million opportunity lebih besar dari 308.538 unit.. Gambar 5.9 menunjukan skema kapabilitas proses karakteristik tensile strength.
Gambar 5.9. Kapabilitas Proses Karakteristik Tensile Strength
5.2.1.3. Loss Perusahaan 5.2.1.3.1. Identifikasi Loss Perusahaan
Pembagian loss perusahaan yang terjadi dapat dikelompokkan menjadi 3 bagian, yaitu:
1. Biaya tenaga kerja langsung, yaitu biaya imbalan jasa penggunaan tenaga
kerja langsung selama proses rework. 2.
Biaya penyusutan mesin, yaitu biaya yang dialokasikan perusahaan untuk mengganti mesin yang telah habis umur ekonomisnya.
106 104
102 100
98 96
94
LSL 95
Target USL
105 Sample Mean
100.36 Sample N
50 StDevOverall
2.56952 StDevWithin
2.64893 Process Data
Pp 0.65
PPL 0.70
PPU 0.60
Ppk 0.60
Cpm Cp
0.63 CPL
0.67 CPU
0.58 Cpk
0.58 Potential Within Capability
Overall Capability
PPM LSL 0.00
18489.76 21513.04
PPM USL 0.00
35476.16 39917.08
PPM Total 0.00
53965.91 61430.11
Observed Expected Overall
Expected Within Performance
LSL USL
Overall Within
Process Capability Report for Karakterisitik TS
3. Biaya overhead perusahaan, yaitu seluruh biaya yang timbul selama proses
pengolahan bahan baku tidak termasuk biaya tenaga kerja langsung dan biaya bahan baku. Perhitungan biaya overhead yang digunakan dibedakan
dari biaya penyusutan mesin karena perhitungan biaya penyusutan dipisahkan di bagian sebelumnya.
Adapun perhitungan loss untuk unit cacat sesuai setiap karakteristik adalah sebagai berikut:
1. Karakteristik A atau karakteristik B
a. Penggunaan tenaga kerja langsung 1.
Proses pengelasan dan penggerindaan per unit track link a. Transportasi bahan
= 1 menit b. Pengelasan dan penggerindaan
= 5 menit Penggunaan tenaga kerja langsung
= 6 menit Upah tenaga kerja langsung
= Rp.80.0008 jam kerja = Rp.166,67menit
Biaya tenaga kerja langsung = 6 menit × Rp.166,67menit
= Rp.1.000unit 2.
Proses pengelasan dan penggerindaan per 40 unit track link a. Transportasi bahan
= 10 menit b. Pengoperasian tungku bakar
= 30 menit Penggunaan tenaga kerja langsung
= 40 menit Upah tenaga kerja langsung
= Rp.80.0008 jam kerja = Rp.166,67menit
Biaya tenaga kerja langsung = 40 menit × Rp.166,67menit
= Rp.1.00040 unit = Rp.250unit
Total biaya tenaga kerja langsung = Rp.1000unit + Rp.250unit
= Rp.1.250unit b. Penggunaan mesin
1. Mesin las dan mesin gerinda Harga mesin las 12 unit
= Rp.180.000.000 Harga mesin gerinda 20 unit
= Rp.30.000.000 Umur ekonomis mesin las dan mesin gerinda
= 60 bulan Ouput agregat per bulan
= 168.000 kgbulan Berat track link
= 9 kgunit Depresiasi mesin las
dan mesin gerinda= Rp.210.000.000
60 bulan =Rp
.3.500.000bulan Depresiasi mesin las dan mesin gerindaper kg ouput
= Rp.3.500.000bulan
168.000kgbulan =Rp.20,83kg
Depresiasi mesin las dan mesin gerinda per unit track link
=Rp.20,83kg×9kgunit=Rp.187,47unit Waktu siklus proses rework mesin las dan gerinda
= 5 menit Waktu siklus pembuatan track link
= 3310 menit Depresiasi mesin las dan mesin gerinda per rework unit track link
=Rp.187,4 7unit ×
5 menit 3310 menit
=Rp.0,28unit
2. Tungku bakar Harga tungku bakar baru 5 unit = Rp.150.000.000
Umur ekonomis tungku bakar = 60 bulan
Ouput agregat per bulan = 168.000 kgbulan
Berat track link = 9 kgunit
Depresiasi tungku bakar= Rp.150.000.000
60 bulan =Rp2.500.000bulan
Depresiasi tungku bakar per kg ouput= Rp.2.500.000bulan
168.000kgbulan =Rp.14,88kg
Depresiasi tungku bakar per unit track link=Rp14,88kg×9kgunit
=Rp.133,92unit Waktu siklus proses rework = 180 menit
Waktu siklus pembuatan tracklink = 3310 menit Depresiasi tungku bakar per rework unit track link
=Rp.133,92unit × 180 menit
3310 menit =Rp.7,28unit
Total depresiasi mesin = Rp 0,28 + Rp.7,28 = Rp.7,56unit c. Overhead pabrik tanpa biaya penyusutan mesin = Rp.150.000.000bulan
Ouput agregat per bulan = 168.000 kgbulan
Berat track link = 9 kgunit
Overhead pabrik per bulan per kg ouput= Rp.150.000.000bulan
168.000kgbulan =Rp.892,86kg
Overhead pabrik per unit track link=Rp.892,86kg×9kgunit =Rp.8.035,74unit
Waktu siklus proses rework = 180 menit
Waktu siklus pembuatan track link = 3310 menit Overhead pabrik per rework unit track link
=Rp.8.035,74unit × 180 menit
3310 menit =Rp.436,99unit
Rekapitulasi loss perusahaan yang terjadi setiap adanya kecacatan karakteristik A atau karakteristik B ditunjukkan pada Tabel 5.9.
