modern. Kedua, hereditas juga mewariskan pengalaman leluhur dalam bentuk arsetip; ingatan tentang ras yang telah menjadi bagian hereditas
karena diulang berkali-kali lintas generasi. Biologi modern mempertanyakan pandangan ini bagaimana pengalaman dapat mengubah gen? begitu juga
psikologi modern bagaimana nurture dapat mengubah nature?. Jung tidak menyusun tahap-tahap perkembangan seacra rinci seperti
Freud. Ada 4 tahap perkembangan, masa anak, remaja dewasa awal, usia pertengahan, dan usia tua. Perhatian utamanya tertuju pada tujuan-tujuan
perkembangan, khususnya tahap ke dua pada tekanan perkembangannya terletak pada pemenuhan syarat sosial dan ekonomi, dan tahap ke tiga
ketika orang mulai membutuhkan nilai spiritual.
1. Usia Anak Childhood
Jung membagi usia anak menjadi tiga tahap, yakni tahap anarkis anachic, tahap monarkis monarchic, dan tahap dualistik dualistic.
Tahapan-tahapan itu tidak memakai batasan usia secara kaku, karena ketiganya berada dalam kontinum dan perubahannya terjadi secara
perlahan atau berangsur-angsur.
Tahap anarkis 0-6 tahun: ditandai dengan kesadaran yang kacau
dan sporadis kadang ada kadang tidak. Mungkin muncul “pulau-pulau kesadaran” tetapi antar pulau satu dengan yang lain tidak saling
berhubungan. Pengalaman pada fase anarkis ini sering muncul ke dalam kesadaran sebagai gambaran primitif, yang tidak dapat dijelaskan secara
akurat.
Tahap monarkis 6 – 8 tahun: pada anak-anak ditandai dengan
perkembangan ego, dan mulainya pikiran verbal dan logika. Pada tahap ini anak memandang dirinya secara obyektif, sehingga sering secara tidak
sadar mereka menganggap dirinya sebagai orang ketiga. Pulau-pulau kesadaran semakin luas, semakin banyak sehingga ada saling hubungan
menjadi satu, dihuni oleh ego-primitif.
63
Tahap dualistik 8 – 12 tahun: ditandai dengan pembagian ego
menjadi dua, obyektif dan subyektif. Anak kini memandang dirinya sebagai orang pertama, dan menyadari eksistensinya sebagai individu yang
terpisah. Pada tahap dualistik ini kesadaran terus berkembang, pulau- pulau kesadaran menyatu, dihuni oleh ego-kompleks yang menyadari diri
sendiri baik sebagai obyek maupun sebagai subyek. Jung mengamati bahwa anak-anak sering mengalami kesulitan emosional. Menurutnya,
hampir pasti kesulitan itu merefleksikan “pengaruh buruk di rumah”. Sampai anak masuk sekolah, mereka masih belum memiliki kesadaran
identitas diri. Menurut Jung, anak hidup dalam atmosfer jiwa yang tertutup yang diberikan orang tuanya, dan kehidupan psikisnya diatur oleh insting.
Kecuali ritme tidur, makan, defakasi, dan tingkah laku biologis dasar lain yang diatur oleh insting, tingkah laku lain bersifat anarkis dan kacau kalau
tidak diprogram oleh orang tuanya. Jelas salah sekali menginterpretasi anak yang aneh – keras kepala – tidak patuh atau sukar diasuh, sebagai
tingkah laku yang sengaja atau tingkah laku yang terganggu secara serius. Dalam kasus semacam itu selalu harus diuji iklim psikologis dan sejarah
pengasuhan anak. Hampir tanpa kecuali akan ditemukan bahwa penyebab “anak sulit” adalah orang tuanya.
2. Usia Pemuda