suka membuat provokasi, tidak mau mengalah, tidak sabaran, tidak toleran, kurang memiliki rasa
homor, cenderung beroposisi, dan banyak inisiatif usaha
4. Plegmatis
a. Sifat dasar: pendiam, tenang, netral tidak ada aura perasaan, stabil
b. Sifat lainnya: merasa cukup puas, tidak peduli acuh tak acuh, dingin hati tidak mudah haru,
pasif, tidak mempunyai banyak minat, bersifat lambat, sangat hemat, dan tertibteratur
2. Faktor Lingkungan environment
Faktor lingkungan mempengaruhi kepribadian adalah: keluarga, kebudayaan, dan sekolah.
a. Keluarga
Keluarga dipandang sebagai faktor penentu utama terhadap kepribadian anak. Alasannya adalah 1 keluarga merupakan
kelompok sosial pertama yang menjadi pusat identifikasi anak, 2 anak banyakmenghabiskan waktunya di lingkungan keluarga, dan 3
para anggota keluarga merupakan “significant others” bagi pembentukan kepribadian anak.
Keluarga dipandang sebagai suatu lembaga atau unit yang dapat memenuhi kebutuhan individu, terutama kebutuhan
pengembangkan kepribadian dan pengembangan ras manusia. Melalui perlakuan dan pengasuhan yang baik oleh orangtua anak
dapat memenuhi kebutuhannya, baik fisik-biologis, maupun sosio- psikologisnya. Jika anak dapat memenuhi kebutuhan-kebutuhan
dasarnya, maka dia cenderung berkembang menjadi seorang pribadi yang sehat.
26
Perlakuan orangtua dengan penuh kasih sayang dan pendidikan tentang nilai-nilai kehidupan baik agama maupun sosial-
budaya merupakan faktor kondusif untuk mempersiapkan anak menjadi pribadi dan warga masyarakat yang sehat dan produktif.
Iklim keluarga sangat penting bagi perkembangan kepribadian anak. Seorang anak yang dibesarkan dalam lingkungan keluarga
yang harmonis dan agamis yaitu yang dapat memberikan curahan kasih sayang, perhatian, dan bimbingan dalam beragama, maka
perkembangan kepribadian anak cenderung positif, sehat welladjusted. Sebaliknya anak yang dibawa pengasuhan lingkungan
keluarga broken home, kurang harmonis, orangtua bersikap keras, kurang memperhatikan nilai-nilai agama, maka perkembangan
kepribadiannya cenderung mengalami distorsi atau mengalami kelainan dalam menyesuaikan diri maladjusted.
Dorothy Law Nolte Hurlock, 1978: Yusuf, 2002, menggambarkan pengaruh keluarga terhadap perkembangan
kepribadian anak sebagai berikut: “Jika anak dibesarkan dengan celaan, ia belajar memaki”
“Jika anak dibesarkan dengan permusuhan, ia belajar berkelahi” “Jika anak dibesarkan dengan cemoohan, ia belajar rendah diri”
“Jika anak dibesarkan dengan penghinaan, ia belajar menyesali diri” “Jika anak dibesarkan dengan toleransi, ia belajar menahan diri”
“Jika anak dibesarkan dengan dorongan, ia belajar percaya diri” “Jika anak dibesarkan dengan pujian, ia belajar menghargai”
“Jika anak dibesarkan dengan sebaik-baik perlakukan, ia belajar keadilan”
“Jika anak dibesarkan dengan dukungan, ia belajar menyenangi dirinya”
“Jika anak dibesarkan dengan kasih sayang, ia belajar menemukan cinta”
27
Demikian Baldwin, dkk Yusuf, 2002 mengemukakan temuan penelitiannya bahwa anak yang dikembangkan dalam iklim
pengasuhan demokratis, maka ia cenderung memiliki kepribadian lebih aktif, lebih bersikap sosial, lebih memiliki harga diri percaya
diri, lebih memiliki keinginan dalam bidang intelektual, lebih orisinil, dan lebih konstruktif dibandingkan dengan anak yang dibesarkan
dalam iklim otoriter. Schaefer Yusuf, 2002 mengkombinasikan pola tingkah laku ibu
terhadap anak antara love cinta kasih sayang atau hostility permusuhan, dan control atau autonomy. Kombinasi pola perlakuan
ibu digambarkan bagian berikut:
Gambar 2.2 Pola Tingkah Laku b. Kebudayaan
Kluckhohn berpendapat bahwa “kebudayaan meregulasi kehidupan kita sejak lahir sampai mati, baik disadari maupun tidak
yang mempengaruhi kita untuk mengikuti pola-pola perilaku tertentu yang telah dibuat orang lain untuk kita”.
28
Pola-pola perilaku yang sudah terkembangkan dalam masyarakat bangsa tertentu seperti bentuk adat istiadat sangat
memungkinkan mereka untuk memiliki karakteristik kepribadian tertentu yang sama. Kesamaan karakteristik ini mendorong
berkembangnya konsep kepribadian dasar Kardiner: Yusuf, 2002 dan karakter nasional atau bangsa Gorer: Yusuf, 2002.
Berikut contoh tipe kepribadian suku Indiana Maya dan Alorese. Suku Indiana memiliki karakteristik: rajin, kurang peka terhadap
penderitaan, fatalistik, tidak takut mati, independen namun tidak kompetitif, tidak demonstratif dalam mengekspresikan perasaan, dan
jujur. Sementara suku Alorese berkarakteristik: cemas, curiga, kurang percaya diri, kurang berminat ke dunia luar, sangat membutuhkan
dorongan kasih sayang, kurang memiliki dorongan untuk mengembangkan keterampilan, dan suka mengkompensasi perasaan
rendah dirinya dengan membuat dan membangga-banggakan diri. Setiap bangsa di dunia memiliki kepribadian dasar yang relatif
berbeda, sebagaimana bangsa Indonesia memiliki kepribadian dasar: religius, ramah, kurang disiplin, bangsa Jepang: ulet, kreatif, dan
disiplin; dan bangsa Amerika: optimis, perspektif, disiplin, ulet dalam menyelesaikan sesuatu, namun individualistik.
Pentingnya peranan kebudayaan terhadap perkembangan kepribadian seseorang tergantung pada tiga prinsip di antaranya: a
pengalaman awal dalam kehidupan dalam keluarga, b pola asuh orangtua terhadap anak, dan c pengalaman awal dalam kehidupan
anak dalam masyarakat. Jika anak-anak memiliki pengalaman awal kehidupan yang sama dalam suatu masyarakat maka mereka
cenderung akan memiliki karakteristik kepribadian yang sama pula.
c. Sekolah