Ciri-ciri dan Karakteristik Unik Trusts dalam Perkembangan Awal Tradisi Hukum Anglo Saxon

orang tertentu, yang berhak untuk menerima manfaat atau menikmati trusts yang telah diciptakan tersebut. 110

C. Ciri-ciri dan Karakteristik Unik Trusts dalam Perkembangan Awal Tradisi Hukum Anglo Saxon

Lusiana Ho mengemukakan sekurangnya ada empat hal yang menjadi alasan atau menyebabkan mengapa trusts tidak dikenal dalam tradisi hukum Eropa Kontinental. Keempat hal tersebut adalah : 111 1. adanya pemisahan pemilikan ke dalam pemilikan dalam hukum dan pemilikan dalam ekuitas yang merupakan penerima manfaat, dengan ketentuan bahwa kepemilikan dalam hukum diserahkan kepada trustee; 2. adanya pemisahan kepemilikan dari harta kekayaan yang diletakkan dalam trusts di tangan trustee dengan harta kekayaan milik trustee sendiri; 3. adanya kewajiban fidusia yang dibebankan kepada trustee; 4. adanya kewenangan bagi beneficiary untuk melakukan equitable tracing dan menegakkan haknya dalam bentuk proprietary remedies dalam equity terhadap benda yang diserahkan dalam trusts yang berada di tangan pihak ketiga, kecuali terhadap pembeli yang beritikad baik bona fide purchasers for value without notice. Keempat hal tersebutlah yang menjadikan trusts sebagai sesuatu yang unik dalam tradisi Anglo Saxon. Sir Frederick W. Maitland menyatakan bahwa trusts 110 Halliwell, op cit., hlm. 23. 111 Lihat Lusiana Ho, loc cit., hlm. 288. Universitas Sumatera Utara adalah 112 1. Pemilikan Ganda dan Penyerahan Pemilikan dalam Hukum Kepada Trustee ”the greatest and most distinctive achievement performed by Englishmen in the field of jurisprudence”. Keempat hal tersebut jugalah yang merupakan ciri-ciri dan karakteristik unik dari trusts dalam perkembangan awal tradisi hukum Anglo Saxon, khususnya yang berlaku di Inggris. Salah satu ciri khas trusts adalah adanya pemilikan ganda dual ownership. Maksud pemilikan ganda tersebut adalah pemilikan yang berada di tangan dua orang atau subjek hukum. Pemilikan pertama yang dinamakan dengan legal ownership atau pemilikan dalam hukum yang ada di tangan trustee. Sementara itu, pemilikan kedua yang disebut dengan beneficial owner atau equity owner adalah pihak yang menerima manfaat dari atau menikmati benda yang diserahkan kepada trustee sebagai pemilik hukum. Ini berarti setiap tindakan atau perbuatan hukum yang bertujuan atau terkait dengan kepemilikan atas benda tersebut dalam hukum common law hanya dapat dilakukan oleh trustee. Beneficiary, di mata hukum common law bukanlah pemilik yang berhak atas benda yang berada dalam trusts tersebut. Penjelasan tersebut di atas menunjukkan bahwa dalam suatu trusts, trustee memiliki kewenangan yang terbatas, khususnya dalam hal tidak boleh menikmati benda yang berada dalam trusts, serta ketiadaan wewenang untuk melakukan tindakan-tindakan yang semata-mata ia kehendaki atas trusts corpus yang dapat merugikan kepentingan beneficiary. Trustee tidak memiliki dominium plenum atas 112 FW Maitland, Equity: A Course of Lectures, 2nd ed Cambridge: Cambridge University Press, 1936, hlm. 23 dikutip dari Lusiana Ho, “The Reception of” Trust in Asia: Emerging Asian Principles of Trust?” “Singapore Journal of” Legal Studies [2004], hlm. 288. Universitas Sumatera Utara benda yang berada dalam pemilikannya. Tindakan trustee untuk merusak atau menghancurkan benda dalam trusts adalah suatu tindakan yang merupakan pelanggaran terhadap hak dalam equity dari seorang beneficiary. Hal ini menunjukkan bahwa seorang trustee tidaklah memiliki kewenangan sepenuhnya untuk bertindak bebas atas benda yang berada dalam trusts. Kewenangan trustee yang terbatas ini mencerminkan adanya perbedaan antara kepemilikan dalam trusts oleh trustee dan makna pemilikan yang sebenarnya. 