Prosa Kulawi
1. Prosa Kulawi
a. Mite
Mite yang berkembang dalam masyarakat etnik Kulawi, di antaranya.
1) Tutura To Kulawi ‘Cerita Asal -Muasal Orang Kulawi’ mengisahkan tokoh Balu yang dianggap turunan dari penjelmaan putri ajaib yang berasal dari dalam air dan sebagai cikal bakal orang Kulawi. Tokoh Balu inilah yang dipercaya menurunkan generasi-generasi selanjutnya pada masyarakat etnik Kulawi.
2) Holapale ‘Holapale’ mengisahkan seorang pahlawan yang bernama Holapale yang sangat termasyhur dan diteladani oleh masyarakat setempat. Tokoh ini dianggap sebagai tokoh
k ayangan. Berkat kepemimpinannya,
Kulawi berhasil mengalahkan kelompok-kelompok orang Samudu, Toboku, Pouatua, dan Pipikoro yang sering membuat hura-hara di wilayah Kulawi.
orang-orang
3) Ta u n a To N e l i u K a b o h e n a I K u l a w i ‘ Cerita tentang Manusia Raksasa di Kulawi’ . Pada zaman dahulu, ada cerita tentang seorang manusia yang luar biasa besar dan kuat yang bernama Mpeliwa. Mpeliwa seorang diri berperang melawan musuh. Ia berperang dengan pohon pinang dan melemparkan batu -batu besar dan pohon pinang yang dicabutnya kepada musuh. Musuh lari ketakutan karena membayangkan kekuatan dan betapa besarnya tubuh Mpeliwa. Sampai saat ini masih dapat ditemukan bukti-bukti jejak kaki Mpeliwa ketika ia menginjakkan kakinya di Desa Tamoi di Mataue. Begitu pula dengan bukti-bukti lainnya seperti batu -batu yang besar yang ia pikul dari sungai lalu di bawa ke kamp ung tersebut. Konon batu-batu besar itu diangkut sendiri oleh Mpeliwa. Konon menurut penuturan orang tua, Mpeliwa pernah memiliki seorang istri. Pada suatu hari ia disuruh istrinya untuk 3) Ta u n a To N e l i u K a b o h e n a I K u l a w i ‘ Cerita tentang Manusia Raksasa di Kulawi’ . Pada zaman dahulu, ada cerita tentang seorang manusia yang luar biasa besar dan kuat yang bernama Mpeliwa. Mpeliwa seorang diri berperang melawan musuh. Ia berperang dengan pohon pinang dan melemparkan batu -batu besar dan pohon pinang yang dicabutnya kepada musuh. Musuh lari ketakutan karena membayangkan kekuatan dan betapa besarnya tubuh Mpeliwa. Sampai saat ini masih dapat ditemukan bukti-bukti jejak kaki Mpeliwa ketika ia menginjakkan kakinya di Desa Tamoi di Mataue. Begitu pula dengan bukti-bukti lainnya seperti batu -batu yang besar yang ia pikul dari sungai lalu di bawa ke kamp ung tersebut. Konon batu-batu besar itu diangkut sendiri oleh Mpeliwa. Konon menurut penuturan orang tua, Mpeliwa pernah memiliki seorang istri. Pada suatu hari ia disuruh istrinya untuk
Istrinya tidak memperhatikan sayur yang ada di genggaman Mpeliwa, bertanya, “Mana sayur yang saya minta, tidak ada sedikitpun kau bawa”. Ketika mendengar keluhan istrinya tersebut, serta-merta Mpeliwa melemparkan sayur yang ada di genggamannya sampai sayuran itu menutupi seluruh tubuh istrinya hingga tewas. Dapat dibayangkan betapa besar kekuatan orang tersebut. Kisah ini hanya sebuah mitos, tetapi cerita dipercaya oleh masyarakat bahwa cerita ini mengandung unsur kebenaran dan masyarakat Kulawi meyakini kebenarannya dengan adanya bukti-bukti, sepertitempat membuat parang untuk istrinya dan kuburannya di Batonga yang ditandai dengan adanya batu nisan yang sampai saat ini masih ada. Panjang kuburan tersebut melebihi ukuran kuburan manusia biasa.
