Rasio jenis kelamin rajungan Portunus pelagicus

144 dan kebar karapas CW rajungan yang tertangkap secara signifikan berbeda nyata P 0,05 dengan Chi-Square terhadap panjang karapas 29.814 dan Chi-Square terhadap lebar karapas 28.381. Hal ini menunjukkan bahwa pemasangan umpan dengan posisi dan bobot tertentu dapat meberikan hasil tangkapan rajungan dengan ukuran yang lebih besar. Bubu dengan posisi umpan di atas dan bobot umpan sebesar 50 g menangkap rajungan dengan rata-rata panjang karapas CL dan lebar karapas CW paling baik dibandingkan dengan bubu dengan posisi dan bobot umpan lainnya. Sama seperti dugaan terhadaap hasil tangkapan rajungan berdasarkan bobot rajungan rata-rata yang diperoleh, kemungkinan besar rajungan dengan ukuran yang lebih besar akan memiliki antenule yang lebih panjang dibandingkan rajungan yang masih kecil sehingga mampu melacak keberadaan umpan yang lebih sedikit dengan lebih baik dibandingkan rajungan dengan ukuran yang masih kecil. Hazlett, 1971; Arche, 1972 dalam Mackie, 1973 mengatakan bahwa jarak receptor kimia pada crustasea decapoda ditentukan oleh antennules sehingga memungkinkan hewan-hewan tersebut untuk dapat bergerak mendekati sumber bau yang telah dideteksi oleh antennules. Hal inilah yang diduga menyebabkan rajungan dengan rata-rata CL dan CW yang lebih besar cenderung tertangkap pada bubu dengan posisi umpan di atas dan bobot umpan sebesar 50 g. Bubu dengan posisi dan bobot umpan lainnya menangkap rajungan dengan ukuran yang jauh lebih bervariasi dibandingkan bubu dengan posisi umpan di atas dan bobot umpan sebesar 50 g. Hal ini diduga karena bobot umpan yang digunakan lebih banyak sehingga menyebabkan bau umpan bait’s odor yang dilepaskan cenderung lebih banyak. Hal ini mengakibatkan rajungan dengan ukuran yang lebih kecil dapat dengan lebih mudah melacak posisi umpan dengan lebih akurat sehingga menyebabkan ukuran rajungan yang tertangkap menjadi lebih bervariasi.

5.2.3 Rasio jenis kelamin rajungan Portunus pelagicus

Rajungan yang tertangkap salama penelitian berlangsung berjumlah 49 ekor. Ditinjau dari rasio jenis kelamin, rajungan yang tertangkap selama penelitian lebih didominasi oleh rajungan jantan dibandingkan dengan rajungan betina. Adapun 145 jumlah rajungan jantan yang tertangkap selama penelitian berlangsung adalah sebanyak 33 ekor, sedangkan jumlah rajungan betina yang tertangkap sebanyak 16 ekor. Jumlah rajungan jantan dan betina yang tertangkap selama penelitian ini memiliki rasio 2:1. Hasil yang diperoleh ini mirip dengan hasil [enelitian yang dilakukan Skinner and Hill 1986. Skinner and Hill 1986 menyatakan bahwa hasil tangkapan kepiting Ranina ranina jantan dengan menggunakan bubu lebih tinggi di banding hasil tangkapan kepiting betina. Nurhalim 2001 juga mendapatkan hasil bahwa rajugan jantan yang tertangkap pada saat operasi penangkapan dengan menggunakan gillnet sebanyak 77 sedangkan jumlah rajungan betina yang tertangkap sebanyak 23 dari total hasil tangkapan. Miller 1990 menduga bahwa jangkauan kepiting jantan dalam mencari makan lebih luas dibanding kepiting betina sehingga mampu mendeteksi umpan dalam jarak yang lebih luas. Oleh karenanya kepiting jantan lebih banyak tertangkap oleh bubu. Ukuran rajungan betina yang tertangkap selama penelitian berlangsung, menandakan bahwa rajungan betina yang tertangkap cenderung berukuran kecil yaitu dengan panjang karapas dibawah 50 mm. Hal ini menandakan bahwa rajungan betina yang berukuran lebih besar cenderung lebih sedikit jumlahnya dibandingkan rajungan jantan yang berukuran besar. Penyebab sedikitnya rajungan betina berukuran besar yang tertangkap adalah kecenderungan rajungan betina yang sedang bertelur untuk membawa telurnya ke daerah pesisir pantai daerah teluk Thompson, 1974 dikutip oleh Hermanto, 2004 . Adapun bagi rajungan jantan yang telah melakukan perkawinan akan tetap berada pada perairan hutan mangrove dan tetap melanjutkan aktivitas hidupnya. Hal serupa juga terjadi pada juvenil rajungan ketika sedang dalam proses pembesaran. Juvenil-juvenil rajungan yang dilahirkan di pesisir pantai akan memilih untuk berenang menuju mangrove karena banyaknya sumberdaya yang terdapat pada hutan bakau. Hal tersebut menjadikan hutan bakau sebagai salah satu tempat yang baik untuk perkembangan rajungan. Banyaknya rajungan jantan dan betina yang tertangkap tergantung dari keberadaan, aktivitasnya, serta kelincahan rajungan di fishing ground tersebut Suadela, 2004. 146 6 KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan