seorang bonafide purchaser for value without notice atau pembeli yang beritikad baik Actio Pauliana tidak berlaku baginya.
F. Hal-hal Yang Harus Diatur dalam Undang-Undang Trusts
Seperti telah dijelaskan dalam uraian diatas, undang-undang tentang trusts di Cina banyak sekali mengatur mengenai trust corpus, trustee dan kewajibannya,
serta hal-hal lain yang harus ditaati dan dipatuhi oleh trustee, tidak hanya kepada beneficiary, melainkan juga terhadap settlor yang menciptakan atau melahirkan
trusts tersebut. Analisis menunjukkan bahwa setiap bentuk trusts memiliki keunikan
tersendiri, meskipun semua bentuk trusts tersebut memenuhi ciri-ciri dan kriteria yang diberikan dalam Konvensi. Salah satu hal yang perlu mendapat perhatian
adalah bentuk trusts corpus yang tidak seragam. Bahkan jika diperhatikan dengan seksama, pengakuan akan trusts corpus sebagai harta kekayaan terpisah yang
tidak berbentuk badan hukum masih sering kali dipertanyakan. Ilmu hukum yang dipelajari telah membentuk pola berpikir bahwa hanya badan hukum yang dapat
memiliki hak dan kewajiban yang mandiri yang terpisah dari hak dan kewajiban orang-orang yang memisahkan harta kekayaannya tersebut maupun dari para
pengurusnya. Dalam konteks tersebut, pemisahan harta kekayaan yang tidak berbadan hukum tidak pernah mendapat proporsinya secara layak. Dari sudut
pandang yang demikian, pengakuan mengenai eksistensi harta kekayaan terpisah yang tidak berbadan hukum tampaknya harus menjadi prioritas, agar bentuk-
bentuk instrumen pasar modal yang memiliki pranata trusts dapat memperoleh
Universitas Sumatera Utara
pengakuan yang tegas. Pengakuan yang tegas ini diharapkan dapat memberikan perlindungan yang lebih proporsionil bagi investor sebagai beneficiary, ketika
trustee pemilik maupun trustee pengurus harta kekayaan yang terpisah tersebut digugat, dinyatakan pailit atau bahkan dibubarkan.
Dalam konteks tersebut, khususnya terkait dengan pengakuan akan trusts corpus kiranya pembentukan suatu undang-undang tentang trusts perlu untuk
dijadikan wacana. Rancangan undang-undang tersebut diperlukan tidak hanya terkait dengan persoala pengakuan keberadaan harta terpisah yang tidak atau
bukan berbadan hukum, melainkan juga guna menghadirkan suatu kesatuan utuh pemahaman mengenai trusts. Rancangan tersebut diperlukan untuk menciptakan
keseragaman dalam konsepsi dan cara pandang terhadap bentuk-bentuk trusts yang netral. Pembentukan Rancangan Undang-Undang RUU tentang trusts
tersebut tidak dapat dibuat berdiri sendiri, melainkan harus dibuat dalam kerangka dan dengan memerhatikan ketentun-ketentuan yang ada dakam Kitab Undang-
Undang Hukum Perdata dan peraturan perundang-undangan lainnya yang telah ada dan mempunyai bentuk-bentuk yang mengandung pranata trusts di dalamnya,
termasuk UUPM. Perlindungan bagi pihak yang lemah, khususnya beneficiary yang terefleksi dalam bentuk perlindungan bagi investor pada pasar modal juga
perlu untuk diperhatikan. Hal tersebut dapat diwujudkan dengan memberikan kewajiban minimum
yang harus dipenuhi oleh trustee dalam setiap bentuk trusts, termasuk hal-hal yang terkait dengan perhitungan dan pertanggungjawaban perdata yang terkait
dengan pengurusan dan atau pengelolaan harta kekayaan ”milik” beneficiary atau
Universitas Sumatera Utara
investor pada pasar modal. Kewajiban dan pertanggungjawaban perdata tersebut harus disertai dengan mekanisme ganti rugi remedies yang memungkinkn
beneficiary atau investor pada pasar modal untuk memperoleh kembali segala sesuatu yang merupakan ”milikny” dan menjadi haknya, dengan tetap
memerhatikan hak-hak pihak ketiga yang beritikad baik.
