Dari tabel di atas tampak bahwa hingga tahun 1995 masih terjadi perluasan penanaman jeruk di Desa Tangkidik. Hal ini menunjukkan bahwa ketertarikan
masyarakat Desa Tangkidik tersebut untuk menanam jeruk semakin bertambah. Terdapat beberapa alasan mengapa penanaman jeruk, khususnya jeruk manis
mengalami perkembangan yang cukup pesat di Desa Tangkidik sejak tahun 1980 hingga tahun 1995. Pertama, sifat tanaman jeruk manis yang cocok dengan kondisi
lahan, ketinggian, dan iklim di Desa Tangkidik. Kedua, penanaman dan perawatannya yang relatif mudah. Ketiga, proses penanaman jeruk di Desa Tangkidik
tidak merubah pola pertanian penduduk, karena dapat dilakukan bersama-sama dengan tanaman-tanaman palawija lainnya. Keempat, proses produksi dan
pemasarannya yang relatif lebih mudah. Para pedagang besar ataupun kecil siap membeli langsung dari tangan petani. Kelima, bibit jeruk sangat mudah diperoleh.
Pada awalnya bibit jeruk diperoleh di pasar-pasar tradisional terdekat ataupun dari sanak saudara yang tinggal di kampung-kampung yang ada di Desa Tangkidik.
Setelah pohon-pohon jeruk manis milik masyarakat Desa Tangkidik dapat menghasilkan bibitnya sendiri, maka pembelian bibit tidak perlu lagi keluar dari Desa
Tangkidik.
3.4 Pembiayaan, Tenaga Kerja dan Pemasaran.
Dalam menjalankan sebuah kegiatan tentunya tidak terlepas dari biaya atau modal, karena tanpa adanya modal maka kegiatan tersebut tidak akan terlaksana
dengan baik. Demikian halnya dengan kegiatan budidaya pertanian jeruk di Desa
Universitas Sumatera Utara
Tangkidik tentunya sangat memerlukan modal. Modal yang dipergunakan untuk pertanian jeruk ini sangatlah besar, hal ini sesuai dengan hasil yang dicapai apabila
jeruk yang dihasilkan mempunyai kualitas yang baik dan harga yang lumayan. Pertanian jeruk membutuhkan modal sejak awal dari kegiatan ini dilakukan.
Modal dibutuhkan sejak pengolahan lahan, mendapatkan tenaga kerja, bibit, perawatan sampai kepada memetik hasil panen. Pertanian jeruk di Desa Tangkidik
diawali dari pengolahan lahan. Dalam hal mengolah lahan ini sebagian masyarakat menggunakan tenaga kerja upahan. Hal ini sering terjadi karena tenaga kerja keluarga
tidak dapat mengerjakan semua lahan yang harus dibersihkan sehingga membutuhkan tenaga kerja upahan agar pekerjaan tersebut cepat selesai. Dalam hal inilah modal
diperlukan dalam hal pengolahan tanah yakni untuk biaya tenaga kerja. Tenaga kerja ini tidak hanya diperlukan pada saat pengolahan lahan tetapi juga pada saat
penanaman, perawatan tanaman jeruk hingga pada pemanenan. Dengan demikian biaya yang harus dikeluarkan oleh seorang petani jeruk untuk tenaga kerja diperlukan
sejak pengolahan lahan hingga panen. Tanaman jeruk tentunya membutuhkan perawatan yang maksimal agar menghasilkan kualitas dan kuantitas jeruk yang
memuaskan. Perawatan jeruk ini meliputi pemberian kompos, pupuk, penyemprotan dengan pestisida, pemangkasan cabang, penyiangan rumput dan sebagainya. Dalam
seluruh kegiatan ini biaya yang harus dikeluarkan yaitu biaya untuk membeli kompos, pupuk dan pestisida.
