Perencanaan Lanskap Agrowisata Pertanian Terpadu di Kampung Karangsari, Desa Sindangasih, Kecamatan Karang Tengah, Kabupaten Cianjur

(1)

PERENCANAAN LANSKAP AGROWISATA PERTANIAN TERPADU DI KAMPUNG KARANGSARI, DESA SINDANGASIH,

KECAMATAN KARANG TENGAH, CIANJUR

PERTHY ASTRIA HARYANDHES

DEPARTEMEN ARSITEKTUR LANSKAP FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2013


(2)

PERTHY ASTRIA HARYANDHES. Perencanaan Lanskap Agrowisata Pertanian Terpadu di Kampung Karangsari, Desa Sindangasih, Kecamatan Karang Tengah, Cianjur. Dibimbing oleh WAHJU QAMARA MUGNISJAH dan SITI NURISJAH.

Kampung Karangsari merupakan bagian dari Desa Sindangasih, salah satu desa penghasil utama komoditas pertanian di Kabupaten Cianjur. Komoditas pertanian utama yang dihasilkan berupa padi sawah, tanaman sayuran, dan perikanan. Pada saat ini, pertanian di Kampung Karangsari hanya berpusat pada kegiatan produksi. Agrowisata merupakan suatu jenis wisata yang berbasis pertanian, mulai dari penanaman hingga pengolahan produk pertanian. Agrowisata dapat menjadi wadah untuk mengenalkan pertanian kepada masyarakat, termasuk sistem pertanian terpadu. Pertanian terpadu adalah suatu teknik pertanian yang menggabungkan beberapa jenis komoditas untuk diproduksi berdasarkan LEISA, sistem pertanian berkelanjutan bermasukan eksternal rendah. Sistem ini belum dikenal luas oleh masyarakat.

Penelitian ini dilakukan untuk menerapkan konsep agrowisata yang berdasarkan pertanian terpadu di Kampung Karangsari melalui proses-proses perencanaan. Perencanaan kawasan agrowisata terpadu dilakukan dengan mengidentifikasi dan menganalisis potensi dan kendala tapak serta merencanakan pengembangan kawasan wisata pertanian terpadu dengan menyediakan ruang wisata yang dilengkapi dengan sarana penunjang dan jalur sirkulasi. Metode yang digunakan adalah metode perencanaan kawasan rekreasi oleh Gold (1980) meliputi tahap persiapan, inventarisasi, analisis, sintesis, dan perencanaan. Pengumpulan data dilakukan pada Agustus 2010 – Februari 2011 dengan cara survei lapang, wawancara, dan studi pustaka. Peta dasar dan batas tapak didapatkan dari peta yang diunduh dari Google Earth, disesuaikan dengan peta yang didapatkan dari institusi desa, kemudian diproses menggunakan perangkat lunak ArcView GIS 3.5, AutoCAD 2010, dan Adobe Photoshop CS5. Analisis dilakukan menggunakan metode deskriptif dan spasial. Metode deskriptif


(3)

digunakan untuk data mikroklimat, kemiringan lahan, hidrologi, dan sosial, ekonomi, dan budaya. Sedangkan metode spasial digunakan untuk data tata guna lahan, objek dan atraksi wisata, serta orientasi dan aksesibilitas. Data spasial yang dihasilkan akan melalui proses overlay menjadi peta zonasi ruang yang dialokasikan untuk pengembangan agrowisata, sedangkan hasil analisis deskriptif digunakan untuk menentukan solusi dari kendala dan pemanfaatan dari potensi yang ada di tapak. Kendala di tapak dalam membangun kawasan agrowisata umumnya adalah keadaan infrastruktur dan fasilitas umum yang tidak terawat, serta curah hujan dan intensitas penyinaran yang tinggi pada bulan-bulan tertentu yang dapat mempengaruhi kenyamanan pengunjung selama berwisata. Sedangkan potensi yang telah ada di tapak berupa lahan pertanian yang beragam sehingga dapat disusun aktivitas agrowisata yang beragam pula, lokasi tapak yang dekat dengan jalan utama dan pusat kota serta dikelilingi oleh view perbukitan, area yang relatif datar sehingga memudahkan mengelola area pertanian, serta iklim yang umumnya cocok untuk makhluk hidup pada daerah tropis.

Kampung Karangsari direncanakan dibagi menjadi dua ruang, yaitu ruang utama agrowisata dan ruang pendukung agrowisata. Ruang utama agrowisata merupakan ruang yang memanfaatkan dan mengembangkan potensi lahan sebagai objek utama wisata pertanian dan dibagi sesuai dengan potensi objek dan atraksi yang tersedia, yaitu subruang agrowisata sawah, subruang agrowisata kebun sayuran, subruang agrowisata perikanan, subruang agrowisata peternakan, dan subruang agrowisata teknologi pertanian. Ruang pendukung agrowisata bertujuan memberikan pelayanan kelengkapan, kemudahan, dan kenyamanan pengunjung selama melakukan aktivitas wisata dibagi menjadi subruang penerimaan, subruang transisi, subruang pelayanan, dan subruang masyarakat. Aktivitas dan fasilitas yang direncanakan akan disusun sesuai dengan ruang yang dikembangkan. Untuk mengakses ruang-ruang ini direncanakan sebuah jalur wisata untuk kepentingan pengunjung dan pengelola dalam mengakses kawasan agrowisata, dibagi berdasarkan jenis kendaraan yang dapat melalui jalur tersebut, yaitu jalur primer, sekunder, dan tersier. Target pengunjung untuk kawasan agrowisata ini adalah bebas untuk segala usia dan jenis kelamin, oleh karena itu akan disediakan kendaraan mini yang dapat digunakan untuk mengangkut


(4)

tersedia, di antaranya, paket tur satu hari dan paket tur dua hari. Pada perjalanan paket wisata satu hari, aktivitas wisata yang ditawarkan lebih bersifat rekreatif, tetapi masih memiliki nilai edukasi dan mencakup seluruh objek dan atraksi pertanian. Pada paket wisata dua hari, wisatawan akan ditawarkan paket lengkap aktivitas edukasi dan wisata pertanian terpadu, serta interaksi dengan masyarakat setempat. Keikutsertaan wisatawan dalam proses pertanian lebih lengkap pada paket tur dua hari, selain itu waktu yang tersedia lebih banyak sehingga wisatawan dapat lebih santai dalam mengikuti aktivitas agrowisata. Selain dua paket tur tersebut, pengunjung juga dapat mengambil paket tur setengah hari, yaitu tur yang lebih bersifat interpretatif karena pengunjung bebas mengakses seluruh tapak agrowisata, namun tidak dapat berpartisipasi langsung dalam kegiatan pertanian.

Secara umum, dapat disimpulkan bahwa dari segi fisik dan visual Kampung Karangsari memiliki potensi sebagai kawasan agrowisata, dan kendala utama adalah berupa karakter lahan yang berfokus pada kegiatan produksi dan jalur sirkulasi yang belum tertata. Penelitian ini merupakan perencanaan lanskap secara garis bersar dengan memanfaatkan potensi ruang pertanian yang telah ada di tapak, dapat dilanjutkan dengan desain pada setiap ruang yang telah direncanakan dengan konsep pertanian terpadu yang lebih detail.


(5)

PERENCANAAN LANSKAP AGROWISATA PERTANIAN TERPADU DI KAMPUNG KARANGSARI, DESA SINDANGASIH,

KECAMATAN KARANG TENGAH, CIANJUR

PERTHY ASTRIA HARYANDHES

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada

Departemen Arsitektur Lanskap

DEPARTEMEN ARSITEKTUR LANSKAP FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2013


(6)

Judul : Perencanaan Lanskap Agrowisata Pertanian Terpadu di Kampung Karangsari, Desa Sindangasih, Kecamatan Karang Tengah, Kabupaten Cianjur

Nama : Perthy Astria Haryandhes NRP : A44061242

Program studi : Arsitektur Lanskap

Disetujui,

Pembimbing 1 Pembimbing 2

Prof. Dr. Ir. Wahju Q. Mugnisjah, M.Agr. Dr. Ir. Siti Nurisjah, MSLA NIP. 19491105 197403 1 001 NIP. 19480912 197412 2 001

Diketahui,

Ketua Departemen Arsitektur Lanskap

Dr. Ir. Siti Nurisjah, MSLA NIP. 19480912 197412 2 001


(7)

KATA PENGANTAR

Puji syukur dipanjatkan kehadirat Allah Swt atas segala rahmat, hidayah, dan karunia-Nya sehingga skripsi yang berjudul “Perencanaan Lanskap Agrowisata Pertanian Terpadu di Kampung Karangsari, Desa Sindangasih, Kecamatan Karang Tengah, Kabupaten Cianjur”ini dapat diselesaikan.

Dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada

1. Kedua orangtua, Bapak Djoko Harsono dan Ibu Eka Sartika yang telah membesarkan, mendukung baik moral maupun material, serta memberikan kasih sayang yang tak terhingga;

2. Prof. Dr. Ir. Wahju Q. Mugnisjah, M.Agr. selaku dosen pembimbing pertama penelitian dan skripsi yang telah membimbing, memberi dukungan dan arahan selama penyelesaian skripsi;

3. Dr. Ir. Siti Nurisjah, MSLA selaku dosen pembimbing kedua yang juga telah memberi bimbingan dan masukan serta dukungan selama penyelesaian skripsi; 4. Dr. Ir. Nizar Nasrullah, M. Agr selaku dosen penguji, atas kritik, saran, dan

masukannya;

5. Dr. Ir. Nurhayati, M.S selaku dosen pembimbing akademik yang senantiasa memberikan pengarahan selama perkuliahan;

6. teman-teman dan sahabat Arsitektur Lanskap 43 yang telah berbagi segala waktu suka maupun duka bersama penulis.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih banyak terdapat kekurangan. Kritik dan saran diharapkan dari semua pihak untuk penyempurnaan penulisan-penulisan selanjutnya. Akhir kata, semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang berkepentingan.

Bogor, Mei 2013


(8)

Penulis dilahirkan pada tanggal 20 Januari 1989 di Jakarta, sebagai anak pertama dari tiga bersaudara dari pasangan Djoko Harsono (bapak) dan Eka Sartika (ibu). Pendidikan dasar penulis diselesaikan pada tahun 2000 di SD Negeri Sarua 06. Kemudian melanjutkan ke SLTP Negeri 96 Jakarta dan lulus pada tahun 2003. Penulis melanjutkan pendidikannya di SMA Negeri 70 Jakarta dan lulus pada tahun 2006. Setelah itu, penulis diterima di IPB (Institut Pertanian Bogor) melalui jalur SPMB (Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru) dan pada tahun kedua kuliah diterima di Departemen Arsitektur Lanskap, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.