a. Konsepsi dan Pengertian Trusts dalam RUU Trusts
Menentukan konsepsi dan mendefinisikan trusts yang dalam rancangan undang-undang tentang trusts tidak dapat dilepaskan dari ketentuan Pasal 1317
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata yang merupakan cikal bakal dari lahirnya bentuk-bentuk trusts dan trusts corpus dalam Kitab Undang-Undang Hukum
Perdata, Kitab Undang-Undang Hukum Dagang, bahkan dalam UUPM. Janji untuk kepentingan pihak ketiga tersebut dapat mengambil bentuk :
1 Penyerahan pemilikan atas suatu benda kepada pihak ketiga, dengan ketentuan
bahwa pihak ketiga tersebut tidak berhak untuk menikmati benda tersebut, karena :
a. kenikmatan atas benda tersebut telah diserahkan oleh pihak yang
memberikan dominium plenum ini kepada pihak lain b.
kenikmatan atas benda tersebut tetap berada di tangan pihak yang telah menyerahkan dominium plenum ini
2 Penyerahan hanya kenikmatan atas suatu benda tanpa mengalihkan
kepemilikan benda tersebut di dalam hukum, dengan pengertian bahwa kepemilikan dalam hukum tersebut tetap berada di tangan pemilik asal.
Universitas Sumatera Utara
Ini berarti setiap pemberian rumusan terhadap trusts dalam rancangan undang-undang tentang trusts harus memasukkan pengertian tentang janji untuk
kepentingan pihak ketiga sebagai dasar lahirnya trusts, dengan tetap memerhatikan kemungkinan eksistensi trusts yang telah ditentukaan oleh undang-
undang secara khusus.
249
1 Trusts harus melibatkan eksistensi atau setidaknya didasarkan pada
suatu hubungan hukum yang melibatkan tiga pihak, yang disebut dengan nama settlor, trustee dan beneficiary, meskipun salah satu
pihak tersebut dapat merupakan orang yang sama tetapi dengan kapasitas dan kewenangan dalam hukum yang berbeda. Secara
prinsip, trusts tidak mengakui keberadaan hubungan hukum ketiga pihak tersebut, di mana seorang settlor dan atau trustee juga
merupakan satu-satunya beneficiary dalam trusts. Trusts dapat dibentuk karena perjanjian atau terbentuk karena ketentuan peraturan
perundang-undangan. Di samping itu, rumusan mengenai trusts juga tidak
boleh dilepaskan dari ciri-ciri atau karakteristik mengenai bentuk trusts yang netral yang diatur dalam Convention on the Law Applicable to Trusts and on
Their Recognition, yaitu sebagai berikut.
2 Keberadaan sejumlah harta kekayaan tertentu yang dinamakan dengan
trusts corpus. 3
Trusts corpus adalah benda yang diserahkan ke dalam trusts oleh settlor. Benda yang menjadi trusts corpus adalah benda yang dapat
249
Dalam hal ini perlu diperhatikan eksistensi dana pensiun, yayasan, dan wakaf yang merupakan bentuk trusts yang dituangkan atau diatur dalam undang-undang tersendiri.
Universitas Sumatera Utara
saja merupakan segala jenis benda yang diakui dalam hukum, termasuk di dalamnya benda bergerak yang berwujud, benda tidak
bergerak yang berwujud, termasuk hak-hak kebendaan yang terbatas dan hak perseorangan yang diakui sebagai benda dalam hukum.