Tabel 5.9. Rekapitulasi Loss Perusahaan yang Terjadi untuk Setiap Kecacatan Karakteristik A atau Karakteristik B
No. Sumber Loss
Loss per unit
1. Penggunaan tenaga kerja langsung
Rp. 1.250 2.
Penggunaan mesin Rp. 7,56
3. Overhead pabrik
Rp. 436,99
Total Rp. 1.694,55
2. Karakteristik HI atau karakteristik TS
a. Penggunaan tenaga kerja langsung
1. Proses annealing per 40 unit track link
a. Transportasi dan loading bahan
= 10 menit b.
Pengoperasian tungku bakar = 70 menit
Penggunaan tenaga kerja langsung = 80 menit
Upah tenaga kerja langsung = Rp.80.0008 jam kerja
= Rp.166,67menit Biaya tenaga kerja langsung
= 80 menit × Rp.166,67menit = Rp.13.333,640 unit
= Rp.333,34unit b.
Penggunaan mesin 1.
Tungku bakar Harga tungku bakar baru 5 unit = Rp.150.000.000
Umur ekonomis tungku bakar = 60 bulan
Ouput agregat per bulan = 168.000 kgbulan
Berat track link = 9 kgunit
Depresiasi tungku bakar= Rp.150.000.000
60 bulan =Rp2.500.000bulan
Depresiasi tungku bakar per kg ouput= Rp.2.500.000bulan
168.000kgbulan =Rp.14,88kg
Depresiasi tungku bakar per unit track link=Rp14,88kg×9kgunit
=Rp.133,92unit Waktu siklus proses rework tungku bakar
= 420 menit Waktu siklus pembuatan track link
= 3310 menit Depresiasi tungku bakar per rework unit track link
=Rp.133,92unit × 420 menit
3310 menit =Rp.16,99unit
c. Overhead pabrik tanpa biaya penyusutan mesin = Rp.150.000.000bulan
Ouput agregat per bulan = 168.000 kgbulan
Berat track link = 9 kgunit
Overhead pabrik per bulan per kg ouput= Rp.150.000.000bulan
168.000kgbulan =Rp.892,86kg
Overhead pabrik per unit track link=Rp.892,86kg×9kgunit
=Rp.8.035,74unit Waktu siklus proses re-work
= 420 menit Waktu siklus pembuatan tracklink = 3310 menit
Overhead pabrik per rework unit track link
=Rp.8.035,74unit × 420 menit
3310 menit =Rp.1
.019,64unit
Rekapitulasi loss perusahaan yang terjadi setiap adanya kecacatan karakteristik hardness index atau karakteristik tensile strength ditunjukkan pada
Tabel 5.10.
Tabel 5.10. Rekapitulasi Loss Perusahaan yang Terjadi untuk Setiap Kecacatan Karakteristik Hardness Index atau Karakteristik Tensile Strength
No. Sumber Loss
Loss per unit
1. Penggunaan tenaga kerja langsung
Rp. 333,34 2.
Penggunaan mesin Rp. 16,99
3. Overhead pabrik
Rp. 1.019,64
Total Rp. 1.369,97
5.2.1.3.2. Pemetaan Taguchi’s Quality Loss Function
Fungsi dasar Taguchi’s Quality Loss Function adalah � = �� − �
2
Dimana L : Loss yang terjadi ketika nilai karakteristik sebesar y k : Koefisien pengali fungsi
y : Nilai aktual dari karakteristik teknis m : Nilai ekspektasi dari karakteristik teknis
Ketika y sudah mencapai batas ambang spesifikasi Upper Specification Limit atau Lower Specification Limit akan terjadi loss maksimum yang
dinotasikan sebagai A. Nilai A dapat digunakan untuk menghitung nilai koefisien pengali fungsi k, dengan cara:
� = ���� − �
2
= ���� − �
2
Dimana ��� − �
2
= ��� − �
2
= ��������� ������������� ������
2
Maka, persamaan menjadi: � = ���������� ������������� ������
2
� = �
��������� ������������� ������
2
1. Untuk karakteristik A, didapatkan nilai:
A = Rp.1.694,55 Toleransi karakteristik teknis A = 0,5 mm
� = �
��������� ������������� ������
2
� = 1.694,55
0,5
2
= 6.788,2 Maka, Taguchi’s quality loss function untuk karakteristik A adalah:
� = 6.778,2� − 287
2
Gambar 5.10. Taguchi’s Quality Loss Function untuk Karakteristik Teknis A
2. Untuk karakteristik B, didapatkan nilai:
A = Rp.1.694,55 Toleransi karakteristik teknis A = 0,5 mm
� = �
��������� ������������� ������
2
� = 1.694,55
0,5
2
= 6.788,2 Maka, Taguchi’s quality loss function untuk karakteristik B adalah:
� = 6.778,2� − 91
2
Gambar 5.11. Taguchi’s Quality Loss Function untuk Karakteristik Teknis B
3. Untuk karakteristik hardness index, didapatkan nilai:
A = Rp.1.369,97 Toleransi karakteristik teknis hardness index = 20 HB
� = �
��������� ������������� ������
2
� = 1.369,97
20
2
= 3,425 Maka, Taguchi’s quality loss function untuk karakteristik Hardness index
adalah: � = 3,425� − 305
2
Gambar 5.12. Taguchi’s Quality Loss Function untuk Karakteristik Teknis Hardness Index
4. Untuk karakteristik tensile strength, didapatkan nilai:
A = Rp.1.369,97 Toleransi karakteristik teknis tensile strength = 5 kgfmm
2
� = �
��������� ������������� ������
2
� = 1.369,97
5
2
= 54,799 Maka, Taguchi’s quality loss function untuk karakteristik tensile strength
adalah: � = 54,799� − 100
2
Gambar 5.13. Taguchi’s Quality Loss Function untuk Karakteristik Teknis Tensile Strength
5.2.1.3.3. Perhitungan Loss of Quality Perusahaan
Perhitungan total loss of quality dapat ditentukan dengan menggunakan rumus:
� = �
9 ��
2
Dimana L : Loss of quality yang terjadi per unit produksi A : Loss yang terjadi ketika nilai karakteristik sebesar USL atau LSL
Cp: Kapabilitas proses Perhitungan loss of quality perusahaan yang terjadi untuk setiap
karakteristik adalah sebagai berikut: 1.