(9)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR GAMBAR ... xi

DAFTAR TABEL ... xiii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiv

I. PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Tujuan ... 2

1.3 Manfaat ... 2

1.4 Kerangka Pikir Penelitian ... 2

II. TINJAUAN PUSTAKA ... 5

2.1 Perencanaan Lanskap ... 5

2.2 Proses Perencanaan Lanskap ... 5

2.3 Rekreasi dan Wisata... 6

2.4 Perencanaan Kawasan Rekreasi ... 7

2.5 Agrowisata... 10

2.6 Perencanaan Agrowisata ... 12

2.7 Pertanian Terpadu ... 13

III. METODE PENELITIAN ... 16

3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian ... 16

3.2 Alat dan Bahan Penelitian ... 16

3.3 Batasan Studi ... 17

3.4 Metode Perencanaan Lanskap Agrowisata ... 17

3.4.1 Persiapan ... 19

3.4.2 Inventarisasi ... 19

3.4.3 Analisis ... 20

3.4.4 Sintesis ... 21


(10)

4.1.1 Aspek Biofisik ... 23

4.1.1.1 Letak, Luas, dan Batas Tapak ... 23

4.1.1.2 Tata Guna Lahan ... 23

4.1.1.3 Tanah dan Kemiringan ... 26

4.1.1.4 Aksesibilitas ... 28

4.1.1.5 Mikroklimat ... 32

4.1.1.6 Hidrologi ... 36

4.1.1.7 Aspek Visual ... 37

4.1.2 Fasilitas dan Utilitas ... 39

4.1.3 Aspek Sosial, Ekonomi, dan Budaya ... 41

4.1.4 Obyek dan Atraksi Wisata ... 44

4.2Sintesis ... 51

4.3Konsep Perencanaan Lanskap ... 60

4.3.1 Pengembangan Konsep ... 60

4.3.1.1 Konsep Ruang ... 60

4.3.1.2 Konsep Aktivitas dan fasilitas ... 61

4.3.1.3 Konsep Sirkulasi ... 62

4.4Perencanaan Lanskap Agrowisata ... 64

4.4.1 Rencana Ruang dan Aktivitas ... 64

4.4.1.1 Ruang Utama Agrowisata ... 64

4.4.1.2 Ruang Pendukung Agrowisata ... 68

4.4.2 Rencana Jalur Agrowisata ... 74

4.4.3 Rencana Tur Agrowisata ... 75

4.4.4 Daya Dukung Agrowisata ... 80

V. SIMPULAN DAN SARAN ... 84

5.1Simpulan ... 84

5.2Saran ... 84

DAFTAR PUSTAKA ... 85


(11)

DAFTAR GAMBAR

No. Halaman

1. Kerangka Pikir Penelitian ... 4

2. Proses Perancangan Tapak (Gold, 1980) ... 9

3. Lokasi Penelitian (Sumber: BAPPEDA Cianjur dan Google Earth, 2009) ... 16

4. Proses Perencanaan Lanskap Wisata Pertanian Terpadu ... 17

5. Pola Penggunaan Lahan ... 24

6. Lahan Peternakan dan Perikanan ... 25

7. Sketsa Pembagian Kolam ... 26

8. Peta Ketinggian Tanah Kecamatan Karangtengah ... 27

9. Aksesibilitas ... 29

10.Kondisi Jalan (a) Desa Hegarmanah (b) Jln. Kyai Haji Opo Mustofa ... 30

11.Jln. Kyai Haji Saleh ... 30

12.Kondisi Gerbang Penanda Desa yang Tidak Terawat ... 31

13.Tanaman Peneduh untuk Mereduksi Sinar Matahari (Brooks, 1998) ... 35

14.Pemantulan Sinar Matahari pada Berbagai Permukaan Material (Brooks, 1998) ... 35

15.Saluran Air (a) Terbangun (b) Tidak Terbangun ... 36

16.Bad View dan Good View di Tapak (a) Vandalisme (b) View ke Area Persawahan ... 37

17.Pekarangan Area Perumahan ... 38

18.View Penyebaran Vegetasi ... 39


(12)

22.Aktivitas Penggunaan Limbah Pertanian ... 45

23.Kebun Sayuran di Kampung Karangsari ... 46

24.Aktivitas Pasca Panen ... 47

25.Hewan Ternak di Kampung Karangsari ... 48

26.Aktivitas di Area Perikanan ... 49

27.Objek dan Atraksi Perikanan ... 49

28.Diagram Pembagian Ruang ... 51

29.Sintesis ... 59

30.Diagram Pembagian Konsep Ruang ... 60

31.Diagram Pembagian Konsep Aktivitas ... 62

32.Pengembangan Konsep ... 63

33.Ilustrasi Aktivitas dan Fasilitas di Ruang Agrowisata Sawah ... 65

34.Ilustrasi Packing House di Ruang Agrowisata Kebun Sayuran ... 66

35.Ilustrasi Aktivitas dan Fasilitas di Ruang Teknologi Pertanian ... 66

36.Ilustrasi Aktivitas dan Fasilitas di Ruang Agrowisata Perikanan ... 67

37.Ilustrasi Aktivitas dan Fasilitas di Ruang Agrowisata Peternakan ... 68

38.Ilustrasi Ruang Penerimaan Utama ... 69

39.Ilustrasi Ruang Pelayanan ... 70

40.Ilustrasi Jalur (a) Sekunder (b) Tersier ... 75

41.Rencana Tapak ... 81

42.Rencana Tur Satu Hari ... 82


(13)

DAFTAR TABEL

No. Halaman 1. Sumber Bahan Organik yang Umum Dimanfaatkan sebagai Pupuk

(Sutanto, 2002). ... 14

2. Kandungan Zat Hara dan Air Beberapa Jenis Pupuk Kandang ... 15

3. Jenis Data, Bentuk, Sumber, Cara Pengambilan dan Bentuk Hasil yang Didapatkan. ... 18

4. Pola Penggunaan Lahan ... 25

5. Analisis Aksesibilitas Kampung Karangsari ... 32

6. Data Mikroklimat Kampung Karangsari Tahun 2009 dan 2010 ... 33

7. Nilai THI Kampung Karangsari Berdasarkan Data Tahun 2009 – 2010 ... 34

8. Mata Pencaharian Pokok Penduduk Desa Sindangasih ... 42

9. Tingkat Pendidikan Tertinggi Penduduk Desa Sindangasih ... 43

10.Jenis Vegetasi Pertanian di Kampung Karangsari ... 47

11.Potensi Obyek dan Atraksi Wisata Pertanian Kampung Karangsari ... 50

12.Pengembangan Potensi Aktivitas ... 53

13.Analisis dan Sintesis ... 55

14.Perencanaan Ruang dan Aktivitas ... 72

15.Alokasi Ruang Wisata ... 74

16.Vegetasi Tepi Jalan ... 76

17.Perencanaan Rute Wisata ... 77


(14)

1.1. Latar Belakang

Pemerintah Daerah (Pemda) Cianjur memiliki visi sebagai salah satu pusat agribisnis dan pariwisata di daerah Jawa Barat. Salah satu cara untuk merealisasikan visi Pemda tersebut adalah dengan membangun suatu kawasan wisata pertanian terpadu. Lahan pertanian yang menggunakan sistem pertanian terpadu dapat digunakan sebagai atraksi. Untuk itu, diperlukan suatu pengkajian terhadap potensi sumber daya alam, sumber daya manusia, serta sarana dan prasarana yang dibutuhkan untuk membangun kawasan agrowisata.

Pengembangan agrowisata merupakan upaya terhadap pemanfaatan potensi yang ada di bidang pertanian dan peluang-peluang yang ada di bidang pariwisata. Menurut Alikodra (1989), prospek pengembangan agrowisata di Indonesia dapat dilihat dari tiga aspek, yaitu keadaan atau potensi objek agrowisata, potensi pasar, dan kondisi serta perkembangan sarana pendukung. Sarana dan prasarana pendukung meliputi jaringan jalan, sarana transportasi serta kondisi perhubungan lainnya, akomodasi penginapan dan rumah makan, aksesibilitas, dan jaminan keamanan.

Kampung Karangsari terletak di Kecamatan Karang Tengah, Kabupaten Cianjur. Kampung ini memiliki suasana lanskap perdesaan dan pertanian yang dominan. Sebagian besar lahan pada tapak digunakan sebagai area persawahan. Selain itu, terdapat kolam ikan dan kandang hewan ternak. Di sekitar area pertanian, terdapat pemukiman penduduk yang bernuansa perdesaan atau kampung.

Beberapa petani setempat menggunakan sistem pertanian terpadu pada lahannya. Sistem pertanian terpadu merupakan suatu sistem pertanian yang mengintegrasikan beberapa jenis komoditas untuk dikembangkan bersama-sama sehingga membentuk suatu hubungan yang saling melengkapi. Sistem ini mengacu pada konsep pertanian berkelanjutan dengan meminimalisasi penggunaan input dari luar sistem. Teknik bertani seperti ini belum banyak dikenal oleh masyarakat luas, padahal sistem ini memberikan hasil yang produktif dan berkelanjutan.


(15)

2

Kondisi lanskap perdesaan yang suasananya masih alami berpotensi digunakan sebagai area rekreasi, sedangkan kegiatan pertanian yang berupa pertanian terpadu dapat dijadikan sebagai atraksi wisata dan sarana pembelajaran. Oleh karena itu, diperlukan suatu perencanaan untuk membuat tapak pada desa Karangsari menjadi sebuah kawasan agrowisata yang berbasis pertanian terpadu yang dapat menambah pendapatan daerah serta menambah kesejahteraan masyarakat sekitarnya.

1.2. Tujuan

Tujuan umum studi ini adalah menata lanskap Kampung Karangsari sehingga dapat berfungsi sebagai kawasan wisata pertanian terpadu. Tujuan khusus dari studi ini adalah

1. mengidentifikasi kondisi awal dan potensi yang ada di tapak,

2. menganalisis potensi dan kendala tapak untuk dijadikan sebagai kawasan agrowisata, dan

3. merencanakan kawasan agrowisata pertanian terpadu dengan menyediakan ruang wisata yang dilengkapi dengan sarana penunjang dan jalur wisata.

1.3. Manfaat

Manfaat studi ini adalah

1. memberikan alternatif penataan lanskap Kampung Karangsari sebagai kawasan agrowisata dan

2. memberikan alternatif rencana pengembangan tapak sebagai kawasan agrowisata.

1.4. Kerangka Pikir Penelitian

Studi dilakukan dengan dasar pemikiran bahwa kondisi awal Kampung Karangsari yang berupa lanskap pertanian dan perdesaan merupakan suatu potensi lanskap dan sumber daya yang baru berfokus pada kegiatan produksi dan belum memanfaatkan jasa lingkungan sebagai sesuatu yang dapat dikembangkan menjadi objek dan daya tarik wisata. Objek wisata yang ada berupa sawah, kolam,


(16)

kandang, dan kebun, sedangkan daya tarik wisata di Kampung Karangsari berupa aktivitas pertanian terpadu dan kegiatan sosial dan budaya masyarakat.

Oleh karena itu dibutuhkan suatu analisis sumber daya kawasan wisata pertanian terpadu. Dari pemanfaatan potensi pada tapak dapat ditentukan sebuah zonasi kawasan agrowisata, kemudian disusun sebuah konsep wisata pertanian terpadu yang berupa konsep ruang, aktivitas, fasilitas, dan jalur wisata. Konsep

Gambar 1. Kerangka Pikir Penelitian Kondisi Lanskap Kampung Karangsari

Lanskap Pertanian dan Perdesaan

Objek dan Atraksi Pertanian

Kondisi Sosial, Ekonomi, dan Budaya

Objek Wisata:

1. Sawah

2. Kolam

3. Kandang

4. Kebun

Daya Tarik Wisata: 1. Aktivitas Pertanian 2. Kegiatan Sosial dan

Budaya Masyarakat

Perencanaan Lanskap Agrowisata Pertanian Terpadu di Kampung Karangsari, Desa Sindangasih, Kecamatan Karang Tengah, Kabupaten Cianjur Zonasi Kawasan Agrowisata

Konsep Agrowisata Pertanian Terpadu: 1. Ruang

2. Aktivitas dan Fasilitas 3. Jalur Wisata

Analisis Sumber Daya Kawasan Agrowisata Pertanian Terpadu Potensi Lanskap dan Sumber Daya yang Belum Dikembangkan


(17)

4

tersebut kemudian dikembangkan menjadi suatu perencanaan lanskap wisata pertanian terpadu berupa rencana ruang, aktivitas, fasilitas dan rencana sirkulasi.

Hasil akhir penelitian adalah laporan tertulis berupa deskripsi rencana lanskap ruang dan aktivitas pendukung agrowisata, rencana jalur sirkulasi, dan rencana tur. Selain itu, hasil akhir juga berupa laporan spasial yakni rencana lanskap kawasan agrowisata yang terdiri atas rencana tapak beserta ilustrasi dari objek, atraksi, dan fasilitas agrowisata yang direncanakan.


(18)

2.1. Perencanaan Lanskap

Menurut Laurie (1984), perencanaan merupakan suatu pendekatan ke masa depan terhadap lahan dan perencanaan tersebut disertai dengan imajinasi dan kepekaan terhadap analisis tapak. Menurut Nurisjah dan Pramukanto (2009), perencanaan merupakan proses pemikiran dari suatu ide ke arah suatu bentuk nyata. Perencanaan dapat diartikan pula sebagai suatu tindakan mengatur dan menyatukan berbagai tata guna lahan dalam suatu proses berdasarkan pengetahuan teknis lahan dan kualitas estetiknya. Lebih lanjut dinyatakan bahwa perencanaan adalah pemilihan, pembuatan, atau penggunaan dari fakta-fakta tersedia dan anggapan-anggapan yang berkenaan dengan pandangan ke masa depan serta perumusan aktivitas yang dianggap perlu untuk mencapai hasil yang diinginkan.