113 2. Pemisahan Kepemilikan Trusts Corpus dengan Harta Kekayaan Milik Trustee Pribadi Pemisahan kepemilikan trusts corpus atau harta kekayaan yang diserahkan dalam trusts dengan harta kekayaan trustee sendiri merupakan konsekuensi logis bahwa trustee hanyalah merupakan pengurus atau pengelola harta kekayaan yang diserahkan dalam trusts kepadanya. Sebagai pengurus dan pengelola harta kekayaan yang berada dalam trusts, trusts corpus tersebut bukanlah milik yang sesungguhnya dari trustee meskipun benda tersebut berada dalam atau diserahkan kepemilikannya dalam hukum kepada trustee. Hukum hanya melihat trustee sebagai satu-satunya pemilik dalam hukum sehingga setiap gugatan yang terkait dengan kewajiban trusts corpus-pun ditujukan semata-mata kepada trustee, dengan kewajiban trustee untuk memenuhinya dari trusts corpus. Equity memberikan hak kepada trustee untuk memperoleh penggantian dari trusts corpus atas segala sesuatu yang telah dikeluarkan dari harta kekayaan trustee pribadi. 113 Maurizio Lupoi, “The Civil Law Trusts”, Vanderbilt Journal of Transnational Law [Vol. 32 : 1999], hlm. 5. Universitas Sumatera Utara 3. Hubungan dan Kewajiban Fidusia dari Trustee Kepada Beneficiary Dalam melaksanakan tugasnya untuk kepentingan beneficiary, trustee diberikan kewenangan dan sekaligus juga kewajiban. Kewenangan yang dimaksud adalah serangkaian kemampuan dan kecakapan yang dilahirkan dari instrumen yang menciptakan trusts tersebut, maupun yang diberikan oleh undang-undang kepada trustee sebagai ”pemilik” benda yang diletakkan dalam trusts, untuk melakukan tindakan atau perbuatan hukum yang terkait dengan benda yang berada dalam trusts tersebut. Tindakan atau perbuatan hukum tersebut antara lain meliputi kegiatan untuk melakukan investasi atas dana tunai yang dipercayakan kepadanya. Trustee wajib melaksanakan kepercayaan yang diberikan untuk menentukan sendiri beneficiary yang berhak atas dana yang diserahkan dalam discretionary trusts dan lain sebagainya. 114 Hubungan trustee-beneficiary adalah suatu bentuk hubungan kepercayan yang dinamakan ”fiduciary relation”. Pengertian ”fiduciary” itu sendiri tidaklah dapat dengan mudah untuk dijabarkan atau didefinisikan. Secara sederhana hubungan kepercayaan fiduciary dapat dilihat dari hubungan antara direksi perusahaan dengan perusahaan itu sendiri, 115 agen dengan perusahaan prinsipalnya, 116 rekanan bisnis dalam hubungan dengan rekanan lainnya. 117 114 Lihat Hudson, op cit., hlm. 34. 115 Lihat Regal Hasting Ltd v. Gulliver [1942] 1 All ER 378. 116 Lihat Boardman v Philips [1967] 1 AC 46. 117 Lihat Clegg v. Edmondson 1857 8 De GIGI DAN MULUT G 787. Hubungan fiduciary melukiskan hubungan hukum di mana salah satu pihak dalam hubungan tersebut memiliki kewajiban yang dinamakan duty of loyalty kepada Universitas Sumatera Utara pihak lainnya dalam hubungan hukum tersebut. Dalam kaitannya dengan trusts, seorang trustee memiliki kewajiban kepada beneficiary berdasarkan pada hubungan hukum trusts yang terkait dengan benda yang diletakkan dalam trusts, dan perilaku atau tindakan hukum yang terkait dengan cara pengelolaan benda yang berada dalam trusts tersebut. 118 Kewajiban yang terkait dengan pengelolaan benda yang berada dalam trusts ini digunakan atau dipakai sebagai pedoman untuk menghindari benturan kepentingan antara kepentingan trustee dengan kepentingan beneficiary sehubungan dengan eksistensi dan pemanfaatan dari benda yang berada dalam kepemilikan trustee tersebut. Hubungan fiduciary antara trustee dan beneficiary ini lahir bersamaan dengan diciptakannya trusts oleh settlor. 