Latar Belakang Masalah PENDAHULUAN

1

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Berbicara mengenai sumber daya manusia yang unggul dan berkualitas tentu tidak bisa lepas dari masalah pendidikan. Pendidikan merupakan suatu proses dalam membentuk, mengarahkan dan mengembangkan kepribadian serta kemampuan seseorang. Pendidikan diharapkan mampu meningkatkan kualitas sumber daya manusia dan memajukan ilmu pengetahuan dan teknologi Lacopa, 2012: 22. Sekolah sebagai lembaga yang mengembangkan proses pembelajaran selain bertujuan mengembangkan pengetahuan siswa, kepribadian, aspek sosial emosional, ketrampilan-ketrampilan, juga bertanggung jawab memberikan bimbingan dan bantuan terhadap peserta didik yang bermasalah, baik dalam belajar, emosional, maupun sosial sehingga dapat tumbuh dan berkembang secara optimal sesuai dengan potensi masing-masing. Hasil pembelajaran tersebut, seharusnya berdampak baik bagi mutu pendidikan dan kehidupan bangsa Indonesia. Menurut Samana dalam Werdiningsih, 2007: 2 dalam meningkatkan mutu pendidikan, banyak hal yang harus diperbaiki seperti kurikulum, tenaga kependidikan yang harus benar-benar profesional, adanya fasilitas yang memadai, sistem pendekatan guru yang sesuai, situasi sosial dengan ekologis di sekolah serta kondisi mental spiritual siswa yang termasuk di dalamnya masalah kedisiplinan siswa. Kedisiplinan adalah perilaku seseorang yang sesuai dengan tata tertib atau aturan yang berlaku baik yang muncul dari kesadaran dirinya maupun karena karena adanya sanki atau hukuman Lacopa, 2012: 26. Kedisiplinan yang menjadi kajian dalam penelitian ini adalah disiplin belajar. Kedisiplinan belajar merupakan kondisi yang sangat penting dan menentukan keberhasilan seorang siswa dalam proses belajar Sudarma, 2007: 171. Proses belajar yang baik adalah proses belajar yang bisa memudahkan siswa dalam memahami materi pelajaran yang diajarkan. Belajar dengan disiplin yang terarah dapat menghindarkan diri dari rasa malas dan menimbulkan semangat siswa dalam belajar, yang pada akhirnya akan dapat meningkatkan daya kemampuan belajar siswa. Disiplin adalah kunci sukses dan keberhasilan. Siswa yang tidak menyadari pentingnya kedisiplinan belajar akan menganggap hal tersebut merupakan tindakan yang sangat membosankan, sehingga untuk belajar harus dilakukan dengan paksaan dari orang lain yaitu orang tua dan guru. Disiplin memberikan manfaat yang besar dalam diri seseorang, untuk itulah kedisiplinan sangat diperlukan dalam usaha meningkatkan suatu kehidupan yang teratur dan meningkatkan prestasi dalam belajar karena sifatnya yang mengatur dan mendidik. Disiplin sebagai alat untuk mendidik yang digunakan dalam proses belajar dengan lingkungan, yang di dalamnya terdapat nilai-nilai yang membawa pengaruh dan perubahan perilaku. Prasetyo dan Muliadi dalam Lacopa, 2010: 26 membagi indikator kedisiplinan siswa menjadi tiga macam, yaitu: disiplin di dalam kelas, disiplin di luar kelas di dalam lingkungan sekolah dan disiplin belajar di rumah. Siswa yang memiliki disiplin belajar akan menunjukkan adanya kesiapan dalam mengikuti pelajaran kelas, hadir sebelum pelajaran dimulai, perhatian dan konsentrasi dalam belajar, tidak menyontek pada saat ujian, mengerjakan PR dan memiliki kelengkapan belajar misalnya buku dan alat belajar lainnya. Sebaliknya siswa yang kurang memiliki disiplin belajar maka tidak menunjukkan kesiapan dalam mengikuti pelajaran, membolos, tidak mengerjakan tugas-tugas dari guru, tidak mengerjakan PR, mengganggu kelas yang sedang belajar, menyontek, tidak memperhatikan pelajaran yang sedang dijelaskan oleh guru, berbicara dengan teman sebelah saat pelajaran