Jumlah fasilitas yang dapat digunakan untuk kegiatan wisata di Kampung Karangsari sudah cukup memadai, tetapi kondisi beberapa WC Umum, musala,
dan balai desa masih kurang terawat, beberapa musala bahkan sudah tidak diurus dan dibiarkan begitu saja. Ketersediaan tempat sampah masih tergolong kurang.
Tempat sampah umum belum tersedia di jalan-jalan. Para warga banyak yang masih membuang sampah sembarangan di selokan atau saluran air. Hal ini selain
tidak baik untuk kenyamanan, juga dapat menyumbat aliran air dan menimbulkan bibit penyakit. Namun, sebagian warga yang memiliki lahan pertanian
menggunakan sampah rumah tangganya untuk dijadikan kompos, terutama sampah dapur.
Dalam mengembangkan ruang agrowisata dengan aktivitas yang beragam, diperlukan penempatan fasilitas dan utilitas yang tepat didasarkan pada fungsi
ruang tersebut dan aktivitas pengguna. Selain itu, juga disesuaikan dengan kondisi lingkungan dan material yang digunakan. Penempatan fasilitas dan utilitas yang
kurang tepat akan menyebabkan fasilitas dan utilitas tersebut menjadi tidak terpakai.
4.1.3. Aspek Sosial, Ekonomi, dan Budaya
Pengguna tapak umumnya merupakan penduduk setempat dan beberapa pengunjung yang datang dengan keperluan tertentu dalam jangka waktu yang
bervariasi. Para petani biasanya melakukan aktivitas bertani pada pukul 07.00 pagi hingga pukul 16.00 sore. Umumnya aktivitas dimulai dengan memberi
makan hewan ternak, setelah itu baru pergi ke sawah untuk melakukan kegiatan menyiangi gulma, membajak sawah, menebar benih, dan sebagainya. Beberapa
petani yang memiliki kolam pergi memberi makan ikan setelah selesai menggarap sawah.
Para pengguna tapak 86,67 umumnya setuju jika Kampung Karangsari dijadikan sebagai kawasan agrowisata. Warga mengharapkan dengan adanya
agrowisata dapat meningkatkan perekonomian dan kesejahteraan mereka. Selain itu, para petani juga berharap bahwa dengan adanya kawasan agrowisata
pemerintah menjadi lebih memperhatikan masalah pertanian di Kampung Karangsari.
Para pengunjung yang datang ke tapak biasanya untuk melakukan transaksi jual beli dengan para petani. Menurut hasil wawancara dengan petani,
tapak pernah dikunjungi beberapa kali oleh pelajar dan mahasiswa yang melakukan praktik lapang. Ada juga pengunjung yang datang dari kota untuk
menikmati suasana perdesaan di kampung ini, biasanya pengunjung merupakan anggota keluarga penduduk setempat yang tinggal di kota. Namun, belum ada
pengunjung dalam jumlah besar karena tapak belum menjadi kawasan wisata. Dalam bertani, petani tidak memiliki suatu ritual kepercayaan khusus.
Menurut warga, dulu memang ada beberapa adat seperti meletakkan sangkar burung berisi telur di sawah, tetapi seiring dengan perkembangan jaman kebiasaan
tersebut sudah tidak dilakukan. Tradisi yang ada sekarang adalah berupa syukuran hasil panen yang dilakukan oleh sesama petani.
Petani yang menggarap lahan milik sendiri menjual hasil panennya sendiri langsung ke pasar dan biasanya sebagian untuk dikonsumsi sendiri. Ada juga yang
mempekerjakan orang untuk menjual atau mengirim ke kota hasil panen tersebut. Petani yang berladang di lahan garapan dan sewaan biasanya menjual hasil panen
ke tengkulak atau ke pemilik lahan. Untuk membangun sebuah kawasan agrowisata terpadu, dibutuhkan
tenaga kerja yang terampil untuk mengenalkan pertanian terpadu kepada pengunjung. Dari Tabel 8, dapat dilihat bahwa sebagian besar penduduk di Desa
Sindangasih, termasuk di dalamnya Kampung Karangsari, memiliki mata pencaharian utama sebagai petani. Setiap keluarga umumnya memiliki sawah atau
ladang yang digarap. Sebagian besar sudah berpengalaman dan bersedia untuk membantu pengunjung dalam kegiatan agrowisata. Menurut hasil wawancara
dengan penduduk setempat, para petani di Desa Sindangasih yang mengelola sawah umumnya sudah memiliki pengalaman bertani lebih dari 10 tahun. Hal ini
disebabkan mereka sudah memulai pekerjaan bertani sejak kecil dan sebagian besar penduduknya merupakan penduduk asli.
Terdapat tiga jenis kepemilikan lahan di Kampung Karangsari, yaitu lahan milik sendiri, lahan garapan, dan lahan sewaan. Sebagian besar lahan pertanian di
tapak merupakan lahan garapan, yaitu para petani bekerja sebagai buruh tani untuk menggarap lahan milik orang lain. Pemilik lahan umumnya adalah orang
kota yang membeli lahan di Kampung Karangsari. Petani pada lahan garapan dan sewaan bekerja pada lahan yang lebih luas dari 1 hektar.
Lahan sewaan merupakan lahan yang disewa oleh petani untuk digarap. Pemilik lahan merupakan orang kota atau warga setempat. Para petani membayar
sewa lahan sesuai kesepakatan dengan pemilik lahan, yaitu dengan membagi hasil pertanian atau dengan uang sewa per tahun. Kebanyakan pemilik lahan meminta
bayaran berupa berbagi hasil pertanian dengan petani.
Hanya sedikit warga Kampung Karangsari yang melanjutkan pendidikan ke perguruan tinggi karena pada umumnya mereka lebih memilih untuk bekerja
setelah lulus sekolah Tabel 9. Hal ini menunjukkan kualitas sumber daya manusia yang masih rendah. Untuk membangun area agrowisata diperlukan
tenaga kerja yang terampil. Berdasarkan data yang ada, petani sudah cukup berpengalaman, tetapi masih perlu bimbingan mengenai pertanian terpadu dan
untuk mengambil tenaga kerja selain petani masih memerlukan pelatihan. Untuk menunjang perekonomian, beberapa warga membuat industri
sangkar burung di samping bertani Gambar 21. Industri sangkar burung di Desa Sindangasih berpusat di Kampung Karangsari dan Kampung Kabandungan. Hal
ini dapat menjadi salah satu daya tarik wisata nonpertanian di Kampung Karangsari. Wisatawan dapat ikut membuat sangkar burung atau membelinya
sebagai oleh-oleh.
Mata Pencaharian Pokok Laki-laki Perempuan
Total
Petani 433
125 558
29,63 Buruh tani
306 225
531 28,20
Pengrajin Industri Rumah Tangga 167
143 310
16,46 Buruh migran
60 164
224 11,90
Pedagang keliling 54
21 75
3,98 Bidan swasta
21 20
41 2,18
Pensiunan PNSTNIPOLRI 17
21 38
2,02 PNS Guru
19 16
35 1,86
Pengusaha kecil dan menengah 27
4 31
1,65 Karyawan perusahaan swasta
15 14
29 1,54
POLRI 6
- 6
0,32 Pengusaha besar
5 -
5 0,27
Total 1130
753 1883
100
Tabel 8. Mata Pencaharian Pokok Penduduk Desa Sindangasih