Obat Tradisional TINJAUAN PUSTAKA

11

2.2 Obat Tradisional

Jamu Empirical Based Herbal Medicine Gambar 1. Logo Jamu Sumber: www.stimuno.com Jamu adalah ramuan yang dibuat dari bahan-bahan alam digunakan secara turun temurun, dipercaya berkhasiat berdasarkan pengalaman dan belum ada penelitian ilmiah untuk mendapatkan bukti klinik mengenai khasiatnya. Bahan- bahan jamu umumnya berasal dari semua bagian, bukan hasil ekstraksiisolasi mengenai bahan aktif. Misalnya rimpang akar-akaran, daun-daunan, kulit batang dan buah. Ada menggunakan bahan dari tubuh hewan, seperti empedu kambing atau tangkur buaya. Selain itu jamu diproduksi oleh perusahaan besar seperti Sido Muncul, Jamu Air Mancur, Nyonya Meneer atau Djamu Djago dan dijual di berbagai toko obat dalam kemasan sachet. Pada perkembangan selanjutnya jamu dijual dalam bentuk tablet, kaplet dan kapsul. Herbal Terstandar Scientific Based Herbal Medicine Gambar 2. Logo Obat Herbal Terstandar Sumber: www.stimuno.com Herbal terstandar adalah bahan jamu yang telah diuji secara ilmiah penelitian praklinik dengan hewan uji mengenai efek dan manfaat, memenuhi kriteria aman, klaim khasiat dibuktikan secara ilmiah, telah dilakukan standarisasi terhadap bahan baku yang dipergunakan dalam produk jadi, memenuhi persyaratan mutu yang berlaku. Hingga saat ini sudah 17 jenis obat herbal terstandar sudah beredar di masyarakat. 12 Fitofarmaka Clinical Based Herbal Medicine Gambar 3. Logo Fitofarmaka Sumber: www.stimuno.com Fitofarmaka adalah obat yang telah memnuhi persyaratan aman, klaim khasiat berdasarkan uji klinik diterapkan pada manusia telah dilakukan standarisasi terhadap bahan baku yang dipergunakan dan memenuhi persyaratan mutu yang berlaku. Karena telah melewati berbagai uji jamu fitofarmaka tidak termasuk katagori jamu biasa tetapi statusnya sama dengan obat konvensional yang sering diresepkan dokter. Karena bisa diresepkan dokter, maka jamu tersebut dapat digolongkan sebagai obat dan bisa disediakan diapotek dan rumah sakit. Perkembangan jamu fitofarmaka di Indonesia sangat lamban. Selama 12 tahun hingga kini, hanya lima produk jamu yang lolos uji fitofarmaka. Kelima jamu fitofarmaka itu adalah Stimuno peningkat sistem imun, Nodiar anti diare, Rheumaneer pengurang nyeri, Tensigard Agromed hipertensi dan X-Gra gairah seksual laki-laki. Kelima jamu fitofarmaka tersebut sudah masuk dalam cakupan asuransi. Tahapan Uji Pada Obat Tradisional Untuk memperoleh logo tersebut terutama pada tahap fitofarmaka harus melakukan pengujian pada obat tradisional yang didaftarkan dari mulai uji laboratorium sampai dengan melakukan percobaan pada manusia. Uji laboratorium pada tanaman obat, di uji klinis bukan zat kimia yang terkandung di dalamnya melainkan ekstrak dari tanaman obat tersebut. Dalam ekstrak tanaman banyak mengandung zat kimia dengan berbagai sifat, tapi secara keseluruhan menciptakan efek farmakologi tertentu.Efek farmakologi ini yng diuji, jika satu zat aktif dipisahkan dari ekstrak tanaman dan di uji klinis sebagai obat, maka obat yang dihasilkan adalah obat kimia. Uji Pra Klinik, tujuan dari uji praklinik ini untuk memperkirakan dosis efektif dan memperkecil resiko penelitian pada manusia. Uji toksisitas atau uji sifat meracuni termasuk dalam uji pra klinik. 13 Uji Klinik dilakukan untuk memastikan efektivitas, keamanan dan gambaran efek samping yang sering timbul pada manusia akibat pemberian obat. Dalam pelaksanaannya uji klinik dibagi dalam empat fase menurut tujuan pengujiannya. Fase pertama, menguji suatu obat baru pada manusia sehat untuk mengetahui besar dosis tunggal yang dapat diterima, artinya yang tidak menimbulkan efek samping yang serius. Fase kedua, diuji kepada penderita pasien bertujuan melihat manfaat efek farmakologik yang ditemukan pada fase satu untuk pengobatan. Fase ketiga, uji klinik ditujukan pada sejumlah penderita yang tidak terseleksi ketat dan dikerjakan oleh orang yang kurang ahli, sehingga menyerupai keadaa sebenarnya dalam penggunaan sehari-hari dimasyarakat. Fase keempat, disebut juga post marketing drug surveilence yaitu pengamatan terhadap obat yang telah dipasarkan. Fase ini bertujuan mementukan pola penggunaan di masyarakat serta pola efektifitas dan keamannya pada penggunaan yang sebenarnya.

2.3 Tinjauan Studi Terdahulu