berlangsung, terlambat hadir k e sekolah Tu’u, 2004: 55. Fenomena di dunia pendidikan yang muncul saat ini adalah banyaknya siswa yang tidak disiplin dalam belajar, misalnya sering datang terlambat ke sekolah, membolos, mengumpulkan tugas tidak tepat waktu, tidak mengerjakan pekerjaan rumah, tidak mengikuti upacara bendera, dan lebih mengkhawatirkan lagi adalah berkelahi dengan teman yang terutama sering dilakukan oleh siswa. Kompas 2010 memuat berita mengenai razia yang dilakukan oleh pemerintah kota Tanggerang juga merazia pelajar di empat wilayah, yaitu Tanggerang kota, Ciledug, Batuceper, dan Karawaci, dari razia tersebut terjaring 50 siswa yang bolos sekolah di mall, warnet dan tempat nongkrong mereka. Pelajar yang terjaring razia terdiri dari siswa SMP dan SMA. Tujuan razia ini adalah untuk menertibkan pelajar, sehingga polisi tidak menahan pelajar tersebut Hartanti, 2012: 125. Lampost.co tahun 2013 menyatakan bahwa sebanyak 33 siswa SMP di Bandar Lampung mengundurkan diri menjadi peserta Ujian Nasional UN SMP sederajat tahun 2013. Sesuai dengan aturan, sekolah sudah berkali-kali mengunjungi siswa-siswa tersebut tapi ke-33 siswa tersebut berkeras tak mau mengikuti UN. “Pihak sekolah sudah jemput bola ke rumah siswa, tapi yang bersangkutan tetap tidak mau mengikuti UN. Selain itu, sebanyak 10 siswa juga tidak bisa mengikuti UN tahun ini karena dikeluarkan dari sekolah atau drop out DO. Para siswa DO berasal dari sub rayon 11. Kebanyakan siswa DO karena alasan ketidakdisiplinan. Pada pelaksanaan UN hari pertama, dua siswa tidak hadir tanpa memberikan keterangan. Syamsidar menjelasakan satu siswa dari sub rayon 11 batal menjadi peserta UN karena meninggal dan dipastikan dua siswa harus mengikuti UN susulan karena sakit httpwww.Lompos.co201333 Siswa SMP Tak Ikuti UN.htm. Menurut hasil pengamatan tidak terstruktur di SMP Teuku Umar Semarang, SMP tersebut memiliki visi, misi dan tujuan sekolah yaitu unggul dalam kedisiplinan sekolah. Pada kenyataanya masih ditemukan banyak siswa kelas VII yang kurang disiplin dalam belajar, antara lain beberapa siswa yang keluar saat jam pelajaran dan ada beberapa siswa yang membolos, yaitu rata-rata sekitar 3 hingga 4 siswa yang tidak masuk tanpa surat keterangan, banyaknya siswa yang sering terlambat masuk kelas, dan ada beberapa siswa yang mengabaikan tugas dari guru. Menurut hasil wawancara dengan guru BK, beberapa mata pelajaran yang kurang diminati oleh siswa seperti IPA fisika, biologi, matematika dan Bahasa Inggris menjadikan siswa malas dan tidak memperhatikan guru melainkan membuat gaduh dikelas, serta banyaknya siswa yang memanfaatkan jam kosong untuk keluar kelas dan terkadang mengganggu kelas lain. Masalah lain yang sering muncul diantara para siswa SMP ini adalah adanya perkelahian antar siswa karena siswa saling mengejek. Dalam penelitian ini dipilih siswa kelas VII SMP Teuku Umar Semarang sebagai subjek penelitian, karena di kelas VII tingkat kedisiplinan belajar siswa masih kurang. Hal ini disebabkan oleh latar belakang siswa dari beberapa SD yang kurang memperhatikan kedisiplinan dan pemilihan sekolah yang sebenarnya tidak diinginkan oleh siswa. Berikut adalah data yang diambil oleh peneliti pada tanggal 26 April 2013: Tabel 1.1 Data Absensi Siswa kelas VII Tahun 20122013 No Bulan Rekap Absensi Siswa Total siswa Rata-rata siswa dalam 1 Januari 195 2,73 2 Februari 141 2,05 3 Maret 104 1,40 4 April 148 2 5 Mei 201 2, 81 Tabel 1.2 Data Keterlambatan Siswa Kelas VII Tahun 20122013 No Bulan Rekap keterlambatan Siswa Total siswa Rata-rata siswa dalam 1 Januari 98 1,37 2 Februari 62 0,90 3 Maret 16 0,22 4 April 51 0,69 5 Mei 34 0,48 Berdasarkan data