Lynch (1981) mengungkapkan bahwa perencanaan tapak adalah seni menciptakan lingkungan fisik luar yang menyokong tindakan manusia, yang dalam proses perencanaannya dimulai dengan memahami orang-orang yang akan menggunakan tapak tersebut dan kebijakan-kebijakan yang ada.

2.2. Proses Perencanaan Lanskap

Proses perencanaan adalah suatu alat yang sistematis digunakan untuk menentukan saat awal dan keadaan yang diharapkan dan cara yang terbaik untuk mencapai keadaan yang diharapkan (Simonds, 1983). Menurut Nurisjah dan Pramukanto (2009), proses perencanaan lanskap merupakan suatu kegiatan berurutan yang saling terkait, tidak hanya tahapannya, tetapi juga pada produk perencanaan lanskap yang dihasilkan. Pengumpulan data dan informasi awal yang kurang lengkap atau salah akan berdampak terhadap hasil-hasil pada kegiatan lanjutannya dan juga hasil perencanaan.

Menurut Gold (1980), proses perencanaan yang baik harus merupakan suatu proses yang dinamis, saling terkait, dan saling menunjang. Untuk itu, diperlukan berbagai pendekatan dalam proses perencanaan untuk menghasilkan


(19)

6

hal tersebut. Proses perencanaan terdiri atas lima tahap, yaitu persiapan, pengumpulan data, analisis, sintesis, dan perencanaan.

Persiapan merupakan tahapan perumusan tujuan, program, dan informasi lain tentang berbagai keinginan pemilik dan pemakai (Gold, 1980). Pada awal proses, perencanaan lanskap dimulai dengan memperhatikan, menafsirkan, dan menjawab berbagai kepentingan ke dalam produk yang direncanakan.

Pengumpulan data merupakan proses pengumpulan data keadaan awal dari tapak dengan melakukan survei lapangan, wawancara, pengamatan, perekaman, dan sebagainya. Menurut Nurisjah dan Pramukanto (2009), data yang dikumpulkan meliputi data fisik, sosial, dan ekonomi.

Analisis adalah tahap untuk mengidentifikasi potensi, masalah, dan kemungkinan pengembangan lain dari tapak berdasarkan data yang didapat. Analisis dilakukan terhadap berbagai aspek dan faktor yang berperan pada tapak sehingga dapat diketahui masalah, hambatan, potensi, dan berbagai tingkat kerawanan atau kerapuhan lanskap (Nurisjah dan Pramukanto, 2009). Sintesis merupakan tahap menentukan alternatif pemecahan masalah dan pemanfaatan potensi dengan menggunakan beberapa cara yang disesuaikan dengan tujuan perencanaan (Gold, 1980).

Menurut Nurisjah dan Pramukanto (2009), hasil perencanaan lanskap dapat disajikan dalam bentuk gambar praperencanaan, terdiri dari gambar situasi awal dan gambar atau ilustrasi tahap analisis dan sintesis, serta gambar rencana lanskap yang terdiri dari konsep perencanaan, rencana penggunaan lahan, rencana penggunaan ruang, rencana pengembangan tapak, rencana induk lanskap, rencana tapak, rencana penanaman, dan berbagai bentuk gambar dan ilustrasi lainnya sesuai kebutuhan perencanaan. Menurut Laurie (1984), pendekatan perencanaan yang baik pada hakekatnya didekatkan pada lima komponen utama, yaitu pendekatan terhadap faktor alami, sosial, teknologi, metodologi, serta nilai-nilai.

2.3. Rekreasi dan Wisata

Menurut Nurisjah dan Pramukanto (2009), rekreasi merupakan aktivitas penggunaan waktu luang yang menyenangkan, yang dapat dilakukan baik di dalam maupun di luar ruangan. Rekreasi direncanakan tidak hanya untuk berbagai


(20)

bentuk aktivitas yang menyenangkan, tetapi juga untuk memperkaya, memperluas, dan mengembangkan kemampuan seseorang untuk sesuatu yang baru dan yang lebih memuaskan. Rekreasi dapat berbentuk rekreasi fisik (olahraga, berjalan-jalan) dan juga rekreasi psikis yang melibatkan pikiran, perasaan, dan kenyamanan.

Menurut Gold (1980), rekreasi adalah apa yang terjadi di dalam hubungannya dengan kepuasan diri yang diperoleh melalui pengalaman. Rekreasi juga dapat dikatakan sebagai segala kegiatan yang dilakukan seseorang untuk menyegarkan sikap mentalnya. Rekreasi biasanya dihubungkan dengan pemilihan berbagai aktivitas oleh individu atau kelompok, baik yang aktif maupun yang pasif. Aktivitas rekreasi juga ditentukan oleh elemen waktu, kondisi, dan sikap manusia serta lingkungan.

Wisata merupakan rangkaian kegiatan yang terkait dengan pergerakan manusia yang melakukan perjalanan dan persinggahan sementara dari tempat tinggalnya ke satu atau beberapa tempat tujuan di luar dari lingkungan tempat tinggalnya, yang didorong oleh berbagai keperluan dan tanpa bermaksud untuk mencari nafkah tetap (Nurisjah dan Pramukanto, 2009).

2.4. Perencanaan Kawasan Rekreasi

Menurut Gold (1980), perencanaan kawasan rekreasi merupakan proses yang menghubungkan antara sumber daya rekreasi dan kebutuhan manusia untuk berekreasi tanpa mengakibatkan kerusakan. Tujuan umum dari perencanaan kawasan rekreasi adalah untuk meningkatkan kualitas hidup dan kualitas lingkungan, sedangkan tujuan khususnya adalah untuk memaksimalkan kesejahteraan manusia dengan menciptakan lingkungan yang lebih baik, sehat, menyenangkan, dan menarik. Perencanaan rekreasi menggambarkan apa yang orang inginkan, imajinatif dalam merencanakan apa yang akan dibuat, dan realistis apakah perencanaan tersebut memungkinkan. Hal ini berdasarkan pernyataan bahwa perencanaan dilakukan untuk mengantisipasi atau bereaksi terhadap perubahan-perubahan.

Langkah pertama yang diambil dalam merencanakan rekreasi adalah menentukan sumber daya yang akan diselidiki, yaitu data sumber daya apa saja


(21)

8

yang harus diambil (Simonds, 1983). Menurut Nurisjah dan Pramukanto (2009), untuk meghasilkan suatu rencana areal rekreasi yang baik, terdapat beberapa hal yang harus diperhatikan dan dianalisis. Hal tersebut adalah

1. potensi dan kendala sumber daya yang tersedia, 2. potensi pengunjung,

3. kebijakan dan peraturan yang terkait dengan sumber daya dan penggunaannya, dan

4. alternatif dan dampak dari perencanaan dan pelaksanaan yang dilakukan. Gold (1980) mengemukakan beberapa prinsip umum perencanaan, khususnya perencanaan untuk kawasan rekreasi. Prinsip-psinsip tersebut adalah sebagai berikut:

1. Aktivitas dan fasilitas rekreasi harus dapat digunakan oleh semua orang. 2. Rekreasi harus dikoordinasikan dengan kemungkinan-kemungkinan rekreasi

lain yang sama untuk menghindari duplikasi.

3. Rekreasi harus berintergrasi dengan pelayanan umum lain seperti kesehatan, pendidikan, dan transportasi.

4. Fasilitas-fasilitas harus dapat beradaptasi dengan permintaan di masa yang akan datang.

5. Fasilitas dan program-programnya secara finansial harus dapat dikerjakan. 6. Masyarakat harus dilibatkan dalam proses perencanaan.

7. Perencanaan lokal dan regional harus berintegrasi.

8. Perencanaan harus merupakan proses yang berkelanjutan dan membutuhkan evaluasi.

9. Fasilitas-fasilitas dibuat seefektif mungkin untuk menyediakan waktu sebaik-baiknya demi kesehatan, keamanan, dan kebahagiaan penggunanya, selain menjadi contoh desain yang positif serta bentuk kepedulian terhadap manusia.

Menurut Gold (1980), perencanaan rekreasi merupakan suatu cara yang sistematis untuk mengantisipasi, menyediakan, mencegah, atau mengawasi perubahan yang berhubungan dengan keinginan masyarakat dan kesempatan waktu luang. Proses perencanaan yang diambil dari proses perancangan dapat digambarkan dengan gambar tahapan (Gambar 2). Pendekatan yang dipakai dalam perencanaan kawasan rekreasi adalah (1) pendekatan sumber daya, (2) pendekatan


(22)

aktivitas, (3) pendekatan ekonomi, serta (4) pendekatan tingkah laku.

1. Pendekatan sumber daya mempertimbangkan situasi dan kondisi sumber daya untuk menentukan bentuk serta kemungkinan aktivitas rekreasi. Sumber daya yang diselidiki harus relevan dengan fungsi yang akan dikembangkan. Faktor-faktor yang perlu dipertimbangkan adalah geologi, hidrologi, iklim, biologi, konfirmasi lahan, bentukan alami, dan bentukan buatan (Simonds, 1983). 2. Pendekatan aktivitas merupakan suatu pendekatan yang digunakan untuk

menentukan bentuk rekreasi berdasarkan aktivitas pengguna dengan tujuan agar kepuasan pengguna dapat tercapai.

3. Pendekatan ekonomi menggunakan sumber daya ekonomi dari masyarakat untuk menentukan jumlah, tipe, dan lokasi dari kawasan rekreasi.

4. Pendekatan tingkah laku menentukan bentuk rekreasi berdasarkan kebiasaan atau tingkah laku manusia dalam mempergunakan waktu senggangnya. Pendekatan ini difokuskan pada pengalaman rekreasi dengan melihat alasan seseorang berekreasi, apa saja aktivitas yang dilakukan, serta manfaat yang diinginkan dari aktivitas yang digunakan.

Inventarisasi Analisis Sintesis Rencana Induk Detil Desain

Tapak dan Arsitektural Program Rekreasi

Sementara Penelitian, Percobaan, Fleksibilitas

Perkembangan Spesifik Program Rekreasi Karakter Alami Tapak Potensi Pengembangan Alternatif Pengembangan

Kondisi Saat Ini Iklim Topografi Fisiografi dan Hidrologi

Kemiringan Klasifikasi Kemiringan Vegetasi Survei Visual Pembatasan dan Peluang Penggunaan Potensi Area Kesesuaian Pengembangan Area Konsep 1 2 3

Gambar 2. Proses Perencanan Tapak untuk Rekreasi (Gold, 1980)

Tanah Tapak


(23)

10

Menurut metode Gold (1980) terdapat lima tahap dalam proses perencanaan kawasan rekreasi (Gambar 2). Tahap pertama adalah inventarisasi, yaitu pendataan karakter alami berupa kondisi umum tapak, data iklim, topografi, hidrologi, kemiringan dan ketinggian lahan, jenis dan sifat tanah, vegetasi, dan survei visual. Data ini digunakan pada tahap kedua, yaitu tahap analisis. Analisis merupakan langkah untuk mendapatkan pengembangan potensi yang tepat untuk tapak, untuk itu perlu dianalisis hambatan dan peluang untuk membangun kawasan rekreasi, potensi penggunaan area, dan kesesuaiam pengembangan area agar rekreasi dapat terealisasi dengan baik.

Tahap selanjutnya adalah sintesis. Pada tahap ini disusun alternatif pengembangan area berdasarkan pemecahan kendala dan pemanfaatan potensi dari hasil analisis yang sudah dibuat. Dari alternatif pengembangan tersebut dapat disusun konsep yang sesuai untuk perencanaan kawasan rekreasi. Tahap terakhir dalam perencanaan adalah penyusunan rencana induk (site plan). Dalam rencana induk terdapat detil desain tapak dan arsitektural yang berhubungan dengan perkembangan spesifik program rekreasi.

2.5. Agrowisata

Menurut Nurisjah (2001), agrowisata atau wisata pertanian didefinisikan sebagai rangkaian aktivitas perjalanan wisata yang memanfaatkan lokasi atau kawasan dan sektor pertanian mulai dari awal sampai produk pertanian dalam berbagai sistem, skala, dan bentuk dengan tujuan memperluas pengetahuan, pemahaman, pengalaman, dan rekreasi di bidang pertanian.