119 Hudson mengatakan bahwa kewajiban fiduciary merupakan kewajiban yang berada di luar atau tambahan kewajiban yang telah disebutkan dalam bentuk- bentuk perjanjian yang melahirkan suatu hubungan fiduciary seperti tersebut di atas, maupun dalam instrumen pernyataan trusts oleh settlor. Kewajiban fiduciary direksi dengan perseroan tidak hanya sebatas yang disebutkan dalam Anggaran Dasar atau peraturan perusahaan. Kewajiban fiduciary agen kepada prinsipalnya tidak hanya sebatas yang disebutkan dalam perjanjian keagenan. Demikian juga halnya dengan trusts. Dalam suatu trusts berbentuk dana pensiun atau reksa dana, kewajiban trustee tidak hanya terikat pada hubungan hukum sebatas Dari penjelasan yang diberikan di atas dapat diketahui bahwa fiduciary relation memiliki karakteristik yang sangat luas. 118 Lihat Hudson, op cit., hlm. 34. 119 Ibid., hlm. 34 Universitas Sumatera Utara pengangkatannya sebagai trustee tetapi lebih jauh lagi trustee diwajibkan untuk melaksanakan kewajibannya yang dibebankan kepadanya secara profesional, seiring atau sejalan dengan keahliannya dalam bidang di mana ia telah diangkat dan ditunjuk untuk mewakili kepentingan dari seluruh beneficiary. 120 Sebagaimana halnya fiduciary duty yang berlaku bagi Direksi terhadap perseroan terbatas, fiduciary duty trustee terhadap harta kekayaan yang berada dalam trusts trusts corpus juga dibedakan ke dalam duty of loyalty and good faith dan duty of care; 121 karena secara alamiah trusts berbeda dengan suatu perseroan terbatas, fiduciary duty trustee terhadap trusts corpus juga berbeda dengan fiduciary duty direksi dalam suatu perseroan terbatas. 122 a. Duty of Loyalty dalam Trusts Duty of loyalty adalah salah satu doktrin yang berkembang dalam equity. Dengan duty of loyalty, trustee diharapkan untuk tidak melakukan tindakan atau perbuatan hukum yang dapat menguntungkan diri trustee itu sendiri, baik dengan merugikan atau tidak merugikan harta kekayaan yang berada dalam trusts. 123 120 Hudson, op cit., hlm. 400. Hal yang sama dikatakan oleh Moffat bahwa “A person in a fiduciary position is under a duty of loyalty to some other person or body; this is translated into the legal principle that a fiduciary should not allow his personal interest to conflict 121 Lihat Melanie B. Leslie, “Trust ing Trustees: Fiduciary Duties and the Limits of Default Rules”, Benjamin N Cardozo Scholl of Law, Jacob Burns Institute for Advanced Legal Studies, Working Paper No. 111, 2005, hlm. 2, http:ssrn.comabstract=711849 . 122 Hukum perseroan terbatas berkembang dalam common law yang merupakan bagian dari perjanjian yang dipertahankan dalam court of common law, berbeda dari trusts yang berkembang dari equity dan hanya dapat dipertahankan dalam court of equity. Perbedaan secara alamiah ini membawa pada akibat dapat dikecualikan tidaknya fiduciary duty ini dalam tindakan pengurusan oleh direksi maupun trustee. 123 Leslie, op cit., hlm. 5. Universitas Sumatera Utara with that duty”. 124 1 Trustee Tidak Boleh Memperoleh Keuntungan Secara Tidak Wajar Dalam Kapasitasnya Sebagai Trustee Dengan demikian, dalam duty of loyalty and good faith terkandung prinsip duty not to profit from the position as trustee. Kewajiban trustee untuk tidak mencari atau memperoleh keuntungan dalam kedudukan sebagai trustee dari suatu benda atau sejumlah dana tertentu merupakan salah satu kewajiban fiduciary dari trustee. Dalam Bray v Ford, Lord Herschell mengatakan bahwa 125 2 Pelaksanaan Kewajiban Tanpa Kompensasi Berlebihan “It is an inflexible rule of a court of equity that a person in a fiduciary position……is not, unless otherwise expressly provided, entitled to make profit; he is not allowed to put himself in a position where his interest and duty conflict”. Sejak tahun 1734, telah berlaku suatu adagium bahwa seorang trustee tidak diperkenankan untuk mengambil keuntungan secara tidak wajar atas