Usia Pertengahan Usia Tua

mengalami hambatan usaha mencapai realisasi diri, tidak mampu menciptakan tujuan baru, dan tidak bisa mencari makna baru dalam kehidupan. “kelahiran jiwa” terjadi pada awal pubertas, mengikuti terjadinya perubahan-perubahan fisik dan ledakan seksualitas. Tahap ini ditandai oleh perbedaan perlakuan orang tua, dari perlakukan kepada anak-anak menjadi perlakuan kepada orang dewasa. Tiba-tiba kepribadian harus banyak membuat keputusan dan menyesuaikan diri dengan kehidupan sosial. Jika pemuda disiapkan secara baik, perubahan dari aktivitas anak-anak menjadi aktivitas vokasional akan berlangsung lancar. Jika pemuda terikat dengan ilusi anak-anak, atau mengembangkan harapan yang tidak realistik, dia akan menghadapi masalah yang luar biasa besar. Misalnya pemuda yang bercita-cita menjadi pilot, ternyata ketajaman matanya tidak memenuhi syarat, kalau dia tidak segera menggeser tujuannya berarti dia terikat ilusi masa kecilnya, dia mungkin akan mengalami distres. Tidak semua masalah tahap kedua ini datang dari luar, seperti pilihan pekerjaan tadi. Kesulitan bisa datang dari dalam, misalnya yang disebabkan oleh insting seksual, atau terlalu peka, atau perasaan tidak aman. Di dalam lubuk jiwa seseorang, dia mungkin ingin tetap menjadi anak, tetap berada dalam tahap dimana tidak ada masalah nyata dan tidak ada tanggung jawab. Namun tugas dari usia perkembangan tahap kedua ini yang lebih penting adalah menangani masalah yang datang dari luar. Orang harus mampu membuat keputusan, mengatasi hambatan, dan memperoleh kepuasan bagi dirinya sendiri dan bagi orang lain.

3. Usia Pertengahan

Tahap ini dimulai antara usia 35 atau 40 tahun. Puncak perkembangan sudah lewat, tetapi periode ini justru ditandai dengan aktualisasi potensi yang sangat bervariasi. Pada usia ini orang yang ingin tetap memakai nilai-nilai sosial dan moral usia pemuda, menjadi kaku dan fanatik dalam mempertahankan postur dan kelenturan fisiknya, mereka 65 mungkin berjuang habis-habisan untuk mempertahankan tampang dan gaya hidup masa mudanya. Menurut Jung, kebanyakan orang tidak siap melangkah menuju usia pertengahan, orang berada di usia pertengahan dengan menganggap nilai-nilai mudanya masih bisa berlaku sampai sekarang. Sesuatu yang mustahil karena orang tidak dapat hidup di masa pertengahan dengan aturan anak-anak, apa yang bagus pada masa anak- anak menjadi buruk pada masa pertengahan, apa yang dulu dianggap benar kini menjadi penipuan. Menurut Jung, tahap ini ditandai dengan munculnya kebutuhan nilai spiritual, kebutuhan yang selalu menjadi bagian dari jiwa, tetapi pada usia muda dikesampingkan karena pada usia itu orang lebih tertarik dengan nilai materialistik. Pada usia pertengahan orang sudah berhasil menyesuaikan diri dengan lingkungan, memiliki pekerjaan mantap, kawin, punya anak, ikut serta dalam kegiatan sosial. Tiba-tiba mereka menemukan dirinya kehilangan tidak tahu makna dan tujuan hidupnya sendiri. Mereka tidak lagi berminat kepribadiannya menjadi kosong. Mereka membutuhkan nilai-nilai baru yang dapat memperluas pandangan hidup yang materialistik. Usia pertengahan adalah usia realisasi diri. Mereka ingin memahami makna kehidupan dirinya, ingin memahami kehidupan di dalam diri mereka sendiri.

4. Usia Tua

Tahap usia tua kurang mendapat perhatian Jung. Menurutnya, usia tua mirip dengan usia anak-anak; pada kedua tahap itu fungsi jiwa sebagian besar bekerja di tidak sadar. Pada anak-anak belum terbentuk pikiran dan kesadaran ego, sedang pada orang tua mereka berangsur- angsur tenggelam dalam tak sadar, dan akhirnya hilang-masuk ke dalamnya. Jika pada awal kehidupan orang takut hidup nanti kerja apa, rumahnya dimana, dan seterusnya, pada usia tua hampir pasti orang takut mati. Takut mati mungkin sesuatu yang normal, namun menurut Jung 66 mati adalah tujuan hidup. Hidup hanya benar-benar bermakna kalau kematian dipandang sebagai tujuan hidup. Kebanyakan klien Jung berusia pertengahan dan usia tua, dan banyak di antara mereka yang mengalami kesengsaraan karena berorientasi ke belakang, merangkul kuat-kuat tujuan dan gaya hidup masa lalu dan menjalani hidup tanpa tujuan. Jung mengobati mereka dengan membantu memantapkan tujuan baru dan menemukan makna kehidupan melalui pemahaman yang benar makna kematian. Jung menggarap hal itu melalui interpretasi mimpi, karena mimpi orang usia tua sering penuh dengan simbol-simbol kelahiran kembali, seperti; mimpi mengembara ke tempat yang jauh atau mimpi pindah rumah. Jung memakai simbol-simbol itu untuk memahami sikap tak sadar klien terhadap kematian, dan membantu mereka memahami makna kehidupan secara filosofis.

H. Aplikasi