Proses Belajar Dinamika Kepribadian

Anak yang tersemprot oleh uap panas yang mendesis dari cerek, menjadi takut dengan cerek yang menimbulkan rasa sakitkepanasan. Suara desis yang membarengi terpancarnya uap panas itu dimaknai sebagai tanda bahaya yang menimbulkan kecemasan. Anak kemudian menggeneralisir suara desis dan menjadi cemas ketika berdekatan dengan tempat tejadinya cerek, tungku, api, dan mendengar suara-suara desisan lain. Kalau tingkah laku menghindar dari tungku dan dari suara mendesis ternyata dapat membuat dirinya tidak mengalami rasa sakit kepanasan tidak peduli apakah memang tungku dan desisan yang dihindari berpotensi ancaman timbulnya rasa sakit, tingkah laku menghindar itu akhirnya berperan sebagai reinforsemen. Jadi, kecemasan dan ketakutan adalah bentuk kondisioning dari reaksi sakit, yang berfungsi untuk memotivasi dan mereinforse tingkah laku menghindar agar tidak mengalami rasa sakit.

b. Proses Belajar

Dollard dan Miller melakukan eksperimen rasa takut terhadap tikus. Peralatannya adalah kotak yang dasarnya diberi aliran listrik yang menimbulkan rasa sakit; kotak itu diberi sekat yang dapat diloncati tikus, sisi yang satu diberi warna putih dan sisi lain diberi warna hitam. Dibunyikan bel bersamaan dengan pemberian tujuan listrik pada kotak putih yang membuat tikus kesakitan, yang segera dihentikan kalau tikus itu meloncat dari kotak putih ke kotak hitam. Ternyata sesudah terjadi proses belajar, warna kotak putih dan atau bunyi bel saja tanpa kejutan listrik telah membuat tikus meloncati sekat. Ini adalah reaksi takut terhadap rasa sakit. Percobaan ditingkatkan dengan menutup sekat dan memasang pengumpil yang harus ditekan tikus agar pintu penghubung ke sekat hitam terbuka tikus bisa lari ke kotak warna hitam yang bebas dari kejutan listrik dan bel berhenti. Ternyata kemudian tikus berhenti berusaha 99 menabrak sekat yang tidak dapat diloncati lagi, dan menemukan cara baru yakni menekan pengumpil untuk membuka pintu sekat. Eksperimen ini mendemonstrasikan beberapa prinsip belajar yakni: 1 Classical conditioning tikus terkondisi merespon bel sebagai tanda akan ada kejutan listrik 2 Instrumental learning tikus belajar respon meloncati sekat sebagai instrumental menghindari rasa sakit 3 Extinction tingkah laku meloncat tidak dilakukan lagi, diganti dengan menekan pengumpil 4 Tampak pula, primary drive rasa sakit dan tertekan memunculkan learned atau secondary drive rasa takut yang kemudian memotivasi tingkah laku organisme bahkan ketika sumber rasa sakit sudah tidak muncul. Dari eksperimen-eksperimennya, Dollard dan Miller menyimpulkan bahwa sebagian besar dorongan sekunder yang dipelajari manusia, dipelajari melalui belajar rasa takut dan anxiety. Mereka juga menyimpulkan bahwa untuk bisa belajar orang harus menginginkan sesuatu, mengenali sesuatu, mengerjakan sesuatu, dan mendapat sesuatu want something, notice something, do something, get something. Inilah yang kemudian menjadi empat komponen utama belajar, yakni drive, cue, response, reinforcement. 1 Drive: adalah stimulus dari dalam diri organisme yang mendorong terjadinya kegiatan tetapi tidak menentukan bentuk kegiatannya. Dalam penelitian itu, drive rasa sakit mendorong tikus melakukan “sesuatu” tetapi tidak jelas harus bagaimana. Kekuatan drives tergantung kekuatan stimulus yang memunculkannya. Semakin kuat drive-nya, 100 semakin keras usaha tingkah laku yang dihasilkannya. Drive sekunder atau drive yang dipelajari diperoleh berdasarkan drive primer; rasa takut sekunder diperolehdibangun di atas drive rasa sakit primer. Sesudah drive sekunder dimiliki, itu akan memotivasi untuk mempelajari respon baru seperti fungsi dari drive primer. Kekuatan drive sekunder ini tergantung kepada kekuatan drive primer dan jumlah reinforsemen yang diperoleh. 2 Cue: adalah stimulus yang memberi petunjuk perlunya dilakukan respon yang sesungguhnya. Pengertian cue mirip dengan pengertian realitas subjektif dari Rogers, yakni cue adalah petunjuk yang ada pada stimulus sepanjang pemahaman subjektif individu. Dalam penelitian itu, sesudah suara bel dipahami tikus sebagai tanda bahaya yang harus dihindari, bel menjadi cue bagi tikus untuk melocati sekat. Sesudah pengumpil dipahami dapat dijadikan alat untuk menghilangkan rasa sakit, maka pengumpil menjadi cue variasi itu menentukan bagaimana reaksinya terhadapnya. 3 Response: adalah aktivitas yang dilakukan seseorang. Menurut Dollard dan Miller, sebelum suatu respon dikaitkan dengan suatu stimulus, respon itu harus terjadi lebih dahulu. Misalnya, anak tidak akan mulai belajar membaca sampai dia nyata-nyata mulai mencoba membaca. Dalam terapi, orang yang takut dengan orang lain dan tidak berpendirian, tidak dapat belajar bersikap tegas assertive sampai dia nyata-nyata merespon secara assertive. Dalam situasi tertentu, suatu stimulus menimbulkan respon-respon yang berurutan, disebut initial hierarchy of response. Belajar akan menghilangkan 101 beberapa respon yang tidak perlu, menjadi resultant hierarchy yang lebih efektif mencapai tujuan yang diharapkan. 4 Reinforcement: agar belajar terjadi, harus ada reinforcement atau hadiah. Dollard dan Miller mendefinisi reinforcement sebagai drive pereda dorongan drive reduction. Penelitian membuktikan bahwa event yang mengikuti suatu respon sangat menentukan hubungan respon itu dengan stimulusnya. Event yang hanya meredakan sebentar stimuli pendorongnya akan memperkuat respon apapun yang terlibat. Bisa dikatakan, reduksi drive menjadi syarat mutlak dari reinforcement mengenai reduksi drive ini menimbulkan kontroversi, dan Miller sendiri terus berusaha mencari pembenarannya. Terkadang, tidak ada respon yang sukses, atau respon yang semula sukses tidak mendapat penguatan lagi. Dilema belajar Learning dilemma semacam itu akan menghasilkan extinction, hilangnya tingkah laku yang tidak efektif, dan berkembangnya respon baru. Dollar Miller membandingkan rasa takut tikus terhadap event yang berbahaya dengan kecemasan manusia. Proses belajar awal dari tikus yang takut dan berusaha melarikan diri itu menjelaskan bagaimana tingkah laku neurotik orang yang menderita kecemasan. Salah satu metoda menghilangkan repon neurotik yang persisten menetap itu adalah dengan kondisioning tandingan counterconditioning: respon yang lebih kuat dibanding dengan respon pertama dikondisikan dengan stimulu asli, untuk mendesakmengganti respon pertama yang neurotik itu. 102

c. Proses Mental yang Lebih Tinggi