4 Trusts corpus adalah harta kekayaan yang terpisah, yang mandiri,
yang meskipun tercatat sebagai harta kekayaan salah satu dari ketiga pihak tersebut adalah harta kekayaan yang tidak dapat dijangkau oleh
kreditor pribadi pihak-pihak tersebut settlor, trustee, maupun beneficiary
5 Trusts corpus tersebut senantiasa diurus oleh pihak yang dinamakan
trustee. Pengurusan tersebut dapat dipertanggungjawabkan dalam hukum. Pertanggungjawaban tersebut dapat lahir dari perjanjian yang
membentuknya maupun karena ditentukan demikian oleh peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Terkait dengan janji untuk kepentingan pihak ketiga, perlu juga untuk diperhatikan bahwa secara konseptual janji ini tidak hanya dimaksudkan
dilakukan selama hidupnya orang-orang yang berjanji ini, melainkan juga secara implisit terkandung di dalamnya untuk menyerahkan hak milik meninggal dunia.
Dengan demikian, untuk memberikan kepastian dalam konsepsi dan pengertian trusts, perlu juga untuk dirumuskan bahwa trusts tersebut dapat dibentuk semasa
hidup seseorang melalui suatu perjanjian atau setelah meninggalnya seseorang melalui pemberian wasiat. Hal yang terakhir ini juga harus dipastikan bahwa
Universitas Sumatera Utara
pihak yang dibebankan kewajiban sebagai trustee akan melakukan penerimaan pemberian dalam trusts tersebut.
b. Konsepsi, Pengertian dan Kewajiban Trustee dalam RUU Trusts
Jika memerhatikan seluruh bentuk trusts yang ada dalam Kitab Undang- Undang Hukum Perdata, Kitab Undang-Undang Hukum Dagang, dan UUPM,
konsepsi trustee selalu mengambil bentuk-bentuk antara lain : 1
Trustee pemilik dengan atau tanpa last ; 2
Trustee pengurus dengan atau tanpa volmacht ; 3
Bewind trustee dengan lembaga bewindvoering di dalamnya. Selanjutny, konsepsi tersebut di atas tentang trustee jika dikaitkan dengan
trusts corpus, dapat dikemukakan bahwa trusts di Indonesia memiliki fungsi antara lain :
1 Trusts dengan trustee sebagai pemilik ; yang dalam hal ini :
a. hanya sebagai pemilik tanpa adanya kewajiban lain
b. sebagai pemilik dan pemegang last untuk kepentingan beneficiary ;
danatau 2
Trusts dengan trustee sebagai pengurus ; yang dalam hal ini : a.
sebagai pengurus yang diberikan kewenangan volmacht ; b.
sebagai bewindvoering Konteks tersebut di atas menunjukkan bahwa trustee senantiasa
mengambil dua macam bentuk, yaitu trustee pemilik danatau trustee pengurus. Rumusan ”danatau” tersebut menunjukkan bahwa pada suatu saat yang
Universitas Sumatera Utara
bersamaan dapat ditemukan keberadaan dari kedua ”trustee tersebut, yaitu trustee pemilik dan trustee pengurus pada satu entitas. Keadaan di mana seorang trustee
merupakan pemilik terdaftar dalam hukum dari dan sekaligus pengurus dari trusts corpus inilah yang merupakan bentuk tradisional dari trusts yang berasal dari
sistem equity yang berkembang dalam tradisi hukum Anglo Saxon. Dengan demikian, pemberian rumusan dan pengertin trustee dalam
rancangan undang-undang tentang trusts harus juga mencantumkan fungsi trustee, yang tidak semata-mata hanya merupakan pihak yang namanya tercatat sebagai
pemilik, melainkan juga pihak yang berfungsi sebagai pengurus trusts corpus. Pemberian pengertian trusts corpus di sini perlu diberikan secara lebih spesifik
sehingga demikian keberadaan wali amanat sebagai indenture trustee dalam sudut pandang Anglo American dan bewindvoerder dalam pandangan dan
