Latar Belakang Historis Pertanian Jeruk Dan Dampaknya Bagi Masyarakat Desa Tangkidik Kecamatan Barusjahe Kabupaten Karo (1980-1995)

Tabel 5 Komposisi Penduduk Menurut Tingkat Pendidikan No Tingkat Pendidikan Jumlah 1 Tidak Sekolah 37 2 Tidak Tamat SD 46 3 SD 143 4 SMP 15 5 SMA 40 6 Dip. III 1 7 S-I 1 Jumlah 283 Sumber: Arsip Pemerintah Desa Tangkidik tahun 1995. Dari tabel diatas terlihat bahwa tingkat pendidikan mayoritas masyarakat Desa Tangkidik adalah Sekolah Menengah Pertama SMP, sementara itu untuk S-I hanya satu orang. Tingkat pendidikan yang tidak sekolah ini adalah gabungan dari masyarakat yang buta huruf dan balita. Untuk masyarakat yang tamatan S-2 dan S-3 di Desa Tangkidik sampai pada tahun 1995 ini belum ada.

2.3 Latar Belakang Historis

Pada dasarnya setiap desa mempunyai latar belakang sejarahnya sendiri- sendiri. Demikian halnya dengan Desa Tangkidik. Desa Tangkidik awalnya terbentuk Universitas Sumatera Utara setelah bermukimnya masyarakat yaitu mayarakat Etnik Karo khususnya merga 13 Raja pertama dari Kerajaan Barusjahe ini adalah putera pengembara yang berasal dari daerah Tapanuli Selatan tepatnya di Barus yakni Si Mbelang Pinggel. Barus. Desa Tangkidik yang terletak di Kecamatan Barusjahe awalnya termasuk ke dalam salah satu kerajaan yaitu wilayah Kerajaan Barusjahe. Ketika Belanda masuk ke Tanah Karo, disana telah terdapat beberapa kerajaan salah satunya adalah Kerajaan Barusjahe. Pusat kerajaan ini berada di Desa Barusjahe yang pada periode 1980-1995 merupakan pusat Kecamatan Barusjahe. 14 Raja dari Kerajaan Barusjahe ini berasal dari salah satu marga yang ada di Karo yaitu merga Karo-karo Barus. Ada beberapa nama raja Kerajaan Barusjahe ini yang berhasil diperoleh penulis antara lain Sibayak Ampang Barus, Sibayak Tanda Senina Barus, Sibayak Pa Unjuken Barus, Sibayak Pa Tempana Barus, Sibayak Pa Raja Mentas Barus, Sibayak Garang Barus, dan Sibayak Mandar Barus. 15 Struktur pemerintahan yang ada di Barusjahe yakni pemerintahan kerajaan, pemerintahan urung, pemerintahan kesain, dan pemerintahan rumah adat. Pemerintahan Kerajaan Barusjahe terdiri dari beberapa tingkatan. Pemerintahan tertinggi adalah sibayak. Sibayak adalah penguasa yang berhak atas rakyat dan daerahnya tanpa ada lagi pemerintahan di atasnya. Kekuasaan sibayak di Kerajaan 13 Merga adalah identitas bagi orang Karo. Dalam setiap perkenalan dalam masyarakat Karo terlebih dahulu ditanyakan adalah merga. Merga berasal dari kata meherga yang artinya mahal. Mahal dalam konteks budaya Karo berarti penting. 14 Nama si Mbelang Pinggel diberikan masyarakat sekitar kepadanya karena telinganya yang lebar sehingga bisa digulung, disaat dia mau tidur dia bisa menggunakan pinggelnya yang sebelah kiri dijadikan alas tidur dan yang sebelah kanan digunakan sebagai selimutnya dan ketika berjalan dia harus menyeret pinggelnya. Mbelang Pinggel artinya telinga yang lebar dan besar. 15 M. Bukit, Sejarah Kerajaan dan Adat Istiadat Karo, Kabanjahe: Toko Bukit, hal. 35-41. Universitas Sumatera Utara Barusjahe berlangsung secara turun-temurun dengan metode sintua-singuda. Artinya apabila sibayak mangkat meninggal dunia, maka yang menggantikannya adalah anak pertama dan apabila anak pertama berhalangan, maka yang memimpin kerajaan akan jatuh kepada anaknya yang bungsu. Sibayak ini membawahi beberapa raja urung, sedangkan raja urung membawahi beberapa kepenghuluan. 