yang telah banyak membantu terlaksananya penelitian.

8. Ibu Ayu sebagai koordinator guru BK di SMP Teuku Umar Semarang yang telah banyak membantu dalam melaksanakan penelitian ini.

9. Ayah dan Ibu tercinta yang selalu mencurahkan kasih sayang, semangat, dan doa yang tiada henti untuk kesuksesan saya. Selesainya skripsi ini adalah sebuah hadiah kecil dari penulis untuk cinta kasih kalian.

10. Sahabat-sahabatku Ika, Vitria, Galih, Agatha, Meivita, Dewi, Yunika, Lian, Fajar yang selalu memberikan doa, semangat dan dukungannya.

11. Keluarga Besar Kos Joglo, khususnya untuk Nisa, Nanda, Pika, Yulia, Dian, Messie, Kak Rani, Kak Lita yang selalu menemani saya ketika jenuh mengerjakan skripsi.

12. Teman-teman Psikologi 2009 yang telah berjuang bersama-sama selama beberapa semester ini.

13. Semua pihak yang turut membantu penyelesaian skripsi ini yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu.

Akhirnya penulis mengucapkan terima kasih setulus hati kepada semua pihak yang telah membantu penyusunan skripsi ini. Penulis berharap skripsi ini memberikan manfaat dan kontribusi dalam bidang psikologi dan semua pihak pada umumnya.

Semarang, 13 Januari 2014


(7)

vii

ABSTRAK

Hapsari, Ornela 2014. Pengaruh Iklim Sekolah terhadap Kedisiplinan Belajar Siswa Kelas VII di SMP Teuku Umar Semarang. Skripsi. Jurusan Psikologi Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Semarang. Pembimbing I: Drs. Sugeng Hariyadi, S.Psi, M.S. Pembimbing II: Rahmawati Prihastuty, S.Psi, M.Si. Kata Kunci: Iklim Sekolah, Kedisiplinan, Belajar

Penelitian ini dilatarbelakangi dari fenomena di dunia pendidikan yang muncul saat ini adalah banyaknya siswa yang tidak disiplin dalam belajar, misalnya sering datang terlambat ke sekolah, membolos, mengumpulkan tugas tidak tepat waktu, tidak mengerjakan pekerjaan rumah, tidak mengikuti upacara bendera, dan lebih mengkhawatirkan lagi adalah berkelahi dengan teman yang terutama sering dilakukan oleh siswa. Kedisiplinan dipengaruhi oleh kepemimpinan kepala sekolah, kedisiplinan para guru dan interaksi antar semua unsur yang ada di sekolah, komponen-komponen ini di dalam dunia pendidikan di sebut dengan iklim sekolah

Penelitian ini merupakan penelitian kuantitaif korelasional bertujuan untuk mengetahui Pengaruh Iklim Sekolah terhadap Kedisiplinan Belajar Siswa Kelas VII di SMP Teuku Umar Semarang. Subjek pada penelitian berjumlah 70 subjek. Pengambilan sampel dalam penelitian ini menggunakan teknik Simple Random Sampling.

Data penelitian diambil menggunakan skala iklim sekolah dan skala kedisiplinan belajar. Metode analisis data yang digunakan adalah adalah korelasi

product moment. Skala iklim sekolah terdiri dari 51 item yang valid dan koefisien

alpha cronbach reliabilitasnya 0,943. Skala kedisiplinan belajar terdiri dari 35 item yang valid dan koefisien alpha cronbach reliabilitasnya 0,899. Berdasarkan analisis korelasi product moment diperoleh nilai r= 0,857 dengan taraf signifikansi atau p= 0,000 dimana p < 0,01. Hal tersebut menunjukkan bahwa pengaruh antara keduanya adalah positif. Jadi jika iklim sekolah tinggi maka kedisiplinan belajar juga tinggi. Berdasarkan analisis koefisien determinasi 34,4 % kedisiplinan belajar dapat dipengaruhi oleh iklim sekolah dan 65,6% dipengaruhi oleh faktor lain.

Hasil penelitian ini dapat memberikan masukan bagi sekolah SMP Teuku Umar untuk meningkatkan iklim sekolah agar lebih kondusif sehingga kedisiplinan belajar yang dimiliki para siswa semakin meningkat.


(8)

viii

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ... i

PENGESAHAN ... ii

PERNYATAAN ... iii

MOTTO DAN PERUNTUKAN ... iv

KATA PENGANTAR... v

ABSTRAK ... vii

DAFTAR ISI ... viii

DAFTAR TABEL ... xii

DAFTAR GAMBAR ... xvi

DAFTAR LAMPIRAN ... xviii

BAB 1 PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar belakang ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 13

1.3 Tujuan Penelitian ... 13

1.4 Manfaat Penelitian ... 13

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ... 15

2.1 Iklim Sekolah ... 15


(9)

ix

2.1.2 Aspek-Aspek Iklim Sekolah ... 17

2.1.3 Dimensi Iklim Sekolah ... 18

2.1.4 Iklim Sekolah yang Sehat...……… 19

2.1.5 Norma-Norma Iklim Sekolah...…………... ... 22

2.1.6 Macam-Macam Iklim Sekolah ... 24

2.1.7 Karakteristik Iklim Sekolah ... 25

2.2 Kedisiplinan Belajar ... 26

2.2.1 Pengertian Kedisiplinan ... 26

2.2.1.1 Pentingnya Kedisiplinan ... 28

2.2.1.2 Fungsi Disiplin ... 30

2.2.1.3 Unsur-Unsur Disiplin ... 31

2.2.1.4 Jenis-Jenis Disiplin ... 34

2.2.1.4 Pembentukan Disiplin ... 35

2.2.2 Pengertian Belajar ... 36

2.2.2.1 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Belajar ... 37

2.2.2.2 Jenis-Jenis Belajar ... 38

2.2.2.3 Prinsip-Prinsip Belajar ... 40

2.2.3 Pengertian Kedisiplinan Belajar ... 41

2.2.4 Indikator Kedisiplinan Belajar ... 43

2.3 Pengaruh Iklim Sekolah terhadap Kedisiplinan Belajar Siswa... 44

2.4 Kerangka Berpikir ... 50


(10)

x BAB

3 METODE PENELITIAN ... 53

3.1 Jenis dan Desain Penelitian... 53

3.1.1 Jenis Penelitian ... 53

3.1.2 Desain Penelitian ... 53

3.2 Variabel Penelitian... 54

3.2.1 Identifikasi Variabel Penelitian ... 54

3.2.2 Definisi Operasional Variabel Penelitian ... 54

3.2.2.1 Kedisiplinan Belajar... 54

3.2.2.2 Iklim Sekolah ... 55

3.3 Hubungan Antar Variabel Penelitian ... 56

3.4 Populasi dan Sampel ... 56

3.4.1 Populasi ... 56

3.4.2 Sampel ... 56

3.5 Metode dan Pengumpulan Data ... 57

3.5.1 Skala Kedisiplinan Belajar... 57

3.5.2 Skala Iklim Sekolah ... 59

3.6 Validitas dan Reliabilitas ... 61

3.6.1 Validitas ... 61

3.6.2 Reliabilitas ... 62

3.7 Uji Coba ... 63

3.7.1 Persiapan Uji Coba Instrumen ... 63


(11)

xi

3.7.3 Hasil Uji Coba Validitas... 65

3.7.3.1 Skala Kedisiplinan Belajar ... 65

3.7.3.2 Skala Iklim Sekolah ... 67

3.7.4 Hasil Uji Coba Reliabilitas ... 69

3.8 Metode Analisis Data ... 69

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN ... 71

4.1 Persiapan Penelitian ... 71

4.1.1 Orientasi Kancah Penelitian ... 71

4.1.2 Penentuan Subjek Penelitian ... 72

4.2 Pelaksanaan Penelitian ... 73

4.2.1 Pengumpulan Data ... 73

4.2.2 Pelaksanaan Skoring ... 73

4.3 Hasil Penelitian ... 74

4.3.1 Analisis Diskriptif ... 74

4.3.2 Gambaran Kedisiplinan Belajar Siswa SMP Teuku Umar ... 74

4.3.2.1 Gambaran Umum Kedisiplinan Belajar Siswa SMP Teuku Umar .... 75

4.3.2.2 Gambaran Spesifik Kedisiplinan Belajar Siswa SMP Teuku Umar Berdasarkan Tiap Indikator ... 76

4.3.2.2.1Gambaran kedisiplinan belajar berdasarkan indikator dapat mengatur waktu belajar di rumah ... 77

4.3.2.2.2Gambaran kedisiplinan belajar berdasarkan indikator rajin dan teratur belajar ... 78

4.3.2.2.3Gambaran kedisiplinan belajar berdasarkan indikator perhatian saat di kelas ... 79


(12)

xii

4.3.2.2.4Gambaran kedisiplinan belajar berdasarkan indikator ketertiban

diri saat belajar di sekolah ... 80

4.3.3 Gambaran Iklim Sekolah SMP Teuku Umar ... 82

4.3.3.1 Gambaran Umum Iklim Sekolah SMP Teuku Umar ... 82

4.3.3.2 Gambaran Spesifik Iklim Sekolah SMP Teuku Umar Berdasarkan Tiap Indikator ... 84

4.3.3.2.1Gambaran iklim sekolah berdasarkan aspek interaksi. ... 84

4.3.3.2.2Gambaran iklim sekolah berdasarkan aspek proses belajar ... 88

4.3.3.2.2Gambaran iklim sekolah berdasarkan aspek kondisi sekolah ... 93

4.4 Metode Analisis Data ... 99

4.4.1 Uji Normalitas Data... 99

4.4.2 Uji Linieritas ... 100

4.4.3 Uji Hipotesis ... 101

4.4.3.1 Analisis Regresi Sederhana ... 101

4.5 Pembahasan ... 105

4.5.1 Pembahasan Analisis Deskriptif Iklim Sekolah dengan Kedisiplinan Belajar Siswa kelas VII di SMP Teuku Umar Semarang ... 105

4.5.1.1 Pembahasan Analisis Diskriptif Iklim Sekolah ... 105

4.5.1.1 Pembahasan Analisis Diskriptif Kedisiplinan Belajar ... 108

4.5.2 Pembahasan Analisis Inferensial Iklim Sekolah dengan Kedisiplinan Belajar Siswa Kelas VII di SMP Teuku Umar Semarang ... 110


(13)

xiii BAB

5 PENUTUP ... 118

5.1 Simpulan ... 118

5.2 Saran ... 119

DAFTAR PUSTAKA ... 121


(14)

xiv

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1.1 Data Absensi Siswa Kelas VII Tahun 2012/2013 ... . 5

