84
2. Wisata Seni dan Budaya
Menurut Cranz dan Boland 2003, taman ekologis harus terus menerus memperhatikan kebugaran dan olah raga pengunjung, kontemplasi dan apresiasi
terhadap alam, membangun komunitas, dan membangun perayaan, budaya, dan seni.
Eco-Art Park Sentul City menyediakan objek rekreasi seni dan budaya sehingga masyarakat dapat berwisata seni dan budaya pada taman ini. Karya seni
berupa bangunan bambu hasil karya manusia dalam bamboo workshop, sculpture
dari daur ulang peralatan otomotif dalam galeri ruang terbuka, karya seni berupa barang antik dan barang seni, dan karya seni kayu yang telah diolah menjadi
furnitur rumah tangga disediakan di taman ini sebagai objek rekreasi.
Eco-Art Park Sentul City berusaha memberikan fasilitas kebugaran dan olah raga bagi pengunjung dengan menyediakan fasilitas pedestrian untuk
jogging maupun bersepeda,
beserta area parkir sepeda yang kapasitasnya lebih besar dibandingkan area parkir mobil maupun motor. Fasilitas ini diharapkan dapat
mewujudkan perilaku pengunjung yang gemar berolah raga dan menjalankan pola hidup sehat. Pada area ini juga terdapat padang rumput terbuka yang
menggunakan Sungai Cikeas sebagai sumber daya visual dan borrowed landscape
sebagai tempat bagi pengunjung untuk berkontemplasi dan apresiasi terhadap alam. Area ini juga dimanfaatkan oleh masyarakat untuk berkumpul dengan
komunitas dan mengadakan perayaan. Sebagai contoh, komunitas Ikatan Sport Sepeda Indonesia ISSI memanfaatkan area di
Eco-Art Park Sentul City untuk mengadakan penutupan Kejuaraan Lomba Balap Sepeda Tingkat Nasional 2013.
Selain itu, masyarakat juga memanfaatkan area di Eco-Art Park Sentul City untuk
berwisata dengan mengadakan acara gathering kantor.
3. Wisata Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Lanskap taman ekologis didesain untuk mendorong pengunjung menggunakan seluruh bagian tubuh daripada hanya menggunakan mata Cranz
dan Boland 2003. Bangku dan peralatan bermain pada taman ekologis menggunakan desain yang lebih melibatkan kesadaran tubuh. Kriteria taman
ekologis ini diimplementasikan Eco-Art Park Sentul City dalam wujud alat peraga
fisika sebagai objek rekreasi. Pada Eco-Art Park Sentul City, disediakan 8 alat
peraga fisika yang dapat dimainkan oleh pengunjung dengan bantuan operator. Peralatan bermain yang berupa alat peraga fisika dan beberapa permainan anak
pada Eco-Art Park Sentul City melibatkan indera penglihatan, indera
pendengaran, dan indera peraba para penggunanya. Walaupun tidak melibatkan indera penciuman dan indera perasa, peralatan bermain pada
Eco-Art Park Sentul City ini telah melibatkan seluruh bagian tubuh pengunjung.
Institusi
Komponen institusi menjadi prioritas alternatif keenam dalam taman ekologis dengan bobot komponen sebesar 6.8. Bobot ini menunjukkan bahwa
komponen institusi memiliki pengaruh terhadap pengembangan dan pengelolaan taman ekologis. Kebijakan mengenai pemanfaatan ruang merupakan alternatif
kebijakan utama pada lanskap taman ekologis.
85
1. Pemanfaatan Ruang
Sesuai dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 26 Tahun 2007, definisi pemanfaatan ruang adalah upaya untuk mewujudkan struktur ruang dan
pola ruang sesuai dengan rencana tata ruang. Dalam hal ini, rencana tata ruang yang dikaji adalah
site plan Eco-Art Park Sentul City yang telah ditetapkan sebelumnya. Pengendalian pemanfaatan ruang adalah upaya untuk mewujudkan
tertib tata ruang. Salah satu persoalan besar dalam penataan ruang adalah dalam pengendalian pemanfaatan ruang. Penyelenggaraan penataan ruang yang tidak
disertai dengan pengendalian pemanfaatan ruang yang tegas, konsisten, dan berkelanjutan tidak dapat mewujudkan tujuannya secara efektif.
Dalam mewujudkan struktur ruang dan pola ruang pada Eco-Art Park
Sentul City, terdapat inkonsistensi dengan adanya perubahan pemanfaatan ruang. Peta penggunaan lahan
land use map dan peta penutupan lahan land cover map adalah bentuk deskripsi terbaik untuk menggambarkan pola pemanfaatan ruang.
Berdasarkan peta penggunaan lahan Eco-Art Park Sentul City, dapat diketahui
ruang terbuka hijau, ruang terbuka biru, ruang terbangun, dan infrastruktur yang direncanakan. Terjadi perubahan pemanfaatan ruang pada area yang seharusnya
adalah ruang terbuka hijau menjadi ruang terbangun, dengan adanya rumah kayu pada area taman palem. Selain itu, ruang terbuka hijau pada
herbal farm kini menjadi ruang terbangun dengan adanya bangunan saung madu. Bangunan
green house yang merupakan bangunan untuk persemaian tumbuhan dengan kondisi
buatan, berubah pemanfaatannya menjadi galeri ruang tertutup untuk karya seni. Perubahan pemanfaatan ruang ini perlu dikendalikan secara tegas dan konsisten.