b. Legenda
Prosa rakyat Kulawi yang dikategorikan sebagai legenda, di antaranya:
1)Tutura Ngata Mata Ue ‘Cerita Asal-Usul Kampung Mata Ue’. Dulu ada sebagian orang Kulawi tinggal di Bola Pimpi. Bola Pimpi terletak di kaki gunung, dekat Sungai Oo dan Sungai Watuwali. Di Bola Pimpi ada tiga kepala keluarga. Dari ketiga kepala keluarga inilah asal -usul orang Mataue. Pada zaman dahulu, ada seorang pemburu yang bernama Tudalili yang berasal dari daerah Sigi. Ia berburu babi, anoa, rusa, dan binatang lainnya. Dalam perjalanannya berburu, ia tiba di hulu Sungai Oo. Ia berjalan menyusuri sungai tersebut. Belum jauh dia berjalan, ia melihat ada seorang gadis sedang mencuci pakaian di sungai itu. “Gadis dari mana itu? Wajahnya cantik dan kulitnya putih ,” guman Tudalili sambil mengamati dengan cermat gadis itu. Akhirnya Tudalili bersembunyi dan menunggu gadis itu
pulang. Ketika gadis itu pulang, Tudalili diam -diam membuntutinya. Belum lama gadis itu masuk ke dalam rumahnya, ia mendengar ada yang mengetuk pintu. Ia keluar diikuti ayah dan ibunya. Ketika pintu terbuka, mereka terkejut bercampur takut melihat seorang lelaki berdiri di depan pintu, memegang tombak dan parang terikat di pinggangnya. Namun, karena mereka o rang beradat, mereka mempersilakannya masuk ke dalam rumah dan menyuguhinya kopi. Sementara mereka minum, bertanyalah ayah dan gadis itu kepada Tudalili, “Kalau boleh kami tahu, Saudara ini siapa dan apa tujuannya datang di desa kami?” Tudalili menjawab, “Saya ini seorang pemburu dari Sigi. Saya datang di sini hendak menanyakan gadis yang saya buntuti dari sungai tadi!” Ayah sang gadis menjawab,” Itu adalah anakku, namanya Raimbulawa. Apa maksudmu membuntuntinya?” Tudalili menjawab, “Begini, Pak, saya sengaja membuntutinya karena saya suka padanya.” Setelah itu, dipanggillah Raimbulawa untuk dipertemukan dengan Tudalili. Tudalili tinggal bersama mereka dan keduanya saling jatuh cinta. Akhirnya, orang tua dan dewan adat mengurus pernikahan mereka agar tidak melanggar adat. Karena Tudalili tidak memiliki h arta yang dapat dijadikan mahar nikah, ia menunjuk Sungai Oo sebagai maharnya untuk Raimbulawa. Setelah menikah, mereka memiliki anak dan cucu. Karena penduduk Bola Pimpi makin
banyak, mereka pindah ke tempat yang lebih rendah dan memberi nama tempat itu Mataue yang artinya berasal dari mahar kawin Tudalili kepada Raimbulawa.
2)Ngata Boladangko ‘Asal-Mula Kampung Boladangko’ mengisahkan asal-usul penamaan Boladangko. Tokoh-tokoh adat di wilayah itu mengadakan pertemuan untuk mencari nama daerah itu. Pada awalnya, tokoh-tokoh adat itu memberikan nama Bolalangko. Lama -kelamaan daerah itu disebut Boladangko. Kata bola berarti ‘kampung’ dan 2)Ngata Boladangko ‘Asal-Mula Kampung Boladangko’ mengisahkan asal-usul penamaan Boladangko. Tokoh-tokoh adat di wilayah itu mengadakan pertemuan untuk mencari nama daerah itu. Pada awalnya, tokoh-tokoh adat itu memberikan nama Bolalangko. Lama -kelamaan daerah itu disebut Boladangko. Kata bola berarti ‘kampung’ dan
3)Kajadia Ngata Tangkulowi ‘Asal-Mula Kampung
Tangkulowi’ mengisahkan n ama Tangkulowi yang berasal dari gabungan kata tamang ‘burung’ dan kulowi ‘lowi jantan’. Penamaan itu dilatarbelangi oleh banyaknya hidup burung lowi di daerah tersebut.
4)Kajadia Ngata Namo ‘Asal-Mula Kampung Namo’
mengisahkan pada zaman dahulu di tempat tersebut hidup serombongan kerbau yang suka berkubang. Berdasarkan kesepakatan tokoh-tokoh masyarakat, daerah itu mereka sebut Desa Namo. Kata namo berasal dari kata nabo yang berarti kubangan.