setiap tindakan yang dilakukannya untuk kepentingan beneficiary yang bendanya berada dalam pemilikan atau pengurusan trustee tersebut. Dalam konteks ini dikatakan bahwa seorang pengacara yang menjadi trustee tidak diperkenankan untuk membuat perjanjian dengan firma hukum di mana ia merupakan rekan, atas kepentingan yang terkait dengan benda yang diurus olehnya tersebut. Hal ini tidaklah berarti trustee tersebut tidak diperkenankan untuk mengangkat atau 124 Dikutip dari “Aquity dan Trusts; Trustee Duties and Powers, Breach of Trust, Tracing”. February 2002. 125 Pettit, op cit., hlm. 374. Universitas Sumatera Utara mempekerjakan pengacara lain turut serta melakukan pengurusan atas benda yang berada dalam pemilikan trustee tersebut. 126 Dalam hubungannya dengan hak untuk menerima remunerasi, tidak ada larangan trustee untuk memperoleh penghasilan dari jasa yang diberikan olehnya sehubungan dengan benda yang diserahkan dalam trusts kepadanya tersebut. Hanya saja agar penghasilan tersebut merupakan penghasilan yang sah dan dapat dipertanggungjawabkan, besarnya penghasilan yang harus dan dapat diterima oleh seorang trustee selama ia mengemban tugasnya sebagai trustee tersebut harus ternyata secara tegas dalam instrumen yang menciptakan trusts tersebut atau dalam peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai suatu hubungan hukum trusts. Sebagaimana dinyatakan oleh Lord Norman, 127 1 instrumen yang melahirkan trusts. “the rule is not that reward for services is repugnant to the fiduciary duty, but that he who has the duty shall not take any secret remuneration or any financial benefit not authorized by the law, or by his contact, or by the trusts deed under which he acts, as the case may be”. Dengan nerasi hanya jika remunerasi tersebut dinyatakan dengan tegas dalam : 128 2 perjanjian dengan cestui que trusts. 129 3 perintah pengadilan. 130 4 aturan dalam Cradock v Piper, yang di dalamnya dinyatakan bahwa suatu kantor pengacara di mana salah satu pengacaranya merupakan trustee berhak 126 Ibid, hlm. 374-375. 127 Dikuti dari Ibid., hlm. 375. 128 Ibid. 129 Ibid., hlm. 376. 130 Ibid. Universitas Sumatera Utara atas biaya dan keuntungan sewajarnya atas pemberian jasa kepada pengacara yang menjadi trustee dan co-trustee yang bukan rekan dalam kantor pengacara tersebut. Dalam konteks ini, pengadilan mempertimbangkan bahwa biaya jasa hukum tersebut tidaklah lebih besar dari biaya jasa hukum yang sedianya diberikan oleh kantor pengacara tersebut kepada co-trustee yang bukan rekan dalam kantor pengacara tersebut. 131 5 aturan hukum yang berlaku, seperti misalnya yang diberikan berdasarkan Trustee Act 1925, yang menyatakan bahwa : where the court appoints a corporation, other than public trustee, to be a trustee either solely or jointly with another person, the court may authorize the corporation to charge such remuneration for its services as trustee as the court may think fit. 6 kebiasaan yang berlaku. Dalam konteks ini, pengadilan tidak dengan begitu saja menerima alasan adanya kebiasaan yang berlaku, yang memungkinkan seorang pemegang kewajiban fiduciary untuk memperoleh manfaat atau keuntungan dari kewajibannya sebagai pemegang kewajiban fiduciary tersebut hal-hal berikut. 132 Selain hal tersebut diatas, seorang trustee juga dilarang untuk memperoleh keuntungan secara tidak benar atau tidak wajar, yang lahir sebagai akibat dari pemilikan atau pengurusannya terhadap trusts corpus. Dalam konteks tersebut perlu diperhatikan hal-hal berikut. 133 131 Lihat Ibid, hlm. 377. 132 Ibid, hlm. 378. 