Pemerolehan modal untuk kegiatan pertanian jeruk di Desa Tangkidik ini sangatlah beragam. Sebahagian masyarakat Desa Tangkidik menggunakan modal
sendiri namun tidak jarang juga ada yang meminjam dari orang lain, bank ataupun
Universitas Sumatera Utara
dengan cara-cara lain. Biasanya cara seperti ini dilakukan oleh petani jeruk yang berpenghasilan menengah ke bawah. Keterbatasan modal yang tersedia
mengakibatkan sebagian masyarakat harus terlebih dahulu meminjam modal dari orang lain. Biasanya modal ini dikembalikan setelah jangka waktu kesepakatan yang
telah dibuat. Modal yang dikembalikan ada yang beserta bunga atau ada yang hanya modal pokok, hal ini tergantung cara peminjaman dan kesepakatan awal antara
peminjam dan si pemberi modal. Modal yang digunakan untuk pertanian jeruk ini tentunya juga beragam tergantung pada luas lahan, banyaknya tenaga kerja upahan
yang digunakan, kondisi lahan, iklim dan cuaca, perawatan dan sebagainya. Di bawah ini penulis membuat perbandingan biaya yang dikeluarkan oleh
petani jeruk per tahun sesuai dengan jumlah pohon yang ditanam. Hal ini dimaksudkan untuk melihat seberapa besar biaya yang diperlukan untuk kegiatan
pertanian jeruk. Untuk memperoleh data mengenai biaya ini penulis berusaha mengumpulkan informasi dari para petani jeruk di Desa Tangkidik. Meskipun data ini
bukanlah informasi yang bersifat akurat namun membantu penulis memberikan gambaran mengenai biaya untuk budidaya pertanian. Perbandingan biaya tersebut
dapat dilihat dari tabel berikut ini.
Universitas Sumatera Utara
Tabel 7 Perbandingan Biaya Budidaya Pertanian Jeruk di Desa Tangkidik
Berdasarkan Jumlah Pohon Pada Tahun 1995. No
Jumlah Pohon Biaya Yang Dikeluarkan Per
Tahun
1 200
Rp. 8.880.000,00 2
300 Rp. 13.320.000,00
3 400
Rp. 17.760.000,00 4
500 Rp, 22. 200.000,00
Sumber: Wawancara dengan beberapa petani jeruk di Desa Tangkidik yaitu, Tiur br Silalahi, Nur br Barus, Permina br Ginting, Jakob Barus, dan
Pelat Barus September 2010.
Dalam mengelola usaha pertanian tentunya tidak terlepas dari tenaga kerja. Tenaga kerja merupakan salah satu hal yang sangat penting dalam usaha pertanian
karena tanpa adanya tenaga kerja maka kegiatan pertanian akan terbengkalai. Terdapat dua jenis tenaga kerja yang terlibat dalam pertanian jeruk manis di Desa
Tangkidik, yakni dari dalam keluarga petani dan dari luar keluarga atau yang biasa disebut tenaga kerja upahan. Tenaga kerja upahan ini biasanya berasal dari penduduk
setempat dan terkadang dari luar desa tersebut. Pada pertanian jeruk di Desa Tangkidik hampir semua kebutuhan akan tenaga kerja ini diperlukan pada saat panen.
Tenaga kerja keluarga biasanya diperlukan mulai sejak membersihkan lahan, penanaman, perawatan hingga kepada saat panen buah jeruk. Meskipun demikian
masih ada petani jeruk di Desa Tangkidik yang menggunakan tenaga kerja upahan sejak dimulainya pengolahan lahan untuk menanam jeruk. Hal ini dikarenakan oleh
ketidakmampuan dalam hal tenaga untuk mengurus pertanian mereka. Biasanya
Universitas Sumatera Utara
alasan untuk menggunakan tenaga kerja upahan beragam, pertama karena petani tersebut memiliki pekerjaan lain di luar bertani. Semakin banyak seorang pemilik
terlibat dalam aktifitas mata pencaharian lain, semakin mungkin tenaga kerja upahan digunakan. Alasan kedua yaitu apabila musim panen tiba. Biasanya pada musim
panen, buah jeruk melonjak drastis, untuk itu diperlukan tenaga kerja yang banyak dalam memanennya. Alasan ketiga adalah apabila jumlah pohon jeruk yang dimiliki
seorang petani sangat banyak sehingga tidak dapat dikerjakan oleh tenga kerja keluarga. Untuk mengatasi hal tersebut maka biasanya diperlukan tenaga kerja
upahan. Biasanya jeruk yang dipanen itu memiliki jumlah yang banyak maka
membutuhkan tenaga yang cukup banyak. Dalam pengumpulan tenaga kerja itu biasanya tergantung dalam sistem penjualan jeruk tersebut. Jika penjualan jeruk dijual
dengan sistem borong maka dalam pengumpulan tenaga kerja itu biasanya dilakukan oleh si pembeli dan jika jeruk tersebut dijual dengan sistem perkilo maka yang
mengumpulkan tenaga kerjanya biasanya pemilik jeruk tersebut. Tenaga kerja ini pasti mendapatkan upah dari pekerjaannya tersebut. Dalam
hal ini upah ada yang diberikan oleh petani jeruk ataupun oleh si pembeli tokeh tergantung kesepakatan antara kedua belah pihak pembeli dan petani. Pembayaran
upah tenaga kerja ini dibayarkan setelah jeruk selesai dipanen dan dikepak dalam kemasan.