Karakteristik A A = Rp.1.694,55 ;
Cp = 0,5877
Maka, loss of quality yang terjadi per unit produksi adalah � =
� 9
��
2
= 1.694,55
90,5877
2
= ��. 545,13
2. Karakteristik B
A = Rp.1.694,55 ; Cp
= 0,6577 Maka, loss of quality yang terjadi per unit produksi adalah
� = �
9 ��
2
= 1.694,55
90,6577
2
= ��. 435,27
3. Karakteristik Hardness Index
A = Rp.1.369,97 ; Cp
= 0,6198 Maka, loss of quality yang terjadi per unit produksi adalah
� = �
9 ��
2
= 1.369,97
90,6198
2
= 490,13
4. Karakteristik Tensile Strength
A = Rp.1.369,97 ; Cp
= 0,6292 Maka, loss of quality yang terjadi per unit produksi adalah
� = �
9 ��
2
= 1.369,97
90,6292
2
= 475,59
Rekapitulasi loss of quality yang terjadi untuk setiap karakteristik ditunjukkan pada Tabel 5.11.
Tabel 5.11. Rekapitulasi Loss yang Terjadi untuk Setiap Karakteristik No.
Sumber Loss Loss yang Terjadi
1 Karakteristik A
Rp. 545,13 2
Karakteristik B Rp. 435,27
3 Karakteristik Hardness Index
Rp. 490,13 4
Karakteristik Tensile Strength Rp. 475,59
Total Loss of Quality per Unit Produksi
Rp.1.946,12
Perusahaan memproduksi 2000 unit track link setiap bulannya, dengan kata lain, perusahaan akan mengalami loss of quality sebesar 2000 × Rp.1.946,12
= Rp.3.892.240 per bulan.
5.2.2. Usulan Perbaikan Losses Perusahaan dengan Konsep Taguchi’s
Quality Loss Function
Setelah melakukan diskusi dengan kepala bagian produksi, proses yang akan diperbaiki adalah proses heat treatment dikarenakan proses ini merupakan
proses yang masih belum optimum penentuan parameter durasi pembakarannya.
Optimisasi parameter dilakukan dengan cara menaikkan durasi bakar pada proses heat treatment dari awalnya 420 menit menjadi 540 menit. Adapun data
karakteristik teknis kritikal track link aktual usulan karakteristik hardness index dan karakteristik tensile strength dapat dilihat pada Tabel 5.12 dan Tabel 5.13.
Tabel 5.12. Data Karakteristik Hardness Index Aktual Usulan Subgroup
X1 X2
X3 X4
X5
1 294
307 289
296 289
2 297
296 304
305 311
3 305
301 314
296 318
4 314
291 312
306 310
5 320
310 311
309 299
6 316
298 296
292 310
7 306
315 314
307 305
8 300
300 305
306 311
9 297
300 306
315 315
10 306
306 295
305 302
Tabel 5.13. Data Karakteristik Tensile Strength Aktual Usulan Subgroup
X1 X2
X3 X4
X5
1 99
101 102
98 100
2 101
101 98
98 101
3 103
98 100
100 100
4 101
99 95
99 99
5 98
99 100
96 98
6 96
97 101
98 99
7 101
99 99
99 103
8 97
97 97
97 101
9 102
97 99
103 99
10 99
100 102
102 99
5.2.2.1. Pembuatan Peta Kontrol Proses Produksi Usulan 5.2.2.1.1. Pembuatan Peta Kontrol
�� – s Karakteristik Hardness Index Usulan
Perhitungan X
� dan s untuk subgroup 1 adalah:
X �
1
= ∑ X
i1
n =
294+307+289+296+289 5
=295,0
s
1
=� ∑ �X�
1
-X
i1
�
2
n-1
= �
295,0-294
2
+295,0-307
2
+295,0-289
2
+295,0-296
2
+295,0-289
2
5-1 = 7,382
Adapun rekapitulasi hasil perhitungan X
� dan s karakteristik hardness index usulan ditunjukkan pada Tabel 5.14.
Tabel 5.14. Hasil Perhitungan �� dan s Karakteristik Hardness Index Usulan
Karakteristik HI Usulan Subgroup
Pengukuran mm Perhitungan mm
X1 X2
X3 X4
X5 X bar
s
1 294
307 289
296 289
295.0 7.382
2 297
296 304
305 311
302.6 6.189
3 305
301 314
296 318
306.8 9.094
4 314
291 312
306 310
306.6 9.209
5 320
310 311
309 299
309.8 7.463
6 316
298 296
292 310
302.4 10.139
7 306
315 314
307 305
309.4 4.722
8 300
300 305
306 311
304.4 4.615
Tabel 5.14. Hasil Perhitungan �� dan s Karakteristik Hardness Index Usulan
Lanjutan Karakteristik HI Usulan
Subgroup Pengukuran mm
Perhitungan mm X1
X2 X3
X4 X5
X bar s
9 297
300 306
315 315
306.6 8.325
10 306
306 295
305 302
302.8 4.658
SUM 3046.4
71.797
MEAN 304.6
7.180
UCL X
� = X�� + A
3
s ̅
UCL s = B
4
s ̅
= 304,6 + 1,427 7,180 = 2,089 7,180
= 314,89 = 14,998
LCL X
� = X�� − A
3
s ̅
LCL s = B
3
s ̅
= 304,6 − 1,427 7,180
= 0 10,111 = 294,39
= 0 untuk jumlah sampel subgroup n = 5, A
3
= 1,427, B
3
= 2,089, B
4
= 0 Besterfield, D. 2000
Hasil pemetaan untuk karakteristik hardness index dapat dilihat pada Gambar 5.14.