diatas dengan jumlah subjek 286 siswa, maka diperoleh prosentase ketidakhadiran bulan januari 2,73, februari 2,05, maret 1,4, april 2, mei 2,81 sehingga diperoleh rata-rata absensi siswa selama 5 bulan adalah 2,198 dan prosentase keterlambatan siswa bulan januari 1,37, februari 0,9, maret 0,2, april 0,69, mei 0,48 sehingga diperoleh rata-rata keterlambatan siswa selama 5 bulan adalah 0,632. Dari hasil prosentase diketahui bahwa ketidakhadiran siswa kelas VII semester 2 pada bulan januari hingga maret mengalami penurunan namun pada bulan april hingga mei mengalami peningkatan, sedangkan prosentase keterlambatan siswa pada bulan januari hingga mei mengalami ketidakstabilan. Berdasarkan wawancara dengan guru BK di salah satu sekolah negeri, kelas dikatakan sehat apabila kehadiran siswa mencapai 97-98, sedangkan hasil prosentase ketidakhadiran siswa kelas VII di SMP Teuku Umar masuk ke dalam ambang batas sekolah tidak sehat yang berarti sekolah tersebut memiliki kedisiplinan yang kurang. Beberapa perilaku yang dilakukan oleh para siswa seperti membolos, terlambat masuk sekolah, kurangnya minat dan semangat selama berlangsungnya pelajaran menunjukkan bahwa kedisiplinan belajar yang mereka miliki cukup rendah. Hal tersebut tidak sesuai dengan kondisi fisik sekolah yang mendukung untuk proses belajar mengajar serta sarana dan prasaran yang tersedia, yaitu terdapat 24 ruang kelas, 1 perpustakaan, 1 laboratorium IPA, 1 laboratorium komputer, 2 ruang osis, 2 lapangan olahrga. Banyak faktor yang mempengaruhi kedisiplinan belajar siswa seperti halnya siswa itu sendiri dan fasilitas yang tersedia di sekolah. Kedisiplinan siswa tidak hanya ditentukan oleh sarana dan prasarana saja, namun kedisiplinan dipengaruhi oleh kepemimpinan kepala sekolah, kedisiplinan para guru dan interaksi antar semua unsur yang ada di sekolah, komponen-komponen ini di dalam dunia pendidikan di sebut dengan iklim sekolah. Hal ini beralasan karena ketika para siswa berada di sekolah, mereka berinteraksi dengan guru dan siswa lainnya yang dapat menumbuhkan dan mendorong semangat dalam proses belajar mengajar. Para guru seharusnya lebih memperhatikan dan dapat menciptakan iklim yang kondusif untuk meningkatkan kedisiplinan belajar siswa. Metode pengajaran yang diberikan guru, membuat siswa menjadi bosan. Misalnya guru yang hanya menyampaikan materi melalui cara yang sama secara berulang-ulang sehingga mengurangi minat siswa untuk mengikuti pelajaran, guru kurang bersikap interaktif dalam menyampaikan materi. Pemberian hukuman atau kredit point pada setiap pelanggaran yang dilakukan dikatakan cukup tegas meskipun untuk siswa kelas VII, namun hal tersebut masih kurang mendapatkan respon positif dari para siswa. Menurut Minarti 2011: 193 tujuan penengakkan disiplin sering tidak mendapatkan respon yang positif dari siswa. Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu kepemimpinan guru atau kepala sekolah yang otoriter yang menyebabkan sikap siswa yang agresif ingin berontak akibat kekangan dan perlakuan yang tidak manusiawi, kurang diperhatikan kelompok minoritas baik yang berada di atas rata-rata dalam berbagai aspek yang ada hubungannya dengan kehidupan di sekolah, siswa kurang dilibatkan dan diikutsertakan dalam tanggung jawab sekolah, latar belakang kehidupan keluarga, sekolah kurang mengadakan kerja sama dan saling melepas tanggung jawab. Menurut Ormord 2002: 213 penelitian selalu menunjukkan bahwa kualitas hubungan guru dan siswa adalah salah satu faktor terpenting yang mempengaruhi kesehatan emosi, motivasi dan pembelajaran siswa selama di sekolah. Ketika siswa memiliki hubungan yang positif dan suportif dengan guru, mereka