Dampak Erupsi Merapi Tahun 2010 bagi Desa Keningar

Ahmad Badawi | Peta Risiko Bencana Erupsi Merapi SDN Keningar 1 SDN Keningar 2 Desa Keningar Kecamatan Dukun Kabupaten Magelang 7 Tabel.4.3. Perbandingan Kondisi Desa Keningar Sebelum dan Sesudah Erupsi Merapi Tahun 2010 No Jenis Sebelum Erupsi Sesudah Erupsi 1 Jalan desa Jalan utama untuk jalur evakuasi rusak sepanjang 1 km. Jalan semakin rusak parah, aspal jalan sudah tidak terlihat, ketebalan abu lebih dari 15 cm 2 Pertani an Luas lahan pertanian 60 ha. Tanaman sayuran cabe, tomat, bunga kol, buncis dan kacang panjang 60 . 40 padi. 100 lahan pertanian rusak dan gagal panen. Kerugian ditaksir mencapai Rp 2.293.500.000 untuk tanaman sayuran dan Rp. 35.712.000 untuk tanaman padi. 3 Petern akan Populasi ternak sapi 78 ekor dikelola secara individu dan kelompok dalamm kandang komunal di desa. Ternak dijual 34 ekor, mati 1 ekor. Asumsi perekor dihargai Rp. 2.500.000 dari harga normal. Sementara ternak mati seharga Rp 15.000.000. Total kerugian mencapai Rp 85.000.000 + 15.000.000 = 100.000.000 4 Air bersih Ada 3 kelompok di dusun banaran yang mengatur distribusi air dari sumber air sungai cacaban untuk 140 kk atau sekitar 568 jiwa. Instalasi saluran air bersih rusak:  Kelompok I Bpk. Sarmidi penerima manfaat 16 KK kerusakan 26 lonjor ukuran 1,5 dim 104 meter.  Kelompok II Bpk. Parno penerima manfaat 28 KK kerusakan 36 lonjor pipa ukuran 1,5 dim atau 144 m.  Kelompok Balai desa 96 KK kerusakan pipa ukuran 2.5 dim sebanyak 55 lonjor 220 m 5 Rumah Tembok batu, lantai keramik plester kasar. 1 WC rata-rata untuk 2-3 KK. 1 WC umum 3 rumah ambruk tertimpa bambu, 4 rusak berat, 4 rusak ringan. 6 Kandang Lantai tanah, dinding gedegpapan, atap gentingseng. Ukuran rata-rata 3x2 m2, 1 kandang kelompok ukuran 5x6 m2 Kandang kelompok dan 17 kandang perorangan rusak karena atap terkena hujan abu dan pasir serta tertimpa pohonbambu. 7 Sekolah Dinding tembok beratap genting dan asbes. Talang air dari seng galvanil. Penyangga atap dari kayu keras. Berlantai keramiktegel, memiliki jendel kaca dan kisi-kisi sirkulasi udara. SD Keningar 1: atap asbes, talang air, meja, kursi dan buku-buku sekolah rusak berat. Kerugian lebih dari 9 juta rupiah. SD Keningar 2: atap asbes, talang air hancur, bangku, kursi, buku-buku perpustakaan sekolah hancur. Kerugian sekitar 8 juta Keterangan: Dikompilasi dari RPJMDes Keningar 2012, laporan Program Emergency Respon LPTP tahun 2010 dan Laporan Program YLSKAR 2010 dan Wawancara dan Hasil FGD. Pada tabel 4.3. tampak perbandingan kondisi umum desa sebelum erupsi Merapi tahun 2010 dan sesudah erupsi. Kerusakan utama disebabkan oleh hujan debu dan pasir yang mengakibatkan infrastruktur desa, perumahan, pertanian, peternakan, ketersediaan air bersih dan juga sekolah rusak dengan intesitas yang bervariatif. Dalam perhitungan kasar dengan menggunakan harga minimal, Ahmad Badawi | Peta Risiko Bencana Erupsi Merapi SDN Keningar 1 SDN Keningar 2 Desa