1.2 Data Keterlambatan Siswa Kelas VII Tahun 2012/2013 ... . 5

3.1 Blue Print Skala Kedisiplinan Belajar ... . 58

3.2 Skoring Item Skala Kedisiplinan Belajar ... . 59

3.3 Blue Print Skala Iklim Sekolah... . 59

3.4 Skoring Item Skala Iklim Sekolah ... . 60

3.5 Hasil Uji Coba Skala Kedisplinan Belajar ... . 66

3.6 Sebaran Baru Skala Kedisiplinan Belajar... . 66

3.7 Hasil Uji Coba Skala Iklim Sekolah ... . 67

3.8 Sebaran Baru Skala Iklim Sekolah ... . 68

3.9 Interpretasi Reliabilitas ... . 69

3.10 Penggolongan Kriketeria Analisis Berdasarkan Mean Hipotik ... . 70

4.1 Gambaran Kedisiplinan Belajar Siswa SMP Teuku Umar ... . 75

4.2 Gambaran Kedisiplinan Belajar Indikator dapat Mengatur Waktu Belajar ... . 77

4.3 Gambaran Kedisiplinan Belajar Indikator Rajin dan Teratur Belajar ... . 78

4.4 Gambaran Kedisiplinan Belajar Indikator Perhatian saat di Kelas ... . 80

4.5 Gambaran Kedisiplinan Belajar Indikator Ketertiban Diri saat Belajar di Sekolah ... . 81

4.6 Ringkasan Diskriptif Kedisiplinan Belajar Siswa Kelas VII di SMP Teuku . ... 81


(15)

xv

4.8 Gambaran Iklim Sekolah Berdasarkan Aspek Interaksi ... . 85

4.9 Gambaran Interaksi Peserta Didik dengan Guru ... . 86

4.10 Gambaran Interaksi Peserta Didik dengan Karyawan ... . 87

4.11 Gambaran Interaksi Peserta Didik dengan Peserta Didik Lain ... . 88

4.12 Gambaran Iklim Sekolah Berdasarkan Aspek Proses Belajar ... . 89

4.13 Gambaran Aspek Proses Belajar Berdasarkan Indikator Suasana Demokratis ... . 90

4.14 Gambaran Aspek Proses Belajar Berdasarkan Indikator Kepedulian... 91

4.15 Gambaran Aspek Proses Belajar Berdasarkan Indikator Keterbukaan ... 92

4.16 Gambaran Aspek Proses Belajar Berdasarkan Indikator Kebersamaan ... . 93

4.17 Gambaran Iklim Sekolah Berdasarkan Aspek Kondisi Sekolah ... 94

4.18 Gambaran Aspek Kondisi Sekolah Berdasarkan Indikator Keamanan ... . 95

4.19 Gambaran Aspek Kondisi Sekolah Berdasarkan Indikator Ketertiban ... . 96

4.20 Gambaran Aspek Kondisi Sekolah Berdasarkan Indikator Kebersihan dan Kesehatan ... . 97

4.21 Gambaran Aspek Kondisi Sekolah Berdasarkan Indikator Keindahan... . 98

4.22 Ringkasan Diskriptif Iklim Sekolah SMP Teuku Umar Semarang ... . 99

4.23 Uji Normalitas Data ... . 100

4.24 Uji Linieritas ... . 101

4.25 Analisis Korelasi Iklim Sekolah Dengan Kedisiplinan Belajar ... . 102


(16)

xvi

4.27 Uji ANOVA ... . 104 4.28 Analisis Persamaan Regresi Pengaruh Antara Iklim Sekolah

Terhadap Kedisiplinan Belajar ... . 104 4.29 Interpretasi Terhadap Koefisien Korelasi (r) ... . 111


(17)

xvii

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

2.1 Kerangka Berpikir Pengaruh Iklim Sekolah terhadap Kedisiplinan

Belajar Siswa ... 50

3.1 Hubungan Antar Variabel ... 56

4.1 Gambaran Umum Kedisiplinan Belajar Siswa Smp Teuku Umar... 76

4.2 Ringkasan Diskriptif Kedisiplinan Belajar ... 82

4.3 Gambaran Umum Iklim sekolah di SMP Teuku umar ... 84


(18)

xviii

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran

1. Instrumen Penelitian 2. Tabulasi Data Skor Awal

3. Uji Validitas dan Uji Reliabiltas Instrumen 4. Tabulasi Data Skor Valid

5 . Tabulasi Data Penelitian Apek 6 . Uji Asumsi

7 . Surat Ijin Penelitian 8. Dokumentasi 8. Absensi Siswa


(19)

1

1.1 Latar Belakang Masalah

Berbicara mengenai sumber daya manusia yang unggul dan berkualitas tentu tidak bisa lepas dari masalah pendidikan. Pendidikan merupakan suatu proses dalam membentuk, mengarahkan dan mengembangkan kepribadian serta kemampuan seseorang. Pendidikan diharapkan mampu meningkatkan kualitas sumber daya manusia dan memajukan ilmu pengetahuan dan teknologi (Lacopa, 2012: 22).

Sekolah sebagai lembaga yang mengembangkan proses pembelajaran selain bertujuan mengembangkan pengetahuan siswa, kepribadian, aspek sosial emosional, ketrampilan-ketrampilan, juga bertanggung jawab memberikan bimbingan dan bantuan terhadap peserta didik yang bermasalah, baik dalam belajar, emosional, maupun sosial sehingga dapat tumbuh dan berkembang secara optimal sesuai dengan potensi masing-masing. Hasil pembelajaran tersebut, seharusnya berdampak baik bagi mutu pendidikan dan kehidupan bangsa Indonesia. Menurut Samana (dalam Werdiningsih, 2007: 2) dalam meningkatkan mutu pendidikan, banyak hal yang harus diperbaiki seperti kurikulum, tenaga kependidikan yang harus benar-benar profesional, adanya fasilitas yang memadai, sistem pendekatan guru yang sesuai, situasi sosial dengan ekologis di sekolah serta kondisi mental spiritual siswa yang termasuk di dalamnya masalah


(20)

kedisiplinan siswa. Kedisiplinan adalah perilaku seseorang yang sesuai dengan tata tertib atau aturan yang berlaku baik yang muncul dari kesadaran dirinya maupun karena karena adanya sanki atau hukuman (Lacopa, 2012: 26).

Kedisiplinan yang menjadi kajian dalam penelitian ini adalah disiplin belajar. Kedisiplinan belajar merupakan kondisi yang sangat penting dan menentukan keberhasilan seorang siswa dalam proses belajar (Sudarma, 2007: 171). Proses belajar yang baik adalah proses belajar yang bisa memudahkan siswa dalam memahami materi pelajaran yang diajarkan. Belajar dengan disiplin yang terarah dapat menghindarkan diri dari rasa malas dan menimbulkan semangat siswa dalam belajar, yang pada akhirnya akan dapat meningkatkan daya kemampuan belajar siswa.

Disiplin adalah kunci sukses dan keberhasilan. Siswa yang tidak menyadari pentingnya kedisiplinan belajar akan menganggap hal tersebut merupakan tindakan yang sangat membosankan, sehingga untuk belajar harus dilakukan dengan paksaan dari orang lain yaitu orang tua dan guru. Disiplin memberikan manfaat yang besar dalam diri seseorang, untuk itulah kedisiplinan sangat diperlukan dalam usaha meningkatkan suatu kehidupan yang teratur dan meningkatkan prestasi dalam belajar karena sifatnya yang mengatur dan mendidik.

Disiplin sebagai alat untuk mendidik yang digunakan dalam proses belajar dengan lingkungan, yang di dalamnya terdapat nilai-nilai yang membawa pengaruh dan perubahan perilaku. Prasetyo dan Muliadi (dalam Lacopa, 2010: 26) membagi indikator kedisiplinan siswa menjadi tiga macam, yaitu: disiplin di


(21)

dalam kelas, disiplin di luar kelas di dalam lingkungan sekolah dan disiplin belajar di rumah. Siswa yang memiliki disiplin belajar akan menunjukkan adanya kesiapan dalam mengikuti pelajaran kelas, hadir sebelum pelajaran dimulai, perhatian dan konsentrasi dalam belajar, tidak menyontek pada saat ujian, mengerjakan PR dan memiliki kelengkapan belajar misalnya buku dan alat belajar lainnya. Sebaliknya siswa yang kurang memiliki disiplin belajar maka tidak menunjukkan kesiapan dalam mengikuti pelajaran, membolos, tidak mengerjakan tugas-tugas dari guru, tidak mengerjakan PR, mengganggu kelas yang sedang belajar, menyontek, tidak memperhatikan pelajaran yang sedang dijelaskan oleh guru, berbicara dengan teman sebelah saat pelajaran berlangsung, terlambat hadir ke sekolah (Tu’u, 2004: 55).

Fenomena di dunia pendidikan yang muncul saat ini adalah banyaknya siswa yang tidak disiplin dalam belajar, misalnya sering datang terlambat ke sekolah, membolos, mengumpulkan tugas tidak tepat waktu, tidak mengerjakan pekerjaan rumah, tidak mengikuti upacara bendera, dan lebih mengkhawatirkan lagi adalah berkelahi dengan teman yang terutama sering dilakukan oleh siswa.

Kompas 2010 memuat berita mengenai razia yang dilakukan oleh pemerintah kota Tanggerang juga merazia pelajar di empat wilayah, yaitu Tanggerang kota, Ciledug, Batuceper, dan Karawaci, dari razia tersebut terjaring 50 siswa yang bolos sekolah di mall, warnet dan tempat nongkrong mereka. Pelajar yang terjaring razia terdiri dari siswa SMP dan SMA. Tujuan razia ini adalah untuk menertibkan pelajar, sehingga polisi tidak menahan pelajar tersebut (Hartanti, 2012: 125).


(22)

Lampost.co tahun 2013 menyatakan bahwa sebanyak 33 siswa SMP di Bandar Lampung mengundurkan diri menjadi peserta Ujian Nasional (UN) SMP sederajat tahun 2013. Sesuai dengan aturan, sekolah sudah berkali-kali mengunjungi siswa-siswa tersebut tapi ke-33 siswa tersebut berkeras tak mau

mengikuti UN. “Pihak sekolah sudah jemput bola ke rumah siswa, tapi yang

bersangkutan tetap tidak mau mengikuti UN. Selain itu, sebanyak 10 siswa juga tidak bisa mengikuti UN tahun ini karena dikeluarkan dari sekolah atau drop out

(DO). Para siswa DO berasal dari sub rayon 11. Kebanyakan siswa DO karena alasan ketidakdisiplinan. Pada pelaksanaan UN hari pertama, dua siswa tidak hadir tanpa memberikan keterangan. Syamsidar menjelasakan satu siswa dari sub rayon 11 batal menjadi peserta UN karena meninggal dan dipastikan dua siswa harus mengikuti UN susulan karena sakit (http//www.Lompos.co//2013//33 Siswa SMP Tak Ikuti UN.htm).

Menurut hasil pengamatan tidak terstruktur di SMP Teuku Umar Semarang, SMP tersebut memiliki visi, misi dan tujuan sekolah yaitu unggul dalam kedisiplinan sekolah. Pada kenyataanya masih ditemukan banyak siswa kelas VII yang kurang disiplin dalam belajar, antara lain beberapa siswa yang keluar saat jam pelajaran dan ada beberapa siswa yang membolos, yaitu rata-rata sekitar 3 hingga 4 siswa yang tidak masuk tanpa surat keterangan, banyaknya siswa yang sering terlambat masuk kelas, dan ada beberapa siswa yang mengabaikan tugas dari guru. Menurut hasil wawancara dengan guru BK, beberapa mata pelajaran yang kurang diminati oleh siswa seperti IPA (fisika, biologi), matematika dan Bahasa Inggris menjadikan siswa malas dan tidak


(23)

memperhatikan guru melainkan membuat gaduh dikelas, serta banyaknya siswa yang memanfaatkan jam kosong untuk keluar kelas dan terkadang mengganggu kelas lain.

Masalah lain yang sering muncul diantara para siswa SMP ini adalah adanya perkelahian antar siswa karena siswa saling mengejek. Dalam penelitian ini dipilih siswa kelas VII SMP Teuku Umar Semarang sebagai subjek penelitian, karena di kelas VII tingkat kedisiplinan belajar siswa masih kurang. Hal ini disebabkan oleh latar belakang siswa dari beberapa SD yang kurang memperhatikan kedisiplinan dan pemilihan sekolah yang sebenarnya tidak diinginkan oleh siswa.

Berikut adalah data yang diambil oleh peneliti pada tanggal 26 April 2013: Tabel 1.1 Data Absensi Siswa kelas VII Tahun 2012/2013

No Bulan Rekap Absensi Siswa

Total siswa Rata-rata siswa dalam %

1 Januari 195 2,73%

2 Februari 141 2,05%

3 Maret 104 1,40%

4 April 148 2 %

5 Mei 201 2, 81 %

Tabel 1.2 Data Keterlambatan Siswa Kelas VII Tahun 2012/2013

No Bulan Rekap keterlambatan Siswa

Total siswa Rata-rata siswa dalam %

1 Januari 98 1,37%

2 Februari 62 0,90%

3 Maret 16 0,22%

4 April 51 0,69%


(24)

Berdasarkan data diatas dengan jumlah subjek 286 siswa, maka diperoleh prosentase ketidakhadiran bulan januari 2,73%, februari 2,05%, maret 1,4%, april 2%, mei 2,81% sehingga diperoleh rata-rata absensi siswa selama 5 bulan adalah 2,198% dan prosentase keterlambatan siswa bulan januari 1,37%, februari 0,9%, maret 0,2%, april 0,69%, mei 0,48% sehingga diperoleh rata-rata keterlambatan siswa selama 5 bulan adalah 0,632%. Dari hasil prosentase diketahui bahwa ketidakhadiran siswa kelas VII (semester 2) pada bulan januari hingga maret mengalami penurunan namun pada bulan april hingga mei mengalami peningkatan, sedangkan prosentase keterlambatan siswa pada bulan januari hingga mei mengalami ketidakstabilan. Berdasarkan wawancara dengan guru BK di salah satu sekolah negeri, kelas dikatakan sehat apabila kehadiran siswa mencapai 97-98%, sedangkan hasil prosentase ketidakhadiran siswa kelas VII di SMP Teuku Umar masuk ke dalam ambang batas sekolah tidak sehat yang berarti sekolah tersebut memiliki kedisiplinan yang kurang.