Upah yang diterima oleh tenaga kerja ini sesuai dengan kesepakatan yang telah dibuat sebelum bekerja. Jumlah upah yang diterima pemetik jeruk sejak tahun
1983 hingga tahun 1995 tidak diketahui dengan pasti. Namun menurut keterangan
Universitas Sumatera Utara
beberapa masyarakat Desa Tangkidik yang bergelut dalam pertanian jeruk dan dari keterangan beberapa tenaga kerja yang sering ikut dalam pemetikan jeruk bahwa pada
tahun 1985-1995, upah yang diterima seorang pemetik jeruk yakni Rp. 15.000,00 per hari.
32
32
Wawancara dengan beberapa masyarakat di Desa Tangkidik seperti Samion Sembiring, Peraten br Barus, Sep Sembiring, Karben Barus, Ganefo Barus dan Jenda Tarigan.
Selain menerima upah tenaga kerja ini juga menerima fasilitas lain seperti makan siang dan rokok untuk kaum tenaga kerja laki-laki, meskipun fasilitas
diberikan namun untuk upah yang diterima hingga penelitian ini selesai dilakukan tidak mengalami peningkatan. Untuk Setiap petani yang akan memanen jeruknya
harus menyediakan makan siang bagi orang-orang yang turut dalam memetik hasil panen.
Jeruk asal Tanah Karo sudah dikenal oleh banyak orang baik oleh penduduk lokal maupun penduduk di luar daerah Tanah Karo. Hal ini tidak terlepas dari kualitas
rasanya yang cukup disukai oleh konsumen. Jeruk asal Tanah Karo sudah sampai ke berbagai daerah di luar Sumatera seperti Jawa, bahkan sampai ke luar negeri
Singapore. Demikian juga jeruk asal Desa Tangkidik yang juga berada di Tanah Karo ini sudah diekspor ke berbagai penjuru.
Jeruk-jeruk hasil pertanian masyarakat Desa Tangkidik ini tentunya harus dipasarkan karena tujuannya bukan untuk komsumsi keluarga saja. Masyarakat Desa
Tangkidik yang memiliki ladang jeruk tentunya sudah memikirkan kemana saja hasil panen ini akan dipasarkan dan bagaimana cara memasarkannya, karena pemasaran
hasil panen merupakan salah satu hal yang perlu dipertimbangkan dengan matang sebelum memulai penanaman.
Universitas Sumatera Utara
Perdagangan jeruk di Desa Tangkidik dilakukan dengan cara yang beragam. Adapun cara memasarkan hasil panen jeruk yang dilakukan oleh masyarakat Desa
Tangkidik yaitu, pertama dengan menjual langsung jeruk hasil panennya ke pedagang. Dari cara pertama ini bisa dibagi lagi yakni si petani langsung menjual
jeruknya kepada pedagang yang lajim disebut tokeh, biasanya dengan cara seperti ini jeruk dijual langsung tanpa adanya calo atau agen, dengan demikian harga akan lebih
mahal, dan si petani jeruk memasarkan langsung jeruk-jeruknya ke berbagai daerah seperti Jambi, Pulau Jawa dan sebagainya. Cara seperti ini biasanya dilakukan oleh
masyarakat yang memiliki relasi diberbagai daerah dan memiliki modal yang cukup besar. Masyarakat Desa Tangkidik yang memasarkan hasil jeruknya dengan cara
seperti ini biasanya memiliki lahan jeruk yang luas serta memiliki alat transportasi sendiri.
