Penjamu Perantara Manusia Epidemilogi Malaria

18 Epidemiologi malaria adalah ilmu yang mempelajari faktor-faktor yang menentukan distribusi malaria pada masyarakat dan memanfaatkan pengetahuan tersebut untuk menanggulangi penyakit tersebut. Setelah ditemukannya insektisida DDT dalam tahun 1936-1939 maka pada tahun 1955-1969 diintensifkan. Namun usaha tersebut hanya berhasil disebagian belahan dunia. Terbatasnya pengetahuan mengenai biologi parasit, vektor, ekologi manusia dan lingkungan menjadi hambatan untuk menanggulangi malaria Harijanto, 2009.Pendekatan epidemiologi malaria menggunakan interaksi antara tiga faktor: Host penjamu, agens plasmodium, dan environment lingkungan. Host terbagi atas dua bagian yakni host definitif yaitu nyamuk Anopheles betina sebagai vektor, dan host intermediated, yakni manusia. Faktor-faktor yang memengaruhi host intermediated adalah usia, jenis kelamin, ras, sosial, status, riwayat penyakit sebelumnya, cara hidup, hereditas atau keturunan, status gizi, dan tingkat imunitas. Faktor tersebut penting diketahui karena memengaruhi risiko untuk terpajan oleh sumber penyakit atau penyakit Sorontou, 2013.

2.2.1 Penjamu Perantara Manusia

Hal yang terpenting adalah keberadaan gametosit dalam tubuh manusia sebagai penjamu perantara, yang kemudian dapat meneruskan daur hidupnya dalam tubuh nyamuk. Manusia ada yang rentan susceptible, yang dapat ditulari dengan malaria, namun terdapat pula yang lebih kebal dan tidak mudah ditulari malaria. Berbagai bangsa atau ras mempunyai kerentanan yang berbeda-beda atau faktor ras. Pada umumnya pandangan baru ke daerah endemis, lebih rentan terhadap malaria daripada penduduk aslinya. Faktor-faktor yang mempengaruhi Universitas Sumatera Utara 19 penjamu intermediated manusia adalah usia, jenis kelamin, ras, sosial ekonomi, status, riwayat penyakit sebelumnya, cara hidup, hereditas keturunan, status gizi, dan tingkat imunitas. a. Usia, merupakan faktor yang penting bagi manusia untuk terjadinya penyakit. Penyakit malaria lebih sering menyerang anak-anak dan lanjut usia, karena mereka lebih rentan terhadap penyakit malaria. Selain itu daya imunitas anak belum sempurna, sedang pada lanjut usia, daya imunitas tubuhnya menurun. b. Jenis kelamin, penyakit malaria dapat menyerang baik laki-laki maupun perempuan, tanpa terkecuali. Akan tetapi, penyakit malaria yang menginfeksi ibu hamil, terutama parasit malaria falsiparum dapat menyebabkan anemia berat dengan kadar hemoglobin yang kurang dari 5. c. Ras, pengaruh perbedaan ras terhadap timbulnya penyakit biasanya disebabkan oleh perbedaan cara hidup, kebiasaan sosial, dan nilai-nilai sosial serta terkadang keturunan dan daerah tempat tinggal. d. Riwayat penyakit sebelumnya, bagi mereka yang pernah menderita penyakit malaria dan tidak berobat sampai sembuh, penyakit malaria ini akan kambuh atau relaps bila kondisi tubuh menurun. e. Cara hidup, ini dipengaruhi oleh keadaan sosial ekonomi, tingkat pendidikan, ras atau golongan etnis. Kebiasaan hidup di luar rumah mempunyai peluang lebih besar digigit nyamuk Anopheles dibandingkan di dalam rumah. Universitas Sumatera Utara 20 f. Sosial ekonomi, keadaan sosial ekonomi erat hubungannya dengan cara hidup. Apabila keadaan sosial ekonominya cukup, cara memilih sandang, papan dan panganpun cukup. Dengan demikian individu tersebut tidak mudah terinfeksi oleh parasit malaria. g. Hereditas, pengaruh faktor keturunan berkaitan dengan ras atau golongan etnis. h. Status gizi, faktor gizi sangat mempengaruhi penderita yang terinfeksi oleh parasit malaria. Individu yang memiliki gizi baik akan mempunyai daya imunitas tubuh yang kuat sehingga parasit dapat mati di dalam tubuh. Sebaliknya, jika gizinya buruk, parasit malaria akan berkembang dengan cepat di dalam tubuh dan dapat menyebabkan kematian, terutama malaria berat. i. Imunitas, faktor imunitas sangat mempengaruhi serangan penyakit malaria, karena bila imunitasnya baik atau sempurna, penyakit malariapun tidak akan berkembang. Faktor manusia lainnya adalah angka kematian yang tinggi akibat malaria, angka kesembuhan sesudah menderita malaria, status kekebalan populasi terhadap penyakit ini, dan lingkungan hidup serta cara hidup penduduk di daerah malaria Sorontou,2013.

2.2.2 Host Definitif Nyamuk Anhopeles

Dokumen yang terkait

Hubungan Iklim (Curah Hujan, Kecepatan Angin, Kelembaban, dan Temperatur Udara) Terhadap Kejadian DBD di Kota Medan tahun 2010-2014

1 6 140

Hubungan Iklim (Temperatur, Kelembaban, Curah Hujan, Hari Hujan dan Kecepatan Angin) dengan Kejadia Malaria di Kabupaten Tapanuli Tengah Tahun 2010-2014

0 0 16

Hubungan Iklim (Temperatur, Kelembaban, Curah Hujan, Hari Hujan dan Kecepatan Angin) dengan Kejadia Malaria di Kabupaten Tapanuli Tengah Tahun 2010-2014

0 0 2

Hubungan Iklim (Temperatur, Kelembaban, Curah Hujan, Hari Hujan dan Kecepatan Angin) dengan Kejadia Malaria di Kabupaten Tapanuli Tengah Tahun 2010-2014

0 0 9

Hubungan Iklim (Temperatur, Kelembaban, Curah Hujan, Hari Hujan dan Kecepatan Angin) dengan Kejadia Malaria di Kabupaten Tapanuli Tengah Tahun 2010-2014

0 1 40

Hubungan Iklim (Temperatur, Kelembaban, Curah Hujan, Hari Hujan dan Kecepatan Angin) dengan Kejadia Malaria di Kabupaten Tapanuli Tengah Tahun 2010-2014

0 0 5

Hubungan Iklim (Temperatur, Kelembaban, Curah Hujan, Hari Hujan dan Kecepatan Angin) dengan Kejadia Malaria di Kabupaten Tapanuli Tengah Tahun 2010-2014

0 0 6

Hubungan Iklim (Curah Hujan, Kecepatan Angin, Kelembaban, dan Temperatur Udara) Terhadap Kejadian DBD di Kota Medan tahun 2010-2014

0 0 15

Hubungan Iklim (Curah Hujan, Kecepatan Angin, Kelembaban, dan Temperatur Udara) Terhadap Kejadian DBD di Kota Medan tahun 2010-2014

0 0 2

Hubungan Iklim (Curah Hujan, Kecepatan Angin, Kelembaban, dan Temperatur Udara) Terhadap Kejadian DBD di Kota Medan tahun 2010-2014

0 0 8