INDEPENDENSI Analisa Penerapan GCG di Yayasan Kuntum Indonesia

masyarakat untuk menjadi pengurus selama memenuhinya kriteria. Kemudian masih kurang dalam hal pemberian akses informasi dan juga kesempatan yang diberikan pada setiap UMKM untuk mengadakan promosinya. Dalam menjalankan programnya, yayasan tidak bisa bertindak dan berdiri sendiri. Yayasan memerlukan beberapa pihak yang bisa membantu melihat kekurangan-kekurangan dari kegiatan yang ia jalani. Ibu Tatiek sendiri intens berkomunikasi dengan dewan pembina, yaitu dengan suaminya sendiri, Pak Ocin, dan Pak Ukay. Kemudian juga, dalam urusan-urusan tertentu, beliau sharing dengan Pak Lurah. Masukan dari pemberi dana juga menjadi hal yang ia pertimbangkan. Yayasan juga membuka kesempatan seluas-luasnya bagi UMKM di Tegalwaru, khususnya yang menjadi mitraanggota dari yayasan untuk turut serta mengikuti pelatihan-pelatihan yang diberikan atau difasilitasi oleh yayasan. Namun, jika ada pengunjung yang datang, yayasan tidak bisa menyertakan semua UMKM mitranya untuk dikunjungi homeindustry nya, hal ini dikarenakan penunjukan tempat kunjungan itu sendiri yayasan berikan kuasa kepada para pengunjung untuk memilih tempat yang mau dikunjungi. Jadi sifatnya random. Ketika ada kegiatan pameran UMKM di luar desa pun, yayasan mengajak UMKM yang memang berhubungan dengan kegiatan tersebut. Dalam hal pemberian pembiayaan, yayasan selalu terbuka untuk membantu UMKM di Tegalwaru apabila kesulitan pendanaan. Selama ada kas di yayasan, maka yayasan bisa memenuhinya. Tentunya juga sebelum memberikan pembiayaan itu, yayasan meninjau terlebih dahulu, apakah UMKM ini terlibat bank keliling atau tidak, jika terlibat maka yayasan tidak akan memberinya sebab dikhawatirkan uangnya bukan dijadikan modal, tapi untuk membayar hutang ke bank keliling tersebut. Kemudian dalam mencari SDM tambahan ataupun perekrutan pengurus, yayasan membuka luas kesempatan ini kepada siapa saja, tentunya juga yang memenuhi kriterianya yaitu amanah dan mau sama-sama berjuang. Sebab, dari pengalaman yayasan, pernah mempunyai pengurus inti namun ia malah tidak amanah, makanya untuk hal ini yayasan lebih berhati-hati kembali untuk memilih orang yang akan dijadikan timnya. Dalam hal alur informasi pada yayasan ini, masing-masing organ masih lancar melakukan komunikasi. Namun, dikarenakan organ divisi-divisi belum ada, maka alur informasi disini masih belum optimal.

D. Dampak Eksistensi Yayasan pada Perkembangan UMKM

Pada poin ini penulis lebih menitikberatkan pada respon UMKM pada kegiatan dan keberadaan Yayasan Kuntum Indonesia dan pengetahuan UMKM terhadap pembiayaan. Dari hasil wawancara, diketahui bahwa yayasan telah memberikan beberapa program ke UMKM-UMKM di Kampung Wisata Bisnis Tegalwaru. Seperti program kunjungan ke home industry UMKM, kemudian program pelatihan yang diberikan oleh yayasan mengenai pelatihan peningkatan kualitas SDM, quality control pruduct, kemudian ada pengurusan izin sertifikasi halal, pelatihan standar mutu produk, pelatihan ekspor-impor, keuangan, administrasi, marketing, perpajakan dan juga pembiayaan. Ada 3 responden yang penulis libatkan dalam penelitian ini. Mereka adalah Pak Fadli, yang merupakan pengusaha tas. Kemudian Pak Bidin yang merupakan pengusaha pembibitan ikan. Selanjutnya yang terakhir adalah Pak Aris selaku pengusaha wayang golek. Mereka merupakan pelaku UMKM yang menjadi mitra Yayasan Kuntum Indonesia. Ada beberapa hal yang secara spesifik peneliti tanyakan kepada responden, yaitu : 2 1. Terkait dengan program-program yang diberikan oleh yayasan, mereka menjawab bahwa program yang diberikan oleh yayasan itu lebih banyaknya kepada kunjungan-kunjungan bisnis dari pengunjung kampung wisata ke homeindustry mereka. Adapun bentuk pelatihan kepada mereka sendiri yaitu meliputi administrasi usaha dan pembiayaan. Kerjasama dengan pihak lain. Mereka merespon positif dan menerima program ini sebagai peningkatan kemampuan usaha mereka. Namun, pada beberapa UMKM, program pelatihan ini dirasa masih belum menjangkau khusus pada UMKM, pelatihannya masih terlalu bersifat umum. 2. Terkait dengan ketepatan program yang diberikan kepada UMKM, mereka merasa bahwa materi pelatihan yang diberikan kepada UMKM-UMKM di Tegalwaru ini masih belum tepat. Ada beberapa segi ketidaktepatannya, yaitu bahwa pelatihan terkadang diisi oleh kalangan berpendidikan tinggi, sedangkan disini mayoritas pelaku usaha kebanyakan masih awam tentang istilah-istilah akademis. Jadi penangkapan materi masih belum diserap secara dalam. 2 Wawancara pribadi dengan pelaku UMKM di KWBT, Bogor, 3 September 2015