Keningar Kecamatan Dukun Kabupaten Magelang 8 setidaknya Desa Keningar mengalami kerugian dibidang pertanian Rp. 2.329212.000, bidang peternakan Rp. 100.000.000; kerusakan infrastruktur air konsumsi rumah tangga Rp. 50.000.000 dan kerusakan rumah penduduk dan kandang ternak mereka. Total lebih dari 4 milyar rupiah yang diperlukan untuk mengembalikan infrastuktur desa kembali normal. Kerusakan di infrastruktur sekolah SD Keningar 1 adalah atap asbes dan talang air hancur terkena hujan abu dan kerikil. Meja, bangku dan kursi kelas untuk belajar siswa dan buku-buku perpustakaan sekolah rusak berat. Beberapa tidak dapat dipakai kembali. Sementara lingkungan sekolah penuh dengan debu dan pasir dengan ketebalan lebih dari 15 centimeter. Pembersihan kelas dan dan kantor dikerjakan guru bersama siswa. Sementara pembersihan lapangan lingkungan sekolah dikerjakan dan dibiayai secara gotong royong oleh seluruh warga desa Keningar selama lebih dari tiga hari. Nilai kerugian fisik di SD Negeri Keningar 1 lebih dari 9 juta rupiah. Jumlah tersebut belum dihitung tenaga dan biaya gotong royong warga untuk membantu penataan dan pembersihan sekitar sekolah. Biaya perbaikan sekolah mengandalkan dana kas sekolah dan bantuan dari wali murid karena bantuan pemerintah minim. SD Negeri Keningar 2 perbaikan atap asbes dan talang air hancur pada bangunan WC siswa dan guru yang runtuh serta bangku dan kursi kelas siswa dan guru memerlukan lebih dari 8 juta rupiah. Dana perbaikan tersebut mengandalkan dana kas sekolah dan bantuan dari masyarakat. Bantuan dari pemerintah untuk perbaikan khusus infrastruktur sekolah korban bencana tidak ada. Meskipun tidak ada korban jiwa yang meninggal dari Desa Keningar, dampak psikis dari warga korban erupsi Merapi tahun 2010 adalah stress. Pada saat tinggal di pengungsian dan beberapa bulan sejak kembali ke pemukiman, emosi warga tampak tidak terkendali. Menjadi mudah marah pada hal-hal kecil dan sering kuatir atau merasa cemas. Tekanan dan tuntutan kepastian hidup mereka setelah kembali ke desa memang menjadi sedikit gamang melihat lahan pertanian, peternakan dan perikanan sebagai mata pencarian utama mereka rusak total. Kendala modal usaha untuk membangun kembali usaha mereka yang hancur juga diduga sebagai salah satu beban pikiran para pengungsi. Problem modal kembali mengolah lahan pertanian yang rusak menjadi kebutuhan mendesak warga. Oleh sebab itu banyak wargaorang tua siswa yang kemudian menjual simpanan yang mereka miliki seperti sapi, kambing atau tanah dengan harga lebih murah dari harga standar. Bahkan kebanyakan warga telah menjual ternaknya ketika beberapa minggu berada di pengungsian. Uang tersebut setidaknya untuk kepastian hidup korban selama di pengungsian. Beberapa lainnya menjual untuk tambahan modal kerja. Ahmad Badawi | Peta Risiko Bencana Erupsi Merapi SDN Keningar 1 SDN Keningar 2 Desa Keningar Kecamatan Dukun Kabupaten Magelang 9 Pada kontek dampak psikologi siswa di