Gambar 5.14. Peta Kontrol �� − � Karakteristik Hardness Index
Usulan
Dari Gambar 5.14, dapat diketahui bahwa semua sampel telah berada dalam batas kontrol.
5.2.2.1.2. Pembuatan Peta Kontrol �� – s Karakteristik Tensile Strength
Usulan
Perhitungan X
� dan s untuk subgroup 1 adalah:
X �
1
= ∑ X
i1
n =
99+101+102+98+100 5
=100
s
1
=� ∑ �X�
1
-X
i1
�
2
n-1
= �
100-99
2
+100-101
2
+100-102
2
+100-98
2
+100-100
2
5-1 = 1,581
10 9
8 7
6 5
4 3
2 1
320 310
300 290
Sample S
a m
p le
M e
a n
__ X=305.68
UCL=320.11
LCL=291.25
10 9
8 7
6 5
4 3
2 1
20 15
10 5
Sample S
a m
p le
S tD
e v
_ S=10.11
UCL=21.12
LCL=0
Xbar-S Chart of Karakteristik HI Usulan
Adapun rekapitulasi hasil perhitungan X
� dan s karakteristik tensile strength ditunjukkan pada Tabel 5.15.
Tabel 5.15. Hasil Perhitungan �� dan s Karakteristik Tensile Strength
Karakteristik TS Subgroup
Pengukuran kgfmm
2
Perhitungan kgfmm
2
X1 X2
X3 X4
X5 X bar
s
1 99
101 102
98 100
100.0 1.581
2 101
101 98
98 101
99.8 1.643
3 103
98 100
100 100
100.2 1.789
4 101
99 95
99 99
98.6 2.191
5 98
99 100
96 98
98.2 1.483
6 96
97 101
98 99
98.2 1.924
7 101
99 99
99 103
100.2 1.789
8 97
97 97
97 101
97.8 1.789
9 102
97 99
103 99
100.0 2.449
10 99
100 102
102 99
100.4 1.517
SUM 993.4
18.155
MEAN 99.3
1.815
UCL X
� = X�� + A
3
s ̅
UCL s = B
4
s ̅
= 99,3 + 1,427 1,815 = 2,089 1,815
= 101,93 = 3,7925
LCL X
� = X�� − A
3
s ̅
LCL s = B
3
s ̅
= 99,3 − 1,427 1,815
= 0 1,815 = 96,75
= 0 untuk jumlah sampel subgroup n = 5, A
3
= 1,427, B
3
= 2,089, B
4
= 0 Besterfield, D. 2000
Hasil pemetaan untuk karakteristik tensile strength dapat dilihat pada Gambar 5.15.
Gambar 5.15. Peta Kontrol �� − � Karakteristik Tensile Strength
Usulan
Dari Gambar 5.15, dapat diketahui bahwa semua sampel telah berada dalam batas kontrol.
5.2.2.2. Perhitungan Process Capability Index Proses Produksi Usulan 5.2.2.2.1. Perhitungan Process Capability Index Karakteristik Hardness Index
Perhitungan untuk menentukan nilai process capability index karakteristik hardness index adalah sebagai berikut:
� =
�̅ �
4
� =
7,180 0,94
� = 7,6379
�� = ��� − ���
6 �
�� = 325
− 285 67,6379
�� = 0,8728 untuk jumlah sampel subgroup n=5, C
4
= 0,94 Besterfield, D. 2000
10 9
8 7
6 5
4 3
2 1
102.0 100.5
99.0 97.5
96.0 Sample
S a
m p
le M
e a
n
__ X=99.34
UCL=101.931
LCL=96.749
10 9
8 7
6 5
4 3
2 1
4 3
2 1
Sample S
a m
p le
S tD
e v
_ S=1.815
UCL=3.792
LCL=0
Xbar-S Chart of Karakteristik TS Usulan
Dari hasil perhitungan didapatkan bahwa Cp dari karakteristik hardness index usulan lebih baik dari karakteristik hardness index awal Cp usulan =
0,8728 Cp awal = 0,6198. Gambar 5.16 menunjukan skema kapabilitas proses karakteristik hardness index usulan.
Gambar 5.16. Kapabilitas Proses Karakteristik Hardness Index Usulan
5.2.2.2.2. Perhitungan Process Capability Index Karakteristik Tensile Strength
Perhitungan untuk menentukan nilai process capability index karakteristik tensile strength adalah sebagai berikut:
320 312
304 296
288 LSL
285 Target
USL 325
Sample Mean 304.64
Sample N 50
StDevOverall 7.88892
StDevWithin 7.63804
Process Data Pp
0.85 PPL
0.83 PPU
0.86 Ppk
0.83 Cpm
Cp 0.87
CPL 0.86
CPU 0.89
Cpk 0.86
Potential Within Capability Overall Capability
PPM LSL 0.00
6394.94 5065.30
PPM USL 0.00
4928.10 3842.50
PPM Total 0.00
11323.04 8907.80
Observed Expected Overall
Expected Within Performance
LSL USL
Overall Within
Process Capability Report for Karakteristik HI Usulan
� =
�̅ �
4
� =
1,815 0,94
� = 1,9313
�� = ��� − ���
6 �
�� = 105
− 95 61,9313
�� = 0,863 untuk jumlah sampel subgroup n=5, C
4
= 0,94 Besterfield, D. 2000 Dari hasil perhitungan didapatkan bahwa Cp dari karakteristik tensile
strength usulan lebih baik dari karakteristik tensile strength awal Cp usulan = 0,863 Cp awal = 0,6292. Gambar 5.17 menunjukan skema kapabilitas proses
karakteristik tensile strength.
