38 Menurut Kartasapoetra 2004, faktor-faktor yang mempengaruhi
suhu dipermukaan bumi, antara lain: 1.
Jumlah radiasi yang diterima per tahun, per hari, dan per musim. 2.
Pengaruh daratan atau lautan 3.
Pengaruh ketinggian tempat 4.
Pengaruh angin secara tidak langsung, misalnya angin yang membawa panas dari sumbernya secara horizontal.
5. Pengaruh panas laten, yaitu panas yang disimpan dalam atmosfer
6. Penutup tanah, yaitu tanah yang ditutup vegetasi yang mempunyai
temperatur yang lebih rendah daripada tanah tanpa vegetasi. 7.
Tipe tanah, tanah gelap indeks suhunya lebih tinggi 8.
Pengaruh sudut datang sinar matahari. Sinar yang tegak lurus akan membuat suhu lebih panas daripada yang datangnya miring.
Menurut Ahren 2009, Kita mengetahui bahwa suhu udara kadang dirasakan berbeda antara satu daerah dengan daerah yang lain. Tubuh manusia
sangat sensitif dengan keadaan suhu dilingkungannya. Untuk menjaga kestabilan suhu, tubuh kita memanfaatkan makanan menjadi panas yang dikenal dengan
metabolisme. Untuk menjaga suhu tubuh tetap konstan, panas tersebut kita produksi dan kita serap sesuai dengan panas yang kita lepaskan. Tubuh manusia
melepaskan panas dengan memancarkan sinar infra merah ke lingkungan sekitarnya.
2.4.1.2 Kelembaban Humanity
Kelembaban udara adalah banyaknya uap air yang terkandung dalam massa udara pada saat dan tempat tertentu yang dinyatakan dalam persen
Universitas Sumatera Utara
39 Hermansyah, 2008. Alat yang digunakan untuk mengukur kelembaban udara
adalah psychrometer atau hygrometer. Kelembaban udara mempunyai beberapa istilah yaitu :
a. Kelembaban mutlak atau kelembaban absolute, yaitu massa uap air persatuan volume udara dinyatakan dalam satuan gram m3.
b. Kelembaban spesifik yaitu perbandingan antara massa uap air dengan massa udara lembab dalam satuan volume udara tertentu, dinyatakan dalam gkg.
c. Kelembaban nisbi atau lembaban relative, yaitu perbandingan antara tekanan uap air actual yang terukur dengan tekanan uap air pada kondisi jenuh,
dinyatakan dalam Kartasapoetra, 2008.
2.4.1.3 Curah Hujan
Kita telah mengetahui bersama, bahwa cuaca berawan tidak selalu mengindikasikan akan terjadi hujan. Pada bagian sebelumnya telah kita
membahas mengenai pembentukan awan yang berawal karena adanya penguapan evaporasi dari air yang ada di permukaan bumi kemudian menjadi awan dengan
proses kondesasi di udara. Awan yang terbentuk terdiri dari butiran uap air. Butiran awan yang masih sedikit, terlalu ringan untuk bisa mencapai permukaan
bumi. Untuk jatuh sebagai butiran air, awan tersebut membutuhkan proses kondensasi terlebih dahulu.
Menurut Lakitan 2002 mengutip pendapat Mori dkk membagi tingkatan hujan berdasarkan intensitasnya, yaitu :
1. sangat lemah kurang dari 0,02 mmmenit, 2. lemah 0,02-0,05 mmmenit,
3. sedang 0,05-0,25 mmmenit,
Universitas Sumatera Utara
40 4. deras 0,25-1,00 mmmenit dan
5. sangat deras lebih dari 1,00 mmmenit. Menurut Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika berdasarkan
analisis curah hujan bulanan maka distribusi hujan bulanan diklasifikasikan sebagai berikut :
1. rendah 0-100 mm 2. menengah sedang 101-200 mm
3. tinggi 201-400 mm 4. sangat tinggi 400- 500 mm
Pola curah hujan di wilayah Indonesia dipengaruhi oleh keberadaan Samudra Pasifik di sebelah timur laut dan Samudra Indonesia di sebelah barat
daya. Kedua samudra ini merupakan sumber udara lembab yang akan mendatangkan hujan di wilayah Indonesia. Keberadaan benua Asia dan Australia
yang mengapit kepulauan Indonesia mempengaruhi pola pergerakan angin. Arah angin sangat penting perannya dalam mempengaruhi pola curah hujan.
Antara bulan Oktober sampai Maret, angin muson timur laut akan melintasi garis ekuator dan mengakibatkan hujan lebat, sedangkan antara bulan
April sampai September angin akan bergerak dari arah tengggara melintasi benua Australia sebelum sampai ke wilayah Indonesia dan angin ini sedikit sekali
mengandung uap air Lakitan, 2002.
2.4.1.4 Kecepatan Angin