memiliki self afficacy yang tinggi dan motivasi intrinsik yang lebih besar untuk belajar. Mereka juga terlibat dalam pembelajaran, self regulated, cenderung kurang nakal, dan berprestasi ditingkat yang lebih tinggi. Abraham Maslow dalam Tulus 2004: 53 secara positif melihat tingkah laku individu dimotivasi pemenuhan kebutuhan. Pemenuhan kebutuhan ini menyebabkan adanya tingkah laku positif dan negatif. Kepatuhan dan ketaatan sebagai upaya dalam mencapai dan memenuhi kebutuhan tersebut. Sementara pelanggaran-pelanggaran disiplin sebagai reaksi negatif karena kurang terpenuhinya kebutuhan-kebutuhan tersebut. Seorang siswa pasti memiliki suatu kebutuhan dasar, jika kebutuhan tersebut tidak terpenuhi pasti akan menimbulkan penyimpangan atau ketidakdisiplinan. Kebutuhan dasar itu meliputi, kebutuhan rasa aman lingkungan yang nyaman dan aman, rasa memiliki mendapatkan perhatian, penerimaan dari guru maupun teman, guru dapat membimbing demi kemajuan dalam belajarnya, guru memberikan kesempatan pada siswa untuk menunjukkan pengetahuan dan ketrampilannya, serta adanya rasa humor. Iklim sekolah merupakan bagian dari lingkungan belajar yang akan mempengaruhi kepribadian dan tingkah laku seseorang, sebab dalam melaksanakan tugas sekolahnya seorang siswa akan selalu berinteraksi dengan lingkungan belajarnya Listyani, 2005: 20. Soergiovanni dan Starratt dalam Hadiyanto 2004: 178 mengatakan bahwa iklim sekolah merupakan karakteristik yang ada the enduring characteristics, yang menggambarkan ciri-ciri psikologis psychological character dari suatu sekolah yang membedakan suatu sekolah dari sekolah yang lain, mempengaruhi tingkah laku guru dan peserta didik dan merupakan perasaan psikologis psychological feel yang dimiliki guru dan peserta didik disekolah tertentu. Pola hubungan yang muncul dapat meliputi hubungan antara guru dengan murid, murid dengan murid, guru dengan guru dan guru dengan pimpinan sekolah. Pengajaran dan pembelajaran dari guru merupakan salah satu hal yang paling penting dalam dimensi iklim sekolah, kepala sekolah dan guru harus berusaha dengan jelas mengatur norma-norma, tujuan, dan nilai-nilai yang membentuk proses belajar dan mengajar. Iklim sekolah yang positif, sistem pembelajarannya bersifat kooperatif, menghormati dan saling percaya. Siswa sebagai seorang pelajar hampir setiap hari berada di sekolah sebagai tempat menuntut ilmu, sehingga mereka cukup akrab bergaul dengan kondisi sekolah. Kondisi sekolah tersebut meliputi fasilitas sekolah yang memadai, bagaimana hubungan siswa dengan guru, tata tertib sekolah serta norma dan sanksi yang diterapkan. Hubungan siswa dengan guru akan saling mempengaruhi satu sama lain. Hubungan sosial antara siswa dengan guru yang mutualistik merupakan unsur penting dalam kehidupan sekolah, hubungan siswa dengan siswa yang kurang baik, juga akan mengganggu dalam proses belajar. Faktor guru yang meliputi mengajar terlalu cepat, suara kurang keras, penguasaan materi kurang baik, penguasaan kelas rendah, motivasi rendah, dan terlalu banyak jam mengajar akan membuat siswa merasa malas dalam mengikuti pelajaran. Guru yang memiliki sikap peduli, adil, demokratis, dan respek terhadap siswanya mampu mengurangi tingkat drop out siswa, tinggal kelas, dan perilaku salah suai di kalangan siswa. Proses kegiatan belajar mengajar yang menjadi intinya adalah siswa, sedangkan guru melakukan kegiatan pembelajaran yang dapat mengaktifkan siswa seoptimal mungkin, sehingga siswa tersebut mampu mengubah tingkah lakunya menjadi lebih baik dan siswa betul-betul berperan dan berpartisipasi aktif dalam melakukan kegiatan belajar. Guru yang dapat berinteraksi dengan siswa secara