Gambar 5.17. Kapabilitas Proses Karakteristik Tensile Strength Usulan
104 102
100 98
96 LSL
95 Target
USL 105
Sample Mean 99.34
Sample N 50
StDevOverall 1.92311
StDevBetween 0.38493
StDevWithin 1.93137
StDevBW 1.96936
Process Data Pp
0.87 PPL
0.75 PPU
0.98 Ppk
0.75 Cpm
Cp 0.85
CPL 0.73
CPU 0.96
Cpk 0.73
BW Capability Overall Capability
PPM LSL 0.00
12011.65 13770.39
PPM USL 0.00
1624.49 2026.31
PPM Total 0.00
13636.14 15796.71
Observed Expected Overall
Expected BW Performance
LSL USL
Overall BW
BetweenWithin Capability Report for Karakteristik TS Usulan
5.2.2.3. Perhitungan Penambahan Biaya Produksi sebagai Dampak Aplikasi Proses Produksi Usulan
Penambahan biaya produksi yang terjadi sebagai dampak aplikasi proses produksi usulan dapat dikelompokkan menjadi 2 bagian, yaitu:
1. Biaya penyusutan tungku bakar, yaitu biaya yang dialokasikan perusahaan
untuk mengganti tungku bakar yang telah habis umur ekonomisnya. 2.
Biaya overhead perusahaan, yaitu seluruh biaya yang timbul selama proses pengolahan bahan baku tidak termasuk biaya tenaga kerja langsung dan
biaya bahan baku. Perhitungan biaya overhead yang digunakan dibedakan dari biaya penyusutan mesin karena perhitungan biaya penyusutan
dipisahkan di bagian sebelumnya. Adapun perhitungan penambahan biaya yang terjadi sebagai dampak
aplikasi proses produksi usulan adalah sebagai berikut:
a. Penggunaan mesin tungku bakar
Harga tungku bakar baru 5 unit = Rp.150.000.000
Umur ekonomis tungku bakar = 60 bulan Ouput agregat per bulan
= 168.000 kgbulan Berat track link
= 9 kgunit Depresiasi tungku bakar=
Rp.150.000.000 60 bulan
=Rp2.500.000bulan
Depresiasi tungku bakar per kg ouput= Rp.2.500.000bulan
168.000kgbulan =Rp.14,88kg
Depresiasi tungku bakar per unit track link=Rp14,88kg×9kgunit
=Rp.133,92unit Waktu tambahan penggunaan tungku bakar proses produksi usulan =120
menit Waktu siklus pembuatan track link
= 3310 menit Penambahan
depresiasi tungku bakar dampak proses produksi usulan per unit track link =Rp.133,92unit ×
120 menit 3310 menit
=Rp.4,85unit b.
Overhead pabrik tanpa biaya penyusutan mesin = Rp.150.000.000bulan Ouput agregat per bulan
= 168.000 kgbulan Berat track link
= 9 kgunit Overhead pabrik per bulan per kg ouput=
Rp.150.000.000bulan 168.000kgbulan
=Rp.892,86kg Overhead pabrik per unit
track link=Rp.892,86kg×9kgunit =Rp.8.035,74unit
Waktu tambahan proses produksi usulan = 120 menit Waktu siklus pembuatan tracklink = 3310 menit
Penambahan overhead pabrik dampak proses produksi usulan
per unit track link =Rp.8.035,74unit × 120 menit
3310 menit =Rp.291,33unit
Rekapitulasi penambahan biaya produksi yang terjadi sebagai dampak aplikasi proses produksi usulan ditunjukkan pada Tabel 5.16.
Tabel 5.16. Rekapitulasi Penambahan Biaya Produksi yang Terjadi sebagai Dampak Aplikasi Proses Produksi Usulan
No. Biaya Tambahan
Biaya per unit
1. Penggunaan mesin
Rp. 4,85 2.
Overhead pabrik Rp. 291,33
Total Rp. 296,18
Perusahaan memproduksi 2000 unit track link setiap bulannya, dengan kata lain, perusahaan akan mengalami kenaikan biaya produksi sebesar 2000 × Rp.296,18 =
Rp.592.360 per bulan.
5.2.2.4. Perhitungan Loss of Quality Proses Produksi Usulan Perhitungan loss dapat ditentukan dengan menggunakan rumus:
� = �
9 ��
2
dimana L : Loss yang terjadi per unit produksi A : Loss yang terjadi ketika nilai karakteristik sebesar USL atau LSL
Cp: Kapabilitas proses Perhitungan loss of quality perusahaan yang terjadi untuk setiap
karakteristik adalah sebagai berikut: 1.
Karakteristik Hardness Index A = Rp.1.369,97 ;
Cp = 0,8728
Maka, loss of quality yang terjadi per unit produksi adalah � =
� 9
��
2
= 1.369,97
90,8728
2
= 199,82
2. Karakteristik Tensile Strength
A = Rp.1.369,97 ; Cp
= 0,863 Maka, loss of quality yang terjadi per unit produksi adalah
� = �
9 ��
2
= 1.369,97
90,863
2
= 204,38
Rekapitulasi rekapitulasi loss yang terjadi untuk setiap karakteristik proses produksi usulan ditunjukkan pada Tabel 5.17.
Tabel 5.17. Rekapitulasi Loss yang Terjadi untuk Setiap Karakteristik No.
Sumber Loss Loss yang Terjadi
1 Karakteristik A
Rp. 545,13 2
Karakteristik B Rp. 435,27
3 Karakteristik Hardness Index
Rp. 199,82 4
Karakteristik Tensile Strength Rp. 204,38
Total Loss of Quality per Unit Produksi Rp.1.384,60
Perusahaan memproduksi 2000 unit track link setiap bulannya, dengan kata lain, setelah mengaplikasikan proses produksi usulan perusahaan akan
mengalami loss of quality sebesar 2000 × Rp.1.384,60 = Rp.2.769.208 per bulan.