Beberapa perilaku yang dilakukan oleh para siswa seperti membolos, terlambat masuk sekolah, kurangnya minat dan semangat selama berlangsungnya pelajaran menunjukkan bahwa kedisiplinan belajar yang mereka miliki cukup rendah. Hal tersebut tidak sesuai dengan kondisi fisik sekolah yang mendukung untuk proses belajar mengajar serta sarana dan prasaran yang tersedia, yaitu terdapat 24 ruang kelas, 1 perpustakaan, 1 laboratorium IPA, 1 laboratorium komputer, 2 ruang osis, 2 lapangan olahrga. Banyak faktor yang mempengaruhi kedisiplinan belajar siswa seperti halnya siswa itu sendiri dan fasilitas yang tersedia di sekolah. Kedisiplinan siswa tidak hanya ditentukan oleh sarana dan


(25)

prasarana saja, namun kedisiplinan dipengaruhi oleh kepemimpinan kepala sekolah, kedisiplinan para guru dan interaksi antar semua unsur yang ada di sekolah, komponen-komponen ini di dalam dunia pendidikan di sebut dengan iklim sekolah. Hal ini beralasan karena ketika para siswa berada di sekolah, mereka berinteraksi dengan guru dan siswa lainnya yang dapat menumbuhkan dan mendorong semangat dalam proses belajar mengajar. Para guru seharusnya lebih memperhatikan dan dapat menciptakan iklim yang kondusif untuk meningkatkan kedisiplinan belajar siswa.

Metode pengajaran yang diberikan guru, membuat siswa menjadi bosan. Misalnya guru yang hanya menyampaikan materi melalui cara yang sama secara berulang-ulang sehingga mengurangi minat siswa untuk mengikuti pelajaran, guru kurang bersikap interaktif dalam menyampaikan materi. Pemberian hukuman atau kredit point pada setiap pelanggaran yang dilakukan dikatakan cukup tegas meskipun untuk siswa kelas VII, namun hal tersebut masih kurang mendapatkan respon positif dari para siswa.

Menurut Minarti (2011: 193) tujuan penengakkan disiplin sering tidak mendapatkan respon yang positif dari siswa. Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu kepemimpinan guru atau kepala sekolah yang otoriter yang menyebabkan sikap siswa yang agresif ingin berontak akibat kekangan dan perlakuan yang tidak manusiawi, kurang diperhatikan kelompok minoritas baik yang berada di atas rata-rata dalam berbagai aspek yang ada hubungannya dengan kehidupan di sekolah, siswa kurang dilibatkan dan diikutsertakan dalam tanggung jawab sekolah, latar belakang kehidupan keluarga, sekolah kurang mengadakan


(26)

kerja sama dan saling melepas tanggung jawab.

Menurut Ormord (2002: 213) penelitian selalu menunjukkan bahwa kualitas hubungan guru dan siswa adalah salah satu faktor terpenting yang mempengaruhi kesehatan emosi, motivasi dan pembelajaran siswa selama di sekolah. Ketika siswa memiliki hubungan yang positif dan suportif dengan guru, mereka memiliki self afficacy yang tinggi dan motivasi intrinsik yang lebih besar untuk belajar. Mereka juga terlibat dalam pembelajaran, self regulated, cenderung kurang nakal, dan berprestasi ditingkat yang lebih tinggi. Abraham Maslow (dalam Tulus 2004: 53) secara positif melihat tingkah laku individu dimotivasi pemenuhan kebutuhan. Pemenuhan kebutuhan ini menyebabkan adanya tingkah laku positif dan negatif. Kepatuhan dan ketaatan sebagai upaya dalam mencapai dan memenuhi kebutuhan tersebut. Sementara pelanggaran-pelanggaran disiplin sebagai reaksi negatif karena kurang terpenuhinya kebutuhan-kebutuhan tersebut.

Seorang siswa pasti memiliki suatu kebutuhan dasar, jika kebutuhan tersebut tidak terpenuhi pasti akan menimbulkan penyimpangan atau ketidakdisiplinan. Kebutuhan dasar itu meliputi, kebutuhan rasa aman (lingkungan yang nyaman dan aman), rasa memiliki (mendapatkan perhatian, penerimaan dari guru maupun teman), guru dapat membimbing demi kemajuan dalam belajarnya, guru memberikan kesempatan pada siswa untuk menunjukkan pengetahuan dan ketrampilannya, serta adanya rasa humor. Iklim sekolah merupakan bagian dari lingkungan belajar yang akan mempengaruhi kepribadian dan tingkah laku seseorang, sebab dalam melaksanakan tugas sekolahnya seorang siswa akan selalu berinteraksi dengan lingkungan belajarnya (Listyani, 2005: 20).


(27)

Soergiovanni dan Starratt (dalam Hadiyanto 2004: 178) mengatakan bahwa iklim sekolah merupakan karakteristik yang ada (the enduring characteristics), yang menggambarkan ciri-ciri psikologis (psychological character) dari suatu sekolah yang membedakan suatu sekolah dari sekolah yang lain, mempengaruhi tingkah laku guru dan peserta didik dan merupakan perasaan psikologis (psychological feel) yang dimiliki guru dan peserta didik disekolah tertentu. Pola hubungan yang muncul dapat meliputi hubungan antara guru dengan murid, murid dengan murid, guru dengan guru dan guru dengan pimpinan sekolah.

Pengajaran dan pembelajaran dari guru merupakan salah satu hal yang paling penting dalam dimensi iklim sekolah, kepala sekolah dan guru harus berusaha dengan jelas mengatur norma-norma, tujuan, dan nilai-nilai yang membentuk proses belajar dan mengajar. Iklim sekolah yang positif, sistem pembelajarannya bersifat kooperatif, menghormati dan saling percaya. Siswa sebagai seorang pelajar hampir setiap hari berada di sekolah sebagai tempat menuntut ilmu, sehingga mereka cukup akrab bergaul dengan kondisi sekolah.

Kondisi sekolah tersebut meliputi fasilitas sekolah yang memadai, bagaimana hubungan siswa dengan guru, tata tertib sekolah serta norma dan sanksi yang diterapkan. Hubungan siswa dengan guru akan saling mempengaruhi satu sama lain. Hubungan sosial antara siswa dengan guru yang mutualistik merupakan unsur penting dalam kehidupan sekolah, hubungan siswa dengan siswa yang kurang baik, juga akan mengganggu dalam proses belajar. Faktor guru yang meliputi mengajar terlalu cepat, suara kurang keras, penguasaan materi


(28)

kurang baik, penguasaan kelas rendah, motivasi rendah, dan terlalu banyak jam mengajar akan membuat siswa merasa malas dalam mengikuti pelajaran. Guru yang memiliki sikap peduli, adil, demokratis, dan respek terhadap siswanya mampu mengurangi tingkat drop out siswa, tinggal kelas, dan perilaku salah suai di kalangan siswa.

Proses kegiatan belajar mengajar yang menjadi intinya adalah siswa, sedangkan guru melakukan kegiatan pembelajaran yang dapat mengaktifkan siswa seoptimal mungkin, sehingga siswa tersebut mampu mengubah tingkah lakunya menjadi lebih baik dan siswa betul-betul berperan dan berpartisipasi aktif dalam melakukan kegiatan belajar. Guru yang dapat berinteraksi dengan siswa secara akrab, dapat menyebabkan proses belajar mengajar menjadi lebih baik dan lancar. Siswa yang merasa dekat dengan guru, maka akan berpartisipasi secara aktif dalam belajar. Partisipasi siswa dalam pelaksanaan pembelajaran berperan sangat penting, karena dari sinilah guru dapat memberikan perhatian yang berbeda kepada mereka yang kurang berpartisipasi (Sudarmo, 2007: 168).

Menurut Jia (2009) yang meneliti tentang pengaruh persepsi siswa terhadap iklim sekolah di sosial emosional dan penyesuaian akademik (perbandingan remaja Cina dan remaja Amerika). Hasil penelitian menunjukkan bahwa siswa di Cina merasakan bahwa tingkat dukungan guru, dukungan siswa-siswa lebih tinggi dibandingkan siswa-siswa di Amerika. Persepsi siswa-siswa terhadap dukungan guru dan dukungan siswa-siswa yang lain berhubungan positif dengan harga diri remaja. Hal itu dapat mengurangi gejala depresi bagi remaja Cina dan Amerika.


(29)

Menurut hasil penelitian yang dilakukan Werdiningsih (2007) tentang "Hubungan antara Sikap Siswa terhadap Sekolah dengan Kedisiplinan pada Siswa Kelas XI SMA Teuku Umar Semarang" yang meneliti 150 siswa SMA Teuku Umar menghasilkan koefisien korelasi 0,499 dengan p< 0,01 yang berarti ada hubungan signifikan antara sikap siswa terhadap sekolah dengan kedisiplinan siswa. Hasil penelitian yang diperoleh maka hipotesis dalam penelitian ini diterima dan dari hasil ini menunjukkan bahwa sumbangan efektif (SE) dari korelasi antara sikap terhadap sekolah dengan kedisiplinan siswa kelas XI SMA Teuku Umar Semarang sebesar 24,9001.

Hasil penelitian yang dilakukan Listyani (2005) tentang "Pengaruh Kedisiplinan Siswa dan Iklim Sekolah Terhadap Prestasi Belajar Siswa Kelas II Smk Negeri 5 Semarang" mendapatkan hasil dari 290 siswa sekolah Menegah Atas. Berdasarkan uji pengaruh antara kedisiplinan dan iklim sekolah terhadap prestasi belajar siswa menunjukan adanya pengaruh yang signifikan yang dibuktikan dari analisis varian yang diperoleh F hitung =36,856 > F tabel = 3,856. Besarnya pengaruh kedisiplinan dan iklim sekolah terhadap Y prestasi belajar siswa secara bersama-sama adalah 46,7%. Sedangkan sisanya yaitu 53,3% dari prestasi belajar siswa ditentukan oleh variabel lain selain kedisiplinan dan iklim sekolah yang tidak diteliti dalam penelitian ini.

Berdasarkan hasil penelitian Arisana (2012) yang meneliti tentang Pengaruh Kedisiplinan Siswa dan Persepi Siswa Tentang Kualitas Mengajar Guru Terhadap Prestasi Belajar Akuntasi Siswa Kelas XI IPS MAN Yogyakarta II Tahun Ajaran 2011/2012. Populasi dalam penelitian ini adalah siswa kelas XI IPS


(30)

MAN Yogyakarta II tahun ajaran 2011/2012 sebanyak 99 siswa. Hasil penelitian menunjukkan kedisiplinan siswa dan persepsi siswa tentang kualitas mengajar guru secara bersama-sama berpengaruh positif dan signifikan terhadap prestasi belajar akuntansi siswa kelas XI IPS MAN Yogyakarta II tahun ajaran 2011/2012.