sekolah, beberapa siswa tampak ketakutan untuk kembali ke Desa dan memilih untuk tinggal di barak pengungsian. Beberapa siswa yang tidak mau kembali ke Desa juga karena faktor semua kebutuhan sekolah, mainan, baju dan lain-lain terpenuhi. Sehingga merasa betah memilih tinggal di pengungsian. Namun secara umum siswa juga merasa tertekan, takut dan cemas seperti orang tua mereka. Meski belum ada observasi secara klinis dilakukan oleh sekolah SD Negeri Keningar 1 dan 2 untuk mengetahui kondisi psikis siswa. Risiko lain yang di terima para siswa pada saat erupsi dan ancaman lahar dingin Merapi, pertama mereka harus kehilangan semua peralatan sekolah dan catatan sekolah mereka. Tidak terpikir oleh orang tua mereka untuk membawa kebutuhan sekolah anak-anak meskipun tersedia cukup waktu sejak peringatan dini disampaikan oleh pemerintah sampai keputusan untuk mengungsi. Termasuk baju, mainan dan berbagai kebutuhan bermain sehari hari mereka. Secara psikis ini tentu mempengaruhi fikiran anak-anak meskipun dengan intensitas yang berbeda-beda. Kedua anak-anak harus berhenti bersekolah selama beberapa waktu karena situasi tidak memungkinkan. Pengalaman penanganan bencana tahun 2010 menunjukan bahwa setidaknya anak-anak harus berpindah-pindah mengungsi mengikuti orang tua mereka selama 48 hari. Penyelenggaraan sekolah dilakukan secara emergencydarurat di wilayah pengungsian dengan susah payah oleh para guru dan kepala sekolah dibantu oleh pemerintah desa. Situasi pengungsi yang berpindah-pindah kemudian juga menjadi kendala utama bagi penyelenggaraan sekolah darurat di pengungsian seperti yang dialami oleh SD Negeri Keningar 1 dan 2. Padahal, situasi tersebut dihadapi oleh seluruh penduduk desa dan sekolah- sekolah yang tinggal di wilayah rentan erupsi Merapi. Ketiga, tantangan faktor adaptasi tempat baru, suasana baru dan teman baru di dalam situasi sekolah darurat. Khususnya untuk anak perempuan, kebutuhan mereka menjadi lebih kompleks ketimbang anak laki-laki yang cenderung bebas bersosialisasi. Budaya patriarki membatasi perempuan untuk tidak memperbolehkan beraktifitas seperti laki-laki. Anak-anak pengungsi lebih nyaman belajar dalam sekolah darurat di tenda-tenda atau tempat yang ditentukan bersama para pengungsi lainnya ketimbang dititipkan ke sekolah-sekolah sederajat di desa tempat mereka mengungsi. Faktor minder dominan pada kontek ini. Siswa pengungsi minder karena harus beradaptasi lagi dengan teman, guru dan suasana baru. Minder karena pakaian dan peralatan sekolah yang mereka miliki seadanya karena tertinggal di sekolah. Beberapa siswa juga minder karena merasa berbeda. Perbedaan kultur sekolah desa dan di kota juga menjadi faktor yang mempengaruhi siswa para pengungsi Ahmad Badawi | Peta Risiko Bencana Erupsi Merapi SDN Keningar 1 SDN Keningar 2 Desa Keningar Kecamatan Dukun Kabupaten Magelang 10 lebih memilih bersekolah di tenda-tenda darurat daripada bergabung dengan siswa setempat yang bukan pengungsi.