Perubahan seperti ini harus diminimalisir agar tujuan awal taman ekologis dapat tercapai dan lanskap dapat berkelanjutan.
2. Pengelolaan dan Kebijakan
Pengelolaan dan kebijakan lanskap sangat menentukan keberlanjutan lanskap
taman keanekaragaman
hayati. Dalam
pengelolaan taman
keanekaragaman hayati, Permen LH Nomor 03 Tahun 2012 menetapkan bahwa taman keanekaragaman hayati harus memiliki sarana prasarana yang paling
sedikit terdiri atas papan petunjuk berisi nama taman, denah, spesies tumbuhan, dan spesies satwa; persemaian; dan label setiap tanaman berupa nomor individu,
nama spesies lokal dan nama spesies ilmiah.
Eco-Art Park Sentul City telah memiliki sarana prasarana berupa nama taman yang didesain dalam bentuk
name sign pada pintu masuk utama dan label pada tanaman. Namun, label pada tanaman
hanya terdapat pada tanaman di area herbal farm, dan hanya mengandung
informasi nama spesies lokal, manfaat, dan pengolahan tanaman herbal tersebut. Pada taman tematik lainnya di area
Eco-Art Park Sentul City tidak terdapat label tanaman. Selain itu, pada area ini tidak disediakan denah taman berisi informasi
spesies tumbuhan dan satwa dan alat persemaian. Dengan demikian, diperlukan adanya denah berisi informasi tapak dan adanya alat persemaian sesuai dengan
pendapat pengunjung Eco-Art Park Sentul City untuk memenuhi kriteria taman
keanekaragaman hayati. Secara umum, masyarakat memainkan peran penting dalam pengelolaan
taman, memecah pembatas antara birokrasi dengan penduduk. Aspek finansial dan praktik dari restorasi hortikultur dan ekologis berdasarkan pada ilmu pengetahuan,
diwujudkan secara artistik, dan memberdayakan warga sebagai partisipan,
86 relawan, atau karyawan. Para pemuda setempat dilatih untuk mengoperasikan
program relawan dalam taman dan membantu pemeliharaan taman Cranz dan Boland 2003. Dalam upaya mewujudkan kebijakan taman ekologis untuk
pemberdayaan masyarakat, para tenaga kerja pemelihara taman yang direkrut merupakan masyarakat sekitar kawasan Sentul City. Hal ini menunjukkan bahwa
keberadaan taman ini merupakan salah satu upaya pemberdayaan masyarakat dan penyediaan lowongan pekerjaan bagi masyarakat sehingga dapat memberikan
manfaat sosial ekonomi bagi masyarakat.
Energi
Komponen energi menjadi prioritas alternatif ketujuh dalam taman ekologis dengan bobot komponen sebesar 5.5. Bobot ini menunjukkan bahwa komponen
energi memiliki pengaruh terhadap pengembangan dan pengelolaan taman ekologis. Kebijakan mengenai aliran energi dan efisiensi energi merupakan
alternatif kebijakan terkait energi pada lanskap taman ekologis.
1. Aliran Energi
Aliran energi adalah perpindahan energi dari satu tingkat tropik ke tingkat tropik yang lain. Aliran energi dalam ekosistem hanya sekitar 10 energi yang
lolos dari tiap tingkatan tropik. Aliran energi dalam ekosistem digambarkan dalam bentuk rantai makanan, jaring-jaring makanan atau piramida ekologi.
2. Efisiensi Energi
Efisiensi energi merupakan penggunaan energi lebih sedikit untuk menghasilkan jumlah layanan atau
output berguna yang sama, yang merupakan salah satu langkah dalam pelaksanaan konservasi energi. Konservasi energi adalah
upaya sistematis, terencana, dan terpadu guna melestarikan sumber daya energi dalam negeri serta meningkatkan efisiensi pemanfaatannya Peraturan Pemerintah
Nomor 70 Tahun 2009. Pada bangunan, penggunaan material lokal lebih disarankan agar energi yang digunakan untuk pengangkutan transportasi rendah.
Bahan bangunan yang secara kesehatan tidak direkomendasikan sebaiknya dihindari untuk digunakan. Material seperti kayu dan bambu sesungguhnya
merupakan pilihan yang baik ditinjau dari sisi keberlanjutan Karyono 2010. Material bersifat
reuseable dapat digunakan kembali jika bangunan diruntuhkan sehingga lebih disarankan untuk digunakan sebagai upaya efisiensi energi.
Bangunan yang terdapat pada taman ekologis dengan pertimbangan yang matang diletakkan di tempat yang dekat dengan angkutan massal dan rute
bersepeda. Bangunan tersebut dibangun dengan material daur ulang atau less
energi-intensive, menggunakan pemanasan dari matahari, pendinginan alami, dan terdapat ventilasi. Bangunan ini juga bergantung pada pencahayaan siang hari
yang alami di dalam bangunan Cranz dan Boland 2003. Penggunaan material lokal lebih disarankan agar energi yang digunakan untuk pengangkutan
transportas rendah Karyono 2010.
Pada Eco-Art Park Sentul City, terdapat beberapa jenis bangunan, dengan
bangunan utama berupa green house. Green house terletak dekat dengan rute
bersepeda, dibangun dengan material batu bata dan beton. Pada bangunan ini digunakan pemanasan dari matahari, pendinginan alami, dan ventilasi. Namun,
kantor pengelola pada green house masih menggunakan air conditioning