Agrowisata merupakan salah satu bentuk kegiatan wisata yang dilakukan di kawasan pertanian dan aktivitas di dalamnya meliputi persiapan lahan, penanaman, pemeliharaan, pemanenan, pengolahan hasil panen sampai dengan bentuk siap dipasarkan dan bahkan wisatawan dapat membeli produk pertanian tersebut sebagai oleh-oleh. Kegiatan agrowisata dilakukan pada lanskap pertanian dan salah satu obyek wisata utamanya adalah lanskap pertanian (Arifin, 1992).

Nurisjah (2001) menyatakan bahwa agrowisata merupakan penggabungan antara aktivitas wisata dengan aktivitas pertanian. Aktivitas wisata pertanian merupakan kegiatan seseorang berjalan-jalan keluar dari ruang dan lingkup


(24)

pekerjaannya sambil menikmati pemandangan atau hal-hal lain yang tidak terkait dengan pekerjaan yang dimilikinya. Aktivitas pertanian yang dimaksud merupakan istilah pertanian dalam arti luas, yang merupakan aktivitas untuk kelangsungan hidup manusia yang terkait dengan pemanenan energi matahari dari tingkat primitif (pemburu dan pengumpul) sampai model pertanian yang canggih (kultur jaringan).

Pengembangan aktivitas agrowisata secara tidak langsung akan meningkatkan persepsi positif petani serta masyarakat sekitar akan pentingnya pelestarian sumber daya lahan pertanian. Pengembangan agrowisata akan menciptakan lapangan pekerjaan karena usaha ini dapat menyerap tenaga kerja dari masyarakat perdesaan sehingga dapat menahan atau mengurangi arus urbanisasi yang semakin meningkat. Selain itu, pengembangan kegiatan agrowisata dapat melestarikan sumber daya, melestarikan teknologi lokal, dan meningkatkan pendapatan petani atau masyarakat sekitar lokasi wisata (Subowo, 2002).

Tirtawinata dan Fachruddin (1999) mengemukakan beberapa manfaat agrowisata, yaitu

1. meningkatkan konservasi lingkungan melalui kelestarian lingkungan dan keseimbangan ekosistem,

2. mempertahankan fungsi hidrologis untuk menahan cadangan air serta pelestarian plasma nutfah tanaman budi daya,

3. meningkatkan nilai estetika dan keindahan alam, melalui topografi, jenis flora dan fauna, serta warna dan arsitektur bangunan yang tersusun dalam suatu tata ruang yang serasi dengan alam,

4. memberikan nilai rekreasi, melalui penyediaan fasilitas penunjang serta aktivitas yang dapat menimbulkan kegembiraan di tengah alam,

5. meningkatkan kegiatan ilmiah dan pengembangan ilmu pengetahuan, melalui sarana penelitian, informasi tentang pembibitan, budi daya sampai pemeliharaannya, dan


(25)

12

2.6. Perencanaan Agrowisata

Menurut Tirtawinata dan Fachruddin (1999), terdapat beberapa prinsip yang diperlukan untuk merencanakan agrowisata, yaitu

1. sesuai dengan rencana pengembangan wilayah tempat agrowisata itu, 2. dibuat secara lengkap, tetapi sesederhana mungkin,

3. mempertimbangkan tata lingkungan dan kondisi sosial masyarakat di sekitarnya,

4. selaras dengan sumber daya alam, sumber tenaga kerja, sumber dana, dan teknik-teknik yang ada, dan

5. perlu evaluasi sesuai dengan perkembangan yang ada.

Identifikasi suatu wilayah pertanian yang akan dijadikan obyek agrowisata perlu dipertimbangkan secara matang. Kemudahan mencapai lokasi, karakteristik alam, sentra produksi pertanian, dan adanya kegiatan agroindustri merupakan faktor yang dapat dijadikan pertimbangan (Tirtawinata dan Fachruddin, 1999).

Agrowisata sebagai obyek wisata selayaknya memberikan kemudahan bagi wisatawan dengan cara melengkapi kebutuhan prasarana dan sarananya (Tirtawinata dan Fachruddin, 1999). Fasilitas pelayanan tersebut ditempatkan pada lokasi yang tepat dan strategis sehingga dapat berfungsi secara maksimal.

Dalam menyediakan fasilitas, hendaknya dilakukan dua pendekatan (Tirtawinata dan Fachruddin, 1999). Pendekatan pertama dilakukan dengan memanfaatkan semua obyek, yaitu prasarana, sarana, dan fasilitas lingkungan yang masih berfungsi baik, dan melakukan perbaikan bila diperlukan. Langkah kedua adalah dengan membangun prasarana, sarana, dan fasilitas yang masih dianggap kurang. Sarana dan fasilitas yang diperlukan meliputi

1. jalan menuju lokasi, 2. pintu gerbang, 3. tempat parkir, 4. pusat informasi, 5. papan informasi,

6. sirkulasi dalam kawasan agrowisata, 7. shelter,


(26)

9. toilet, dan 10.tempat sampah.

Menurut Tirtawinata dan Fachruddin (1999), terdapat beberapa hal yang harus diperhatikan dalam pengelolaan obyek wisata, antara lain, pengelolaan obyek yang ditawarkan, pengelolaan pengunjung, pengelolaan fasilitas pendukung, keamanan (untuk melindungi obyek dan fasilitas, serta keselamatan pengunjung), dan pengelolaan kelembagaan. Pengelolaan diperlukan untuk menjamin keberlanjutan dari aktivitas agrowisata pada tapak.

2.7. Pertanian Terpadu

Sistem pertanian terpadu merupakan konsep LEISA (low-external-input and sustainable agriculture, pertanian berkelanjutan yang bermasukan eksternal rendah), sistem buatan yang meniru alam. Pada sistem terdapat upaya mengoptimalkan penggunaan sumber daya lokal yang tersedia dengan mengombinasikan komponen berbeda, antara lain, tanaman, hewan, tanah, air, iklim, dan manusianya (Tim dosen IPB, 2006).

Menurut Reijntjes et al. (1999), LEISA adalah pertanian yang mengoptimalkan pemanfaatan sumber daya alam dan manusia yang tersedia di tempat (seperti tanah, air, tumbuhan, tanaman dan hewan lokal, serta tenaga manusia, pengetahuan, dan keterampilan) dan layak secara ekonomis, mantap secara ekologis, disesuaikan dengan budaya, dan adil secara sosial.

Sistem pertanian modern yang belum menggunakan sistem pertanian terpadu mengandalkan input dari luar sistem, seperti pupuk kimia, varietas unggul, dan pestisida, yang dapat mengakibatkan kerusakan lingkungan dan mengganggu ekosistem. Untuk menekan laju kerusakan lingkungan, penggunaan masukan luar yang tidak sesuai dengan kondisi lingkungan ditekan dan diarahkan agar sesuai dengan kondisi lingkungan. Untuk menjaga kondisi lingkungan, diperlukan sistem pertanian yang berupaya meminimalkan penggunaan masukan (benih, pupuk kimia, pertisida, dan bahan bakar) dari luar ekosistem, yang dalam jangka panjang dapat membahayakan kelangsungan hidup pertanian (Salikin, 2003).


(27)

14

Model LEISA mengacu pada bentuk-bentuk pertanian yang memperhatikan hal-hal berikut:

1. optimalisasi pemanfaatan sumber daya lokal (Tabel 1) yang ada dengan mengkombinasikan berbagai macam komponen sistem usaha tani, yaitu tanaman, ternak, ikan, tanah, air, iklim, dan manusia sehingga saling melengkapi dan memberikan efek sinergi yang paling besar;

2. pemanfaatan input luar yang dilakukan hanya jika diperlukan untuk melengkapi unsur-unsur yang kurang dalam agroekosistem dan meningkatkan sumber daya biologi, fisik, dan manusia, serta dalam pemanfaatannya perhatian utama diberikan pada mekanisme daur ulang dan minimalisasi kerusakan lingkungan (Reijntjes et al, 1999).

Sumber Bahan Organik

Jenis Bahan

Organik Contoh Pemanfaatan Bahan Organik

Pertanian Limbah dan residu Jerami dan sekam padi, gulma, daun,

batang dan tongkol jagung, semua bagian vegetatif tanaman, batang pisang, sabut kelapa

Limbah dan residu ternak

Kotoran padat, limbah ternak cair, limbah pakan ternak, tepung tulang, cairan proses biogas

Pupuk hijau Gliriside, terrano, mukuna, turi,

lamtoro, centrosema, albisia

Tanaman air Azola, ganggang biru, rumput laut,

eceng gondok, dan gulma air lainnya Penambat nitorgen Mikroorganisme, mikoriza, rhizobium,

biogas

Industri Limbah padat Serbuk gergaji kayu, blotong, kertas,

ampas tebu, kelapa sawit, pengalengan makanan, pemotongan hewan

Limbah cair Alkohol, kertas, bumbu masak (MSG),

kelapa sawit (POME) Limbah Rumah

Tangga

Sampah Tinja, kencing, sampah dapur

Setiap ekor kambing dewasa dapat menghasilkan feses 300-500 gr/hari (Sutama dan Budiarsana, 2009). Feses ini dapat dimanfaatkan sebagai pupuk kandang maupun penyubur tanah melalui proses pengomposan karena feses ternak mengandung unsur nitrogen, fosfor, dan kalium. Pemberian pupuk kandang

Tabel 1. Sumber Bahan Organik yang Umum Dimanfaatkan sebagai Pupuk (Sutanto, 2002)


(28)

pada tanah dapat memberikan dampak positif berupa memudahkan penyerapan air hujan, memperbaiki kemampuan air tanah dalam mengikat air, mengurangi erosi, memberikan lingkungan tumbuh yang baik bagi kecambah biji dan akar, serta merupakan sumber unsur hara tanaman (Setiawan, 2002).

Metode LEISA tidak bertujuan memaksimalkan produksi dalam jangka pendek, melainkan untuk mencapai tingkat produksi yang stabil dan memadai dalam jangka panjang. LEISA berupaya mempertahankan dan sedapat mungkin meningkatkan potensi sumber daya alam serta memanfaatkannya secara optimal. Pada prinsipnya, hasil produksi yang keluar dari sistem atau dipasarkan harus diimbangi dengan tambahan unsur hara yang dimasukkan ke dalam sistem tersebut (Tim dosen IPB, 2006). Zamora (1995) dalam Salikin (2003) memberikan lima kriteria untuk mengelola suatu sistem pertanian menjadi berkelanjutan, yaitu 1. kelayakan ekonomis,

2. bernuansa dan bersahabat dengan ekologi, 3. keberterimaan secara sosial,

4. kepantasan secara budaya, dan 5. pendekatan sistem dan holistik.

Jenis Ternak Kadar Zat hara dan Air (%)

Nitrogen Fosfor Kalium Air

Sapi

- padat 0,40 0,20 0,10 85

- cair 1,00 0,50 1,50 92

Kambing

- padat 0,60 0,30 0,17 60

- cair 1,50 0,13 1,80 85

Domba

- padat 0,75 0,50 0,45 60

- cair 1,35 0,05 2,10 85

Ayam 1,00 0,80 0,40 55

Sumber: Pinus Lingga, 1992 dalam Setiawan, 2002


(29)

III. METODE PENELITIAN

3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian

Kegiatan penelitian dilakukan di Kampung Karangsari, Desa Sindangasih, Kecamatan Karang Tengah, Kabupaten Cianjur, Provinsi Jawa Barat (Gambar 4). Luas total tapak adalah 4,7 Ha dengan batasan fisik berupa area pertanian, perumahan penduduk, dan jalan. Penelitian mencakup survei kondisi tapak, pengumpulan data, pengolahan data, dan penyusunan hasil studi. Pengambilan data dilakukan pada Agustus 2010 – Oktober 2010 kemudian dilanjutkan pada Februari 2011.

3.2. Alat dan Bahan Penelitian

Alat yang digunakan dalam penelitian ini, antara lain adalah kamera digital untuk data visual tapak saat ini, alat perekam suara untuk merekam hasil


(30)

wawancara dengan petani dan penduduk setempat, kuisioner, dan komputer untuk mengolah data dengan perangkat lunak Microsoft Word dan Excel, ArcView 3.2, Google Earth, AutoCAD 2010, dan Adobe Photoshop CS5. Sedangkan bahan yang digunakan adalah berupa studi pustaka, data spasial, dan data deskriptif (Tabel 3).