Masalah perilaku tidak disiplin disebabkan oleh faktor internal dan faktor ekternal. Faktor internal adalah faktor yang bersumber dari dalam diri anak sendiri, yang disebabkan oleh implikasi perkembangannya sendiri, misalnya kebutuhan tak terpuaskan, kurang cerdas, kurang kuat ingatannya, atau karena energi yang berlebihan. Faktor ekternal adalah faktor yang bersumber pada pengaruh-pengaruh luar seperti pelajaran yang sulit dipahami, cara guru mengajar kurang efektif, kurang menarik minat, sikap guru yang menekan, sikap yang tidak adil, bahasa guru kurang dipahami, atau sulit ditangkap dan alat belajar yang kurang lengkap (Hamalik 2010: 108).

Dari fenomena tersebut peneliti tertarik untuk mengadakan penelitian tentang "Pengaruh Iklim Sekolah terhadap Kedisiplinan Belajar Siswa Kelas VII di SMP Teuku Umar Semarang"


(31)

1.2

Rumusan Masalah

Berdasarkan pernyataan di atas, adapun rumusan masalah sebagai berikut “Apakah ada pengaruh Iklim Sekolah terhadap Kedisiplinan Belajar siswa kelas VII di SMP Teuku Umar ?

1.3

Tujuan Penelitian

Bertitik tolak dari latar belakang dan perumusan masalah di atas, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh iklim sekolah terhadap kedisiplinan belajar siswa kelas VII di SMP Teuku Umar Semarang.

1.4

Manfaat Penelitian

1.4.1 Manfaat Teoritis

Secara umum hasil penelitian diharapkan secara teoritis dapat memberikan sumbangan kepada psikologi pendidikan, utamanya pada kedisiplinan belajar.

Secara khusus, penelitian ini memberikan kontribusi pada pendidikan berupa pengetahuan mengenai apakah ada pengaruh iklim sekolah terhadap kedisiplinan siswa. Ketika kedua variabel tersebut memiliki pengaruh, kiranya dapat disusun strategi untuk lebih memperhatikan atau mengolah iklim sekolah sehingga dapat meningkatkan kedisiplinan belajar siswa.

1.4.2 Manfaat Praktis

Pada manfaat praktis, penelitian ini memberikan pengetahuan bagi guru dan siswa. Bagi guru, dapat digunakan untuk menyusun strategi sesuai dengan hasil penelitian ini agar dapat meningkatkan kedisiplinan


(32)

belajar siswa. Bagi siswa, diharapkan dapat memperhatikan dirinya sendiri dan masa depannya, sehingga dapat mempertahankan atau meningkatkan kedisiplinan belajar untuk mencapai tujuan yang ingin diraih.


(33)

15

2.1

Iklim Sekolah

2.1.1 Pengertian Iklim Sekolah

Bloom (dalam Hadiyanto, 2004: 153) mendefinisikan "iklim" dengan kondisi, pengaruh dan rangsangan dari luar yang meliputi pengaruh fisik, sosial, dan intelektual yang mempengaruhi peserta didik.

Hoy and Miskell, CG (1987: 225) mengemukakan: “Organizatonal climate was defined as a set of internal characteristics that distinguishes one school from another and influences the behavior of its members”. Iklim organisasi didefinisikan sebagai seperangkat ciri internal yang membedakan satu sekolah dengan sekolah yang lain dan mempengaruhi tingkah laku manusia.

Iklim sekolah adalah hati dan jiwa dari sekolah yang terdiri dari siswa, guru, kepala sekolah dan staf yang mencintai sekolah dan mereka selalu merindukan waktu-waktu di sekolah. Iklim sekolah adalah kualitas sekolah yang membantu setiap individu merasa dirinya dihargai saat berada di sekolah tersebut dan merasa adanya rasa kebersamaan (Jerome, 2005: 11). Iklim sekolah dapat didefinisikan sebagai kualitas sekolah dalam menciptakan tempat belajar yang sehat, tempat aspirasi, dan cita-cita siswa dan wali murid, merangsang antusias dan kreatifitas guru, mengangkat derajat seluruh anggota sekolah.


(34)

Menurut Sergiovanni dan Starratt (dalam Hadiyanto, 2004: 178) Iklim sekolah merupakan karakteristik yang ada (the enduring characteristics), yang menggambarkan ciri-ciri psikologis (psychological character) dari suatu sekolah tertentu, yang membedakan suatu sekolah dari sekolah yang lain, mempengaruhi tingkah laku guru dan peserta didik dan merupakan perasaan psikologis (psychological feel) yang dimiliki guru dan peserta didik di sekolah tertentu.

Iklim sekolah adalah keadaan kehidupan yang berlangsung di sekolah dengan unsur-unsur yang berada di dalamnya yaitu interaksi adalah kehidupan proses belajar mengajar dan lingkungan (Sutisno, 2013: 65).

Litwin dan Stringer (dalam Hadiyanto, 2004: 179) Iklim sekolah merupakan efek subyektif yang dirasakan (percieved subjective effects) dari sistem formal, gaya informal dari manager, dan faktor penting yang lain dari lingkungan pada sikap (attitude), kepercayaan (beliefs), nilai (values), dan motivasi (motivation) orang-orang yang bekerja pada suatu lembaga tertentu (sekolah).

Iklim sekolah adalah situasi atau suasana yang muncul karena adanya hubungan antara kepala sekolah dengan guru, guru dengan guru, guru dengan peserta didik atau hubungan antar peserta didik yang menjadi ciri khas sekolah yang ikut mempengaruhi proses belajar mengajar di sekolah (Hadiyanto, 2004: 179).

Menurut Hoy dan Miskell (dalam Hadiyanto, 2004: 177) menyebutkan bahwa iklim sekolah adalah produk akhir dari interaksi antar kelompok peserta didik di sekolah, guru-guru dan para pegawai tata usaha (administrators) yang bekerja untuk mencapai keseimbangan antara dimensi organisasi (sekolah) dengan


(35)

dimensi individu.

Berdasarkan pendapat dari para ahli dapat disimpulkan bahwa iklim sekolah adalah segala sesuatu yang ada di lingkungan sekolah yang dirasakan dan berpengaruh terhadap perilaku individu yang terlibat di dalam sekolah.

2.1.2 Aspek-Aspek Iklim Sekolah

Menurut Sutisno (2013: 65) sekolah bisa berfungsi dengan baik dan sempurna, diperlukan beberapa aspek iklim sekolah. Aspek iklim sekolah yang perlu diperhatikan meliputi :

1. Interaksi dengan indikator interaksi peserta didik dengan guru, interaksi dengan karyawan, interaksi peserta didik dengan peserta didik lain

2. Proses belajar dengan indikator suasana demokratis, kepedulian, keterbukaan dan kebersamaan.

3. Kondisi sekolah, maksudnya kondisi sarana dan prasarana sekolah untuk menjalankan kegiatan keagamaan, meliputi sarana ibadah, tempat diskusi, ceramah, seminar dan dialog, serta sarana lain yang menunjang. Aspek kondisi sekolah memiliki indikator keamanan, ketertiban, kebersihan, kesehatan, dan keindahan

Berdasarkan pendapat dari Sutisno mengenai tiga aspek iklim sekolah yaitu aspek interaksi, aspek proses belajar mengajar, dan lingkungan fisik.


(36)

2.1.3 Dimensi Iklim Sekolah

Dimensi iklim sekolah dikembangkan atas dasar dimensi umum yang dikemukakan oleh Moos dan Arter (dalam Hadiyanto, 2004: 179), yaitu dimensi hubungan (relationship), dimensi pertumbuhan/perkembangan pribadi (personal growth/development) dan dimensi perubahan dan perbaikan sistem (system maintenance and change). Disamping itu, Arter menambahkan satu dimensi lagi dalam rangka melengkapi dimensi-dimensi yang telah dikemukakan oleh Moos, yaitu dimensi lingkungan fisik (physical environment). Secara berturut-turut keempat dimensi tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut:

1. Dimensi Hubungan

Dimensi hubungan mengukur sejauh mana keterlibatan personalia yang ada disekolah seperti kepala sekolah, guru, dan peserta didik, saling mendukung dan membantu, dan sejauh mana mereka dapat mengekspresikan kemampuan mereka secara bebas dan terbuka. Skala-skala yang termasuk dalam dimensi ini diantaranya adalah dukungan peserta didik, afiliasi, keretakan, keintiman, kedekatan, dan keterlibatan.

2. Dimensi pertumbuhan/ perkembangan pribadi

Dimensi pertumbuhan pribadi yang disebut juga dimensi yang berorientasi pada tujuan utama sekolah dalam mendukung pertumbuhan/perkembangan pribadi dan motivasi diri guru untuk tumbuh dan berkembang. Skala-skala iklim sekolah yang dapat dikelompokkan ke dalam dimensi ini diantaranya adalah minat, profesional (professional interest), halangan (hidrence), kepercayaan (trust), standart prestasi (achievement standart), dan orientasi


(37)

pada tugas (task orientation).

3. Dimensi perubahan dan perbaikan sistem

Dimensi ini membicarakan sejauh mana iklim sekolah mendukung harapan, memperbaiki kontrol dan merespon perubahan. Skala-skala iklim sekolah yang termasuk dalam dimensi ini diantaranya adalah kebebasaan (staff freedom), partisipasi dalam pembuatan keputusan (participatory decision making), inovasi (innovation), tekanan kerja (work pressure), kejelasan (clarity) dan pengawasan (control).

4. Dimensi lingkungan fisik

Dimensi ini membicarakan sejauh mana lingkungan fisik seperti fasilitas sekolah dapat mendukung harapan pelaksanaan tugas. Skala-skala yang termasuk dalam dimensi ini diantaranya adalah kelengkapan sumber (resource adequacy), dan kenyaman (physical comfort).

Berdasarkan pendapat Moos dan Arter, ada 4 dimensi mengenai iklim sekolah, yaitu dimensi hubungan, pertumbuhan/perkembangan pribadi, dimensi perubahan dan perbaikan sistem dan dimensi lingkungan fisik.

2.1.4 Iklim Sekolah yang Sehat

Iklim sekolah dapat dikategorisasikan sebagai iklim sekolah yang kondusif/sehat/positif untuk proses belajar mengajar.

Menurut Jerome (2005: 89) empat masalah yang selalu dihadapi oleh sekolah, antara lain:

1. Masalah mengenai mengelola lingkungan sekolah


(38)

3. Masalah mengenai perbaikan perpaduan yang ada di sekolah 4. Masalah menciptakan dan melestarikan kebudayaan sekolah

Menurut Jerome (2005: 94), sekolah yang sehat yaitu sekolah yang terlindungi dari komunitas yang tidak baik dan terhindar dari tekanan orangtua. Prinsip dari sekolah yang sehat yaitu adanya pemimpin yang dinamis, pemimpin berorientasi pada aturan dan hubungan sosial, guru-guru memiliki kemampuan untuk mengoperasikan sekolah, guru berkomitmen untuk mengajar dan mendidik, guru menciptakan tujuan yang bisa dicapai oleh siswa, dapat menciptakan lingkungan belajar yang kondusif, para siswa mengerjakan tugas dengan baik, memiliki motivasi yang tinggi dan menghargai siswa satu sama lain, perlengkapan belajar mengajar di sekolah disediakan dengan teknologi baru, guru saling percaya, antusias dalam bekerja, dan bangga terhadap sekolah.

A healthy organization is one which the techical, managerial, and institusional levels are in harmony. The organizational is meeting both its instrumental and exspressive needs, and is succesfully with distruptive outside forces as it directs its energies toward mission (Hoy and Miskell, 1987: 238).

Menurut Hoy and Miskell iklim sekolah yang sehat digambarkan dengan terwujudnya keselarasan atau keserasian antara tingkat pelaksanaan, managerial, dan institusi dari sekolah itu sendiri. Sekolah berusaha memenuhi kebutuhan-kebutuhan instrumental dan kebebasan mengekspresikan, dan bertahan terhadap gangguan dari luar karena sekolah fokus pada misi yang dimilikinya.

Menurut Sutisno (2013: 63) iklim sekolah yang tumbuh dan berkembang di sekolah digunakan oleh peserta didik sebagai media belajar. Peserta didik menjadikan iklim yang kondusif sebagai suatu perilaku, nilai-nilai, sikap dan cara


(39)

hidup untuk melakukan penyesuaian dengan lingkungan, dan sekaligus cara untuk memandang persoalan dan struktur yang melibatkan sejumlah orang dengan tugas melaksanakan suatu fungsi untuk memenuhi suatu kebutuhan (pendidikan).

