7
Pendidikan Agama Buddha dan Budi Pekerti
E. Landasan Empiris
Kurikulum Pendidikan Agama Buddha berlandaskan pada landasan empiris. Hal ini berdasarkan pada pengalaman peserta didik dan permasalahan konkret-
aktual yang tengah berkembang, baik yang dialami individu anak didik maupun yang tengah terjadi dalam masyarakat. Tujuan Pendidikan Agama Buddha adalah
bersifat empiris, dalam arti sungguh-sungguh membawa peserta didik dapat mengalami pengalaman spiritual, seperti memahami realitas sebagaimana adanya
dan bukan sekedar pengetahuan ajaran Buddha secara tekstual atau dogmatik. Landasan empiris yang sangat releven dengan Pendidikan Agama Buddha ini
telah diletakkan oleh Buddha sendiri. Beliau menekankan bagaimana seharusnya menyikapi ajarannya, yakni datang dan buktikanlah sendiri ehipassiko, serta
ketika dalam menyampaikan ajarannya seturut dengan kondisi pendengarnya. Untuk itulah, kurikulum Pendidikan Agama Buddha sebagaimana ajaran Buddha
itu sendiri yang harus dialami secara empiris.
8
Buku Guru Kelas IV SD Edisi Revisi
Pembelajaran dan Penilaian
A. Pembelajaran Pendidikan Agama Buddha dan Budi Pekerti
Belajar adalah kata kunci yang paling vital dalam setiap usaha pendidikan sehingga tanpa belajar sesungguhnya tak pernah ada pendidikan. Pendidikan
Agama Buddha PAB di sekolah merupakan mata pelajaran yang memungkinkan peserta didik memperoleh pengalaman belajar beragama Buddha.
Pembelajaran PAB merupakan proses membelajarkan peserta didik untuk menjalankan pilar-pilar keberagamaan. Pilar ajaran Buddha diuraikan melalui
Empat Kebenaran Mulia, Ajaran Karma, dan Kelahiran Kembali, Tiga Corak Kehidupan, dan Hukum Saling Ketergantungan. Selanjutnya, pilar-pilar tersebut
dijabarkan dalam ruang lingkup pembelajaran PAB di sekolah yang meliputi aspek sejarah, keyakinan, kemoralan, kitab suci, meditasi, dan kebijaksanaan.
Beberapa prinsip pembelajaran yang perlu diperhatikan dalam pembelajaran PAB adalah seperti berikut.
1. Pembelajaran Berpusat pada Peserta Didik
Prinsip ini menekankan bahwa peserta didik yang belajar sebagai makhluk individu dan makhluk sosial. Sebagai makhluk individu, setiap peserta didik
memiliki perbedaan antara satu dan yang lainnya, dalam minat, kemampuan, kesenangan, pengalaman, dan gaya belajar. Sebagai makhluk sosial, setiap peserta
didik memiliki kebutuhan berinteraksi dengan orang lain. Berkaitan dengan ini, kegiatan pembelajaran, organisasi kelas, materi pembelajaran, waktu belajar, alat
ajar, dan cara penilaian perlu disesuaikan dengan karakteristik peserta didik.
2. Belajar dengan Melakukan
Melakukan aktivitas adalah bentuk pernyataan diri. Oleh karena itu, proses pembelajaran seyogyanya didesain untuk meningkatkan keterlibatan peserta didik
secara aktif. Dengan demikian, diharapkan peserta didik akan memperoleh harga
II