5.3.3. Perbandingan Proses Produksi Awal dan Proses Produksi Usulan
Selisih perhitungan loss perusahaan per tahun ditunjukkan pada Tabel 5.18.
Tabel 5.18. Tabel Selisih Perhitungan Loss Perusahaan Pertahun Keterangan
Biaya Total
Proses Produksi
Awal
Loss of Quality Rp.3.892.240bulan Rp.3.892.240bulan
Proses Produksi
Usulan
Loss of Quality Rp.2.769.208bulan
Rp.3.361.568bulan Penambahan
Biaya Produksi Rp.592.360bulan
Maka, setelah mengaplikasikan proses produksi usulan, perusahaan akan menurunkan loss sosial sebesar Rp.3.892.240bulan
− Rp.3.361.568bulan = Rp.530.672bulan.
5.2.3. Usulan Perbaikan Losses Perusahaan Failure Mode and Effect
Analysis
FMEA bertujuan untuk mengidentifikasi dan menilai resiko-resiko yang berhubungan dengan potensi kegagalan serta prioritas langkah perbaikan. FMEA
merupakan suatu prosedur terstruktur yang mengidentifikasi dan mencegah sebanyak mungkin mode kegagalan failure mode. Mode kegagalan merupakan
semua yang termasuk dalam kecacatan dan kondisi di luar batas spesifikasi. Kegagalan yang terjadi pada setiap tahapan proses produksi diidentifikasi efek
yang disebabkannya dengan melakukan wawancara pada setiap responden yang telah ditetapkan.
Tahap-tahap dalam proses FMEA adalah sebagai berikut: 1.
Penentuan Jenis Kegagalan Potensial Jenis kegagalan potensial pada produksi track link berhubungan dengan loss
perusahaan adalah kecacatan dimensi panjang yaitu karakteristik A dan karakteristik B, dan kecacatan mechanical properties yaitu karakteristik
hardness index dan karakteristik tensile strength.
2. Penentuan Efek yang Ditimbulkan oleh Kegagalan
Efek kegagalan ditentukan melalui wawancara terhadap bagian kepala produksi dan kepala quality control, dengan menggunakan acuan Tabel 5.19.
Tabel 5.19. Penilaian Severity FMEA yang Disarankan Severity
Rank Kriteria
None 1
Dapat terlihat oleh operator Proses. Mungkintidak terlihat oleh user Produk.
Very Slight
2 Tidak ada efek kegagalan pada proses berikutnya Proses.
Efek kegagalan dapat diabaikan Produk. Slight
3 User mungkin dapat memperhatikan efek kegagalan, namun
efek tersebut sangat kecil Proses dan Produk.
Minor 4
Proses lokal selanjutnya mungkin akan kena dampak Proses. User akan mengalami efek negatif yang minor
Produk. Moderate
5 Dampak akan terasa sepanjang proses selanjutnya Produk.
Performansi produk yang rendah, user kecewa Produk
Severe 6
Gangguan terhadap proses selanjutnya Proses. Produk akan mengalami degradasi seiring berjalannya waktu, user
kecewa Produk.
Tabel 5.19. Penilaian Severity FMEA yang Disarankan Lanjutan Severity
Rank Kriteria
High Severity
7 Downtime yang signifikan Proses. Performansi produk
terkena efek yang parah, user sangat kecewa Produk. Very High
Severity 8
Downtime yang signifikan dan dampak finansial yang besar Proses. Produk tak dapat dioperasikan namun masih aman,
user sangat kecewa Produk. Extreme
Severity 9
Kegagalan berujung dampak yang berbahaya sangat mungkin terjadi. Keselamatan dan peraturan menjadi
perhatian Proses dan Produk. Maximum
Severity 10
Kegagalan berujung dampak yang berbahaya dapat dipastikan akan terjadi Proses. Keselamatan dan peraturan
terlanggar Produk.
Efek yang ditimbulkan oleh setiap kegagalan tersebut adalah dampak finansial yang negatif pada perusahaan dan track link tidak dapat dioperasikan oleh
customer. Berdasarkan hal yang ditimbulkan tersebut nilai severity berada pada posisi 8.
3. Penentuan Penyebab Kegagalan
Penyebab kegagalan ditentukan berdasarkan hasil pengamatan dan diskusi dengan bagian kepala produksi dan kepala quality control, dengan
menggunakan acuan Tabel 5.20.
Tabel 5.20. Penilaian Occurrence FMEA yang Disarankan Occurrence
Rank Kriteria
Extremely Unlikely 1
Kegagalan sangat jarang terjadi Remote Likelihood
2 Kegagalan jarang terjadi
Very Low Likelihood 3
Kegagalan sangat sedikit terjadi Low Likelihood
4 Kegagalan sedikit terjadi
Moderately Low Likelihood
5 Kegagalan kadang-kadang terjadi
Medium Likelihood 6
Kegagalan yang terjadi secara moderat Moderately High
Likelihood 7
Kegagalan yang lumayan banyak terjadi High Likelihood
8 Kegagalan yang banyak terjadi
Very High Likelihood 9
Kegagalan yang sangat banyak terjadi Extremely Likely
10 Kegagalan yang hampir dapat dipastikan
akan terjadi
Adapun penyebab kegagalan karakteristik A dan karakteristik B adalah sebagai berikut:
a. Ukuran pattern yang tidak sesuai spesifikasi.
Berdasarkan hasil diskusi dengan kepala quality control dan supervisor bagian pembuatan pattern, hal ini jarang terjadi, yaitu 1 dalam 1.000 kali
pembuatan pattern. Berdasarkan hal tersebut, nilai occurrence diberikan nilai 4.
b. Cast yang tidak sejajar.