3.3. Batasan Studi

Penelitian ini dibatasi oleh penataan lanskap Kampung Karangsari, Desa Sindangasih, Kecamatan Karang Tengah, Kabupaten Cianjur yang termasuk di dalamnya badan jalan, ruang terbuka, dan ruang terbagun sehingga dapat digunakan sebagai kawasan agrowisata melalui perencanaan ruang dan aktivitas, jalur sirkulasi wisata, dan fasilitas wisata. Penelitian ini dilaksanakan hingga hasil akhir berupa rencana tapak sebagai kawasan agrowisata yang menitikberatkan pada kegiatan wisata berbasis pertanian terpadu dan sosial masyarakat dengan memanfaatkan sumber daya yang ada.

3.4. Metode Perencanaan Lanskap Agrowisata

Metode perencanaan yang digunakan adalah metode survei yang mengikuti proses perencanaan yang dikemukakan oleh Gold (1980) yang dimodifikasi. Proses perencanaan ini meliputi (1) persiapan, (2) inventarisari, (3) analisis, (4) sintesis, dan (5) perencanaan.

Perencanaan dilakukan melalui proses-proses seperti pada Gambar 4.


(31)

No Jenis Data Bentuk Sumber Cara Pengambilan Hasil 1 Aspek biofisik

Letak dan luas Sekunder BAPPEDA, Institusi desa

Studi pustaka Peta, Deskripsi Tata guna lahan Sekunder Institusi desa,

Google earth

Studi pustaka Peta

Tanah dan kemiringan Sekunder BAPPEDA Studi pustaka Deskripsi, Peta

Hidrologi Primer Tapak Pengamatan lapang Deskripsi

Mikroklimat Sekunder BMKG Studi pustaka Deskripsi

Potensi visual Primer Tapak Pengamatan lapang Deskripsi

2 Objek dan atraksi wisata Primer Tapak Pengamatan lapang,

wawancara

Deskripsi

3 Aksesibilitas Primer,

Sekunder

Institusi desa, Tapak Studi pustaka, pengamatan lapang

Peta

4 Infrastruktur wisata Primer Tapak Pengamatan lapang,

wawancara

Deskripsi

5 Aspek sosial, ekonomi, dan budaya Primer, Sekunder

Tapak, Institusi Desa Studi pustaka, Wawancara

Deskripsi Tabel 3. Jenis, Bentuk, Sumber, Cara Pengambilan dan Hasil Bentuk Data yang Didapatkan


(32)

3.4.1. Persiapan

Pada tahap ini dilakukan penetapan lokasi dan batasan penelitian, persiapan alat, dan pengurusan perijinan. Pengurusan perijinan dilakukan ke Kantor Kesatuan Bangsa Kecamatan Karang Tengah, Kabupaten Cianjur untuk dapat melakukan penelitian di Kampung Karangsari, Desa Sindangasih. Selanjutnya perijinan diteruskan ke Kantor Kecamatan Karang Tengah dan Balai Desa Sindangasih.

3.4.2. Inventarisasi

Tahap inventarisasi merupakan tahap pengumpulan data kondisi awal tapak. Data yang dikumpulkan berupa data fisik dan sosial. Data primer diperoleh melalui pengamatan langsung (observasi lapang) dan wawancara, sedangkan data sekunder diperoleh melalui studi pustaka. Pengumpulan data dilakukan dengan tujuan mendapatkan data yang berhubungan dengan kawasan agrowisata dan dibutuhkan dalam proses perencanaan.

Observasi lapang merupakan survei ke dalam tapak secara langsung untuk mendapatkan data tentang kondisi fisik, aksesibilitas, kondisi area pertanian terpadu, dan aspek wisata berupa fasilitas dan utilitas yang tersedia pada tapak sebagai kawasan agrowisata. Wawancara dilakukan kepada masyarakat sekitar, termasuk petani, aparat pemerintah, pengusaha, dan tokoh-tokoh penting desa untuk mengetahui kebijakan dan peraturan yang berlaku pada tapak. Selain itu, wawancara juga untuk mendapatkan data sosial berupa persepsi dan dukungan masyarakat terhadap kawasan agrowisata, kepemilikan lahan, potensi atraksi yang berasal dari masyarakat, dan pengelolaan lahan. Wawancara dengan kuisioner dilakukan kepada 15 orang petani di sekitar kampung Karangsari yang diambil secara acak.

Selain observasi lapang dan wawancara, juga dilakukan studi pustaka mengenai agrowisata dan pertanian terpadu untuk mengetahui standar-standar dan metode perencanaan agrowisata. Data ini diperlukan sebagai standar dan pedoman dalam perencanaan untuk menciptakan suatu kawasan agrowisata yang aman, nyaman, dan indah.


(33)

20

Pengambilan data batasan tapak dan tata guna lahan menggunakan citra yang diambil dari Google Earth, digabungkan dengan peta yang didapatkan dari institusi desa, kemudian diproses menggunakan perangkat lunak ArcView GIS dan AutoCAD. Data mengenai aksesibilitas tapak didapatkan dari hasil pengamatan lapang dan dari institusi desa yang hasilnya berupa peta jalur sirkulasi. Data mengenai topografi, ketinggian, dan kemiringan lahan didapatkan dari BAPPEDA Cianjur. Data iklim diambil dari BMKG yang diambil dari stasiun PT. Fasung, hal ini dikarenakan stasiun terdekat dari tapak sudah tidak berfungsi.

Untuk menentukan penempatan dan jenis atraksi-atraksi wisata, diperlukan data potensi objek wisata yang ada. Objek-objek yang dapat dijadikan sebagai atraksi wisata didapatkan dengan pengamatan langsung dan disusun dalam bentuk spasial dan deskriptif. Objek wisata yang diutamakan berupa kegiatan pertanian, sedangkan objek nonpertanian dapat berupa kesenian dan budaya dari kehidupan setempat. Informasi mengenai nilai budaya setempat didapatkan melalui wawancara langsung dengan penduduk dan studi literatur.

3.4.3. Analisis

Analisis yang dilakukan berupa analisis deskriptif dan spasial dari data yang diperoleh pada tahap inventarisasi untuk menentukan potensi dan kendala pada tapak, dan kesesuaian area sebagai area wisata pertanian terpadu. Potensi dan kendala yang ada dikembangkan dan ditingkatkan sehingga dapat mendukung kawasan lanskap agrowisata. Sebaliknya, kendala dihilangkan atau dikurangi dengan dicari cara pemecahan masalah yang efektif dan efisien.

Hasil dari tahap inventarisasi yang berupa peta orientasi, penutupan lahan, hidrologi, potensi akustik dan visual, dan aksesibilitas digunakan dalam tahap ini. Selain itu, digunakan juga grafik dari data mikroklimat dan foto-foto untuk interpretasi kondisi tapak pada saat ini. Beberapa data diuraikan secara deskriptif, demikian juga dengan peta, grafik, dan foto yang didapatkan.

Untuk analisis suhu dan kelembaban, digunakan standar kesesuaian iklim untuk pertanian menggunakan klasifikasi berdasarkan jumlah bulan basah (BB) dan bulan kering (BK) yang dibatasi oleh peluang hujan, hujan efektif, dan kebutuhan air tanaman menurut konsep yang dikemukakan oleh Oldeman


(34)

(Koesmaryono dalam Handoko, 1995). Bulan basah (BB) merupakan bulan dengan curah hujan > 200 mm, sedangkan bulan lembab (BL) memiliki curah hujan 100 – 200 mm. Bulan kering (BK) merupakan bulan dengan curah hujan < 100 mm. Menurut Schmidht – Ferguson, BK merupakan bulan dengan CH < 60 mm, BL memiliki CH antara 60 – 100 mm, dan BB adalah bulan dengan CH > 100 mm.

Selain itu, untuk kenyamanan pengguna tapak dilakukan perhitungan THI (Temperature Humidity Index). Untuk daerah tropis, apabila nilai THI antara 21 - 27, iklim tergolong nyaman (Fandeli, 2009). Rumus yang digunakan adalah

THI = 0,8 T + [Rh x (T/500)] dengan

T = suhu rata-rata

Rh = kelembaban relatif (%).

Analisis tanah dilakukan menggunakan studi pustaka sifat fisik dan kimia tanah. Kedua aspek tersebut mempengaruhi kesesuaian tumbuh tanaman pertanian. Selain itu, juga dapat diketahui tanaman yang cocok sehingga dapat dipertahankan atau ditambahkan di tapak. Untuk aksesibilitas, dilakukan pemetaan jalur dan pintu masuk dan keluar, keefektifan, dan keefisienan jalur yang akan disesuaikan dengan aktivitas. Tapak akan dibagi berdasarkan pola penggunaan lahan. Pada tiap zonasi akan dilakukan analisis untuk mendapatkan objek dan atraksi yang dapat digunakan untuk kegiatan agrowisata. Objek dan atraksi berasal dari aktivitas pertanian dan sumber daya pertanian yang ada.

Selain itu dilakukan analisis untuk mengetahui daya dukung yang akan dikembangkan. Daya dukung yang dihitung adalah daya dukung pengunjung berdasarkan rata-rata dalam m2 per orang (Boulon dalam Nurisjah, Pramukanto, dan Wibowo, 2003).

DD = A / S Keterangan:

DD = Daya dukung (orang) A = Area yang digunakan (m2)


(35)

22

3.4.4. Sintesis

Hasil analisis yang telah didapatkan kemudian digabungkan pada tahap ini. Data spasial yang dihasilkan pada tahap analisis melalui proses overlay menjadi peta zonasi ruang yang dialokasikan untuk pengembangan agrowisata. Sedangkan hasil analisis deskriptif akan dijabarkan secara lebih rinci dan digunakan untuk menentukan solusi dari kendala dan pemanfaatan dari potensi yang ada di tapak.

3.4.5. Perencanaan Lanskap

Tahap perencanaan lanskap merupakan tahap terakhir dalam penelitian ini. Dari proses sebelumnya dapat ditentukan konsep dasar tapak berdasarkan objek dan atraksi wisata yang akan dikembangkan. Konsep yang disusun meliputi ruang, aktivitas, fasilitas, sirkulasi dan touring plan. Konsep tersebut kemudian dituangkan dalam bentuk spasial berupa blok ruang agrowisata. Hasil yang diperoleh dari tahapan akan dikembangkan untuk perencanaan lanskap.

Dalam tahap ini konsep yang telah disusun di tahap sintesis diterapkan ke tapak dan dituangkan dalam bentuk spasial. Selain itu, juga dikembangkan lebih lanjut berupa rencana ruang dan aktivitas, rencana jalur wisata, dan rencana fasilitas. Hasil akhir dari tahap perencanaan adalah berupa site plan beserta paket wisata yang ditawarkan di kawasan wisata pertanian terpadu.

a. Rencana Ruang dan Aktivitas

Rencana ini meliputi perencanaan alokasi ruang wisata dan aktivitas yang sesuai di dalamnya. Selain itu, ditentukan objek dan atraksi utama pada tiap ruang wisata.

b. Rencana Jalur Wisata

Rencana jalur wisata adalah merencanakan jalur dan paket wisata yang dapat diambil wisatawan. Pada tahap ini juga direncanakan jalur sirkulasi yang dapat menunjang kemudahan aktivitas antarruang wisata.

c. Rencana Fasilitas

Untuk menunjang kelancaran dan kenyamanan kegiatan agrowisata, diperlukan penempatan fasilitas dan utilitas yang efektif dan efisien. Oleh karena itu diperlukan perencanaan penempatan fasilitas dan utilitas di tahap ini.


(36)

4.1. Data dan Analisis 4.1.1. Aspek Biofisik

4.1.1.1. Letak, Luas, dan Batas Tapak

Lokasi penelitian terletak di Kampung Karangsari, Desa Sindangasih, Kecamatan Karang Tengah, Kabupaten Cianjur, Provinsi Jawa Barat seluas 4,7 ha. Letak geografis berada pada 107°9'52" - 107°10'34" BT dan 6°49'31" - 6°49'55" LS. Tapak dikelilingi oleh bentang alam pertanian dan perbukitan yang menciptakan suasana perdesaan.

