Usulan Perbaikan Losses Perusahaan Failure Mode and Effect
Tabel 5.19. Penilaian Severity FMEA yang Disarankan Lanjutan Severity
Rank Kriteria
High Severity
7 Downtime yang signifikan Proses. Performansi produk
terkena efek yang parah, user sangat kecewa Produk. Very High
Severity 8
Downtime yang signifikan dan dampak finansial yang besar Proses. Produk tak dapat dioperasikan namun masih aman,
user sangat kecewa Produk. Extreme
Severity 9
Kegagalan berujung dampak yang berbahaya sangat mungkin terjadi. Keselamatan dan peraturan menjadi
perhatian Proses dan Produk. Maximum
Severity 10
Kegagalan berujung dampak yang berbahaya dapat dipastikan akan terjadi Proses. Keselamatan dan peraturan
terlanggar Produk.
Efek yang ditimbulkan oleh setiap kegagalan tersebut adalah dampak finansial yang negatif pada perusahaan dan track link tidak dapat dioperasikan oleh
customer. Berdasarkan hal yang ditimbulkan tersebut nilai severity berada pada posisi 8.
3. Penentuan Penyebab Kegagalan
Penyebab kegagalan ditentukan berdasarkan hasil pengamatan dan diskusi dengan bagian kepala produksi dan kepala quality control, dengan
menggunakan acuan Tabel 5.20.
Tabel 5.20. Penilaian Occurrence FMEA yang Disarankan Occurrence
Rank Kriteria
Extremely Unlikely 1
Kegagalan sangat jarang terjadi Remote Likelihood
2 Kegagalan jarang terjadi
Very Low Likelihood 3
Kegagalan sangat sedikit terjadi Low Likelihood
4 Kegagalan sedikit terjadi
Moderately Low Likelihood
5 Kegagalan kadang-kadang terjadi
Medium Likelihood 6
Kegagalan yang terjadi secara moderat Moderately High
Likelihood 7
Kegagalan yang lumayan banyak terjadi High Likelihood
8 Kegagalan yang banyak terjadi
Very High Likelihood 9
Kegagalan yang sangat banyak terjadi Extremely Likely
10 Kegagalan yang hampir dapat dipastikan
akan terjadi
Adapun penyebab kegagalan karakteristik A dan karakteristik B adalah sebagai berikut:
a. Ukuran pattern yang tidak sesuai spesifikasi.
Berdasarkan hasil diskusi dengan kepala quality control dan supervisor bagian pembuatan pattern, hal ini jarang terjadi, yaitu 1 dalam 1.000 kali
pembuatan pattern. Berdasarkan hal tersebut, nilai occurrence diberikan nilai 4.
b. Cast yang tidak sejajar.
Berdasarkan hasil rekaman perusahaan dan diskusi dengan kepala quality control dan supervisor bagian casting, hal ini sering terjadi, yaitu 10
dalam 1.000 kali perakitan casting. Berdasarkan hal tersebut, nilai occurrence diberikan nilai 7.
c. Proses pengelasan dan penggerindaan yang berlebih ataupun tidak cukup.
Hal ini dikarenakan proses pengelasan dan penggerindaan hanya bertujuan untuk menghaluskan permukaan track link, bukan sebagai proses dalam
pembentukan track link untuk mencapai spesifikasi yang diinginkan. Berdasarkan hasil rekaman perusahaan dan diskusi dengan kepala quality
control dan supervisor bagian workshop, hal ini sering terjadi, yaitu 20 dalam 1.000 kali proses pengelasan dan penggerindaan. Berdasarkan hal
tersebut, nilai occurrence diberikan nilai 8.
Adapun penyebab kegagalan karakteristik hardness index dan karakteristik tensile strength adalah sebagai berikut:
a. Peleburan logam yang tidak mencapai suhu yang ditetapkan.