4. Kepercayaan Masyarakat Tentang Merapi

Bagi anak-anak SDN Keningar 02 dan penduduk desa di kawasan Merapi, Merapi adalah hal yang biasa mereka dengar dari orang tua mereka maupun mereka temui langsung. Khususnya bagi orang-orang tua yang telah mengalami berbagai letusan Merapi. Ada tanda-tanda lokal yang mereka percayai sebagai mitologi tentang aktivitas Gunung Merapi. Oleh sebab itu pada beberapa bagian, masyarakat tidak percaya pada penjelasan-penjelasan yang bersifat ilmiah khususnya yang bertentangan dengan keyakinan lokal mereka. Dalam kehidupan sehari-hari mereka, keyakinan tentang Merapi selalu dikaitkan dengan tokoh penting sesepuh dan orang pintar yang tinggal di desa Keningar. Baik didalam membaca tanda-tanda pesan Merapi maupun tanda-tanda Bahaya Merapi. Merapi bagi masyarakat setempat adalah simbol perubahan dan pemberi peringatan atas perilaku tidak terpuji manusia. Beberapa perilaku tersebut adalah tidak jujur, lupa kepada yang maha pencipta, merusak alam di sekitar Merapi, rakus dan haus akan kekuasaan. Merapi hidup dan memberi pepeling, kinasih dan pemberi kemakmuran bagi kehidupan ekonomi mereka yang agraris. Masyarakat desa Keningar percaya bahwa Merapi itu seperti mahluk hidup. Bisa menjadi pemberi petunjuk dan pemberi peringata. Kepercayaan masyarakat ini menjadi tantangan sekaligus kekuatan tersendiri dalam menyusun sistem penanganan risiko bencana di kawasan ini, meskipun keyakinan ini diduga berkontribusi terhadap tingginya korban erupsi Merapi.

C. SISTEM PERINGATAN DINI RISIKO BENCANA ERUPSI MERAPI

1. Konsep Early Warning System Gunung Merapi

Merapi memiliki sistem peringatan diniEWS Early Warning System yang merujuk pada hasil pengamatan aktivitas Merapi secara berkala. Sistem peringatan dini ini juga menjadi prosedur penyelamatan penduduk yang tinggal di sekitar Merapi. Secara umum dikenal berapa level peringatan dini mulai dari status Normal Aktif, Waspada Merapi, Siaga Merapi, dan Awas Merapi. Pengertian umum dari masing- masing tanda menandakan aktivitas Merapi dan langkah mitigasi, kesiapsiagaan dan respon bagi aktivitas penduduk di daerah sekitar Merapi. Pengamatan intensif ini dikelola oleh Balai Penyelidikan dan Pengembangan Teknologi Kegunungapian BPPTK Yogyakarta melalui pusat pengamatan atau Pos Pengamatan yang terletak di sekitar Merapi. Proses dan hasil pengamatan ini juga terintegrasi dengan Badan Nasional Penanggulangan Bencana BNPB di tingkat pusat, pemerintahan daerah serta pemerintah desa di wilayah kawasan Merapi. Ahmad Badawi | Peta Risiko Bencana Erupsi Merapi SDN Keningar 1 SDN Keningar 2 Desa Keningar Kecamatan Dukun Kabupaten Magelang 11 Early Warning System Merapi adalah: Pertama Normal Aktif. Secara sederhana, peringatan ini digunakan untuk hasil pengamatan situasi Merapi yang berada pada kondisi normal. Itu artinya seluruh aktivitas Merapi aman bagi penduduk di sekitar dan juga pengunjung yang melakukan wisata pendakian Gunung Merapi. Kedua Waspada Merapi. Peringatan ini ditandai dengan meningkatnya aktifitas Merapi sewaktu-waktu. Situasi ini bermakna Merapi tidak aman untuk pendakian atau wisata, tetapi aman untuk aktivitas penduduk sekitar sehari hari. Pada status waspada Merapi, terkadang terjadi hujan abu yang jatuh di wilayah kota-kota sekitar Merapi. Ketiga Siaga Merapi. Adalah peringatan bahwa terjadi peningkatan frekuensi gempa multifase dan gempa vulkanik. Dalam level ini kegiatan pengungsian penduduk di radius 10 kilometer harus dipersiapkan untuk evakuasi. Hujan abu sebagai penanda peningkatan aktivitas Merapi terkadang terjadi. Aktifitas sekolah dan masyarakat masih berjalan normal seperti biasa. Keempat Awas Merapi. Ditandai dengan tingginya gempa multifase dan gempa vulkanik dan titik api diam di puncak Merapi yang merupakan magma sudah berada di puncak Merapi. Peringatan ini meminta semua penghuni wilayah dalam radius 10 km dari puncak Merapi harus dievakuasi ke wilayah aman. Early Warning System EWS tersebut merupakan pertanda awal secara umum yang memerlukan operasionalisasi lapangan. Setiap desa dan sekolah harus mengembangkan langkah-langkah operasional yang terus berkembang dengan mengadopsi pengalaman keberhasilan best practice penanganan korban dari tahun ke tahun. Bagi lembaga pendidikan seperti SD Negeri Keningar 1 dan 2, membutuhkan adaptasi dan adopsi berbagai level kebijakan lokal khususnya dalam siklus penanganan risiko bencana di sekolah. Prinsip umum yang dikembangkan adalah bagaimana sekolah mampu menyusun sistem untuk meminimalisir jatuhnya korban siswa dan guru. Menurut dokumen Badan Geologi, Pemantauan Gunung Merapi secara sistemik telah dilakukan sejak tahun 1920. Tahun 1953, pemerintah Indonesia telah melakukan pengamatan visual dan instrumental terhadap aktivitas vulkanik Gunung Merapi dengan membentuk 5 lima Pos Pengamatan Gunungapi atau disingkat PGA. Pada tahun 1980 an mulailah diterapkan pemantauan secara modern dan lengkap. Meliputi penerapan alat RTS Radio Telemetry System untuk akuisisi seismik analog, EDM Elektronics Distance Measurement serta pemantauan gas S02 menggunakan COSPEC Correlation Spectrophotometry. Pada tahun 2000 semua peralatan tersebut semakin berkembang dan semua pos pengamatan dilengkapi dengan peralatan pemantauan standar Wibowo, 2012. Tujuan utama dari pengamatan tersebut diatas adalah untuk mengurangi risiko bencana akibat dari erupsi Merapi.