Sebelah utara tapak berbatasan dengan lahan-lahan pertanian penduduk yang merupakan bagian dari Desa Maleber. Demikian pula, di sebelah timur tapak berbatasan dengan area pertanian dari Kampung Kandang Sapi. Sebelah barat berbatasan dengan area permukiman yang merupakan perbatasan dengan Kampung Kabandungan. Sedangkan sebelah selatan berbatasan dengan Jalan Kyai Haji Saleh. Desa Sindangasih terdiri dari 5 kampung yang dibagi berdasarkan kompleks RW atau Rukun Warga, yaitu Kampung Pandan Jaya, Kampung Kandang Sapi, Kampung Karangsari, Kampung Kabandungan, dan Kampung Hegarmanah. Di antara kampung tidak terdapat pagar atau pembatas yang jelas. Untuk membangun suatu area wisata diperlukan batas kawasan yang jelas agar tidak membingungkan pengunjung.

4.1.1.2. Tata Guna Lahan

Sebanyak ± 88% dari luas tapak digunakan sebagai lahan pertanian berupa sawah, kebun, kolam ikan, dan kandang ternak. Persentase paling besar adalah untuk sawah dan kebun sebanyak 83%, perikanan sebanyak 4%, dan peternakan sebanyak kurang dari 1% (Tabel 3). Pemanfaatan area budi daya yang bervariasi merupakan potensi utama dalam pengembangan agrowisata, terdiri dari lahan sawah dan ladang, kandang, dan kolam. Ketiga lahan tersebut berada dalam kondisi baik yang memungkinkan untuk pengembangan wisata pertanian terpadu, tetapi perlu ditata agar dapat menarik dan nyaman untuk pengunjung.


(37)

(38)

Tapak didominasi oleh lanskap sawah dan lahan kering, dapat dilihat dari pola penggunaan lahan yang sebagian besar digunakan untuk area pertanian (Gambar 5). Di area ini terdapat berbagai macam aktivitas pertanian, mulai dari menyiapkan lahan, pemanenan, hingga pascapanen. Area peternakan umumnya tertutup, jarang terlihat peternak yang menggembala ternaknya di luar (untuk peternak sapi, kambing, dan domba). Untuk dapat melihat area ini, pengunjung harus masuk ke tapak dan berinteraksi langsung dengan petani.

Untuk kolam ikan, biasanya petani membagi-bagi kolam ikan sesuai dengan fungsinya, yaitu terdapat kolam pemeliharaan induk, pemeliharaan burayak, kolam pembenihan, dan kolam pembesaran seperti dapat dilihat pada salah satu lahan milik warga (Gambar 6). Induk ikan ditempatkan di kolam pemeliharaan induk hingga mengalami pematangan sel telur, setelah itu dipindahkan di kolam pemeliharaan untuk pemijahan dan menetaskan telurnya. Apabila induk ikan sudah mengalami pemijahan, induk tersebut dipindahkan

No Jenis Penggunaan Luas

Ha %

1 Lahan Pertanian

a. Area pertanian 3,9479 83,82

b. Area perikanan 0,193 4,09

c. Area peternakan 0,019 0,41

2

Lahan Non Pertanian

a. Badan jalan 0,1424 3,02

b. Permukiman 0,4073 8,64

4,7096 100

Tabel 4. Pola Penggunaan Lahan


(39)

 

kembali k kembali. S di kolam sawah (si menggemu memiliki mereka m menyubur dan lebih c

Te pertanian. yaitu men bermalam lahan pete sayuran. penggunaa diterapkan 4.1.1.3. Ta Me Karang Te

ke kolam p Setelah itu, pembeniha stem mina-ukan ikan h kolam yan menggunak rkan kolam cepat. erdapat beb Area perm njadi tempa m. Kegiatan ernakan dan Perencanaa an lahan y n.

anah dan K enurut Peta engah berad

emeliharaan anak ikan d n. Beberap -padi). Kol hingga sesu ng berdekata kan limbah sehingga ik berapa area mukiman be at penginapa pertanian n perikanan j

an ruang a ang ada di

Kemiringan a Ketinggia da pada ket

Gambar

n induk hin dijual sebag pa petani m lam pembe uai dengan an dengan h peternak kan yang a

a perumah erpotensi s an atau ber

baru bertu jauh lebih s agrowisata isesuaikan d

n

an Lahan ( tinggian 294 r 7. Sketsa P

ngga menga gai benih ata melokasikan

saran berfu keinginan k kandang te kan berup

da di kolam

an yang t ebagai sara ristirahat ba ujuan untuk sedikit darip akan men dengan kon

(Bappeda C 4 – 453 m Pembagian alami pema au dilanjutk kolam pem ungsi sebag konsumen. ernak. Hal a kotoran m dapat tum

erletak me ana penduk agi pengunj k produksi pada lahan s ngutamakan nsep agrow Cianjur, 20 dpl (Gamba Kolam atangan sel kan pemelih meliharaan

gai kolam u Beberapa p

ini dikaren ternak u mbuh lebih

enyebar di kung agrow njung yang dan pemb sawah dan k n penataan wisata yang

004), Kecam ar 8), sedan

26 telur haraan ini di untuk petani nakan untuk besar area wisata, ingin bagian kebun pola akan matan ngkan


(40)

menurut B 295 m dpl ke arah tim

Jen latosol m berdasarka Kabupaten tanah den drainase b dalam (le epidendro batuan, ab merupakan basa kura horison p mengandu liat (Hardj Jen dalam sep Gambar 8 Balai Desa l. Secara um mur. Tapak

nis tanah ya merah keku

an peta tan n Cianjur.

gan kadar l baik, warna ebih dari 1 n umbrik d bu vulkan,

n tanah den ang dari 50 penimbunan ung 1,2 kali jowigeno, 2 nis tanah la perti tanama 8. Peta Ketin

Sindangasi mum, tapak yang relatif ang terdapa uningan, lat nah Kabup Menurut H liat lebih da

tanah serag 150 cm), k

dan horison dan vulkan ngan horison 0%, tidak n liat, yang

i lebih bany 2007). tosol sesuai an perkebu nggian Tana ih, Kampun k termasuk

f datar cuku

at di Desa S tosol cokla paten Cianj Hardjowige ari 60%, str gam dengan

kejenuhan n kambrik. nik basa, d n penimbun memiliki h g merupak yak daripad

i untuk tana unan dan bu ah Kecamat

ng Karangs datar denga up baik untu

Sindangasih at, dan po jur yang b eno (2007), ruktur rema batas-batas basa < 50 Tanah lat dan terdapat nan liat (hor

horison alb kan Horiso da liat di at

aman yang m uah-buahan

tan Karang

sari berada an tingkat k uk pertanian

h termasuk odsolik me bersumber d

, tanah lato ah sampai g s horison ya 0%, umumn

tosol berasa t di daerah ison argilik ik. Horison n B, yang tasnya dan

mempunyai . Selain itu

Tengah, Ka

(m d

pada ketin kemiringan n dan perika

dalam kom erah kekun dari BAPP tosol merup gumpal, gem ang kabur, s

nya memp al dari ber h bukit. Pod k), dan kejen n argilik a g paling se

terdapat se

i perakaran u, tanah jen abupaten Ci dpl) : ggian 0-3% anan. mpleks ingan PEDA pakan mbur, solum unyai rbagai dsolik nuhan adalah edikit elaput yang nis ini ianjur


(41)

28

juga sesuai untuk tanaman palawija, sayuran, dan padi karena memiliki solum yang dalam dan sesuai untuk tanaman perkebunan dan buah-buahan. Tanah ini juga cukup subur dan memiliki produktivitas yang baik, tetapi karena KTK rendah, masih perlu pengolahan lebih lanjut berupa pemberian pupuk untuk meningkatkan produksi. Cara memperbaiki sifat fisik tanah di Kampung Karangsari adalah dengan penambahan bahan organik dan mulsa serta perbaikan sistem drainase dan kadar asam. Bahan organik yang digunakan dapat berupa jerami, pupuk kandang, kompos, atau pupuk kimia.

4.1.1.4. Aksesibilitas

Terdapat empat arah masuk menuju tapak (Gambar 9). Jalan yang dilalui titik-titik tersebut semuanya sudah dalam kondisi diaspal. Di bagian selatan tapak terdapat Jln. Kyai Haji Saleh yang merupakan jalur akses utama kendaraan di tapak dengan lebar 6 - 7 meter. Jalan ini merupakan jalur dua arah yang dilalui oleh berbagai kendaraan, di antaranya, angkutan umum, mobil pribadi, motor, delman, sepeda, truk, dan bus. Kendaraan bermotor yang melalui jalan ini menggunakan kecepatan tinggi karena jalanan cukup sepi dan tidak terdapat persimpangan. Sebelah kiri dan kanan jalan berbatasan langsung dengan parit selebar 30 – 50 cm. Kendaraan yang melalui jalan ini umumnya berasal dari kota Cianjur atau Terminal Maleber. Jalan di area permukiman yang merupakan belokan dari Jln. Kyai Haji Saleh juga sudah diaspal. Jalan ini jarang dilalui mobil, hanya sedikit warga yang memiliki mobil pribadi. Kendaraan pribadi yang umum dimiliki warga Kampung Karangsari adalah sepeda motor.

Jalan dari arah utara merupakan jalan yang tidak dapat dilalui mobil, yaitu jalan dari arah perumahan Desa Hegarmanah dengan lebar jalan 2,5 – 3 meter. Kendaraan yang melewati jalan ini berupa kendaraan beroda dua seperti motor dan sepeda. Jalan ini sudah diaspal, tetapi tidak terawat. Terlihat beberapa lubang pada jalan dan sampah di pinggir jalan yang akhirnya tercecer memenuhi jalan (Gambar 10). Jalan ini perlu diperbaiki dan diperlebar serta diberi penerangan yang cukup untuk malam hari.


(42)

(43)

30

Jalan dari arah timur berasal dari Jln. Kyai Haji Opo Mustofa yang merupakan akses dari arah Terminal Rawabango, Maleber (Gambar 11). Jln. Kyai Haji Opo Mustofa dilalui oleh bus, truk, motor, dan mobil pribadi. Terdapat fasilitas angkutan umum seperti angkot, ojek, dan delman. Tapak juga sering dilalui bus yang berasal dari Terminal Rawabango Maleber. Di sepanjang jalan ini belum terdapat jalan pedestrian. Jalan raya langsung berbatasan dengan sawah atau pemukiman.

Kampung Karangsari berjarak 75 km dari Kampus IPB Dramaga dengan waktu tempuh selama 2,5 – 3,5 jam. Dari arah kampus IPB Dramaga menuju Jalan Puncak Raya, setelah itu melewati Cipanas menuju Jln. Ir. Haji Juanda. Dari Jln. Ir. Haji Juanda, belok kanan ke Jln. Otto Iskandardinata menuju Jln. Mochammad Ali. Setelah itu menuju Jln. Profesor Mohammad Yamin ke Jln. Kyai Haji Saleh, kemudian lurus terus masuk ke tapak melalui arah barat. Dari arah Jakarta, Kampung Karangsari dapat dikunjungi dengan melewati Tol Gambar 10. Kondisi Jalan: (a) Desa Hegarmanah (b) Jln. Kyai Haji Opo Mustofa

(a) (b)


(44)

Jagorawi menuju Puncak. Dari arah Terminal Lebak Bulus (Jakarta Selatan) berjarak 104 km dengan waktu tempuh selama ± 2,5 jam.

Kondisi lalu-lintas jalan di daerah Cianjur Kecamatan Karang Tengah cukup teratur, jarang atau hampir tidak pernah terjadi macet karena penduduknya jarang ada yang memiliki mobil pribadi dan angkutan umum memiliki pangkalan tersendiri, tidak sembarangan berhenti menunggu di pinggir jalan. Sarana transportasi utama di daerah ini berupa angkot atau angkutan umum yang memiliki tarif rata-rata Rp. 2.000,00 untuk semua trayek. Kendaraan yang berasal dari Terminal Maleber banyak yang melewati Kampung Karangsari. Letak tapak tidak begitu jauh dari pusat kota yang memiliki beberapa terminal. Oleh karena itu, mudah diakses dengan kendaraan umum berupa angkot, ojek, dan delman dengan jumlah unit yang memadai untuk para pengunjung. Di Jln. Kyai Haji Saleh yang berbatasan dengan sawah, belum terdapat cukup penerangan. Selain itu, belum terdapat rambu jalan atau penanda yang cukup untuk menunjukkan bahwa pengunjung telah memasuki Kampung Karangsari (Gambar 12).