5)Kajadia Ngata Bolapapu ‘Cerita Asal -Usul Desa Bolapapu’
mengisahkan rumah-rumah penduduk pada suatu wilayah habis terbakar. Mereka lalu membangun kembali perkampungan yang ludes dilalap api. Atas kesepakatan para tokoh adat, kampung itu akhirnya diberi nama Bolapau. Penamaan itu untuk mengabadikan peristiwa tragis yang pernah melanda wilayah itu. Kata bola dalam bahasa Kulawi berarti ‘kampung’ dan kata papu berarti ‘terbakar ’.
6)Kajadia Ngata Toro ‘Asal-Usul Kampung Toro’
mengisahkan orang-orang yang menghuni wilayah Toro merupakan sisa manusia yang masih selamat dari peperangan masyarakat Toro melawan kaum Bunian ‘makhluk halus’.
7)Powia Lida To Kulawi ‘Tata Cara Orang Kulawi Bersawah’
mengisahkan kebiasaan atau tata cara yang dilakukan oleh etnik Kulawi dalam bidang pertanian. Kisahnya dimulai dari cara mempersiapkan lahan pertanian, pembenihan, penanaman, dan pengelolaan hasil pertanian.
8) Nampenoa ‘Pencari Kebenaran’ mengisahkan bahwa pada
zaman dahulu di daerah Kulawi berlaku hukum rimba, yani hukum yang didasari oleh kekuatan fisik. Siapa yang kuat zaman dahulu di daerah Kulawi berlaku hukum rimba, yani hukum yang didasari oleh kekuatan fisik. Siapa yang kuat
9) Torona Tonagahi Nogoli Najadi Watu ‘Gadis Cantik Menjadi Batu’. Konon dahulu kala di sebuah kampung di Kecamatan Kulawi, tempatnya di Kampung Nere, tinggalah sebuah keluarga, seorang janda dan tiga orang anaknya, satu perempuan dan dua laki-laki. Mereka sangat miskin. Unt uk memenuhi kebutuhan hidup, mereka membuka lahan perkebunan. Mereka bekerja tanpa kenal lelah hingga lahan tersebut siap ditanami. Sebelum menanami lahan tersebut, si anak gadis meminta izin kepada ibu dan kakak -kakaknya untuk pergi mengambil buah pohon kalamio yang manis (sejenis buah manggis) yang airnya berwarna merah seperti darah. Pohon ini hanya dapat ditemukan di dalam hutan. Buah ini sangat disukai orang pada zaman dahulu. Gadis tersebut datang membawa buah kalamio yang disimpan di saku roknya. Tiba saatnya, berkatalah kedua kakaknya bahwa besok adalah hari yang paling bagus untunk menanami lahan mereka yang baru buka. Ketika menanam bibit, mereka melihat ada tetesan -tetesan darah di rok sang gadis. Dari situ timbul di benak mereka rasa curiga yang mengatakan bahwa adik mereka itu hamil, lalu keguguran, karena ada noda darah di rok gadis tersebut. Kemudian bertanyalah sang kakak kepada adiknya, “Kamu jangan menyangkal kalau aku bertanya sesuatu padamu, kamu baru saja keguguran, sekarang, katakan siap a yang telah menghamili kamu?” Sang adik lalu menjawab, “Maaf kakak, apa yang kakak katakan itu tidak benar. Adik tidak pernah merasakan bagaimana yang dikatakan hamil apalagi keguguran. Percikan darah yang kakak lihat di rok tadi adalah percikan buah sewaktu adik mengambil kalamio tadi”. Pengakuan sang gadis sama sekali tidak dipercayai oleh kedua kakaknya. Mereka tetap bersikeras bahwa adik mereka itu baru saja mengalami keguguran. Lalu. berkatalah
kedua kakaknya kepadanya, “Lebih baik adik kami bunuh saja, daripada mencoreng arang di muka kami dan ibu.” Sang gadis tidak mampu membela dirinya dari tuduhan yang yang ditujukan kepada dirinya. Akhirnya sang gadis tersebut mengambil keputusan untuk bersumpah. Sumpah sang gadis, jika benar saya hamil, apabila kakak memotong saya, saya tidak jadi apa-apa. Namun, apabila saya tidak hamil, pada saat saya dipotong, saya akan jadi batu.” Demikianlah sumpah sang gadis tersebut kepada kakaknya. Selang kemudian, kedua kakak dari adik tersebut melakukan apa yang dikatakan adik mereka. Ternyata suatu keajaiban terjadi, sumpah dari tersebut menjadi suatu kenyataan. Kejadiaannya pada waktu salah satu kakaknya mengayunkan parang untuk kedua kalinya ke tubuh sang adik tersebut, maka berubahlah sosok sang gadis tersebut menjadi sebuah batu. Batu tersebut mirip seorang gadis yang sedang tengkurap yang punggungnya ada sabetan parang bekas dari sang kakaknya, dan di atas batu tersebut ada percikan darah, khususnya di sekitar punggung atau bagian roknya, yang ternyata adalah noda dari buah kalamio (airnya yang berwarna merah) yang dia simpan di saku roknya sewaktu mengambil buah tersebut. Sampai sekarang batu itu diberi nama Watu Tau yang artinya ‘manusia yang berubah jadi batu’.