Hyman (dalam Hadiyanto 2004: 184) mengatakan bahwa iklim yang kondusif antara lain dapat mendukung :

1. Interaksi yang bermanfaat diantara peserta didik;

2. Memperjelas pengalaman-pengalaman guru dan peserta didik;

3. Menumbuhkan semangat yang memungkinkan kegiatan-kegiatan di kelas maupun di sekolah berlangsung dengan baik;

4. Mendukung saling pengertian antara guru dengan peserta didik.

Banyak sekolah yang kuat memiliki budaya positif, ditandai dengan: 1. Staf yang memiliki sebuah tujuan bersama, mencurahkan perhatian mereka

untuk pembelajaran

2. Kebersamaan dalam membangun dan kerja belajaran

3. Merayakan acara ritual dan tradisi bersama-sama dengan murid dan orang tua 4. Tidak kaku dan penuh humor (Peterson dalam sutisno, 2013: 65).

Untuk meningkatkan iklim sekolah perlu diadakan adanya suatu perbaikan, antara lain:

1. Memperbaiki penampilan sekolah, termasuk sarana dan prasarana sekolah 2. Memperbaiki dokumen sekolah dan menciptakan perubahan

3. Perubahan iklim yang dapat membuat perubahan yang besar, dan perubahan tersebut dilakukan dalam jangka waktu yang singkat


(40)

lingkungan iklim sekolah yang kondusif.

5. Penentuan jangka panjang untuk menciptakan lingkungan yang sehat bagi seluruh warga sekolah (Jerome, 2005: 25).

Menurut pendapat dari beberapa ahli mengenai iklim sekolah yang ideal dapat disimpulkan sebagai berikut: adanya interaksi antar semua anggota sekolah, guru memiliki komitmen yang tinggi untuk mengajar, adanya keselarasan dan kebersamaan antar anggota sekolah, terciptanya lingkungan belajar yang kondusif, memiliki tujuan yang sama, dan peraturan sekolah tidak bersifat kaku.

2.1.5 Norma-Norma Iklim Sekolah

Nasution mengatakan bahwa kehidupan di sekolah serta norma-norma yang berlaku disebut iklim sekolah. Norma-norma tersebut, menurut Basuki BS dan Ismail Arianto (dalam Sutisno, 2013: 63) antara lain:

1. Keimanan, suatu norma yang berasal dari kepercayaan masing-masing. Misalnya iman kepada Tuhan, iman kepada Kitab.

2. Ketaqwaan, contohnya adalah taqwa kepada Tuhan dengan menjalankan semua perintahNya dan menjauhi segala laranganNya.

3. Kejujuran, dengan cara kita berani mengakui kesalahan yang pernah kita perbuat, tidak menyontek saat ujian berlangsung.

4. Keteladanan, memberikan contoh yang baik untuk sesamanya, giat belajar, mengikuti lomba atas nama sekolah.

5. Suasana demokratis, ikut dalam pemilihan susunan organisasi kelas atau organisasi sekolah dan para siswa ikut menyumbangkan pemikiran mereka demi kemajuan sekolah tersebut.


(41)

6. Kepedulian, dengan cara saling membantu satu sama siswa yang saling membutuhkan.

7. Keterbukaan, bila siswa mengalami kesulitan untuk menghadapi masalah bisa di sampaikan kepada wali kelas atau guru bk agar tidak terganggu selama jam pelajaran berlangsung, saling memberikan masukan untuk para guru dan para siswa.

8. Kebersamaan, saling bekerja sama ketika diadakan lomba, saling menyayangi sesama anggota sekolah (siswa, guru, dan kepala sekolah).

9. Keamanan, saling menjaga keamanan sekolah, tidak merusak fasilitas yang ada di sekolah.

10. Ketertiban, dengan cara menaati tata tertib yang berlaku di sekolah.

11. Kebersihan, dengan cara menjaga kebersihan di kelas, tidak membuang sampah di sembarang tempat, tidak mencorat coret dinding kelas.

12. Kesehatan, menjaga kesehatan dengan cara tidak membuang sampah di sembarang tempat agar tidak menimbulkan berbagai macam penyakit.

13. Keindahan, selalu menjaga kebersihan agar sekolah terlihat rapi, asri dan indah.

14. Sopan santun, para siswa wajib saling menghormati siswa lain, guru-guru atau kepala sekolah, tidak meletakkan kaki di meja, tidak meludah disembarang tempat, tidak berkata kotor.

Berdasarkan pendapat dari beberapa ahli, terdapat empat belas norma-norma di dalam iklim sekolah yaitu norma-norma keimanan, ketaqwaan, kejujuran, keteladanan, suasana demokratis, kepedulian, keterbukaan, kebersamaan,


(42)

keamanan, ketertiban, kebersihan, kesehatan, keindahan dan sopan santun. 2.1.6 Macam-Macam Iklim Sekolah

Menurut Hoy dan Miskell (1987: 227) macam-macam iklim sekolah adalah sebagai berikut:

1. Iklim Sekolah terbuka

Ciri utama dari iklim sekolah terbuka adalah terciptanya hubungan yang baik antara kepala sekolah dengan anggota sekolah lainnya, seperti guru, murid, staf tata usaha. Sekolah penuh semangat dan daya hidup, memberikan kepuasan pada anggota kelompok dalam memenuhi kebutuhan-kebutuhannya. Kepala sekolah ikut ambil bagian dalam mempertimbangkan, memutuskan serta memberikan dukungan terhadap suatu keputusan mengenai sekolah untuk kemajuan suatu sekolah. Kerjasama dan rasa hormat yang tinggi diantara anggota sekolah. Tata tertib yang yang berlaku di sekolah bersifat tidak mengekang, dan tidak terlalu membebankan para anggota disekolah tersebut.

2. Iklim Sekolah Tertutup

Ciri utama dari iklim sekolah tertutup adalah kepemimpinan kepala sekolah yang bersifat ketat, hubungan antar anggota sekolah bersifat acuh tak acuh masa bodoh, guru dan pengurus sekolah lainnya mengalami kepuasan kerja yang minim, sekolah menjadi sangat membosankan, organisasi tidak maju, semangat kerja kelompok rendah, karena para anggota disamping tidak memenuhi tuntutan pribadi, juga tidak dapat memperoleh kepuasan dari hasil karya mereka.


(43)

3. Rangkaian Iklim sekolah

Ciri utama dari rangkaian iklim sekolah adalah adanya gabungan antara iklim sekolah terbuka dan iklim sekolah tertutup. Rangkaian iklim yang dijelaskan oleh Halpin dan Croft (dalam Hoy dan Miskell, 1987: 229) ketika sekolah yang memiliki iklim terbuka dan iklim tertutup sekolah tersebut cenderung memiliki semangat kerja yang tinggi, memiliki pertimbangan yang baik, meminimalisir keretakan antar anggota sekolah.

Berdasarkan pendapat Hoy dan Miskell dapat disimpulkan iklim sekolah dibagi menjadi tiga macam, yaitu iklim sekolah terbuka, iklim sekolah tertutup, rangkaian iklim sekolah.

2.1.7 Karakteristik Iklim Sekolah

Karakteristik iklim sekolah menurut Hoy dan Miskell (1987: 227) adalah sebagai berikut:

1. Guru dibebani oleh tugas-tugas rutin dari pihak sekolah.

2. Adanya hubungan yang hangat dan ramah antara guru yang satu dengan guru yang lain.

3. Guru memberikan tugas sekolah kepada siswa tetapi guru tidak bertanggung jawab dengan tugas tersebut.

4. Meningkatnya mutu sekolah karena adanya kerjasama yang baik antar anggota sehingga menimbulkan kepuasaan dalam mengajar.

5. Kepala sekolah melakukan pengawasan melalui pemerintahannya atau instruksinya kepada anggota sekolah dan memiliki tingkat kepekaan yang tinggi terhadap sekolah.


(44)

6. Dalam menjalankan pemerintahannya kepala sekolah selalu berpedoman pada peraturan yang telah dibuat dan menjaga hubungan baik dengan guru-guru lain.

7. Kepala sekolah mencoba untuk melakukan suatu tindakan yang berguna untuk kemajuan sekolahnya

8. Perilaku utama yang ditetapkan oleh kepala sekolah bertujuan untuk memajukan organisasi sekolah melalui perilaku guru.

Berdasarkan pendapat Hoy dan Miskell dapat disimpulkan mengenai delapan karakteristik iklim sekolah yaitu guru dibebani oleh tugas dari pihak sekolah, menjalin hubungan yang baik diantara guru, guru memberikan tugas kepada siswa, kepala sekolah berusaha untuk meningkatkan mutu sekolah, adanya pengawasan yang dilakukan oleh kepala sekolah, kepala sekolah selalu berpedoman pada peraturan yang telah dibuat, kepala sekolah melakukan tindakan untuk kemajuan sekolah, kepala sekolah bertujuan memajukan organisasi sekolah.

2.2

Kedisiplinan Belajar

2.2.1 Pengertian Kedisiplinan

Disiplin berasal dari kata yang sama dengan "disciple", yakni seseorang yang belajar dari atau secara sukarela mengikuti seorang pemimpin. Orangtua dan guru merupakan pemimpin dan anak merupakan murid yang belajar dari mereka hidup yang menuju ke hidup yang berguna dan bahagia. Jadi disiplin merupakan cara masyarakat mengajar anak perilaku moral yang disetujui kelompok (Hurlock 1994: 82). Tujuannya yaitu mengajarkan anak bagaimana berperilaku dengan cara yang sesuai dengan standar kelompok sosial, tempat mereka diidentifikasikan.


(45)

Dalam arti yang luas, disiplin mencakup setiap macam pengaruh yang ditunjukkan untuk membantu siswa agar mereka dapat memahami dan menyesuaikan diri dengan tuntutan yang mungkin ingin ditunjukkan siswa terhadap lingkungannya. Dengan disiplin, siswa diharapkan bersedia untuk tunduk dan mengikuti peraturan tertentu dan menjauhi larangan tertentu (Minarti, 2011: 192).

Prijodarminto (dalam Tu’u, 2004: 31) mengatakan disiplin sebagai kondisi yang tercipta dan terbentuk melalui proses dari serangkaian perilaku yang menunjukkan nilai-nilai ketaatan, kepatuhan, kesetiaan, keteraturan atau ketertiban. Nilai-nilai tersebut telah menjadi bagian perilaku dalam kehidupannya. Perilaku itu tercipta melalui proses binaan melalui keluarga, pendidikan dan pengalaman.

Disiplin menurut Djamari (2008: 17) adalah suatu tata tertib yang dapat mengatur tatanan kehidupan pribadi dan kelompok. Disiplin timbul dari dalam jiwa karena adanya dorongan untuk menaati tata tertib tersebut.

Maman Rachman (dalam Tu’u, 2004: 32) mengartikan disiplin sebagai upaya mengendalikan diri dan sikap mental individu atau masyarakat dalam mengembangkan kepatuhan dan ketaatan terhadap peraturan dan tata tertib berdasarkan dorongan dan kesadaran yang muncul dari dalam hatinya.

Berdasarkan beberapa definisi dari para ahli diatas, dapat disimpulkan pengertian disiplin adalah upaya sadar dari individu untuk melaksanakan dan menaati peraturan, tata tertib serta norma yang berlaku dalam masyarakat dan dilaksanakan dengan penuh tanggung jawab.


(46)

2.2.1.1 Pentingnya Kedisiplinan

Menurut Maman Rachman (dalam Tu’u, 2004: 35), menyebutkan pentingnya disiplin bagi para siswa adalah sebagai berikut:

1. Memberikan dukungan bagi terciptanya perilaku yang tidak menyimpang; 2. Membantu siswa memahami dan menyesuaikan diri dengan tuntutan

lingkungan;

3. Cara menyelesaikan tuntutan yang ingin ditunjukkan peserta didik terhadap lingkungannya;

4. Untuk mengatur keseimbangan keinginan individu satu dengan individu lainnya;

5. Menjauhi siswa melakukan hal-hal yang dilarang sekolah; 6. Mendorong siswa melakukan hal-hal yang baik dan benar;

7. Peserta didik belajar hidup dengan kebiasaan-kebiasaan yang baik, positif dan bermanfaat baginya dan lingkungannya;

8. Kebiasaan baik menyebabkan ketenangan jiwa dan lingkungan.

Selanjutnya Hurlock (1994: 83) mengemukakan bahwa disiplin itu perlu untuk perkembangan anak, karena ia memenuhi beberapa kebutuhan tertentu, diantaranya adalah:

1. Disiplin memberi anak rasa aman dengan memberitahukan apa yang boleh dan yang tidak boleh dilakukan.

2. Dengan membantu anak menghindari perasaan bersalah dan rasa malu akibat perilaku yang salah, perasaan yang pasti mengakibatkan rasa tidak bahagia dan penyesuaian yang buruk. Disiplin memungkinkan anak hidup menurut


(47)

standar yang disetujui kelompok sosial dan dengan demikian memperoleh persetujuan sosial.

3. Dengan disiplin, anak belajar bersikap menurut cara yang akan mendatangkan pujian yang akan ditafsirkan anak sebagai tanda kasih sayang dan penerimaan. Hal ini esensial bagi penyesuaian yang berhasil dan kebahagiaan. 4. Disiplin yang sesuai dengan perkembangan berfungsi sebagai motivasi pendorong ego yang mendorong anak mencapai apa yang diharapkan darinya. 5. Disiplin membantu anak mengembangkan hati nurani atau suara dari dalam yang membimbing dalam mengambil suatu keputusan dan pengendalian perilaku.

Berdasarkan pentingnya kedisiplinan menurut para ahli adalah dengan disiplin mereka dapat belajar berperilaku baik agar dapat diterima di lingkungan masyrakat, dengan disiplin siswa dapat belajar beradaptasi dengan lingkungan yang baik, dengan adanya disiplin akan muncul keseimbangan dalam menjalin hubungan dengan orang lain, sebagai motivasi yang mendorong anak mencapai apa yang diharapkan, dengan disiplin anak dapat mengambil keputusan terhadap suatu tindakan yang akan dilakukan.

2.2.1.2 Fungsi Disiplin

Disiplin sangat penting dan dibutuhkan oleh setiap siswa. Disiplin menjadi prasyarat bagi pembentukan sikap, perilaku, dan tata kehidupan berdisiplin, yang akan mengantar seorang siswa sukses dalam belajar dan kelak ketika bekerja. Menurut Tu’u (2004: 38) fungsi dari disiplin adalah sebagai berikut:


(48)

1. Menata kehidupan bersama

Dalam hubungan tersebut diperlukan norma, nilai, peraturan untuk mengatur agar kehidupan dan kegiatannya dapat berjalan baik dan lancar. Disiplin berguna untuk meyadarkan seseorang bahwa dirinya perlu menghargai orang lain dengan cara menaati dan mematuhi peraturan yang berlaku.

2. Membangun kepribadian

Pertumbuhan kepribadian seseorang biasanya dipengaruhi oleh faktor lingkungan keluarga, lingkungan pergaulan, lingkungan masyarakat, dan lingkungan sekolah. Disiplin diterapkan dimasing-masing lingkungan tersebut memberi dampak bagi pertumbuhan kepribadian yang baik. Oleh karena itu, dengan disiplin seseorang dibiasakan mengikuti, mematuhi, menaati aturan-aturan yang berlaku.

3. Melatih kepribadian

Kepribadian yang tertib, teratur, taat, patuh, perlu dibiasakan dan dilatih. Pola hidup seperti itu mustahil terbentuk begitu saja. Hal ini memerlukan waktu dan proses yang memakan waktu. Perlu adanya latihan, pembiasaan diri, mencoba, berusaha dengan gigih bahkan gemblengan dan tamparan keras. 4. Pemaksaan

Disiplin dapat terjadi karena dorongan kesadaran diri. Disiplin dengan motif kesadaran diri lebih baik dan kuat. Dengan melakukan kepatuhan dan ketaatan atas kesadaran diri, bermanfaat bagi kebaikan dan kemajuan diri. Jadi disiplin dapat berfungsi sebagai pemaksaan kepada seseorang untuk mengikuti peraturan-peraturan yang berlaku dilingkungan itu.


(49)

5. Hukuman

Ancaman sanksi/hukuman sangat penting karena dapat memberikan dorongan dan kekuatan bagi siswa untuk menaati dan mematuhinya. Tanpa ancaman hukuman/sanksi, dorongan ketaatan dan kepatuhan dapat diperlemah. Motivasi untuk hidup mengikuti aturan yang berlaku menjadi lemah. Tata tertib yang sudah disusun dan disosialisasikan seharusnya diikuti dengan penerapan secara konsisiten dan konsekuen.

6. Menciptakan lingkungan kondusif

Sekolah sebagai lingkungan pendidikan perlu menjamin terselenggarnya proses pendidikan yang baik. Kondisi yang baik bagi proses tersebut adalah kondisi aman, tentram, tenang, tertib, teratur, saling menghargai, dan hubungan pergaulan yang baik. Apabila kondisi ini terwujud, sekolah akan menjadi lingkungan kondusif bagi kegiatan dan proses pendidikan.

Berdasarkan pendapat dari Tu’u fungsi dari disiplin adalah mengatur tata kehidupan manusia dalam masyarakat, disiplin sangat berpengaruh terhadap kepribadian seseorang, disiplin memaksa seseorang untuk mengikuti peraturan-peraturan yang berlaku di lingkungan tersebut, pemberian hukuman sangat penting agar para siswa menaati dan mematuhi peraturan, menciptakan lingkungan yang kondusif bagi kegiatan dan proses belajar.

2.2.1.3 Unsur-Unsur Kedisiplinan

Disiplin diharapkan mampu mendidik anak untuk berperilaku sesuai dengan standar yang telah ditetapkan. Disiplin mempunyai empat unsur pokok yaitu: Peraturan sebagai pedoman perilaku, konsistensi dalam peraturan, hukuman


(50)

untuk pelanggaran peraturan, dan penghargaan untuk perilaku yang baik yang sejalan dengan peraturan yang berlaku (Hurlock, 1994:84).

1. Peraturan

Peraturan adalah pola yang ditetapkan untuk tingkah laku. Pola tersebut mungkin ditetapkan orang lain, guru atau teman bermain. Tujuannya membekali anak dengan perilaku yang disetujui dalam situasi tertentu misalnya peraturan sekolah dan peraturan di rumah. Fungsi peraturan adalah mempunyai nilai pendidikan sebab peraturan memperkenalkan kepada anak perilaku yang disetujui anggota kelompok.

2. Hukuman

Fungsi hukuman ada tiga macam, yaitu pertama menghalangi, maksudnya hukuman menghalangi pengulangan tindakan yang tidak diinginkan oleh masyarakat. Kedua mendidik, sebelum anak mengerti peraturan mereka akan dapat belajar bahwa tindakan tertentu benar dan yang lain salah dengan mendapat hukuman karena melakukan tindakan yang salah dan tidak menerima hukuman bila mereka melakukan tindakan yang diperbolehkan. Sedangkan fungsi ketiga memberi motivasi untuk menghindari perilaku yang tidak diterima masyarakat.

3. Penghargaan

Istilah penghargaan berarti tiap bentuk penghargaan untuk suatu hasil yang baik. Penghargaan tidak perlu berbentuk materi, tetapi dapat berupa kata-kata pujian, senyuman atau tepukan di punggung. Fungsi penghargaan ada tiga macam yaitu pertama mempunyai nilai mendidik. Bila suatu tindakan


(51)

disetujui, anak merasa hal itu baik. Kedua penghargaan berfungsi sebagai motivasi untuk mengulangi perilaku yang disetujui secara sosial. Dan ketiga penghargaan berfungsi untuk memperkuat perilaku yang disetujui secara sosial, tiada penghargaan melemahkan keinginan untuk mengulangi perilaku ini. Berdasarkan uraian di atas betapa pentingnya penghargaan yaitu motivasi anak untuk lebih giat belajar.

4. Konsistensi

Konsistensi adalah tingkat keseragaman atau stabilitas. Bila disiplin itu konstan akan ada kebutuhan perkembangan yang berubah. Konsistensi ini harus menjadi ciri semua aspek disiplin. Harus ada konsistensi dalam peraturan yang digunakan sebagai pedoman perilaku, konsistensi dalam cara peraturan yang diajarkan dan dipaksakan, dalam hukuman yang diberikan pada mereka yang tidak menyesuaikan pada standar, dan dalam penghargaan bagi mereka yang menyesuaikan.

Fungsi konsistensi ada tiga macam, yaitu pertama mempunyai nilai mendidik yang besar. Kedua konsistensi mempunyai nilai motivasi yang kuat. Sedang ketiga konsistensi mempertinggi penghargaan terhadap peraturan dan orang yang berkuasa.

Berdasarkan pendapat Hurlock mengenai unsur-unsur dalam disiplin dapat disimpulkan sebagai berikut: peraturan sebagai pedoman berperilaku, konsistensi dalam peraturan yang digunakan sebagai pedoman untuk melaksanakan peraturan, hukuman untuk pelanggaran peraturan yang dilakukan secara sengaja, dan penghargaan diberikan kepada seseorang yang memiliki sikap disiplin yang baik.


(52)

2.2.1.4 Jenis Disiplin

Menurut Hurlock (1994: 93) cara menanamkan disiplin adalah sebagai berikut:

1. Disiplin otoriter

Jenis disiplin ini ditandai dengan peraturan dan pengaturan yang keras untuk memaksakan perilaku yang diinginkan. Tekniknya mencakup hukuman yang berat bila terjadi kegagalan memenuhi standar sedikit, atau sama sekali tidak adanya persetujuan, pujian atau tanda–tanda penghargaan lainya bila individu memenuhi standar yang diharapkan.

2. Disiplin Permisif

Disiplin permisif tidak membimbing individu ke pola perilaku yang tidak disetujui sosial dan tidak menggunakan hukuman. Disiplin ini merupakan proses perkembangan dari disiplin otoriter yang telah dialami banyak orang. Individu diberikan kebebasan untuk mengambil keputusan sendiri dan berbuat sekehendak mereka sendiri.

3. Disiplin Demokratis

Disiplin demokratis merupakan disiplin berdasarkan prinsip–prinsip demokratis. Metode dalam disiplin ini menggunakan penjelasan, diskusi dan penalaran untuk membantu individu mengerti mengapa perilaku tertentu diharapkan. Metode ini lebih menekankan pada aspek edukatif dari disiplin daripada aspek hukumannya. Disiplin demokratis menggunakan hukuman dan penghargaan, dengan penekanan yang lebih besar pada penghargaan. Hukuman yang diberikan hanya jika individu secara sadar melanggar


(53)

peraturan dan biasanya tidak keras.

Berdasarkan pendapat Hurlock dapat disimpulkan bahwa ada tiga jenis disiplin yaitu disiplin otoriter, disiplin permisif, dan disiplin demokratis.

2.2.1.5 Pembentukan Disiplin

Tu’u (2004: 48) mengemukakan tujuh hal yang dapat mempengaruhi pembentukan disiplin (individu):

1. Kesadaran diri sebagai pemahaman diri bahwa disiplin dianggap penting bagi kebaikan dan keberhasilan dirinya. Selain itu, kesadaran diri menjadi motif sangat kuat terwujudnya disiplin.

2. Pengikutan dan ketaatan sebagai langkah penerapan dan praktik atas peraturan-peraturan yang mengatur perilaku individunya.

3. Alat pendidikan untuk mempengaruhi, mengubah, membina dan membentuk perilaku yang sesuai dengan nilai-nilai yang ditentukan atau diajarkan.

4. Hukuman sebagai upaya menyadarkan, mengoreksi, dan meluruskan yang salah sehingga orang kembali pada perilaku yang sesuai dengan harapan. 5. Teladan perbuatan dan tindakan kerap kali besar pengaruhnya

dibandingakan dengan kata-kata.