Beberapa jalan di dalam Kampung Karangsari sulit atau tidak mungkin dilalui kendaraan dari dua arah karena lebarnya tidak cukup, bahkan ada yang tidak dapat dilalui mobil. Pemda setempat sudah melakukan pemeliharaan jalan secara berkala, tetapi pada musim hujan kondisi jalan banyak yang rusak terutama jalan di area permukiman. Di sepanjang jalan Jln. Kyai Haji Saleh dan Jln. Kyai Haji Opo Mustofa belum terdapat jalan pedestrian. Hal ini menyebabkan ketidaknyamanan dan ketidakamanan bagi pejalan kaki. Untuk akses di dalam areal persawahan sudah terdapat beberapa jalan berupa pematang sawah, tetapi


(45)

32

belum kokoh karena terbuat dari tanah. Untuk lebih jelasnya, analisis aksesibilitas dapat dilihat pada Tabel 5.

Kondisi Jalan Potensi dan Kendala Solusi

1. Akses masuk dan keluar 1. Berbatasan dengan jalan raya utama

2. Kendaraan umum yang melintasi tapak cukup banyak dan berasal dari terminal

Memanfaatkan jalan utama sebagai pintu masuk dan keluar pengguna kawasan wisata

2. Badan Jalan 1. Jalan raya masih kurang aman untuk dilalui dua mobil

2. Belum terdapat pedestrian 3. Jalan utama yang lurus

tanpa persimpangan menyebabkan kendaraan yang melalui jalan berkecepatan tinggi

1. Meningkatkan kualitas dan kuantitas jalan dengan cara

memperbaiki jalan yang rusak dan melakukan pelebaran jalan 2. Membuat pedestrian di

sekitar jalan utama 3. Membuat rambu,

pembatas jalan untuk meningkatkan keamanan kendaraan bermotor dan pejalan kaki

4. Vegetasi jalan Vegetasi di pinggiran jalan umumnya berupa rumput liar dan alang-alang

Menggunakan vegetasi yang dapat dimanfaatkan sebagai peneduh, pengarah jalan, maupun berfungsi estetik di sisi jalan seperti pohon buah atau tanaman hias yang mendukung konsep agrowisata

5. Fasilitas jalan 1. Belum tersedia pemberhentian khusus angkutan umum di sekitar tapak

2. Keberadaan rambu dan pengarah jalan masih kurang

3. Kurang pencahayaan di malam hari

1. Menyediakan

pemberhentian khusus untuk angkutan umum untuk memudahkan pengunjung dan mencegah kemacetan 2. Menambahkan rambu,

pengarah jalan, dan lampu di area yang diperlukan sehingga tapak lebih aman untuk dilalui

4.1.1.5. Mikroklimat

Data iklim Kecamatan Karangtengah, Cianjur, diperoleh dari Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika melalui stasiun terdekat dari Cianjur, yaitu PT. Fasung dengan letak geografis 6°50'49" LS dan 107°37'6" BT. Data iklim yang diperoleh merupakan data tahunan tahun 2009 - 2010 (Tabel 6).


(46)

Berdasarkan data tersebut, diperoleh gambaran kondisi iklim Kampung Karangsari (2009 - 2010), yaitu suhu rata-rata tahunan 21,8 0C, kelembaban udara rata-rata tahunan 87 %, dan curah hujan tahunan 3.281,5 mm/th.

Suhu udara terendah setiap harinya adalah saat pagi hari sekitar pukul 07.00, sedangkan suhu udara tertinggi adalah saat tengah hari atau sekitar pukul 13.00. Suhu rata-rata tahunan tapak adalah 21,8 0C dengan suhu terendah rata-rata pada bulan Februari dan suhu tertinggi rata-rata pada bulan Agustus. Kelembaban udara rata-rata tahunan adalah 87% dengan kelembaban bulanan terendah pada bulan Agustus dan September, yaitu 83,5% dan kelembaban bulanan tertinggi pada bulan Januari dan Februari, yaitu 90,5%.

Suhu di Kampung Karangsari sudah cukup sesuai untuk pengembangan tanaman palawija dan perkebunan. Selain itu, suhu yang cukup rendah merupakan potensi tapak untuk menawarkan suasana dingin dan sejuk perdesaan sehingga dapat menarik wisatawan dari luar kota yang berhawa panas, seperti Jakarta. Untuk daerah tropis, nilai THI yang tergolong nyaman adalah < 27. Perhitungan THI untuk Kampung Karangsari berdasarkan data tahun 2009 – 2010 (Tabel 7) adalah antara 19,96 – 21,88, menunjukkan bahwa tapak cukup nyaman untuk manusia melakukan aktivitas.

Berdasarkan klasifikasi iklim Koppen, Kampung Karangsari termasuk ke dalam Tipe Af, yaitu suhu bulan terdingin > 18o C dan selalu basah dengan curah hujan setiap bulan rata-rata > 60 mm. Menurut Schmidth – Ferguson, iklim

Parameter Tahun 2009 - 2010

Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sept Okt Nov Des

Suhu udara

rata-rata (0C) 21,2 20,3 21,8 22,2 22,4 22,1 21,7 23,5 22,3 22,4 21,7 21,7 Suhu udara

maks. (0C) 23,7 24,1 25,2 25,9 25,8 25,5 25,4 25,7 26,0 25,5 25,3 24,5 Suhu udara

min. (0C) 19,9 20,1 20,3 21,0 20,7 19,8 18,9 19,0 20,3 20,8 21,2 20,3 Kelembaban

udara (%) 90,5 90,5 89,0 87,0 87,5 87,5 84,5 83,5 83,5 85,0 86,5 89,0 Curah hujan

(mm) 308 519 624 286 227 172 100 135 209 241 239 219 Lama

penyinaran (%)

30,8 33,55 57,8 54,5 51,3 55,9 65,7 63,4 63,2 57,8 44,6 26,3 Tabel 6. Data Mikroklimat Kampung Karangsari Rata-rata Tahun 2009 - 2010


(47)

34

Kampung Karangsari termasuk ke dalam Tipe B, yaitu daerah basah dengan vegetasi masih hutan hujan tropika dengan perhitungan rata-rata bulan basah sebanyak 10 bulan dan bulan kering sebanyak 1 bulan (Handoko, 1995).

Menurut klasifikasi Oldeman, iklim Kampung Karangsari termasuk ke dalam Tipe C2, dengan jumlah bulan basah berturut-turut rata-rata 5 dan jumlah bulan kering berturut-turut rata-rata sebanyak 3. Daerah yang memiliki tipe iklim C2 ideal untuk menanam padi sekali dalam setahun dan dapat dua kali menanam palawija, selagi penanaman yang kedua kali sebaiknya tidak jatuh pada bulan kering (Handoko, 1995).

Tanaman padi sawah umumnya memerlukan curah hujan sebanyak ± 200 mm per bulan, sedangkan palawija umumnya memerlukan curah hujan sebanyak ± 100 mm per bulan (Handoko, 1995). Berdasarkan data rata-rata (Tabel 5) bulan Juni – Agustus memiliki jumlah curah hujan terendah hingga di bawah 200 mm, yang menunjukkan bahwa penanaman padi kurang sesuai pada bulan tersebut, sedangkan untuk menanam palawija masih dapat dilakukan.

Curah hujan yang tinggi di daerah pertanian dapat menjamin kebutuhan air untuk tanaman dan kolam ikan. Namun, hal ini juga menyebabkan gulma tumbuh subur, termasuk di saluran drainase yang masih berdinding tanah, yang menyebabkan saluran sering tertutup. Untuk area wisata, curah hujan yang tinggi dapat mengganggu kenyamanan pengunjung ketika berwisata karena jalan menjadi licin dan becek. Diperlukan pembuatan fasilitas berupa shelter atau saung sebagai tempat berteduh wisatawan dan jalan yang dibangun dengan struktur yang

Bulan T (o C) RH (%) THI

Januari 21,25 90,50 20,84

Februari 20,35 90,50 19,96

Maret 21,85 89,00 21,36

April 22,25 87,00 21,67

Mei 22,45 87,50 21,88

Juni 22,15 87,50 21,59

Juli 21,70 84,50 21,02

Agustus 23,50 83,50 22,27

September 22,30 83,50 21,56

Oktober 22,40 85,00 21,72

November 21,70 86,50 21,11

Desember 21,70 89,00 21,27


(48)

baik. Jalan yang rusak di area permukiman yang jarang dilalui mobil menunjukkan material atau struktur yang digunakan masih kurang baik sehingga air hujan tergenang di jalan dan tidak mengalir ke saluran drainase.

Intensitas penyinaran merupakan lamanya matahari bersinar dalam satu hari dan mempengaruhi suhu tapak dan pertumbuhan vegetasi. Intensitas penyinaran rata-rata Kampung Karangsari adalah 50,4% dengan intensitas terendah 26,3% pada bulan Desember dan tertinggi 65,7% pada bulan Juli. Radiasi matahari berpengaruh pada kenyamanan dalam beraktivitas karena dapat menghangatkan tubuh secara langsung melalui kulit atau pakaian atu secara tidak langsung melalui pantulan atau penyerapan dari objek sekitarnya (Miller, 1991).

Tanaman dapat mengurangi intensitas sinar matahari dengan cara menghalangi radiasi mencapai permukaan tanah dan mengubah energi surya menjadi energi kimia melalui fotosintesis (Robinette, 1972 dalam Miller, 1991) seperti dilihat ilustrasinya pada Gambar 13.

.

Penggunaan material juga dapat mempengaruhi radiasi sinar matahari di sekitar area. Menurut Brooks (1988), permukaan material yang terang dan halus dapat memantulkan cahaya matahari lebih banyak (Gambar 14). Oleh karena itu, sebaiknya digunakan material yang berwarna gelap seperti hitam, biru, atau merah tua, atau menggunakan permukaan kasar seperti bebatuan.

Gambar 14. Pemantulan Sinar Matahari pada Berbagai Permukaan Material (Brooks, 1998)


(49)

36

Kelembaban rata-rata tapak adalah 87% dengan kelembaban terendah 83% pada bulan Agustus dan September, dan tertinggi 90,5% pada bulan Januari dan Februari. Kelembaban udara yang cukup tinggi menyebabkan tapak kurang nyaman untuk aktivitas wisata karena panas tubuh dapat meningkat. Hal ini dapat diatasi dengan menambahkan vegetasi yang berfungsi mengurangi kelembaban dengan penutupan dari kanopi.

4.1.1.6. Hidrologi

Saluran air di Kampung Karangsari umumnya merupakan buatan penduduk dan airnya bersumber dari sungai dan anak sungai di sekitar Desa. Penduduk secara bergotong-royong membentuk saluran air utama yang bersumber langsung dari sungai kemudian saluran tersebut dibuat cabang untuk mengairi sawah dan kebun. Warga memilih saluran drainase dan irigasi yang paling dekat dengan lahan yang digarap, lebar saluran bervariasi 0,3 – 1,5 meter untuk memenuhi kebutuhan air untuk dikonsumsi (minum dan MCK) masyarakat menggunakan jet-pump atau membuat sumur galian untuk mengambil air tanah. Saluran air yang lebih lebar dibangun menggunakan semen dan batu bata. Saluran yang lebih kecil umumnya tidak dibangun (Gambar 15).

Seringkali terjadi erosi pada sisi dinding saluran yang tidak dibangun dan menyebabkan pendangkalan saluran. Banyak rumput dan vegetasi liar yang tumbuh hingga menutupi saluran tersebut. Selain itu, pada saluran banyak terdapat sampah yang tidak sedap dipandang dan menyebabkan aliran air macet.

(a) (b)


(50)

Secara umum, air sudah didistribusi dan dimanfaatkan dengan baik oleh warga. Menurut penduduk Kampung Karangsari, air cukup mudah didapat. Warga bekerja sama membangun saluran air agar pembagiannya merata ke seluruh sawah. Walaupun terdapat beberapa saluran air yang tersumbat sampah, di Kampung Karangsari belum pernah terjadi banjir atau genangan air besar.