konsepsi Kitab Undang-Undang Hukum Perdata dapat memperoleh tempatnya sebagai trustee. Hal yang sama juga perlu diperhatikan dalam penerbitan suatu
SPEI, di mana depository bank atau depository trusts, sebagai owner trustee dalam sudut pandang Anglo Saxon dan bewindvoerder dalam pandangan dan
konsepsi Kitab Undang-Undang Hukum Perdata juga dapat memperoleh tempatnya sebagai trustee dengan tetap dapat dibedakan eksistensinya dari wali
amanat, dan suatu bentuk perwakilan tidak langsung, seperti halnya komisioner. Selain itu, pemahaman yang benar mengenai kewajiban trustee terkait
dengan trusts corpus dalam hubungannya dengan pertanggungjawaban hukum trustee, baik kepada settlor maupun beneficiary perlu dirumuskan dengan baik
dan benar. Hal ini akan menjadi dan merupakan pembeda antara hubungan
Universitas Sumatera Utara
hukum settlor – trustee – beneficiary dengan hubungan hukum pemberian kuasa lastgeving atau perwakilan sehubungan dengan pemberian suatu mandat
volmacht, meskipun dalam hubungan settlor – trustee – beneficiary tersebut juga terdapat hubungan hukum pemberian kuasa lastgeving dan atau pemberian suatu
mandat volmacht.
c. Konsepsi dan Pengertian Trusts Corpus dalam RUU Trusts
Selanjutnya, berdasarkan pada status hukum trusts corpus dapat diketahui bahwa dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, Kitab Undang-Undang
Hukum Dagang, dan UUPM dapat ditemukan : 1.
trusts corpus sebagai harta kekayaan mandiri yang terpisah sebagai subjek hukum sendiri ;
2. trusts corpus atas nama settlor ;
3. trusts corpus atas nama trustee ;
4. trusts corpus atas nama beneficiary
Eksistensi dari fakta tersebut menunjukkan bahwa pada prinsipnya, harta kekayaan dalam trusts, dapat diserahkan atau diletakkan di tangan siapapun,
sebagai harta kekayaan terpisah. Ini berarti trusts corpus dapat tercatat atas nama settlor trustee dalam pandangan tradisi hukum Anglo Saxon dikenal dengan nama
grantor trusts yang tidak diakui sebagai suatu trusts, trustee atau beneficiary. Dalam hal ini harus diingat dan diperhatikan bahwa yang dimaksudkan dengan
kepemilikan trusts corpus di tangan settlor, trustee atau beneficiary adalah suatu bentuk kepemilikan terpisah dalam hukum, meskipun trusts corpus tersebut
Universitas Sumatera Utara
tercatat atas nama settlor, trustee atau beneficiary. Settlor yang juga merangkap sebagai trustee atau beneficiary dari trusts corpus tersebut bukan dan tidak dapat
menjadi atau merupakan satu-satunya settlor, atau satu-satuny trustee atau satu- satunya beneficiary terhadap trusts corpus tersebut. Dalam hal ini juga berarti
harus diperhatikan bahwa konsepsi pemilikan trusts corpus di tangan trustee yang juga settlor tidaklah harus selalu diartikaan sebagai suatu grantor trusts, selama
terdapat lebih dari satu settlor, trustee atau beneficiary. Dalam keadaan di mana settlor hanyalah sebagai salah satu beneficiary bukan satu-satunya beneficiary,
dapat dikatakan bahwa pemilikan trusts corpus di tangan trustee yang juga settlor adalah juga pemilikan trusts corpus di tangan salah satu beneficiary. Dalam hal
satu-satunya settlor merupakan satu-satunya beneficiary, seperti telah dijelaskan di atas dalam konstruksi perkawinan tanpa perjanjian kawin, sejak semula tidak
pernah ada trusts karena tidak pernah ada peralihan kepemilikan dalam hukum dan pemisahan antara pemilik tercatat dengan penikmat.