133 Doherti, op cit., hlm. 183-184. Universitas Sumatera Utara 1. Jika seorang trustee menjadi anggota direksi suatu perusahaan di mana sebagian besar saham dalam perusahaan tersebut berada dalam pemilikan trusts oleh trustee, trustee tersebut bertanggung jawab sebagai constructive trustee atas setiap gaji yang diterimanya dari perusahaan tersebut. Aturan tersebut tidak berlaku dalam hal trustee telah menjadi anggota direksi sebelum ia ditunjuk sebagai trustee Re. Macadam [1946] Ch 73 atau ia menjadi anggota Direksi karen ia mempergunakan hak bersuaranya melalui saham yang berada dalam pemilikannya sebagai trustee Re. Dover Coalfield Extension Ltd. [1908] Ch 65. Ini merupakan konsekuensi logis bahwa seorang trustee dalam kondisi yang demikian pasti telah menerima sejumlah uang jasa dalam pelaksanaan tugasnya sebagai trustee. 2. Trustee bertanggung jawab sebagai constructive trustee atas penghasilan yang diterima olehnya dari usaha yang secara langsung bersaingan dengan kegiatan usaha atas sejumlah dana yang berada dalam pemilikannya sebagai trustee. 3. Trustee tidak diperkenankan untuk mempergunakan informasi rahasia dan kesempatan yang diperolehnya dalam kaitannya dengan kedudukannya sebagai trustee. 4. Trustee bertanggung jawab sebagai constructive trustee atas setiap komisi yang diterima oleh kantornya sehubungan dengan atau dalam hal yang terkait dengan harta atau kepentingan yang berada di bawah kepemilikan trusts olehnya. Trustee juga bertanggung jawab sebagai constructive trustee atas setiap keuntungan yang diterima olehnya dari harta yang berada dalam trusts Universitas Sumatera Utara atas setiap transaksi yang terkait dengan harta dalam trusts tersebut, yang terjadi karena tidak adanya keterbukaan informasi oleh trustee. 3 Larangan Bagi Trustee Untuk Membeli Trusts Corpus dan Hak Dalam Equity Trusts Corpus Kewajiban fiduciary kedua bagi seorang trustee terrefleksi dalam larangan bagi trustee untuk membeli atau secara umum menjadi pemilik dalam hukum dan pemilik equitable dari benda yang semula diserahkan kepada trustee dalam trusts tersebut. Larangan ini pada pokoknya dapat disimpulkan dari ketentuan yang melarang terjadinya transaksi sendiri atau yang dikenal dengan nama “self-dealing rule”. Beneficiary berhak untuk melarang dan membatalkan pembelian atau tindakan apapun yang juga menyebabkan beralihnya hak milik secara absolut ke tangan trustee, meskipun pembelian dan atau perbuatan hukum tersebut adalah perbuatan hukum yang dalam transaksi sewajarnya, yaitu pembelian atau perbuatan hukum yang dinilai wajar, jujur dan dapat dipertanggungjawabkan atau bahkan bermanfaat bagi harta yang berada di dalam trusts itu sendiri. Bahkan secara umum dikatakan bahwa 134 b. Duty of Care “the purchase is not permitted in any case, however honest the circumstances”. Jika duty of loyalty and good faith terkait dengan kewajiban dari trustee untuk tidak mencari keuntungan pribadi dalam kedudukannya sebagai trustee atas 134 Pettit, op cit., hlm. 379. Universitas Sumatera Utara suatu trusts corpus yang berada di bawah kepemilikannya, baik dengan atau tidak merugikan kepentingan dari beneficiary, maka dalam duty of care terkait tugas dari seorang trustee untuk menjaga agar harta kekayaan yang berada dalam trusts tersebut tidak berkurang dan jika memungkinkan terus bertambah. Larangan untuk Mendelegasikan Kewajibannya Kewajiban fiduciary kedua adalah kewajiban dari seorang trustee untuk menjalankan kewajiban yang dibebankan kepadanya tanpa hak atau kewenangan untuk mengalihkan atau mendelegasikan segala sesuatu yang telah dibebankan kepadanya kepada orang lain atau pihak lain. Dalam konteks ini tidaklah berarti seorang trustee sama sekali dilarang atau tidak diperkenankan untuk menyerahkan atau mendelegasikan sebagian tugas dan kewajibannya kepada pihak lain. Seorang trustee diperkenankan untuk menyerahkan atau mendelegasikan sebagian tugas atau kewajiban yang dibebankan kepadanya tersebut selama dan sepanjang hal tersebut dimungkinkan dalam instrumen yang melahirkan trusts tersebut atau berdasarkan pada ketentuan peraturan perundang-undangan atau karena adanya perintah pengadilan. 