16 Kedatangan Belanda ke Tanah Karo pada abad ke-20, Belanda melahirkan sebuah perubahan bagi struktur pemerintahan Kerajaan Barusjahe. Pada masa pemerintahan Kolonial Belanda, Kerajaan Barusjahe merupakan bagian dari Keresidenan Sumatera Timur dan Afdeling Simalungun en Karo Landen. Hal ini sesuai dengan besluit yang dikeluarkan oleh Gubernement Belanda No.22 pada Kerajaan Barusjahe mempunyai daerah taklukan yakni urung si VI kuta dimana marga yang memerintah terutama Karo-Karo Sitepu, Adapun nama urung yang tergabung dalam urung si VI kuta sebagai berikut: Suka Nalu, Sinaman, Suka Julu, Raja Sinembah, Bulan Jahe dan Rumamis. Raja Urung Barusjahe berkuasa penuh atas daerah Barusjahe, serta daerah taklukannya. Urung si VI Kuta yang berkedudukan di Sukanalu, dimana pemerintahannya seperti sebuah republik kecil, yang mengurus kebutuhannya. Peranannya dalam mengurus peradilan, soal tanah, membangun rumah dan jambur, perkawinan, adat dan peraturan- peraturan lainnya. Dalam menjalankan tugasnya kepala urung ini tetap dibawah pengawasan raja sendiri sebagai kepala pemerintahan. 16 Sarjani Tarigan, Dinamika Orang Karo, Budaya dan Modernisme, Desa Ergaji, 2008, hal 8. Universitas Sumatera Utara tanggal 12 Desember 1906. 17 Wilayah Kerajaan Barusjahe termasuk ke dalam onderafdeling Karolanden. Kerajaan Barusjahe termasuk ke dalam wilayah landschap Barusjahe. Landschap ini dipimpin oleh zelfbestuur. 18 Selain itu juga Belanda menyatukan beberapa Urung Setelah masuknya Belanda ke Tanah Karo sistem pemerintahan tradisional pada Sibayak Barusjahe masih dipertahankan, tetapi orang-orang yang menjalankan roda pemerintahan merupakan orang yang dekat dengan Belanda. Hal ini dimaksudkan agar Belanda dapat dengan mudah menjalankan kepentingannya didaerah tersebut. Peraturan dan undang- undang ikut mengalami perubahan dalam pemerintahan Belanda. 19 Pada tahun 1942 berakhirlah penjajahan Belanda di Indonesia, dengan penyerahan tanpa syarat dari pemerintah Belanda ke pemerintah Jepang. Setelah Belanda menyerah kepada Jepang maka para tokoh-tokoh yang anti terhadap feodal segera menghubungi Jepang untuk mendapatkan dukungan kelak dalam yang dibawahi Sibayak Barusjahe untuk dijadikan satu wilayah kekuasaan dengan mengangkat seorang raja agar mudah dalam mengawasi jalannya roda pemerintahan. Tentunya keadaan ini menyebabkan perang dingin antara keturunan raja sehingga mereka selalu berusaha untuk mendekatkan diri kepada pemerintah Belanda. Hal ini dilakukan agar mereka memperoleh jabatan dan kedudukan penting dalam menjalankan roda pemerintahan. 17 Tuanku Luckman Sinar Basarsyah, Bangun dan Runtuhnya Kerajaan Melayu di Sumatera Timur, hal. 41. 18 Sarjani Tarigan, op.cit., hal. 9. 19 Tuanku Luckman Sinar Basarsyah, Sejarah Medan Tempoe Doeloe, Medan: Perwira, 1991, hal.17. Universitas Sumatera Utara mengendalikan politik pemerintahan di Sumatera Timur umumnya dan Sibayak Barusjahe khususnya. Berakhirnya era kekuasaan Jepang bersamaan dengan dicetuskannya proklamasi kemerdekaan Indonesia, maka struktur pemerintahan berubah pula. Wilayah Tanah Karo yang tadinya terdiri dari lima landschap 20 menjadi sebuah kabupaten, dan terdiri dari kewedanan yaitu: Kewedanaan Karo Hilir, Kewedanan Kabanjahe dan Kewedanan Karo Jahe. ketiga kewedanan ini, masing-masing membawahi sejumlah kecamatan, seluruhnya terdiri dari 15 kecamatan. 21 Dalam menjalani kehidupan sehari-hari masyarakat Desa Tangkidik merupakan mahluk sosial yang tidak dapat hidup sendiri. Untuk kelangsungan hidupnya setiap masyarakat harus melakukan interaksi dengan orang lain. Interaksi ini harus dilakukan karena untuk mencukupi kebutuhan sehari-harinya, setiap orang pasti membutuhkan orang lain. Hal ini juga tidak terlepas dari kebutuhan ekonomi Setelah Negara Indonesia berdiri, Kerajaan Barusjahe dihapuskan, dan berubah menjadi daerah kecamatan di Tanah Karo, dan di bawah kekuasaan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Kedudukan sibayak diganti menjadi seorang camat. Camat adalah salah satu pembantu dari Bupati untuk memimpin suatu wilayah yang sudah ditentukan salah satunya adalah Kecamatan Barusjahe, dalam pemilihan seseorang itu menjadi camat adalah bupati.

2.4 Kehidupan Sosial Ekonomi Masyarakat Desa Tangkidik.