Ahmad Badawi | Peta Risiko Bencana Erupsi Merapi SDN Keningar 1 SDN Keningar 2
Desa Keningar Kecamatan Dukun Kabupaten Magelang
35
cakupan ancaman bahaya. Sekolah sebagai aktivitas anak-anak usia rentan juga menjadi faktor pendukung kerentanan sekolah. Bagaimanapun sekolah mayoritas
berisi kelompok rentan; anak-anak dan perempuan yang tidak bisa mengambil keputusan sendiri terhadap situasi darurat yang terjadi. Sementara pengetahuan
dasar tentang erupsi Merapi dan standar penyelematan dasar bagi siswa belum cukup dimiliki oleh civitas sekolah. Prinsipnya adalah ancaman bahaya belum
menjadi kesadaran kolektif untuk membangun budaya aman. Meskipun tidak ada konflik yang berarti di sekolah dan masyarakat terkait dengan pengurangan risiko
bencana, tetapi keyakinan masyarakat lokal tentang bahaya yang bersandar pada mitologi bisa menjadi kekuatan untuk mengurangi paparan kerentanan mereka.
Kerentanan sekolah meningkat jika ancaman bahaya erupsi terjadi pada saat kegiatan belajar di sekolah sedang berlangsung.
Ketiga, Pemahaman capacity kapasitas SD Negeri Keningar 1 dan 2 dan ketersediaan alat-alat tools mitigasi bencana erupsi Merapi masih rendah.
Meskipun komunitas sekolah memahami tanda tanda dan dampak bahaya dan hidup bertahun-tahun bersama bahaya dan kesadaran kerentanan yang mereka
hadapi, tetapi kemampuan tersebut belum di gunakan oleh masyarakat dan terutama sekolah untuk membangun konsep mitigasi dan kesiapsiagaan yang baik.
Sekolah belum menyusun standar keselamatan dasar bagi civitas sekolah dan terintegrasi dengan kebijakan desa. Manajemen penyelenggaran SD Negeri
Keningar 1 dan 2 di wilayah rentan ini juga masih sama seperti manajemen penyelenggaraan sekolah normal lainnya yang berada diwilayah risiko bencana
rendah.
G. ANALISIS DAMPAK RISIKO BENCANA ERUPSI MERAPI
Analisis dampak risiko bencana erupsi Merapi bagi sekolah SD Negeri Keningar 1 dan SD Negeri Keningar 2 dapat dikelompokkan dalam beberapa dampak sebagai
berikut: Pertama, dampak tertinggi pada kelompok paling rentan. Komunitas sekolah merupakan mayoritas kelompok rentan dalam perspektif analisis gender.
Dampak bencana bagi anak-anak dan perempuan tentu berlipat kali lebih berat ketimbang dampak bagi laki-laki dewasa. Bentuk ancaman dampak bencana mulai
dari sakit serangan saluran pernafasan sampai ke ancaman jiwa serta belum terhitung trauma bagi para kelompok rentan ini. Tetapi bagi anak-anak,
perempuan dan diffable, mereka memiliki akses, kebutuhan dan partisipasi yang berbeda sesuai dengan tingkat umum dan jenis kelamin mereka. Dengan demikian
anak-anak, perempuan dan diffable memerlukan kondisi khusus untuk bisa mengurangi paparan risiko bencana pada jangka panjang. Dalam kontek SD Negeri
Keningar 1 dan 2 dampak bencana akan terkurangi jika penyelenggaraan bencana mengikuti kebutuhan, akses dan partisipasi yang berbeda dalam perspektif
Ahmad Badawi | Peta Risiko Bencana Erupsi Merapi SDN Keningar 1 SDN Keningar 2
Desa Keningar Kecamatan Dukun Kabupaten Magelang
36
gender. Demikian juga sebaliknya. Dampak bencana akan berlipatkali dihadapi oleh kelompok rentan jika tidak menjadikan mereka sebagai bagian penting
prioritas dalam penyusuna kebijakan. Kedua, Civitas sekolah dan struktur sekolahmasyarakat pada akhirnya berubah
karena dampak bencana. Temuan penting adalah pada waktu sekolah harus menyelenggarakan pengungsian dan sekolah darurat. Maka fungsi dari civitas
sekolah berubah. Kepala Sekolah, Guru dan Penjaga Sekolah maupun orang tua murid Komite Sekolah berfungsi tumpang tindih berjalan sesuai dengan inisiatif
dan pengetahuan personal. Fungsi masing-masing kemudian bertambah, selain memastikan KBM berjalan dengan baik, Kepala sekolah juga harus mengkoordinir
dan memastikan apakah siswa dalam kondisi sehat, terpenuhi kebutuhan asupannya dan sudah mendapatkan layanan kesehatan yang memadai pada waktu
sakit. Demikian juga guru, penjaga sekolah dan orang tua murid. Padahal mereka semua juga korban sekaligus pengungsi. Perubahan struktur ini berpotensi
memicu konflik jika tidak diatur dengan baik belajar dari pengalaman penyelenggaraan sebelumnya.
Ketiga, fasilitas pelayanan sekolah tidak berjalan. Ancaman bencana erupsi Merapi tahun 2010 terbukti menghentikan proses belajar mengajar di lokasi sekolah yang
disediakan. Kegagalan menyelenggarakan kegiatan belajar mengajar merupakan indikator penting bahwa sekolah terkena dampak langsung dari erupsi Merapi.
Inisiatif untuk membangun sekolah darurat dipengungsian adalah salah satu bentuk upaya mengurangi dampak kegagalan penyelenggaraan kegiatan belajar
mengajar. Yang dibutuhkan adalah mengurangi risiko bencana bagi civitas sekolah dan menyelenggarakan sekolah darurat yang terkelola dengan baik.
Keempat, lingkungan sekolah rusak. Infrastruktur sekolah rusak karena debu dan kerikil yang memenuhi lingkungan sekolah. Atap, buku-buku dan bangku sekolah
hancur karena terkena paparan debu vulkanik. Kerusakan lingkungan memang tidak terhindarkan, tetapi tetap saja melemahkan daya tahan sekolah untuk
menyelenggarakan kegiatan belajar mengajar yang sehat dan berkualitas.
Kelima, sumber pendapataninput sekolah dalam melakukan recovery paska bencana. Minimnya dampak bantuan pemerintah terhadap proses rekonstruksi
dan rehabilitasi sekolah paska bencana di fahami betul oleh sekolah. Oleh sebab itu, sekolah mengandalkan sumber daya dan kemampuan lokal untuk proses
recovery paska bencana. Mobilisasi sumber daya sekolah meliputi bantuan tenaga, alat-alat dan financial dari wali murid, masyarakat desa, relawan kemanusiaan,
lembaga swadaya masyarakat dan dari universitas. Kebutuhan dasar bagi perbaikan sekolah difokuskan penyelenggaraan kegiatan belajar mengajar di
sekolah harus berjalan segera.