akrab, dapat menyebabkan proses belajar mengajar menjadi lebih baik dan lancar. Siswa yang merasa dekat dengan guru, maka akan berpartisipasi secara aktif dalam belajar. Partisipasi siswa dalam pelaksanaan pembelajaran berperan sangat penting, karena dari sinilah guru dapat memberikan perhatian yang berbeda kepada mereka yang kurang berpartisipasi Sudarmo, 2007: 168. Menurut Jia 2009 yang meneliti tentang pengaruh persepsi siswa terhadap iklim sekolah di sosial emosional dan penyesuaian akademik perbandingan remaja Cina dan remaja Amerika. Hasil penelitian menunjukkan bahwa siswa di Cina merasakan bahwa tingkat dukungan guru, dukungan siswa- siswa lebih tinggi dibandingkan siswa di Amerika. Persepsi siswa terhadap dukungan guru dan dukungan siswa-siswa yang lain berhubungan positif dengan harga diri remaja. Hal itu dapat mengurangi gejala depresi bagi remaja Cina dan Amerika. Menurut hasil penelitian yang dilakukan Werdiningsih 2007 tentang Hubungan antara Sikap Siswa terhadap Sekolah dengan Kedisiplinan pada Siswa Kelas XI SMA Teuku Umar Semarang yang meneliti 150 siswa SMA Teuku Umar menghasilkan koefisien korelasi 0,499 dengan p 0,01 yang berarti ada hubungan signifikan antara sikap siswa terhadap sekolah dengan kedisiplinan siswa. Hasil penelitian yang diperoleh maka hipotesis dalam penelitian ini diterima dan dari hasil ini menunjukkan bahwa sumbangan efektif SE dari korelasi antara sikap terhadap sekolah dengan kedisiplinan siswa kelas XI SMA Teuku Umar Semarang sebesar 24,9001. Hasil penelitian yang dilakukan Listyani 2005 tentang Pengaruh Kedisiplinan Siswa dan Iklim Sekolah Terhadap Prestasi Belajar Siswa Kelas II Smk Negeri 5 Semarang mendapatkan hasil dari 290 siswa sekolah Menegah Atas. Berdasarkan uji pengaruh antara kedisiplinan dan iklim sekolah terhadap prestasi belajar siswa menunjukan adanya pengaruh yang signifikan yang dibuktikan dari analisis varian yang diperoleh F hitung =36,856 F tabel = 3,856. Besarnya pengaruh kedisiplinan dan iklim sekolah terhadap Y prestasi belajar siswa secara bersama-sama adalah 46,7. Sedangkan sisanya yaitu 53,3 dari prestasi belajar siswa ditentukan oleh variabel lain selain kedisiplinan dan iklim sekolah yang tidak diteliti dalam penelitian ini. Berdasarkan hasil penelitian Arisana 2012 yang meneliti tentang Pengaruh Kedisiplinan Siswa dan Persepi Siswa Tentang Kualitas Mengajar Guru Terhadap Prestasi Belajar Akuntasi Siswa Kelas XI IPS MAN Yogyakarta II Tahun Ajaran 20112012. Populasi dalam penelitian ini adalah siswa kelas XI IPS MAN Yogyakarta II tahun ajaran 20112012 sebanyak 99 siswa. Hasil penelitian menunjukkan kedisiplinan siswa dan persepsi siswa tentang kualitas mengajar guru secara bersama-sama berpengaruh positif dan signifikan terhadap prestasi belajar akuntansi siswa kelas XI IPS MAN Yogyakarta II tahun ajaran 20112012. Masalah perilaku tidak disiplin disebabkan oleh faktor internal dan faktor ekternal. Faktor internal adalah faktor yang bersumber dari dalam diri anak sendiri, yang disebabkan oleh implikasi perkembangannya sendiri, misalnya kebutuhan tak terpuaskan, kurang cerdas, kurang kuat ingatannya, atau karena energi yang berlebihan. Faktor ekternal adalah faktor yang bersumber pada pengaruh-pengaruh luar seperti pelajaran yang sulit dipahami, cara guru mengajar kurang efektif, kurang menarik minat, sikap guru yang menekan, sikap yang tidak adil, bahasa guru kurang dipahami, atau sulit ditangkap dan alat belajar yang kurang lengkap Hamalik 2010: 108. Dari fenomena tersebut peneliti tertarik untuk mengadakan penelitian tentang Pengaruh Iklim Sekolah terhadap Kedisiplinan Belajar Siswa Kelas VII di SMP Teuku Umar Semarang

