sector perumahan. Instrumen yang ketujuh adalah memperkuat institusi yang dapat melihat masalah secara keseluruhan, mengelola berbagai sector secara keseluruhan,
menyatukan berbagai lembaga pemerintahan yang penting, sektor swasta, lembaga non pemerintahan dan organisasi kelompok masyarakat, yang terpenting dapat
meyakinkan bahwa kebijaksanaan dan program yang ada menguntungkan masyarakat berpenghasilan rendah dan memungkinkan peran serta mereka dalam
pengadaan perumahannya. Panudju, 2009:102. Pembangunan Rusunawa saat ini adalah program pemerintah yang
dilaksanakan oleh Departemen Pekerjaan Umum untuk mengatasi kawasan kumuh perkotaan. Satuan Rusunawa, yang selanjutnya disebut sarusunawa, adalah unit
hunian pada rusunawa yang dapat digunakan secara perorangan berdasarkan ketentuan persewaan dan mempunyai sarana penghubung ke jalan umum. Sasaran
penghuni rusunawa adalah warga negara Indonesia yang termasuk dalam kelompok MBR sesuai peraturan yang berlaku dan melakukan perjanjian sewa sarusunawa
dengan badan pengelola. Masyarakat Berpenghasilan Rendah MBR adalah keluargarumah tangga yang berpenghasilan sampai dengan Rp. 2.000.000 perbulan
PERMENPERA Nomor: 08PERMENM2006, sedangkan menurut Murbaintoro 2002 Masyarakat Berpenghasilan Rendah MBR adalah masyarakat dengan
kategori penghasilan antara Rp. 350.000 sampai Rp. 1.300.000. Efektivitas dan Kualitas Pembangunan Rusunawa, 2011:5 di unduh 28 Desember Jam 00.40
2.2.4. Pengadaan
Perumahan Dengan
Peran Serta
Masyarakat Berpenghasilan Rendah
Meskipun masalah peran serta masyarakat dalam pengadaan perumahan telah banyak dibicarakan pada kenyataannya seringkali masih terdapat beberapa
perbedaan persepsi tentang peran serta masyarakat tersebut.
Masyarakat berpenghasilan rendah yang selanjutnya disebut MBR adalah masyarakat yang mempunyai keterbatasan daya beli sehingga perlu mendapat
dukungan pemerintah untuk memperoleh sarusun umum. Di atur dalam pasal 1 ayat
14 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2011 tentang Rumah Susun. Dengan kata
lain masyarakat akan bersedia berperan serta dalam pengadaan perumahannya sekiranya mereka mempunyai kekuatan untuk turut menentukan pengambilan
keputusan dalam berbagai tahap kegiatan tersebut untuk meyakinkan bahwa kepentingannya dapat dipenuhi.
Pertambahan penduduk di Negara-negara berkembang termasuk Indonesia dalam kurun waktu 30 tahun terakhir ini cukup tinggi dan cenderung terus
mengalami peningkatan, bila dibandingkan dengan pertambahan penduduk di negara-negara Industri. Pada tahun 2000 diperkirakan penduduk dunia akan
berjumlah 6,1 milyar, sebagian besar berada di negara-negara berkembang di Asia, Amerika Latin dan Afrika. Dwyer, 1979:12.
Sejak 1950, penduduk daerah perkotaan di negara-negara berkembang bertambah lebih dari empat kali lipat dari 300 juta menjadi 1,3 milyar penduduk
pada tahun 1990. Diperkirakan 2 milyar penduduk akan berada di daerah perkotaan pada akhir tahun 2000, 2,7 milyar pada tahun 2010 dan 2,2 milyar pada tahun 2020.
Setiap tahun diperkirakan ada 12 sampai 15 juta keluarga baru yang memerlukan perumhan di kota-kota di Negara berkembang. . Panudju, 2009:8
Dalam menentukan prioritas tentang rumah, seseorang atau sebuah keluarga yang berpendapatan sangat rendah cenderung meletakan prioritas utama pada lokasi
rumah yang berdekatan dengan tempat yang dapat memberikan kesempatang kerja. Tanpa kesempatan kerja yang dapat menopang kebutuhan sehari-hari, sulit bagi
mereka untuk dapat mempertahankan hidupnya. Status pemilikan rumah dan lahan menempati prioritas kedua, sedangkan bentuk maupun kualitas rumah prioritas yang
terakhir, yang terpenting pada tahap ini adalah tersediannya rumah untuk berlindung dan istrahat dalam upaya mempertahankan hidupnya.
Selanjutnya seiring dengan meningkatnya pendapatan, prioritas kebutuhan perumahannya akan berubah pula. Status pemilikan rumah maupun lahan menjadi
prioritas utama, karena orang atau keluarga tersebut ingin mendapatkan kejelasan tentang status kepemilikan rumahnya. Dengan demikian, mereka yakin bahwa tidak
akan digusur, sehingga mereka dapat bekerja dengan tenang untuk menaikkan pendapatannya. Panudju, 2009:9.
Tanpa jaminan adanya kejelasann tentang status pemilikan rumah dan lahannya, seseorang atau sebuah keluarga akan selalu tidak merasa aman sehingga
mengurangi minat mereka untuk memperluas, memelihara atau meningkatkan kualitas rumahnya dengan baik untuk buruh-buruh kasar menjadi prioritas kedua,
karena kesempatan kerja bukan lagi masalah yang sangat mendesak, sedangkan bentuk maupun kualitas rumah masih tetap menempati prioritas terakhir Turner,
1972:169.
Teori tersebut diatas dapat dijadikan dasar bagi penyusunan kriteria perumahan yang dibutuhkan oleh masyarakat berpenghasilan rendah, yaitu sebagai
berikut : 1.
Lokasi tidak terlalu jauh dari tempat-tempat yang dapat diberikan pekerjaan bagi buruh-buruh kasar atau tenaga tidak terampil
2. Status kepemilikan lahan dan rumah jelas, sehingga tidak ada rasa ketakutan
penghuni untuk digusur. 3.
Bentuk dan kualitas bangunan tidak perlu terlalu baik, tetapi cukup memenuhi fungsi dasar yang diperlukan penghuninya.
4. Harga atau biaya pembangunan rumah harus sesuai dengan tingkat pendapatan
mereka. Panudju, 2009:12.
2.2.5. Program Pemerintah yang Berkaitan Dengan Perumahan Kota Bagi