122
pada petani garam. Meskipun kebijakan PNPM PUGAR hanya diberikan pada tahun 2011, 2012, dan 2013 saja. Namun, kebijakan ini masih
berkesinambungan dan masih dipantau pelaksanaannya sampai tahun 2014. Tenaga fasilitator memiliki tugas untuk mendampingi KUGAR dalam
pelaksanaan PNPM PUGAR di Desa kedungmutih sebagai berikut: a
Mengidentifikasi dan menyeleksi calon penerima BLM. b
Membantu tim teknis dalam melakukan verifikasi calon penerima BLM.
c Menyusun rencana kerja dan melakukan pendampingan dalam
penyusunan RUB, proses pencairan dana BLM dan menyusun laporan hasil pemanfaatan BLM.
d Melakukan pendampingan teknis produksi dan pengolahan garam.
e Mencatat data lahan, produksi, stok garam, pengelolaan administrasi
kelompok, pencatatan, penjualan pemasaran hasil garam. f
Menyusun laporan
tertulis perkembangan
pelaksanaan pendampingan kepada Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten
Demak. Wawancara peneliti menunjukkan bahwa terdapat pelaksanaan
pendampingan, fasilitator sudah berupaya melakukan pendampingan dengan cukup baik kepada petani garam tetapi tim pendamping memiliki kendala
dalam pelaksanaan pendampingan yaitu sulitnya menyeragamkan pola pikir KUGAR selama pendampingan baik dalam pemberian materi dan pelaksanaan
teknis dilapangan. Hal ini dilakukan karena tim fasilitator memberikan solusi
123
dengan mencoba memberikan pengertian kepada petani garam, dan pendamping cenderung ikut menyesuaikan agar tidak terjadi masalah yang
lebih serius lagi.
4 Pengurus Pabrik Garam Cap Lumba-lumba
Aktor yang tidak kalah penting dalam pelaksanaan PNPM PUGAR adalah pengurus pabrik garam Cap Lumba-Lumba. Pabrik ini merupakan
bantuan yang diberikan kepada petani garam dengan sistem keanggotaan berkelompok. Pabrik garam ini berdiri pada tahun 2009, kepengurusan pabrik
ada ketua, sekretaris, bendahara dan staff lainnya. Keberdaan pengurus untuk memberikan informasi kepada petani garam agar dapat mengetahui harga
garam sehingga bisa dijual dengan harga yang semestinya. Keterlibatan pengurus pabrik untuk memberikan informasi harga garam kepada petani.
Pabrik garam Desa Kedungmutih bertujuan untuk menstabilkan harga garam dan memenuhi kebutuhan garam beryodium masyarakat. Namun,
keberadaan garam sebelum adanya PNPM PUGAR pabrik ini hanya mampu sedikit memproduksi garam menjadi garam beryodium karena terbatasnya
garam yang dihasilkan petani garam. Karena salah satu tujuan dilaksanakan kebijakan PNPM PUGAR yaitu mengaktifkan kelembagaan pabrik garam
untuk berpartisipasi dalam pelaksanaan kebijakan PNPM PUGAR dengan menstabilkan harga garam dan banyak memproduksi garam beryodium.
2. Dampak Kebijakan PNPM PUGAR terhadap Petani Garam di Desa
Kedungmutih
Penerapan kebijakan pasti tidak lepas dari dampak yang diakibatkan dari penerapan kebijakan tersebut. Dampak
impact
merupakan akibat lebih jauh dari
124
pada masyarakat sebagai konsekuensi adanya kebijakan yang diimplementasikan Subarsono. 2013: 122. Tidak terkecuali pada kebijakan PNPM PUGAR yang
diberikan pemerintah kepada petani garam Desa Kedungmutih menimbulkan berbagai dampak. Setelah dilaksanakannya kebijakan PNPM PUGAR di Desa
Kedungmutih menimbulkan dampak positif dan negatif. Keseluruhan penjelasan mengenai berbagai dampak tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut:
a. Dampak Positif Pelaksanaan Kebijakan PNPM PUGAR di Desa
Kedungmutih
Merupakan dampak yang diharapkan dapat membawa kemanfaatan saat pelaksanaan suatu kebijakan diterapkan. Kebijakan PNPM PUGAR
membawa dampak positif sebagai berikut:
1 Peningkatan Modal Awal Pembuatan Garam
Modal merupakan salah satu aspek yang tidak dapat dipisahkan dalam kehidupan petani garam. Harga tanah tambak garam yang mahal
setiap tahunnya semakin naik membuat petani garam yang tidak memiliki tanah harus menyewa dari orang lain. Selain itu, kemiskinan sangat mudah
dijumpai sehingga tidak jarang petani garam yang memiliki biaya dalam memulai pembuatan garam sehingga harus meminjam uang dari berbagai
tempat. Petani garam biasanya meminjam di koperasi pasar “Margirahayu”
di Desa Kedungmutih dengan perantara sertifikat tanah, emas, maupun BPKB kendaraan.