1.2 Rumusan Masalah

Dokumen yang terkait

PENGARUH MOTIVASI BELAJAR, KESIAPAN BELAJAR DAN LINGKUNGAN KELUARGA TERHADAP HASIL BELAJAR AKUNTANSI SISWA KELAS XI AKUNTANSI SMK TEUKU UMAR SEMARANG TAHUN AJARAN 2012 2013

0 5 182

ASPIRASI DALAM MELANJUTKAN STUDI PADA SISWA KELAS XII SMA TEUKU UMAR SEMARANG

1 15 144

Pengaruh Disiplin dan Motivasi Belajar terhadap Prestasi Belajar Siswa Kelas X SMK Teuku Umar Semarang Tahun Ajaran 2005 2006

3 16 102

PENGARUH MOTIVASI, LINGKUNGAN KELUARGA, KECERDASAN, DAN KARAKTERISTIK SISWA TERHADAP PRESTASI BELAJAR SISWA KELAS X JURUSAN ADMINISTRASI PERKANTORAN SMK TEUKU UMAR SEMARANG TAHUN AJARAN 2009/2010.

0 0 2

(ABSTRAK) PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN LEARNING CYCLE TERHADAP MOTIVASI BELAJAR SISWA PADA MATERI EKOSISTEM DI SMA TEUKU UMAR SEMARANG.

0 0 2

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN LEARNING CYCLE TERHADAP MOTIVASI BELAJAR SISWA PADA MATERI EKOSISTEM DI SMA TEUKU UMAR SEMARANG.

0 0 100

Pengaruh Motivasi Belajar, Kompetensi Guru dan Fasilitas Belajar Terhadap Prestasi Belajar Akuntansi Pada Siswa Kelas XII di SMA TEUKU UMAR Semarang.

3 15 103

Pengaruh Disiplin dan Motivasi Belajar terhadap Prestasi Belajar Siswa Kelas X SMK Teuku Umar Semarang Tahun Ajaran 2005/2006.

0 1 2

Keefektifan Konseling Kelompok dalam Meningkatkan Penyesuaian Diri Siswa di SMA Teuku Umar Semarang (Penelitian Eksperimen Pada Siswa kelas X 5 SMA Teuku Umar Semarang Tahun Pelajaran 2005/2006).

0 0 1

PENGARUH PENCIPTAAN IKLIM KELAS TERHADAP MOTIVASI BELAJAR PAI SISWA KELAS VII DI SMP NEGERI 40 SURABAYA.

0 0 94