Berdasarkan hasil rekaman perusahaan dan hasil diskusi dengan kepala quality control dan supervisor bagian foundry, hal ini jarang terjadi, yaitu
1 dalam 1.000 kali peleburan logam. Berdasarkan hal tersebut, nilai occurrence diberikan nilai 4.
b. Suhu ruangan pembekuan logam yang berubah-ubah tiap waktu.
Berdasarkan hasil diskusi dengan kepala quality control dan supervisor bagian foundry, hal ini konsisten terjadi, yaitu lebih dari 100 dalam 1.000
kali pembekuan logam. Berdasarkan hal tersebut, nilai occurrence diberikan nilai 10.
c. Nilai hardness index dan tensile strength yang berbeda-beda untuk setiap
produk sebelum masuk proses heat treatment dikarenakan proses pembekuan yang terjadi sebelumnya.
Berdasarkan hasil diskusi dengan kepala quality control dan supervisor bagian heat treatment, hal ini terjadi konsisten terjadi, yaitu lebih dari 100
dalam 1.000 kali kejadian. Berdasarkan hal tersebut, nilai occurrence diberikan nilai 10.
4. Identifikasi kontrol proses yang ada untuk mencegah dan mendeteksi
penyebab kegagalan yang ada, dengan menggunakan acuan Tabel 5.21.
Tabel 5.21. Penilaian Detection FMEA yang Disarankan Detection
Rank Kriteria
Extremely Likely 1
Kontrol dapat dipastikan akan mendeteksi kegagalan.
Very High Likelihood
2 Kontrol memiliki peluang yang tinggi untuk
mendeteksi kegagalan. High Likelihood
3 Kontrol memililki efektifitas yang tinggi untuk
mendeteksi kegagalan Moderately High
Likelihood 4
Kontrol memililki efektifitas lumayan tinggi untuk mendeteksi kegagalan
Medium Likelihood
5 Kontrol memililki efektifitas menengah untuk
mendeteksi kegagalan Moderately Low
Likelihood 6
Kontrol memililki efektifitas lumayan rendah untuk mendeteksi kegagalan
Low Likelihood 7
Kontrol memililki efektifitas rendah untuk mendeteksi kegagalan
Tabel 5.21. Penilaian Detection FMEA yang Disarankan Lanjutan Detection
Rank Kriteria
Very Low Likelihood
8 Kontrol memililki efektifitas yang sangat rendah
untuk mendeteksi kegagalan Remote
Likelihood 9
Kontrol memiliki peluang yang sangat kecil untuk mendeteksi kegagalan.
Extremely Unlikely
10 Kontrol dapat dipastikan tidak akan mendeteksi
kegagalan.
Kontrol proses yang ada diidentifikasi dengan cara pengamatan dan diskusi dengan bagian kepala produksi dan kepala quality control.
a. Dilakukan proses inspeksi-operasi secara bersamaan pada setiap proses
pembuatan pattern. Menurut kepala quality control dan supervisor bagian pembuatan pattern
berdasarkan hasil yang telah dicapai selama ini, cara ini pasti dapat mendeteksi kesalahan ukuran pattern yang terjadi. Berdasarkan hal
tersebut, nilai detection diberikan nilai 1. b.
Dilakukan teknik fail-proof pokayoke pada saat perakitan casting. Menurut kepala quality control dan supervisor bagian casting berdasarkan
hasil yang telah dicapai selama ini, cara ini memiliki keefektifan moderat dalam mendeteksi kesalahan perakitan casting terjadi. Berdasarkan hal
tersebut, nilai detection diberikan nilai 5. c.
Tidak ada kontrol yang bersifat objektif, kontrol hanya berdasarkan subjektivitas operator pada proses pengelasan dan penggerindaan.
Menurut kepala quality control dan supervisor bagian workshop berdasarkan hasil yang telah dicapai selama ini, cara ini memiliki
keefektifan yang sangat rendah, bahkan hampir tidak mungkin mendeteksi kesalahan proses pengelasan dan penggerindaan. Berdasarkan hal tersebut,
nilai detection diberikan nilai 10. d.