Kekurangan modal sangat dirasakan oleh petani garam di Desa Kedungmutih ketika memulai pembuatan garam seperti mengajak buruh
cangkul, membeli peralatan seperti
seleder
, mesin diesel, perbaikan gudang,
125
alat pengukur garam, sedangkan peralatan lain seperti
tombong
,
engkrak
atau pengki merupakan jenis peralatan yang tidak dapat berumur panjang hanya bertahan satu sampai dua tahun, sehingga petani harus memperbarui
peralatan tersebut ketika musim kemarau datang. Penerapan kebijakan PNPM PUGAR di Desa Kedungmutih diharapkan dapat memberikan
harapan kepada petani garam dalam memulai usaha dalam membuat garam. Finsterbusch dan Motz Subarsono. 2013: 130, dalam studi evaluasi
dampak kebijakan
single program before after
dilakukan untuk melakukan pengukuran terhadap kelompok sasaran pada kondisi sebelum dan sesudah
dilaksanakannya kebijakan, yang dimaksud dengan kelompok sasaran adalah petani garam yang mendapatkan kebijakan PNPM PUGAR.
Sebelumnya, adanya kebijakan PNPM PUGAR petani garam merasa kesulitan karena tidak adanya modal yang digunakan untuk dalam
pembuatan garam. Selain itu, teknologi pergaraman cenderung harganya mahal dan petani garam Desa Kedungmutih tidak mampu membeli.
Gambar 10. Kitiran Opeh Bantuan PNPM PUGAR BLM
Sumber: Dokumentasi Pribadi Peneliti
126
Gambar tersebut menunjukkan setelah dilaksanakan PNPM PUGAR di Desa Kedungmutih, petani garam merasa terbantu dengan adanya BLM
yang diberikan pemerintah petani garam merasa terbatu dan dimanfaatkan sebagai modal awal dan pembelian peralatan pembuatan garam.
2 Peningkatan Kualitas Garam
Kualitas garam yang baik memang sangat diharapkan petani garam, hal ini merupakan masalah yang serius dalam pembuatan garam.
Salah satu tujuan dari diterapkannya PNPM PUGAR adalah meningkatkan kualitas garam karena mengingat keberadaan kualitas petani garam selama
ini masih tergolong rendah. Di samping itu, tidak adanya solusi dalam menghasilkan garam secara berkualitas. Garam dapat dikatakan bagus
apabila berwarna putih, berukuran relatif seragam atau besar sangat diharapkan petani Desa Kedungmutih, tetapi dalam kenyataannya selama ini
petani hanya mampu menghasilkan garam dengan kualitas KP 3 dengan indikator kadar air 7,65 , kadar NaCl 85,12 , berwarna kusam, ukuran
kristal sedang, dan homogenitas yang tidak seragam. Berdasarkan observasi yang dilakukan peneliti di tambak pada hari
Jumat, tanggal 20 Februari 2014 pukul 16.30 WIB pada salah satu petani garam menunjukkan terdapat peningkatan kualitas garam yang ditunjukkan
dengan perbedaan warna dan ukuran garam. Sosialisasi, pelatihan, pemberian BLM, dan pendampingan merupakan salah satu program PNPM
PUGAR yang diberikan pemerintah, harapannya dapat menambah wawasan
127
dan keahlian petani garam Desa Kedungmutih dalam pengelolaan garam agar kualitas garam dapat meningkat.
Finsterbusch dan Motz Subarsono. 2013: 130, dalam studi evaluasi dampak kebijakan, menggunakan
single program before after
dilakukan pengukuran terhadap kelompok sasaran pada kondisi sebelum dan sesudah
dilaksanakannya suatu kebijakan, yang dimaksud dengan kelompok sasaran adalah petani garam yang mendapatkan kebijakan PNPM PUGAR.
Terjadinya perubahan sebelum dan sesudah kebijakan PNPM PUGAR dilaksanakan untuk mengetahui perbandingan diterapkannya kebijakan
PNPM PUGAR. Sebelumnya dilaksanakannya kebijakan PNPM PUGAR di Desa Kedungmutih kualitas garam petani KP 3 NaCl 85,12.
Tabel 8. Data Kualitas Garam Petani Desa Kedungmutih Nama Petani garam
Sebelum Sesudah
Bapak MS KP 3
KP 2 Bapak AJ
KP 3 KP 2
Bapak HMM KP 3
KP 2 Bapak AR
KP 3 KP 3
Bapak AW KP 3
KP 3 Bapak MMD
KP 3 KP 3
Sumber : Hasil Wawancara Petani Garam Desa Kedungmutih Berdasarkan pada data hasil wawancara dan gambar membuktikan
setelah dilaksanakannya kebijakan PNPM PUGAR dengan berbagai program pelatihan, pendampingan, dan pembinaan dapat membuka
cakrawala petani Desa Kedungmutih sehingga hasil yang diproduksi cenderung lebih putih dan terdapat peningkatan kualitas garam menjadi KP
2 NaCl 92,3 .