Kedua, masyarakat Desa Tangkidik biasanya menjual jeruknya melalui agen- agen yang ada di kampung tersebut. Biasanya hal ini dilakukan apabila jumlah panen
jeruknya tidak terlalu banyak sehingga cukup dijual kepada agen jeruk tersebut. Ketiga, masyarakat Desa Tangkidik sebagian ada juga memilih untuk menjual
jeruknya langsung ke pusat pasar karena menurut mereka harga dipusat pasar lebih mahal dari pada penjualan di ladang. Jadi, masyarakat lebih memilih untuk menjual
ke pasar. Cara pembayaran dari jeruk-jeruk di Desa Tangkidik yang sudah dijual juga
cukup beragam. Ada beberapa cara pembayarannya seperti dibayar sebelum dipanen dengan cara memborong, dan dibayar setelah jeruk tersebut diserahkan langsung
kepada pembeli. Cara pembayaran pertama ini sangat sering dilakukan oleh
Universitas Sumatera Utara
masyarakat Desa Tangkidik. Biasanya jeruk yang sudah besar dan mulai matang sudah ditawar oleh pedagang. Jeruk dibayar dengan cara memborong, artinya jeruk
tersebut tidak perlu ditimbang berapa beratnya. Seorang pembeli biasanya cukup menaksir berapa banyak buah jeruk yang bisa dihasilkan dari jumlah pohon yang ada
kemudian menentukan harganya. Dengan cara memborong seperti ini kerugian dalam hal menaksir merupakan resiko si pembeli. Apabila jumlah yang dihasilkan jauh lebih
rendah dari yang ditaksirkan maka pembeli tersebut tidak dapat menuntut si petani, demikian sebaliknya apabila jumlah jeruk yang dihasilkan lebih banyak dari hasil
taksiran maka si petani tidak dapat menuntut pembeli tersebut. Cara pembayaran yang kedua adalah pembayaran langsung. Pembeli akan
membayarkan sejumlah uang tunai kepada si petani setelah jeruk berpindah tangan. Setelah selesai dipanen jeruk dimasukkan ke dalam keranjang kemudian ditimbang
kemudian baru diserahkan kepada pembeli. Harga dari jeruk tersebut merupakan hasil kesepakatan antara pembeli dan petani. Pembeli membayar uang sesuai dengan
jumlah berat jeruk yang dikalikan dengan jumlah harga yang telah disepakati bersama.
Dalam hal pemasaran jeruk tentunya diperlukan sarana pengangkutan. Sarana pengangkutan ini diperlukan mulai dari mengangkut tenaga kerja ke ladang. Tenaga
kerja yang diangkut ini terutama tenaga kerja upahan dari luar Desa Tangkidik. Transportasi ini juga diperlukan dalam pengangkutan jeruk mulai dari ladang sampai
ketangan si pembeli. Sarana transportasi yang biasanya digunakan oleh masyarakat Desa Tangkidik ini adalah truk, mobil dengan bak terbuka dan juga pedati.
Universitas Sumatera Utara
Biaya pengadaan sarana pengangkutan ini harus ada kesepakatan antara petani jeruk dengan pembeli. Biaya pengangkutan ini juga terkait dengan cara yang
digunakan dalam memasarkan hasil panen jeruk tersebut. Pengangkutan diperlukan terutama jika ladang atau lokasi jeruk yang hendak dipanen tidak berada di pinggir
jalan raya, karena apabila lokasi jeruk berdampingan dengan jalan raya maka biaya untuk pengangkutan tidak perlu dikeluarkan.
Ada beberapa cara yang digunakan masyarakat Desa Tangkidik dalam hal penetapan tanggungjawab biaya pengangkutan. Pertama, jika lokasi jeruk yang
hendak dipanen itu cukup jauh dari jalan raya maka si pembeli dan si pemilik jeruk membuat kesepakatan untuk biaya transportasi. Setelah adanya kesepakatan maka
pihak yang sudah diserahkan tanggung jawab harus melaksanakannya. Kedua, jika lokasi berada di bukit-bukit maka jeruk diangkut dengan cara dipikul kemudian
dikumpulkan di lokasi yang bisa di jangkau oleh truk. Biaya untuk orang yang memikul jeruk tersebut dikenakan kepada si pemilik jeruk.
Universitas Sumatera Utara
BAB IV DAMPAK PERTANIAN JERUK BAGI MASYARAKAT
DESA TANGKIDIK KECAMATAN BARUS JAHE
Pertanian jeruk yang sudah mulai digeluti oleh masyarakat Desa Tangkidik sejak era 1980 itu ternyata sangat berpengaruh terhadap berbagai sendi kehidupan
masyarakatnya maupun terhadap perkembangan desa tersebut. Seperti yang telah dijelaskan pada bab sebelumnya bahwa masyarakat Desa Tangkidik semakin banyak
yang mengikuti budidaya tanaman jeruk ini karena mereka telah melihat banyaknya keberhasilan yang diraih oleh petani-petani jeruk sebelumnya. Ada beberapa hal
dalam kehidupan masyarakat Desa Tangkidik yang sangat banyak mengalami perubahan dan merupakan dampak dari pertanian jeruk tersebut. Perubahan ini terjadi
pada beberapa hal seperti, tingkat pendapatan, pendidikan, kesehatan, transportasi, dan pola hidup.
4.1 Tingkat Pendapatan