Selanjutnya, karena corpus trusts, meskipun tercatat atas nama settlor, trustee dan beneficiary haruslah merupakan harta kekayaan yang dipisahkan
sehingga terlepas dari harta kekayaan settlor, trustee dan beneficiary pribadi yang tidak dapat dikejar oleh kreditor pribadi settlor, trustee dan beneficiary tersebut.
Untuk memberikan kepastian mengenai hal tersebut, RUU Trusts harus mencantumkannya secara tegas.
Dalam hal kebendaan yang dijadikan sebagai trusts corpus tersebut adalah tanah dan atau hak-hak atas tanah yang diatur dalam Undang-Undang Pokok
Agraria No. 5 Tahun 1960, sebaiknya diberlakukan prinsip pendaftaran dan
Universitas Sumatera Utara
pencatatan sebagaimana berlaku di Skotlandia, sehingga dapat menghindari terjadinya penyelundupan hukum.
d. Sahnya Pembentukan Trusts dalam RUU Trusts
Seperti telah dijelaskan di muka, dan jika telah disepakati bahwa trusts lahir dari perjanjian, keabsahan pembentukan suatu trusts tidak dapat dipisahkan
dari syarat-syarat sahnya suatu perjanjian. Dalam konteks ini, ketentuan Pasal 1320 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata sampai dengan Pasal 1337 Kitab
Undang-Undang Hukum Perdata yang terkait dengan syarat sahnya perjanjian berlaku.
Selain itu, dengan memerhatikan bahwa suatu trusts dapat juga dilahirkan dari wasiat, ketentuan yang berlaku bagi sahnya pembentukan wasiat harus juga
diberlakukan. Dalam konteks tersebut, tidaklah diperlukan bahwa rancangan undang-undang tentang trusts dimasukkan kriteria dan syarat-syarat pembuatan
wasiat, cukuplah jika rancangan undang-undang ini merujuk pada berlakunya ketentuan yang mengatur mengenai hukum waris yang berlaku bagi pihak
terhadap siapa suatu trusts berdasarkan wasiat telah dibuat. Di samping itu, perlu juga diberikan aturan atau ketentuan tambahan yang
berhubungan dengan masalah penawaran pembentukan trusts dan penerimaan suatu trusts yang telah ditawarkan. Dengan memerhatikan bahwa trusts yang lahir
dari wasiat mengambil bentuk tertulis, dan konsepsi bahwa trusts merupakan suatu bentuk pembebanan dalam hukum kepada pemilik suatu benda, ada baiknya
jika penawaran pembentukan trusts dibuat secara tertulis dan di hadapan pejabat
Universitas Sumatera Utara
yang berwenang, demikian juga penerimaan suatu trusts yang telah ditawarkan harus dibuat secara tertulis dan dibuat di hadapan pejabat yang berwenang,
dengan ancaman kebatalannya yaitu diperlakukan sebagai tidak pernah ada di mata hukum sejak awal.
e. Tanggung Jawab Trustee dalam RUU Trusts
Hal terpenting lainnya dalam konsepsi dan pembentukan trusts adalah masalah tanggung jawab trustee. Secara konseptual, dikaitkan dengan
kepentingan yang ada, dapat dikatakan bahwa trustee bertanggung jawab dalam hukm kepada beneficiary. Namun demikian, kecuali untuk trusts yang dibentuk
berdasarkan wasiat, settlor juga seringkali mempunyai kepentingan bagi tercapainya maksud dan tujuan pembentukan trusts tersebut. Dalam konstruksi
yang demikian berarti sesungguhnya trustee tidaklah bertanggungjawab kepada beneficiary maupun settlor secara pribadi, melainkan demi hukum bertanggung
jawab atas nilai trusts corpus bagi kepentingan dan manfaat beneficiary maupun settlor. Jadi, dalam hal terjadi kerugian atas trusts corpus, beneficiary maupun
settlor diberikan kewenangan untuk melakukan dan mengambil tindakan hukum yang diperlukan guna menjamin agar harta kekayaan yang merupakan trusts
corpus tidaklah dirugikan karenanya. Semuanya ini dilakukan untuk kepentingan dari trusts corpus.