Dokumen yang terkait

MODEL SISTEM LOGISTIK BENCANA BERBASIS SCM BERDASARKAN KASUS ERUPSI GUNUNG MERAPI 2010 MODEL SISTEM LOGISTIK BENCANA BERBASIS SCM BERDASARKAN KASUS ERUPSI GUNUNG MERAPI 2010.

0 2 12

MITIGASI BENCANA ERUPSI GUNUNG MERAPI MASYARAKAT DESA BALERANTE KECAMATAN KEMALANG Mitigasi Bencana Erupsi Gunung Merapi Masyarakat Desa Balerante Kecamatan Kemalang Pasca Erupsi 2006 Dan 2010.

0 1 17

Pengurangan Risiko Bencana Erupsi Gunung Merapi Berbasis Sekolah di Kabupaten Klaten Tahun 2012.

0 0 1

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Pengembangan Modul Manajemen Sekolah Berbasis Safe School untuk Sekolah Rentan Bencana Banjir

0 0 2

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Strategi Manajemen Sekolah Berbasis Bencana (Studi Erupsi Gunung Merapi)

0 0 18

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Strategi Manajemen Sekolah Berbasis Bencana (Studi Erupsi Gunung Merapi) T2 942012005 BAB I

0 0 16

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Strategi Manajemen Sekolah Berbasis Bencana (Studi Erupsi Gunung Merapi) T2 942012005 BAB II

0 0 24

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Strategi Manajemen Sekolah Berbasis Bencana (Studi Erupsi Gunung Merapi) T2 942012005 BAB IV

0 1 107

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Strategi Manajemen Sekolah Berbasis Bencana (Studi Erupsi Gunung Merapi) T2 942012005 BAB V

0 0 5

Manajemen Bencana Erupsi Gunung Merapi Oleh Badan Penanggulangan Bencana Daerah Kabupaten Sleman.

2 8 197