4.1.1.7. Aspek Visual

Aspek visual yang terdapat di tapak digolongkan menjadi dua, yaitu good view dan bad view. Good view berupa hamparan lahan pertanian dan perikanan dengan berbagai aktivitas masyarakat di dalamnya, disertai dengan panorama perbukitan di sekitar desa (Gambar 21). Di sawah yang berseberangan dengan Balai Desa, terdapat titik pandang yang menyajikan pemandangan luas di sekitar tapak. Dari area ini dapat terlihat perumahan penduduk, area persawahan, kolam, dan pemandangan perbukitan.

Bad view yang ada di tapak adalah sampah yang berserakan atau mengambang dan macet pada saluran air, warna air pada beberapa saluran tidak sedap dipandang, beberapa rumah dan warung di pinggir jalan yang terlihat kumuh dan tidak beraturan, adanya beberapa warga yang melakukan MCK di pinggir jalan, kondisi jalan yang rusak, dan kondisi jembatan yang dicorat-coret (Gambar 16).

.

Diperlukan penyediaan tempat sampah umum di sekitar tapak. Saluran drainase dapat diberi penutup untuk mencegah pembuangan sampah ke saluran. Penutup dapat berupa beton atau grill besi untuk menciptakan suatu kesan visual

Gambar 16. Bad View dan Good View di Tapak (a) Vandalisme (b) View ke Area Persawahan


(51)

38

sekaligus keamanan bagi pejalan kaki. Kerja sama dengan Pemda setempat juga diperlukan untuk mencegah adanya MCK liar. Warga yang membuka usaha kios atau warung di sekitar area agrowisata selayaknya dimobilisasi dan diatur sehingga tidak terkesan kumuh dan berantakan.

Kawasan permukiman umumnya didominasi oleh bangunan modern yang terbuat dari material semen, batu bata, atau beton. Walaupun demikian, terdapat juga beberapa rumah yang terbuat dari kayu atau bambu. Rumah yang bermaterial alami memberikan suatu kesan perdesaan pada tapak. Beberapa rumah belum memanfaatkan pekarangan secara optimal (Gambar 17). Tanaman pekarangan dapat ditambahkan untuk menyajikan lanskap pemukiman yang indah dan mendukung suasana pedesaan dan menghindari permukiman dari kesan kumuh. Selain itu, titik yang juga menyajikan pemandangan yang indah terdapat di sepanjang jalan yang merupakan belokan dari Jln. Kyai Haji Opo Mustofa, melintasi Kampung Karangsari menuju Kampung Kabandungan. Vegetasi rumput liar dan alang-alang di pinggir jalan dapat diganti dengan tanaman yang memberikan efek visual yang baik, tetapi juga tetap terkesan alami.

Di Kampung Karangsari, pola penyebaran vegetasi di tapak terbagi menjadi tiga tipe, yaitu tipe penyebaran liniar, geometris, dan alami. Penyebaran linear mengikuti jalur jalan yang memberi kesan membentuk sebuah koridor dan batas. Penyebaran ini didominasi oleh vegetasi nonpertanian yang tumbuh di tepian jalan. Tipe penyebaran geometris membentuk suatu bidang lahan yang memiliki pola tertentu dan membentuk pandangan yang menyebar. Vegetasi pertanian di lahan kering dan sawah terlihat tersebar dengan pola tersebut. Pola ini

(a) (b)

Gambar 17. Pekarangan Area Perumahan: (a) Tidak Memanfaatkan Pekarangan (b) Memanfaatkan Pekarangan


(52)

menciptakan suatu view atau pemandangan yang cukup menarik. Pola penyebaran alami dapat dilihat di lahan-lahan tidak terawat, mengikuti bentukan lahan dan membentuk suatu lanskap yang hijau (Gambar 18), menciptakan suatu view yang alami, tetapi juga terlihat berantakan dan liar karena tidak tertata rapi.

4.1.2. Fasilitas dan Utilitas

Fasilitas umum yang terdapat di tapak umumnya fasilitas yang menunjang aktivitas sosial masyarakat seperti posyandu, masjid, musala, balai desa, dan balai penelitian. Sebagian besar fasilitas tidak terawat dengan baik dan tidak terurus (Gambar 19). Halaman masjid dan musala yang ada di sekitar desa ditumbuhi rumput liar dan sampah daun. Kran air juga tidak berfungsi dengan baik, sedangkan untuk puskesmas dan balai desa kondisinya cukup baik karena sering digunakan oleh warga setempat.

Di Kampung Kandangsapi, terdapat beberapa penginapan yang disediakan warga untuk pengunjung. Kondisi rumah penginapan ini cukup baik dan fasilitasnya cukup memadai. Selain itu, letaknya bersebrangan dengan sawah

Gambar 18. Pola Penyebaran Vegetasi (a) Geometris (b) Alami

(a) (b)


(53)

40

sehingga menyajikan pemandangan yang bagus. Penginapan dapat digunakan sebagai salah satu fasilitas wisata. Untuk fasilitas pertanian, terdapat petak-petak sawah, kebun sayur, ladang jagung, kandang sapi, kandang domba, kandang kambing, serta kolam ikan. Kolam ikan yang terdapat di tapak umumnya terbagi menjadi kolam pemeliharaan induk, pemeliharaan burayak, kolam pembenihan, dan kolam pembesaran. Jenis ikan yang diternakkan, diantaranya adalah nila, mas, gurame, lele, dan mujair.

Kondisi utilitas pertanian seperti inlet, outlet, dan sumber air di tapak sudah cukup baik karena menurut para petani, pembagiannya ke sawah, kolam, dan rumah-rumah warga cukup lancar. Di tapak juga jarang terjadi banjir karena banyak terdapat saluran air besar yang langsung menuju sungai. Kondisi saluran irigasi dan drainase tergolong baik dan masih fungsional, tetapi kurang terawat dengan tertutupnya saluran air oleh vegetasi liar dan sampah.

(b) (a)

Gambar 20. Fasilitas dan Utilitas di Sekitar Tapak (a) Musala (b) Posyandu (c) Jembatan (d) Puskesmas

(d) (c)


(1)

Lampiran 3. Hasil Kuisioner: Tabel Jenis Komoditi

No Jenis Lahan Jenis Komoditi

1 Pertanian (Pangan, Buah, Sayuran) - Padi - Jagung - Daun bawang - Cabai

- Kacang panjang - Kacang tanah - Terung

2 Perikanan - Nila

- Koi - Mas - Lele - Mujair

3 Peternakan - Sapi

- Kambing - Domba - Bebek


(2)

Lampiran 4. Hasil Kuisioner: Tabel Lama Penanaman

Keterangan: ○ Masa Penanaman dan Pemeliharaan ● Masa Panen

- Masa Pemulihan dan Pengolahan Tanah

Komoditas Bulan

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 Padi ○ ○ ○ ● - ○ ○ ○ ● - ○ ○ Jagung ○ ○ ○ ● - ○ ○ ○ ● - ○ ○ Daun bawang ○ ○ ● - ○ ○ ● - ○ ○ ● - Cabai ○ ○ ○ ● ● ● ● ● ● ● ● - Kacang Panjang ○ ○ ● ● - ○ ○ ● ● - ○ ○ Kacang Tanah ○ ○ ○ ● - ○ ○ ○ ● - ○ ○ Terung ○ ○ ○ ● ● - ○ ○ ○ ● ● -


(3)

Lampiran 5. Keterangan Komoditas Tanaman Pertanian di Kampung Karangsari

No Jenis Tanaman Syarat Tumbuh Keterangan

Tanah Iklim 1 Padi (Oryza sativa) a. 0 – 1500 m dpl

b. pH 4-7

a. Suhu 190 – 270 C b. Intensitas

penyinaran matahari penuh dan tanpa naungan

a. Panen dilakukan bila butir gabah sudah menguning dan tangkai menunduk sebanyak 80% dari seluruh sawah

b. Di Kampung Karangsari, terdapat masalah hama tikus yang menyerang batang muda dan buah padi, menimbulkan gejala tanaman padi yang roboh pada petak sawah

2 Jagung (Zea mays) a. 50 – 600 m dpl b. pH 5,5 – 7,5 c. Kemiringan < 8% d. Drainase dan

aerasi baik

a. Suhu 230 – 300 C b. Intensitas

penyinaran matahari penuh dan tanpa naungan

c. CH 85 – 200 mm per bulan

a. Jagung muda dipanen ketika diameter tongkol 1-2 cm dan biji belum terisi penuh

b. Petani di Kampung Karangsari memproduksi jagung muda dan jagung besar

c. Jagung digunakan sebagai tanaman selingan untuk mengembalikan produktivitas tanah

3 Bawang daun (Allium fistulosum)

a. 900 – 1700 m dpl b. pH 6,5 – 7,5

a. Suhu 190 – 240 C b. Kelembaban 80 –

90% 4 Cabai rawit (Capsinum

annum)

a. 0 – 1500 m dpl b. pH 5,5 – 6,5 c. Drainase dan

aerasi baik

a. Suhu 160 – 320 C dengan suhu optimum 270 C b. CH 90 – 1200 mm

per bulan

a. Bila sudah mencapai usia panen, dapat dipanen setiap 5 -7 hari sebanyak 30 – 40 kali

b. Di Kampung Karangsari, selain ditanam di lahan khusus juga ditanam pada pinggiran sawah dan ladang

5 Kacang panjang (Vigna sinensis)

a. < 800 m dpl b. pH 5,5 – 6,5 c. Lempung berpasir

a. Suhu 200 - 300 C b. CH 600 – 1500 mm


(4)

Lampiran 5. Keterangan Komoditas Tanaman Pertanian di Kampung Karangsari yang kaya bahan

organik (seperti latosol)

6 Kemangi (Ocinum basulicum)

a. Dapat tumbuh pada tanah asam maupun basa

a. Tidak memiliki terlalu banyak persyaratan untuk tumbuh

b. Bentuk fisik dipengaruhi oleh suhu, suhu dingin menyebabkan daun lebar dan lebih hijau

dibandingkan dengan di daerah panas membuat daunnya kecil, tipis, dan berwarna hijau pucat c. Di Karangsari, kondisi lahan kemangi kurang

terawat dan bercampur dengan tanaman liar 7 Kacang tanah (Arachis

hypogaea)

a. 0 – 1500 m dpl dengan

pertumbuhan optimum pada 50 – 500 m dpl

b. pH 6,0 – 6,5 c. Berstruktur ringan

(seperti regosol, andosol, latosol, dan alluvial)

a. Suhu 250 – 320 C b. Intensitas

penyinaran matahari penuh dan tanpa naungan

c. CH 800 – 1300 mm per tahun

a. Bakteri Rhizobium pada akar kacang tanah dapat menyuburkan tanah

b. Ditanam untuk mengembalikan kesuburan tanah maupun melalui sistem tumpangsari

8 Terung (Solanum melongenae)

a. 0 – 2000 m dpl b. pH 5,5 – 7,5 c. Drainase baik

a. Suhu 220 – 300 C b. Intensitas

penyinaran matahari tinggi

a. Usia produktif tanaman mencapai 6 bulan sejak masa panen dengan interval pemanenan setiap 3 – 7 hari sekali

b. Terdapat dua jenis terung yang diproduksi di Kampung Karansgari, yaitu terung ungu dan terung hijau


(5)

Lampiran 5. Komoditas Tanaman Pertanian di Kampung Karangsari (lanjutan) 9 Kangkung (Ipomoea

aquatic)

a. 0 – 1500 m dpl b. Kangkung air

harus ditanam pada tanah yang

tergenang, berkebalikan dengan kangkung darat

a. Intensitas

penyinaran matahari sedang dan penuh tanpa naungan b. CH 500 – 5000 mm

per tahun

a. Jenis kangkung yang ditanam di Kampung Karangsari adalah kangkung air

Sumber: Prabowo (2007), Rubatzky (1999), Rukmana (1995), dan Susila (2006)


(6)

Lampiran 6. Grafik D

Kel

Cura

Peny

Data Mikrok

Suhu Udara

lembaban U

ah Hujan Bu

yinaran Ma

klimat Kamp

a Rata-rata

Udara Rata-r

ulanan Rata

atahari Rata

pung Karan

Tahun 2009

rata Tahun2

-rata Tahun

-rata Tahun ngsari

9 - 2010

2009 - 2010

n 2009 - 201

n 2009 – 201 0

10