18 Advantage
RCA, estimasi Export Product Dynamic EPD dan Constant Market Share Analysis
CMS. Berdasarkan hasil RCA, pisang, nanas, alpukat, jeruk, dan pepaya Indonesia selama periode 2001
– 2008 tidak memiliki keunggulan komparatif di pasar dunia. Sedangkan jambu biji, mangga dan manggis memiliki
keunggulan komparatif pada tahun 2001 – 2005, namun nilai RCAnya menurun
pada tahun 2006 – 2008 sehingga jambu biji, mangga dan manggis tidak lagi
memiliki keunggulan komparatif di pasar dunia. Kemudian hasil dari estimasi EPD selama periode 2001
– 2008, pisang berada pada posisi daya saing “Falling Star
”, nanas berada pada posisi “Lost Opportunity”, alpukat berada pada posisi daya saing “Rising Star” dan jambu biji, mangga, manggis, jeruk, dan pepaya
berada pada posisi “Retreat”. Selanjutnya berdasarkan CMS, pertumbuhan pisang, alpukat, dan jambu biji, mangga, manggis paling banyak disebabkan oleh efek
komposisi komoditi, sedangkan pertumbuhan nilai ekspor alpukat lebih banyak disebabkan oleh efek daya saing competitiveness effect.
2.8.2. Penelitian Usahatani Jambu Biji
Ada beberapa penelitian tentang usahatani jambu biji yang dilakukan di beberapa daerah, diantaranya penelitian yang dilakukan oleh Hidayat 2010
mengenai Analisis Pendapatan Usahatani Jambu Biji Getas Merah di Kelurahan Sukaresmi dengan membedakan petani pemilik lahan dan petani penyewa lahan.
Berdasarkan hasil penelitian diperoleh bahwa pendapatan atas biaya tunai per Ha per tahun yang diterima petani pemilik lahan lebih besar daripada pendapatan atas
biaya tunai per Ha per tahun yang diterima petani penyewa lahan. Namun jika dilihat berdasarkan pendapatan atas biaya total maka pendapatan atas biaya total
per Ha per tahun yang diterima petani pemilik lahan lebih kecil daripada
19 pendapatan atas biaya total per Ha per tahun yang diterima petani penyewa lahan.
Kemudian saluran tataniaga jambu getas merah di Kelurahan Sukaresmi yang dapat dikatakan efisien adalah saluran tataniaga III, yaitu dari pedagang
pengumpul I dan pedagang grosir, karena memiliki total margin tataniaga yang terkecil, nilai
farmer’s share terbesar. Alasan lainnya adalah karena penyebaran rasio pada setiap lembaga tataniaga yang terdapat pada saluran tataniaga III lebih
merata dibandingkan dengan saluran tataniaga lainnya. Disamping itu saluran tataniaga III paling banyak digunakan oleh petani sehingga volume penditribusian
jambu getas merah paling banyak dilakukan melalui saluran III. Penelitian lain mengenai jambu biji dilakukan oleh Dhikawara 2009,
yaitu Analisis Kelayakan Finansial Usahatani Jambu Biji Melalui Penerapan Irigasi Tetes di Desa Ragajaya Kecamatan Bojong Gede, Kabupaten Bogor.
Dhikawara menganalisis perbedaan kelayakan usahatani jambu biji yang menggunakan irigasi tetes dengan usahatani jambu biji yang menggunakan sistem
irigasi tadah hujan. Dikatakan dalam penelitian ini bahwa usahatani jambu biji merah yang dilakukan petani dengan irigasi tetes sangat peka terhadap perubahan
penurunan harga hingga 15 persen pada tingkat suku bunga diskonto 11 persen yaitu sebesar Rp 358.838.843 atau 165,72 persen dibandingkan nilai NPV pada
kondisi yang sama dengan pengairan tadah hujan. Begitu pula dengan net BC pada usahatani jambu biji irigasi tetes lebih besar 2,8 satuan atau 62,22persen dan
IRR lebih besar 22,28 persen dibandingkan usahatani jambu biji dengan tadah hujan. Akibat dari pemanfaatan irigasi tetes, waktu pengembalian investasi lebih
cepat 1 tahun 9 bulan. Dapat disimpulkan usahatani jambu biji dengan irigasi tetes lebih menguntungkan dibandingkan usahatani jambu biji dengan tadah hujan.
20
III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1.
Kerangka Teoritis
Kerangka teoritis berisi teori-teori dan konsep yang berkaitan dengan penelitian analisis keunggulan komparatif dan kompetitif usahatani jambu biji.
kerangka teoritis terdiri dari konsep daya saing, keunggulan komparatif, keunggulan kompetitif, dampak kebijakan pemerintah, dan matriks analisis
kebijakan.
3.1.1. Konsep Daya Saing
Daya saing merupakan suatu konsep yang menyatakan kemampuan suatu produsen untuk memproduksi suatu komoditi dengan mutu yang cukup baik dan
biaya produksi yang cukup rendah, sehingga pada harga-harga yang terjadi di pasar internasional, komoditi tersebut diproduksi dan dipasarkan oleh produsen
dengan memperoleh laba yang mencukupi, sehingga dapat mempertahankan kelanjutan biaya produksinya Simanjuntak,1992. Konsep daya saing berawal
dari pemikiran Adam Smith dengan teori keunggulan absolut. Teori tersebut menjelaskan bahwa apabila suatu negara memproduksi suatu komoditi lebih
efisien dan kurang efisien dalam memproduksi komoditi kedua alternatif dari negara lainnya, maka keuntungan dapat diperoleh dengan melakukan spesialisasi
dalam meproduksi komoditi unggulan tersebut. Teori Adam Smith tersebut diperluas oleh David Ricardo yang dipopulerkan melalui bukunya Principles of
Political Economy and Taxation , yaitu teori keunggulan komparatif Hadi, 2004.
3.1.2. Keunggulan Komparatif
David Ricardo pertama kali memperkenalkan konsep keunggulan komparatif pada awal abad ke 19 dengan hukum keunggulan komparatif yang