6. Lingkungan berdisiplin. Bila berada dilingkungan berdisiplin, seseorang dapat terbawa oleh lingkungan tersebut.

7. Latihan berdisplin. Disiplin dapat dicapai dan dibentuk melalui latihan dan kebiasaan.


(54)

Berdasarkan pendapat Tu’u dapat disimpulkan ada tujuh hal yang dapat mempengaruhi pembentukan disiplin, yaitu: mengikuti dan menaati peraturan, kesadaran diri, alat pendidikan, hukuman, teladan, lingkungan berdisiplin dan latihan berdisiplin dapat mempengaruhi dan membentuk perilaku disiplin pada seseorang.

2.2.2 Pengertian Belajar

Menurut pengertian secara psikologis, belajar merupakan suatu proses perubahan yaitu perubahan tingkah laku sebagai hasil dari interaksi dengan lingkungannya dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Perubahan-perubahan tersebut akan nyata dalam seluruh aspek tingkah laku. Belajar ialah suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya (Slameto, 2010: 2).

Belajar mengandung pengertian terjadinya perubahan dari persepsi dan perilaku, termasuk juga perbaikan perilaku. Hilgard dan Brower (dalam Hamalik, 2010: 45) mendefinisikan belajar sebagai perubahan dalam perbuatan melalui aktivitas, praktek, dan pengalaman.

Gagne (dalam Slameto, 2010: 13) memberikan dua definisi mengenai belajar:

1. Belajar ialah suatu proses untuk memperoleh motivasi dalam pengetahuan, ketrampilan, kebiasaan, dan tingkah laku;

2. Belajar adalah penguasaan pengetahuan atau ketrampilan yang diperoleh dari instruksi.


(55)

Belajar menurut Sudjana (dalam Tu’u, 2004: 64) adalah proses aktif. Belajar adalah proses mereaksi terhadap semua situasi yang ada di sekitar individu. Tingkah laku sebagai hasil dari proses belajar dipengaruhi oleh berbagai faktor internal dan eksternal, yang paling berpengaruh terhadap proses dan hasil belajar siswa adalah lingkungan sekolah, seperti guru, sarana, kurikulum, teman-teman sekelas, disiplin dan peraturan sekolah.

Berdasarkan pengertian menurut para ahli diatas, dapat disimpulkan bahwa belajar adalah proses perubahan tingkah laku individu yang tercipta dan terbentuk sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam berinteraksi dengan lingkungannya.

2.2.2.1Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Belajar

Menurut Slameto (2010: 54) faktor-faktor yang mempengaruhi belajar dapat digolongkan menjadi dua, yaitu faktor intern dan faktor ekstern:

1. Faktor Intern

1. Faktor jasmaniah, yang terdiri dari faktor kesehatan, cacat tubuh.

2. Biologis, yang terdiri dari intelegensi, perhatian, minat, bakat, motif, kematangan, kesiapan.

3. Faktor Kelelahan 2. Faktor Ekstern

1. Faktor keluarga, yang terdiri dari cara mendidik anak, relasi antar anggota keluarga, suasana rumah, keadaan ekonomi keluarga, pengertian orangtua. 2. Faktor sekolah, yang terdiri dari metode mengajar, kurikulum, relasi guru dengan siswa, relasi siswa dengan siswa, disiplin sekolah, alat pengajaran,


(56)

waktu sekolah, standart pengajaran diatas ukuran, keadaan gedung, metode belajar, tugas rumah.

3. Faktor Masyarakat, yang terdiri dari kegiatan siswa dalam masyarakat, media massa, teman bergaul, bentuk kehidupan masyarakat.

Berdasarkan pendapat Slameto mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi belajar dapat disimpulkan bahwa faktor yang mempengaruhi belajar dapat digolongkan menjadi dua golongan, yaitu faktor intern (faktor yang berasal dari diri individu) dan faktor ekstern (faktor yang berasal dari luar diri individu).

2.2.2.2 Jenis-Jenis Belajar

Menurut Slameto (2010: 5) jenis-jenis belajar adalah sebagai berikut: 1. Belajar Bagian (part learing, fractioned learning)

Umumnya belajar bagian dilakukan oleh seseorang bila dihadapkan pada materi belajar yang bersifat luas atau ekstensif. Dalam hal ini individu memecahkan seluruh materi pelajaran menajdi bagian-bagian yang satu sama lain berdiri sendiri.

2. Belajar dengan wawasan (laerning by insight)

Konsep ini diperkanalkan oleh W. Kohler, sebagai suatu konsep wawasan (insight) merupakan pokok utama dalam pembicaraan psikologi belajar dan proses berpikir. Menurut Gestalt terori wawasan meruapakan proses mereorganisasikan pola-pola tingkah laku yang telah terbentuk menjadi satu tingkah laku yang ada hubungannya dengan penyelesaian suatu persoalan.


(57)

3. Belajar diskriminatif (discriminatif learning)

Belajar disktiminatif diartikan sebgai suatu usaha untuk memilih beberapa sifat/stimulus dan kemudian menjadikannya sebagai pedoman dalam bertingkah laku.

4. Belajar Global/keseluruhan (global whole learning)

Bahan pelajaran dipelajari secara keseluruhan berulang sampai pelajar menguasainya. Metode belajar ini disebut metode Gestalt.

5. Belajar insidental (incidental learning)

Konsep ini bertentangan dengan anggapan bahwa belajar itu selalu berarah tujuan (intensional). Belajar disebut isidental bila tidak ada instruksi atau petunjuk yang diberikan pada individu mengenai materi yang akan diujikan kelak.

6. Belajar instrumental (instrumental learning)

Pada belajar instrumental, reaksi-reaksi seorang siswa yang diperlihatkan diikuti oleh tanda-tanda yang mengarah pada apakah siswa tersebut mendapatkan hadiah, hukuman, berhasil atau gagal. Dalam hal ini maka salah satu bentuk belajar instrumental yang khusus adalah “pembentukan tingkah laku”.

7. Belajar intensional (intensional learning)

Belajar dalam arah tujuan, merupakan lawan dari belajar isidental. 8. Belajar Laten (latent learning)

Dalam belajar laten, perubahan-perubahan tingkah laku yang terlihat tidak terjadi secara segera, dan oleh karena itu disebut laten.


(58)

9. Belajar Mental (mental learning)

Perubahan tingkah laku yang terjadi di sini tidak nyata terlihat, melainkan berupa perubahan proses kognitif karena adanya bahan yang dipelajari.

10. Belajar Produktif (productive learning)

Belajar adalah mengatur kemungkinan untuk melakukan transfer tingkah laku dari situasi lain. Belajar disebut produktif bila individu mampu mentransfer prinsip menyelesaikan suatu persoalan dalam satu situasi ke situasi lain. 11. Belajar Verbal (verbal learning)

Belajar verbal adalah belajar mengenai materi verbal dengan melalui latihan dan ingatan. Dasar dari belajar verbal diperlihatkan dalam eksperimen klasik dari Ebbinhaus.

Berdasarkan pendapat Slameto dapat disimpulkan bahwa jenis-jenis belajar ada 11 macam, yaitu: belajar bagian, belajar dengan wawasan, belajar diskriminatif, belajar global, belajar insidental, belajar instrumental, belajar intensional, belajar laten, belajar mental, belajar produktif dan belajar verbal.

2.2.2.3Prinsip-Prinsip Belajar

Menurut Hamalik (2010: 54) prinsip-prinsip belajar adalah sebagai berikut:

1. Belajar senantiasa bertujuan yang berkenaan dengan pengembangan perilaku siswa.

2. Belajar didasarkan atas kebutuhan dan motivasi tertentu.

3. Belajar dilaksanakan dengan latihan daya-daya, membentuk hubungan, dan melalui asosiasi, dan melalui penguatan.


(59)

4. Belajar bersifat keseluruhan yang menitikberatkan pemahaman berpikir ritis, dan reorganisasi pengalaman.

5. Belajar membutuhkan bimbingan, baik secara langsung oleh guru maupun secara tidak langsung melalui bantuan pengalaman pengganti.

6. Belajar dipengaruhi oleh faktor dari dalam diri individu dan faktor dari luar diri individu.

7. Belajar sering dihadapkan kepada masalah dan kesulitan yang perlu dipecahkan.

8. Hasil belajar dapat ditransferkan ke dalam situasi lain.

Berdasarkan pendapat dari Hamalik dapat disimpulkan bahwa ada delapan prinsip-prinsip dalam belajar yaitu belajar bertujuan dengan pengembangan perilaku siswa, belajar didasarkan atas kebutuhan dan motivasi, belajar membentuk hubungan asosiasi melalui penguatan, belajar bersifat keseluruhan, belajar membutuhkan bimbingan, belajar dipengaruhi oleh faktor intern dan faktor ekstern, belajar dihadapkan kepada masalah yang perlu dipecahkan, dan hasil dari belajar dapat ditransferkan ke dalam situasi lain.

2.2.3 Pengertian Kedisiplinan Belajar

Kedisiplinan adalah adalah upaya sadar dari individu untuk melaksanakan dan menaati peraturan, tata tertib serta norma yang berlaku dalam masyarakat dan dilaksanakan dengan penuh tanggung jawab. Sedangkan belajar adalah proses perubahan tingkah laku individu yang tercipta dan terbentuk sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam berinteraksi dengan lingkungannya.


(60)

Menurut pengertian tersebut, dapat disimpulkan arti dari kedisiplinan belajar adalah suatu kondisi yang tercipta dan terbentuk melalui proses usaha yang dilakukan oleh seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya yang menunjukkan nilai-nilai ketaatan atau kepatuhan, keteraturan, ketertiban, tanggung jawab, kesungguhan, dan kesadaran.

Kedisiplinan muncul karena adanya kesadaran bahwa yang dilakukan itu baik dan bermanfaat bagi dirinya sendiri dan lingkungannya. Kedisiplinan belajar merupakan salah satu syarat yang dapat menentukan keberhasilan seseorang dalam mencapai tujuannya. Sikap disiplin sangat diperlukan dalam proses belajar karena dengan disiplin yang tinggi siswa dapat belajar dengan teratur dan dapat meraih prestasi yang baik dan optimal. Disiplin belajar berkaitan erat dengan kepatuhan siswa terhadap peraturan-peraturan tertentu, baik yang ditetapkan oleh diri sendiri maupun pihak lain. Dalam belajar siswa memiliki kesadaran sendiri untuk mematuhinya tanpa harus ada paksaan dari orang lain. Seorang siswa menerapkan ketaatan dan kepatuhan dalam segala aspek kehidupan, termasuk dalam pembelajaran, pengaturan waktu belajar, ketaatan maka akan berpengaruh terhadap prestasi belajar.

Ciri-ciri siswa yang memiliki kedisiplinan terhadap lingkungan sekolah menurut Tu’u (2004: 36) yaitu siswa yang giat, gigih, serius, penuh perhatian, sunggh-sungguh dan kompetitif dalam kegiatan pembelajaran.


(1)

Tabel 1.2 Data Keterlambatan Siswa Kelas VII Tahun 2012/2013 1. Bulan Januari

tgl

kelas total

keterlambatan siswa

total

siswa Prosentase 7.1 7.2 7.3 7.4 7.5 7.6 7.7 7.8

1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 286 0.00%

2 5 0 0 0 0 0 0 0 5 286 1.75%

3 1 2 1 3 1 1 0 0 9 286 3.15%

4 0 0 0 1 0 2 1 1 5 286 1.75%

5 0 0 0 0 0 0 0 0 0 286 0.00%

6 0 0 0 0 0 0 0 0 0 286 0.00%

7 0 1 1 0 0 0 0 0 2 286 0.70%

8 3 0 0 1 1 0 1 0 6 286 2.10%

9 0 0 0 0 0 0 0 0 0 286 0.00%

10 2 0 1 0 0 2 1 0 6 286 2.10%

11 2 2 0 0 0 0 0 1 5 286 1.75%

12 0 0 0 0 0 0 0 0 0 286 0.00%

13 0 0 0 0 0 0 0 0 0 286 0.00%

14 0 1 0 0 0 0 0 0 1 286 0.35%

15 0 0 0 0 0 0 0 0 0 286 0.00%

16 0 0 0 0 0 0 0 0 0 286 0.00%

17 0 0 0 0 0 0 0 0 0 286 0.00%

18 0 0 0 0 0 0 0 0 0 286 0.00%

19 2 1 0 4 1 1 0 3 12 286 4.20%

20 0 0 0 0 0 0 0 0 0 286 0.00%

21 0 0 0 0 0 0 0 0 0 286 0.00%

22 3 2 0 2 1 1 2 3 14 286 4.90%

23 4 1 0 1 0 0 1 0 7 286 2.45%

24 0 0 0 0 0 0 0 0 0 286 0.00%

25 0 0 0 0 2 0 1 1 4 286 1.40%

26 3 1 1 1 0 2 1 1 10 286 3.50%

27 0 0 0 0 0 0 0 0 0 286 0.00%

28 0 0 0 0 0 0 0 0 0 286 0.00%

29 3 1 1 1 1 0 0 0 7 286 2.45%

30 2 0 1 1 1 0 0 0 5 286 1.75%

31 0 0 0 0 0 0 0 0 0 286 0.00%

total 30 12 6 15 8 9 8 10 98 34.27%


(2)

1 0 0 0 2 1 0 0 0 3 286 1.05%

2 1 0 0 0 1 1 2 0 5 286 1.75%

3 0 0 0 0 0 0 0 0 0 286 0.00%

4 0 0 0 0 0 0 0 0 0 286 0.00%

5 0 1 0 1 2 0 1 1 6 286 2.10%

6 0 0 0 0 0 0 0 0 0 286 0.00%

7 0 0 0 0 0 0 0 0 0 286 0.00%

8 0 0 0 1 0 0 0 0 1 286 0.35%

9 0 0 0 0 0 0 0 0 0 286 0.00%

10 0 0 0 0 0 0 0 0 0 286 0.00%

11 0 0 0 0 0 0 0 0 0 286 0.00%

12 0 0 0 0 0 0 0 0 0 286 0.00%

13 0 0 0 0 0 0 0 0 0 286 0.00%

14 0 0 0 0 0 0 0 0 0 286 0.00%

15 0 0 0 0 0 0 0 0 0 286 0.00%

16 0 0 0 0 0 0 0 0 0 286 0.00%

17 0 0 0 0 0 0 0 0 0 286 0.00%

18 0 0 0 0 0 0 0 0 0 286 0.00%

19 1 1 0 2 0 1 1 1 7 286 2.45%

20 3 1 0 4 0 3 2 2 15 286 5.24%

21 1 1 1 1 0 0 1 1 6 286 2.10%

22 0 0 0 1 1 0 0 0 2 286 0.70%

23 0 0 0 0 0 0 0 0 0 286 0.00%

24 0 0 0 0 0 0 0 0 0 286 0.00%

25 0 0 0 0 0 0 0 0 0 286 0.00%

26 3 1 0 2 0 2 1 0 9 286 3.15%

27 0 0 0 0 0 0 0 0 0 286 0.00%

28 1 0 1 2 0 2 2 0 8 286 2.80%

total 10 5 2 16 5 9 10 5 62 21.68%


(3)

3. Bulan Maret

tgl

kelas total

keterlambatan siswa

total

siswa prosentase 7.1 7.2 7.3 7.4 7.5 7.6 7.7 7.8

1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 286 0.00%

2 1 0 0 0 0 0 0 0 1 286 0.35%

3 0 0 0 0 0 0 0 0 0 286 0.00%

4 0 0 0 0 0 0 0 0 0 286 0.00%

5 0 0 0 0 0 0 0 0 0 286 0.00%

6 0 0 0 0 0 0 0 0 0 286 0.00%

7 0 0 0 0 0 0 0 0 0 286 0.00%

8 0 0 0 0 0 0 0 0 0 286 0.00%

9 0 0 0 0 0 0 0 0 0 286 0.00%

10 0 0 0 0 0 0 0 0 0 286 0.00%

11 0 0 0 0 0 0 0 0 0 286 0.00%

12 0 0 0 0 0 0 0 0 0 286 0.00%

13 0 0 0 0 0 0 0 0 0 286 0.00%

14 0 0 0 0 0 0 0 0 0 286 0.00%

15 0 0 0 0 0 0 0 0 0 286 0.00%

16 0 0 0 0 0 0 0 0 0 286 0.00%

17 0 0 0 0 0 0 0 0 0 286 0.00%

18 0 0 0 0 0 0 0 0 0 286 0.00%

19 3 0 0 1 0 0 0 1 5 286 1.75%

20 0 0 0 0 0 0 0 0 0 286 0.00%

21 1 2 1 1 1 1 0 1 8 286 2.80%

22 0 1 0 1 0 0 0 0 2 286 0.70%

23 0 0 0 0 0 0 0 0 0 286 0.00%

24 0 0 0 0 0 0 0 0 0 286 0.00%

25 0 0 0 0 0 0 0 0 0 286 0.00%

26 0 0 0 0 0 0 0 0 0 286 0.00%

27 0 0 0 0 0 0 0 0 0 286 0.00%

28 0 0 0 0 0 0 0 0 0 286 0.00%

29 0 0 0 0 0 0 0 0 0 286 0.00%

30 0 0 0 0 0 0 0 0 0 286 0.00%

total 5 3 1 3 1 1 0 2 16 5.59%


(4)

2 3 1 1 3 1 0 1 0 10 286 3.50%

3 0 0 0 0 0 0 0 0 0 286 0.00%

4 3 0 2 1 0 0 0 0 6 286 2.10%

5 3 1 1 2 0 1 3 0 11 286 3.85%

6 0 0 0 0 0 0 0 0 0 286 0.00%

7 0 0 0 0 0 0 0 0 0 286 0.00%

8 0 0 0 0 0 0 0 0 0 286 0.00%

9 0 0 0 0 0 0 0 0 0 286 0.00%

10 0 0 0 0 0 0 0 0 0 286 0.00%

11 0 0 0 0 0 0 0 0 0 286 0.00%

12 1 0 0 1 1 1 1 0 5 286 1.75%

13 0 0 1 0 0 1 0 0 2 286 0.70%

14 0 0 0 0 0 0 0 0 0 286 0.00%

15 0 0 0 0 0 0 0 0 0 286 0.00%

16 1 0 3 1 1 1 0 2 9 286 3.15%

17 1 2 1 1 0 1 0 0 6 286 2.10%

18 0 1 0 0 1 0 0 0 2 286 0.70%

19 0 0 0 0 0 0 0 0 0 286 0.00%

20 0 0 0 0 0 0 0 0 0 286 0.00%

21 0 0 0 0 0 0 0 0 0 286 0.00%

22 0 0 0 0 0 0 0 0 0 286 0.00%

23 0 0 0 0 0 0 0 0 0 286 0.00%

24 0 0 0 0 0 0 0 0 0 286 0.00%

25 0 0 0 0 0 0 0 0 0 286 0.00%

26 0 0 0 0 0 0 0 0 0 286 0.00%

27 0 0 0 0 0 0 0 0 0 286 0.00%

28 0 0 0 0 0 0 0 0 0 286 0.00%

29 0 0 0 0 0 0 0 0 0 286 0.00%

30 0 0 0 0 0 0 0 0 0 286 0.00%

total 12 5 9 9 4 5 5 2 51 17.83%


(5)

5. Bulan Mei

tgl

kelas total

keterlambatan siswa

total

siswa prosentase 7.1 7.2 7.3 7.4 7.5 7.6 7.7 7.8

1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 286 0.00%

2 0 0 0 0 0 0 0 0 0 286 0.00%

3 0 0 0 0 0 0 0 0 0 286 0.00%

4 2 0 0 0 0 0 0 0 2 286 0.70%

5 0 0 0 0 0 0 0 0 0 286 0.00%

6 0 0 0 0 0 0 0 0 0 286 0.00%

7 0 0 0 0 0 1 0 0 1 286 0.35%

8 0 0 0 0 0 2 0 0 2 286 0.70%

9 0 0 0 0 0 0 0 0 0 286 0.00%

10 1 0 0 1 0 0 0 1 3 286 1.05%

11 2 1 1 0 0 1 2 1 8 286 2.80%

12 0 0 0 0 0 0 0 0 0 286 0.00%

13 0 0 0 0 0 0 0 0 0 286 0.00%

14 0 0 0 0 0 0 0 0 0 286 0.00%

15 1 1 0 2 0 0 0 1 5 286 1.75%

16 0 0 0 0 0 0 0 0 0 286 0.00%

17 0 1 0 1 0 0 0 0 2 286 0.70%

18 1 0 2 0 0 0 0 1 4 286 1.40%

19 0 0 0 0 0 0 0 0 0 286 0.00%

20 0 0 0 0 0 0 0 0 0 286 0.00%

21 0 0 0 0 1 0 0 0 1 286 0.35%

22 0 1 0 0 0 0 0 0 1 286 0.35%

23 0 0 0 0 0 0 0 0 0 286 0.00%

24 0 0 1 3 0 1 0 0 5 286 1.75%

25 0 0 0 0 0 0 0 0 0 286 0.00%

26 0 0 0 0 0 0 0 0 0 286 0.00%

27 0 0 0 0 0 0 0 0 0 286 0.00%

28 0 0 0 0 0 0 0 0 0 286 0.00%

29 0 0 0 0 0 0 0 0 0 286 0.00%

30 0 0 0 0 0 0 0 0 0 286 0.00%

31 0 0 0 0 0 0 0 0 0 286 0.00%

total 7 4 4 7 1 5 2 4 34 11.89%


(6)

Dokumen yang terkait

PENGARUH MOTIVASI BELAJAR, KESIAPAN BELAJAR DAN LINGKUNGAN KELUARGA TERHADAP HASIL BELAJAR AKUNTANSI SISWA KELAS XI AKUNTANSI SMK TEUKU UMAR SEMARANG TAHUN AJARAN 2012 2013

0 5 182

ASPIRASI DALAM MELANJUTKAN STUDI PADA SISWA KELAS XII SMA TEUKU UMAR SEMARANG

1 15 144

Pengaruh Disiplin dan Motivasi Belajar terhadap Prestasi Belajar Siswa Kelas X SMK Teuku Umar Semarang Tahun Ajaran 2005 2006

3 16 102

PENGARUH MOTIVASI, LINGKUNGAN KELUARGA, KECERDASAN, DAN KARAKTERISTIK SISWA TERHADAP PRESTASI BELAJAR SISWA KELAS X JURUSAN ADMINISTRASI PERKANTORAN SMK TEUKU UMAR SEMARANG TAHUN AJARAN 2009/2010.

0 0 2

(ABSTRAK) PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN LEARNING CYCLE TERHADAP MOTIVASI BELAJAR SISWA PADA MATERI EKOSISTEM DI SMA TEUKU UMAR SEMARANG.

0 0 2

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN LEARNING CYCLE TERHADAP MOTIVASI BELAJAR SISWA PADA MATERI EKOSISTEM DI SMA TEUKU UMAR SEMARANG.

0 0 100

Pengaruh Motivasi Belajar, Kompetensi Guru dan Fasilitas Belajar Terhadap Prestasi Belajar Akuntansi Pada Siswa Kelas XII di SMA TEUKU UMAR Semarang.

3 15 103

Pengaruh Disiplin dan Motivasi Belajar terhadap Prestasi Belajar Siswa Kelas X SMK Teuku Umar Semarang Tahun Ajaran 2005/2006.

0 1 2

Keefektifan Konseling Kelompok dalam Meningkatkan Penyesuaian Diri Siswa di SMA Teuku Umar Semarang (Penelitian Eksperimen Pada Siswa kelas X 5 SMA Teuku Umar Semarang Tahun Pelajaran 2005/2006).

0 0 1

PENGARUH PENCIPTAAN IKLIM KELAS TERHADAP MOTIVASI BELAJAR PAI SISWA KELAS VII DI SMP NEGERI 40 SURABAYA.

0 0 94