135 4. Pelacakan dalam Equity dan Hak Kebendaan Tersembunyi Remedies Equity memberikan hak kepada beneficiary untuk melakukan tracing pelacakan terhadap benda yang diletakkan dalam trusts ketika beneficiary tidak 135 Lihat Pettit, op cit., hlm. 382. Universitas Sumatera Utara lagi dapat menikmati benda tersebut, karena trustee tidak lagi memenuhi kewajibannya. Equitable tracing atau pelacakan dalam equity ini adalah hak yang diberikan oleh equity yang pelaksanaannya dibatasi oleh prinsip ketiga equity, yaitu where there is equal equity, the law shall prevail. Prinsip ketiga equity tersebut menjelaskan bahwa dalam hal dua orang yang secara bersama-sama memiliki hak dalam equity equitable right yang sama menuntut kepemilikan atas suatu benda, dan salah satu dari orang tersebut memiliki titel hak dalam hukum legal rights, dalam equity-pun orang ini, yang memiliki titel hak dalam hukum akan menjadi pemilik dari benda tersebut, meskipun hak dalam equity dari orang yang lainnya sudah diperolehnya lebih dahulu sebelum orang yang memiliki titel hak dalam hukum ini memperoleh hak dalam equity-nya. 136 Tracing dalam equity dengan tracing dalam common law sebagaimana dinyatakan oleh Lord Millet dalam Foskett v. McKeown. 137 Namun demikian, remedy dalam equity cenderung berbeda dengan remedy dalam common law. 138 Dikatakan bahwa : 139 Dalam common law, remedy pada umumnya terwujud dalam bentuk ganti rugi, dan pemilik menerima penggantian dalam bentuk uang, walaupun dalam hal- hal tertentu bisa berbeda. The tracing claim in equity gives rise to a proprietary remedy which depends on the continued existence of the trust property in the hands of the defendant. Unless he is a bona fide purchaser in value without notice, he must restore the trust property to its rightful owner if he still has it. 140 136 Robert A Pearce dan John Stevens, op cit., hlm. 18. 137 Edwards dan Stockwell, op cit., hlm. 431. 138 Ibid. 139 Ibid. 140 Ibid. hlm. 429. Universitas Sumatera Utara Sehubungan dengan tracing dalam equity, ada tiga hal yang perlu diperhatikan agar tracing yang dilakukan tersebut dapat efektif. Ketiga hal tersebut adalah : 141 a. Trusts-property must be identifiable. Pada konteks ini, equity mensyaratkan bahwa benda yang berada dalam trusts yang telah beralih kepada pihak lain haruslah masih dapat diidentifikasikan atau dibedakan dari benda-benda lainnya yang ada. b. Adanya hubungan fidusia. Dalam equity, seseorang yang kehilangan suatu benda secara tidak sah yang berada dalam trusts tidaklah selalu melahirkan kewenangan dalam equity untuk memperoleh penggantian. Untuk memperoleh penggantian dalam equity, suatu hubungan fidusia harus ada antara pihak-pihak yang saling bersengketa. c. Tracing tidak boleh menyebabkan “inequitable consequences”. Tracing tidak akan diperkenankan jika pelaksanaan tracing tersebut melahirkan akibat yang tidak menyenangkan atau merugikan kepentingan pihak ketiga. Jika uang yang semula berada dalam trusts dipergunakan untuk memperbaiki suatu benda tertentu, meskipun uang tersebut masih dapat diidentifikasikan. Namun, jika pada kenyataannya, tracing akan menyebabkan terjadinya penjualan benda yang dimodifikasi dengan mempergunakan uang yang semula berada dalam trusts, equity tidak akan mengizinkan dilakukan tracing dan selanjutnya tidak memperbolehkan penggantian dari equity. 142 141 Parker dan Mellows, op cit., hlm. 473-474. 142 Parker dan Mellows, op cit., hlm. 474. Universitas Sumatera Utara

D. Transplantasi Trusts di Amerika Serikat