Dalam konteks tersebut di atas perlu dipikirkan kemungkinan pemberian hak derivatif kepada beneficiary dan atau settlor, untuk dan atas nama trusts
corpus – sebagai harta kekayaan yang terpisah – untuk melakukan tindakan atau
Universitas Sumatera Utara
perbuatan hukum yang dapat mencegah atau mengurangi atau mengembalikan kerugian trusts corpus, sebagai akibat tindakan, perbuatan, atau tidak
dilakukannya tindakan atau perbuatan tertentu yang seharusnya dilakukan oleh trustee.
Tuntutan yang dapat dilakukan oleh beneficiary atau settlor terkait dengan breach of trusts oleh trustee merupakan kewenangan yang diturunkan dari
kewenangan trusts corpus secara mandiri. Dalam hal ini, tindakan atau tuntutan yang dapat diambil dapat meliputi :
250
1 injuction or declaration, yang ditujukan untuk mencegah terjadinya
pelanggaran terhadap fiduciary duty lebih lanjut 2
damages or compensation 3
restoration of the trusts corpus 4
rescission of the deal contract 5
account of profit 6
summary dismissal Seluruh mekanisme pertanggungjawaban perdata dapat mempergunakan
ketentuan yang diatur dalam hukum acara perdata yang berlaku, termasuk juga tindakan pembatalan perjanjian dan atau perbuatan merugikan yang telah
dilakukan oleh trustee dalam bentuk Actio Pauliana. Hal yang terkait dengan restoration of trusts corpus dan account of profits harus diberikan ketentuan yang
tegas, khususnya yang terkait dengan masalah pelacakan harta kekayaan yang telah dipergunakan secara tidak sah dan penggantian atas keuntungan yang
250
Baca Paul L. Davies, Gower’s Principles of Modern Company Law, London, Sweet Maxwell, 1997, hlm. 646. Bandingkan juga dengan Philip Lipton and Abraham Herzberg,
Understanding Company Law, Brisbane, The Law Book Company Ltd, 1992, hlm. 343-344.
Universitas Sumatera Utara
diperoleh secara tidak sah. Selain itu, juga perlu diberikan aturan mengenai penggantian trustee ketika ia telah terbukti merugikan trusts corpus, termasuk
prosedur dan tata caranya, penggunaan prinsip subrogasi riil perlu mendapat perhatian di sini.
Untuk mencegah ketidakpastian dalam menentukn breach of trusts, kiranya perlu juga untuk diberikan aturan dan ketentuan yang tegas dan ketat,
terkait dengan hal-hal apa saja yang dimasukkan sebagai breach of trusts, dengan risiko-risiko yang dapat diambil, termasuk ketentuan pidana di mana diperlukan.
f. Jangka Waktu dan Pengakhiran Trusts dalam RUU Trusts
Salah satu prinsip dalam trusts yang tidak boleh dilupakan adalah bahwa trusts bersifat tidak langgeng non-perpetuity. Dengan demikian, dalam
rancangan undang-undang tentang trusts ini pun harus dimuat ketentuan yang terkait dengan non-perpetuity tersebut, sebagaimana halnya misalnya dalam
pemberian hak pakai hasil karena kematian, yang hanya berlaku paling lama selama hidupnya penerima hak pakai hasil tersebut. Selain itu, perlu juga diatur
secara tegas, hal-hal yang dapat menjadi sebab atau alasn berakhirnya suatu trusts, dan kemungkinan untuk memperpanjang atau memperbaharuinya, ketika masa
atau jangka waktunya telah berakhir dalam hukum.
G. Urgensi Pembentukan Undang-Undang Trusts di Indonesia