13
Digambar ulang oleh Caesario 2010 Gambar 4 Siklus hidup rajungan.
2.1.4 Reproduksi
Rajungan muda mencapai dewasa kelamin pada panjang karapas sekitar 37 mm. Dengan demikian rajungan dapat melakukan proses reproduksi ketika
mencapai ukuran tersebut Rousefell, 1975 in Darya, 2002. Pada rajungan betina terdapat tahap perkembangan gonad sejak awal hingga selesai memijah. Tahap
perkembangan gonad ini disebut sebagai Tingkat Kematangan Gonad TKG. Penentuan TKG dapat dilihat secara morfologi dan histologi. Penentuan secara
morfologi dapat dilihat dari bentuk, panjang, berat, warna serta perkembangan isi gonad, sedangkan secara histologis dapat dilihat dari anatomi perkembangan
gonadnya Effendie, 1997 dikutip oleh Hermanto, 2004.
14 Pada kepiting, telur dalam tubuh betina yang sudah matang akan turun ke
oviduct dan dibuahi sperma, kemudian dipijahkan dan akan melekat pada rambut- rambut pleopod. Jumlah telur yang dikeluarkan di alam berkisar antara 1-8 juta
butir tergantung ukuran induk kepiting, namun hanya sepertiganya yang menempel pada rambut-rambut pleopod Fielder dan Heasman, 1982; Rukmana,
1992 dalam Hermanto, 2004. Rajungan betina dapat bertelur antara 180.000 sampai 200.000 telur setiap
memijah. Telur dibentuk lebih dari satu periode yang lamanya lebih dari satu hari sebelum dibuahi. Beberapa ratus telur disematkan di bagian bawah tubuh betina
yaitu pada bagian perut dengan maksud untuk melindunginya. Perlindungan dilakukan induk betina maternal care dengan cara selalu membersihkan telur
yang saling menempel ketika induk betinanya keluar dari pasir. Pemijahan dapat terjadi lebih dari sekali dalam satu musim dengan menggunakan sperma dari
perkawinan yang pertama. Telur akan menetas kira-kira selama 15 hari pada perairan dengan suhu 24
˚C West Australia goverment, 1997; Darya, 2002 dalam Hermanto, 2004.
2.1.5 Makanan
Rajungan Portunus pelagicus adalah hewan karnifor yang mencari makan di dasar perairan. Hewan ini memakan bermacam jenis hewan invertebrata yang
berifat menetap dan bergerak lambat. Kebutuhan makannya sangat tergantung pada ketersediaaan spesies lokal yang menjadi mangsanya. Makanan utama untuk
rajungan pada daerah pasang surut adalah kepiting kecil dan gastropoda, sedangkan untuk rajungan pada daerah sub pasang surut adalah hewan-hewan dari
kelas bivalvia dan ophiuridea Williams, 1982. Patel et al. 1979 yang dikutip oleh Williams 1982 menguji isi perut dari beberapa ratus rajungan Portunus
pelagicus yang tertangkap di Sikka , India. Adapun hasil penelitian yang
diperoleh menunjukkan bahwa isi perut rajungan Portunus pelagicus sebagian besar terdiri dari potongan kepiting, cangkang gastropoda dan bivalvia, dan
seringkali ditemukan ikan yang merupakan jenis makanan utama. Berdasarkan hasil penelitian dengan menggunakan 3948 perut kepiting yang
dikumpulkan dari perairan dangkal sub-litoral di Kunduchi, teluk Msasani dan
15 sungai Mzinga yang terletak di sepanjang pantai Dar es Salaam diketahui bahwa
makanan utama rajungan Portunus pelagicus terdiri dari Moluska 51.3, Krustasea 24.1, tulang ikan 18 dan bahan makanan yang tidak dapat
diidentifikasi 6.6. Adapun bahan makanan yang paling dominan diantaranya Bivalvia Arcuatula arcuatula dan beberapa jenis Moluska lain yang termasuk ke
dalam kelompok Gastropoda seperti genus Nassarius, Littoraria, dan Conus sp. Chande and Mgaya, 2004.
Menurut Prasad and Tampi 1953 yang dikutip oleh Williams 1982 rajungan adalah hewan pemakan bangkai dan bersifat kanibal. Selain itu Williams
1982 menambahkan bahwa rajungan merupakan hewan yang hampir sepenuhnya bersifat karnifora. Adapun material makanan berupa tanaman sangat
jarang ditemukan sebagai makanan dan mungkin dicerna secara tidak sengaja pada saat mangsa diperoleh diantara alga atau rumput laut.
2.1.6 Tingkah laku