Berdasarkan hasil rekaman perusahaan dan diskusi dengan kepala quality control dan supervisor bagian casting, hal ini sering terjadi, yaitu 10
dalam 1.000 kali perakitan casting. Berdasarkan hal tersebut, nilai occurrence diberikan nilai 7.
c. Proses pengelasan dan penggerindaan yang berlebih ataupun tidak cukup.
Hal ini dikarenakan proses pengelasan dan penggerindaan hanya bertujuan untuk menghaluskan permukaan track link, bukan sebagai proses dalam
pembentukan track link untuk mencapai spesifikasi yang diinginkan. Berdasarkan hasil rekaman perusahaan dan diskusi dengan kepala quality
control dan supervisor bagian workshop, hal ini sering terjadi, yaitu 20 dalam 1.000 kali proses pengelasan dan penggerindaan. Berdasarkan hal
tersebut, nilai occurrence diberikan nilai 8.
Adapun penyebab kegagalan karakteristik hardness index dan karakteristik tensile strength adalah sebagai berikut:
a. Peleburan logam yang tidak mencapai suhu yang ditetapkan.
Berdasarkan hasil rekaman perusahaan dan hasil diskusi dengan kepala quality control dan supervisor bagian foundry, hal ini jarang terjadi, yaitu
1 dalam 1.000 kali peleburan logam. Berdasarkan hal tersebut, nilai occurrence diberikan nilai 4.
b. Suhu ruangan pembekuan logam yang berubah-ubah tiap waktu.
Berdasarkan hasil diskusi dengan kepala quality control dan supervisor bagian foundry, hal ini konsisten terjadi, yaitu lebih dari 100 dalam 1.000
kali pembekuan logam. Berdasarkan hal tersebut, nilai occurrence diberikan nilai 10.
c. Nilai hardness index dan tensile strength yang berbeda-beda untuk setiap
produk sebelum masuk proses heat treatment dikarenakan proses pembekuan yang terjadi sebelumnya.
Berdasarkan hasil diskusi dengan kepala quality control dan supervisor bagian heat treatment, hal ini terjadi konsisten terjadi, yaitu lebih dari 100
dalam 1.000 kali kejadian. Berdasarkan hal tersebut, nilai occurrence diberikan nilai 10.
4. Identifikasi kontrol proses yang ada untuk mencegah dan mendeteksi
penyebab kegagalan yang ada, dengan menggunakan acuan Tabel 5.21.
Tabel 5.21. Penilaian Detection FMEA yang Disarankan Detection
Rank Kriteria
Extremely Likely 1
Kontrol dapat dipastikan akan mendeteksi kegagalan.
Very High Likelihood
2 Kontrol memiliki peluang yang tinggi untuk
mendeteksi kegagalan. High Likelihood
3 Kontrol memililki efektifitas yang tinggi untuk
mendeteksi kegagalan Moderately High
Likelihood 4
Kontrol memililki efektifitas lumayan tinggi untuk mendeteksi kegagalan
Medium Likelihood
5 Kontrol memililki efektifitas menengah untuk
mendeteksi kegagalan Moderately Low
Likelihood 6
Kontrol memililki efektifitas lumayan rendah untuk mendeteksi kegagalan
Low Likelihood 7
Kontrol memililki efektifitas rendah untuk mendeteksi kegagalan
Tabel 5.21. Penilaian Detection FMEA yang Disarankan Lanjutan Detection
Rank Kriteria
Very Low Likelihood
8 Kontrol memililki efektifitas yang sangat rendah
untuk mendeteksi kegagalan Remote
Likelihood 9
Kontrol memiliki peluang yang sangat kecil untuk mendeteksi kegagalan.
Extremely Unlikely
10 Kontrol dapat dipastikan tidak akan mendeteksi
kegagalan.
Kontrol proses yang ada diidentifikasi dengan cara pengamatan dan diskusi dengan bagian kepala produksi dan kepala quality control.
a. Dilakukan proses inspeksi-operasi secara bersamaan pada setiap proses
pembuatan pattern. Menurut kepala quality control dan supervisor bagian pembuatan pattern
berdasarkan hasil yang telah dicapai selama ini, cara ini pasti dapat mendeteksi kesalahan ukuran pattern yang terjadi. Berdasarkan hal
tersebut, nilai detection diberikan nilai 1. b.
Dilakukan teknik fail-proof pokayoke pada saat perakitan casting. Menurut kepala quality control dan supervisor bagian casting berdasarkan
hasil yang telah dicapai selama ini, cara ini memiliki keefektifan moderat dalam mendeteksi kesalahan perakitan casting terjadi. Berdasarkan hal
tersebut, nilai detection diberikan nilai 5. c.
Tidak ada kontrol yang bersifat objektif, kontrol hanya berdasarkan subjektivitas operator pada proses pengelasan dan penggerindaan.
Menurut kepala quality control dan supervisor bagian workshop berdasarkan hasil yang telah dicapai selama ini, cara ini memiliki
keefektifan yang sangat rendah, bahkan hampir tidak mungkin mendeteksi kesalahan proses pengelasan dan penggerindaan. Berdasarkan hal tersebut,
nilai detection diberikan nilai 10. d.
Dilakukan inspeksi suhu menggunakan thermometer infrared untuk mengecek suhu leburan logam.
Menurut kepala quality control dan supervisor bagian foundry berdasarkan hasil yang telah dicapai selama ini, cara ini pasti dapat mendeteksi
kesalahan suhu leburan logam yang terjadi. Berdasarkan hal tersebut, nilai detection diberikan nilai 1.
e. Tidak ada kontrol yang dilakukan untuk mencegah ataupun mendeteksi
suhu ruangan yang berubah-ubah. Berdasarkan hal tersebut, nilai detection diberikan nilai 10.
f. Tidak ada kontrol yang dilakukan untuk mencegah ataupun mendeteksi
nilai hardness index dan tensile strength yang berbeda-beda sebelum masuk proses heat treatment.
Berdasarkan hal tersebut, nilai detection diberikan nilai 10.
5. Perhitungan Risk Priority Number RPN.
Risk priortiy number adalah nilai yang merepresentasikan nilai severity, occuerence dan detection.
RPN = Severity
× Occurence × Detection
Perhitungan nilai risk priority number untuk jenis kecacatan dimensi panjang, penyebab ukuran pattern yang tidak sesuai spesifikasi, dan kontrol proses
inspeksi-operasi secara bersamaan adalah sebagai berikut: RPN
= Severity × Occurence × Detection
= 8 × 4 × 1 = 32
Adapun hasil rekapitulasi proses FMEA dan perhitungan risk priority number ditunjukkan pada Tabel 5.22.
Tabel 5.22. Failure Mode and Effect Analysis No.
Jenis Kegagalan Potensial
Efek yang Ditimbulkan oleh Kegagalan
S Penentuan Penyebab
Kegagalan O Kontrol Proses
D RPN
1 Kecacatan
dimensi panjang AB
Dampak finansial yang negatif pada perusahaan dan track link tidak dapat
dioperasikan oleh customer 8
Ukuran pattern tidak sesuai spesifikasi
4 Proses inspeksi-
operasi secara bersamaan
1 32
2 Cast yang tidak sejajar
7 Teknik fail-proof
pokayoke 5
280
3 Proses pengelasan dan
penggerindaan yang berlebih ataupun tidak cukup
8 Tidak ada
10 640
Tabel 5.23. Failure Mode and Effect Analysis Lanjutan No.
Jenis Kegagalan Potensial
Efek yang Ditimbulkan oleh Kegagalan
S Penentuan Penyebab
Kegagalan O
Kontrol Proses D
RPN
4 Kecacatan
mechanical properties
HITS Dampak finansial yang negatif pada
perusahaan dan track link tidak dapat dioperasikan oleh customer
8 Peleburan logam tidak
mencapai suhu yang ditetapkan 4
Inspeksi suhu dengan
thermometer infrared
1 32
5 Suhu ruangan pembekuan
logam yang berubah-ubah tiap waktu
10 Tidak ada
10 800
6 Nilai HI dan TS yang berbeda-
beda untuk setiap produk 10
Tidak ada 10
800
VI-1 6.
Pareto Chart Risk Priority Number. Pembuatan Pareto Chart digunakan untuk menentukan kegagalan yang akan
dibuat rancangan perbaikannya. Adapun perhitungan nilai persentase kumulatif RPN ditunjukkan pada Tabel 5.24.
Tabel 5.24. Perhitungan Persentase Kumulatif RPN Kegagalan
RPN RPN Kumulatif Persentase Kumulatif RPN
5 800
800 31,0
6 800
1600 61,9
3 640
2240 86,7
2 280
2520 97,5
1 32
2552 98,8
4 32
2584 100,00
Adapun hasil pemetaan pareto chart ditunjukkan pada Gambar 5.18.
Gambar 5.18. Pareto Chart Risk Priority Number
RPN 800
800 640
280 32
32 Percent
31.0 31.0
24.8 10.8
1.2 1.2
Cum 31.0
61.9 86.7
97.5 98.8
100.0 Kegagalan
4 1
2 3
6 5
2500 2000
1500 1000
500 100
80 60
40 20
R is
k P
ri o
ri ty
N u
m b
e r
P e
rc e
n t
Pareto Chart of Risk Priority Number
Berdasarkan hasil pemetaan dan prinsip Pareto 80-20, maka didapatkan kegagalan prioritas adalah:
a. Persilangan kegagalan 5, yaitu kegagalan kecacatan mechanical properties HITS, yang disebabkan oleh suhu ruangan pembekuan logam yang
berubah-ubah tiap waktu namun tidak disertai dengan alat kontrol yang mumpuni.
b. Persilangan kegagalan 6, yaitu kegagalan kecacatan mechanical properties HITS, yang disebabkan oleh nilai hardness index dan tensile strength yang
berbeda-beda untuk setiap produk namun tidak disertai dengan alat kontrol
yang mumpuni.
c. Persilangan kegagalan 3, kegagalan kecacatan dimensi panjang AB, yang disebabkan oleh proses pengelasan dan penggerindaan yang berlebih ataupun
tidak cukup namun tidak disertai dengan alat kontrol yang mumpuni.
BAB VI ANALISIS PEMECAHAN MASALAH
6.1. Analisis Peta Kontrol
Peta kontrol pada penelitian ini digunakan untuk melihat apakah proses produksi track link berada dalam pengendalian statistik. Setelah memetakan
semua karakteristik teknis kritikal track link, didapat hasil bahwa semua karakteristik sudah in control, yang berarti bahwa proses produksi sudah berada
dalam pengendalian statistik dan stabil dari waktu ke waktu. Hal ini mengindikasikan teknik kontrol perusahaan sudah cukup baik
dalam hal meminimalisir assignable cause, penyebab utama yang dikenal membuat variasi produk yang sangat besar, tak terkontrol, dan tidak dapat
diprediksi kehadirannya, namun assignable cause ini dapat dikontrol kehadirannya. Menurut hasil diskusi dengan bagian quality control, assignable
cause yang terdapat pada lantai produksi track link perusahaan adalah operator yang tidak terampil, mutu bahan yang tidak homogen, kerusakan mesin dan
peralatan pada saat digunakan. Selain itu, hal ini juga mengindikasikan bahwa perusahaan tidak mungkin
meningkatkan derajat keseragaman track link melalui proses yang ada sekarang ini, karena sumber variasi yang ada sekarang adalah random cause, penyebab
yang akan selalu ada dan bersifat probabilistik kehadirannya, dan hanya akan menimbulkan variasi yang berdistribusi normal, dan tidak dapat dilakukan cara
apapun untuk menghilangkannya, Satu-satunya cara untuk mengurangi variasi