Dilakukan inspeksi suhu menggunakan thermometer infrared untuk mengecek suhu leburan logam.
Menurut kepala quality control dan supervisor bagian foundry berdasarkan hasil yang telah dicapai selama ini, cara ini pasti dapat mendeteksi
kesalahan suhu leburan logam yang terjadi. Berdasarkan hal tersebut, nilai detection diberikan nilai 1.
e. Tidak ada kontrol yang dilakukan untuk mencegah ataupun mendeteksi
suhu ruangan yang berubah-ubah. Berdasarkan hal tersebut, nilai detection diberikan nilai 10.
f. Tidak ada kontrol yang dilakukan untuk mencegah ataupun mendeteksi
nilai hardness index dan tensile strength yang berbeda-beda sebelum masuk proses heat treatment.
Berdasarkan hal tersebut, nilai detection diberikan nilai 10.
5. Perhitungan Risk Priority Number RPN.
Risk priortiy number adalah nilai yang merepresentasikan nilai severity, occuerence dan detection.
RPN = Severity
× Occurence × Detection
Perhitungan nilai risk priority number untuk jenis kecacatan dimensi panjang, penyebab ukuran pattern yang tidak sesuai spesifikasi, dan kontrol proses
inspeksi-operasi secara bersamaan adalah sebagai berikut: RPN
= Severity × Occurence × Detection
= 8 × 4 × 1 = 32
Adapun hasil rekapitulasi proses FMEA dan perhitungan risk priority number ditunjukkan pada Tabel 5.22.
Tabel 5.22. Failure Mode and Effect Analysis No.
Jenis Kegagalan Potensial
Efek yang Ditimbulkan oleh Kegagalan
S Penentuan Penyebab
Kegagalan O Kontrol Proses
D RPN
1 Kecacatan
dimensi panjang AB
Dampak finansial yang negatif pada perusahaan dan track link tidak dapat
dioperasikan oleh customer 8
Ukuran pattern tidak sesuai spesifikasi
4 Proses inspeksi-
operasi secara bersamaan
1 32
2 Cast yang tidak sejajar
7 Teknik fail-proof
pokayoke 5
280
3 Proses pengelasan dan
penggerindaan yang berlebih ataupun tidak cukup
8 Tidak ada
10 640
Tabel 5.23. Failure Mode and Effect Analysis Lanjutan No.
Jenis Kegagalan Potensial
Efek yang Ditimbulkan oleh Kegagalan
S Penentuan Penyebab
Kegagalan O
Kontrol Proses D
RPN
4 Kecacatan
mechanical properties
HITS Dampak finansial yang negatif pada
perusahaan dan track link tidak dapat dioperasikan oleh customer
8 Peleburan logam tidak
mencapai suhu yang ditetapkan 4
Inspeksi suhu dengan
thermometer infrared
1 32
5 Suhu ruangan pembekuan
logam yang berubah-ubah tiap waktu
10 Tidak ada
10 800
6 Nilai HI dan TS yang berbeda-
beda untuk setiap produk 10
Tidak ada 10
800
VI-1 6.
Pareto Chart Risk Priority Number. Pembuatan Pareto Chart digunakan untuk menentukan kegagalan yang akan
dibuat rancangan perbaikannya. Adapun perhitungan nilai persentase kumulatif RPN ditunjukkan pada Tabel 5.24.
Tabel 5.24. Perhitungan Persentase Kumulatif RPN Kegagalan
RPN RPN Kumulatif Persentase Kumulatif RPN
5 800
800 31,0
6 800
1600 61,9
3 640
2240 86,7
2 280
2520 97,5
1 32
2552 98,8
4 32
2584 100,00
Adapun hasil pemetaan pareto chart ditunjukkan pada Gambar 5.18.
Gambar 5.18. Pareto Chart Risk Priority Number
RPN 800
800 640
280 32
32 Percent
31.0 31.0