10) Kajadi Tonci Tokoku ‘Asal Mula Burung Merak’. Dahulu kala di suatu tempat ada suami istri yang mempunyai dua orang anak perempuan yang sangat cantik. Semua tetangga mengagumi kecantikan mereka, “Betapa cantiknya anak-anak ini!” Cerita tentang kecantikan mereka tersebar ke segala pelosok daerah. Selang beberapa waktu, sang ibu melahirkan lagi seorang anak perempuan, yang diberi nama si bungsu. Anak ini pun tumbuh dengan kecantikan yang tak kalah dari kedua kakaknya sehingga kekaguman dan perhatian tetangga dan orang -orang di sekitar mereka beralih kepada si bungsu. Kedua kakak si bungsu menjadi iri
dengan keadaan tersebut. Setiap hari mereka selalu memusuhi si bungsu, bahkan menghasut sang ibu agar membenci si bungsu. Hasilnya, setiap hari si bungsu selalu menjadi bulan-bulanan kedua kakak dan ibunya. Hal ini tidak diketahui oleh sang ayah karena jika sang ayah berada di rumah, mereka selalu bersikap manis terhadap si bungsu. Namun, jika sang ayah berangkat ke kebun, mereka selalu menyakiti si bungsu. Pada suatu hari diadakan pesta di kampung sebelah. Semua orang menghadiri pesta tersebut, kecuali si bungsu. Oleh ibu dan kakaknya, si bungsu tidak diizinkan ikut karena ia ditugasi untuk menjaga rumah. Sementara kedua orang tua dan kakak-kakanya pergi pesta, si bungsu masuk ke kamar ibunya untuk membe rsihkan tempat tidur. Di situ ia menemukan sebuah sebuah kotak kecil tempat penyimpanan kalung. Iseng -iseng si bungsu memakai kalung yang ada di dalam kotak tersebut atau yang yang bernama toko tersebut. Setelah memakai toko tersebut, tiba-tiba si bungsu menjelma menjadi seekor burung. Ia terbang ke sebuah pohon yang tinggi, lalu bernyanyi, “Saya akan menjadi seekor burung tokoku (merak)”. Konon nyayian ini masih dinyanyikan sampai saat ini. Sementara itu, setelah orang tua dan kakak si bungsu pulang dari pesta, mereka sibuk mencari si bungsu, tetapi tidak menemukannya. Mereka berteriak-teriak memanggil nama si bungsu. Tiba-tiba dari atas pohon terdengar sahutan, “Saya ada di atas sini, di atas pohon!”. Mereka terkejut melihat si bungsu telah berubah menjadi seekor burung dan berada di atas pohon. Mereka bertanya, “Mengapa kamu berada di atas pohon itu?” Dia menjawab, “Saya mendapatkan tempat penyimpanan kalung, lalu saya pakai kalung yang ada di situ, setelah itu saya berubah menjadi burung.” Ibunya lalu berkata, “Lepaskanlah kalung itu agar engkau bisa berubah menjadi manusia lagi!” Burung itu menjawab, ”Sudahlah, Bu. Lebih baik saya menjadi burung seperti ini daripada kalian sakiti saya setiap hari.” Ketika mendengar hal itu, sang ibu dengan keadaan tersebut. Setiap hari mereka selalu memusuhi si bungsu, bahkan menghasut sang ibu agar membenci si bungsu. Hasilnya, setiap hari si bungsu selalu menjadi bulan-bulanan kedua kakak dan ibunya. Hal ini tidak diketahui oleh sang ayah karena jika sang ayah berada di rumah, mereka selalu bersikap manis terhadap si bungsu. Namun, jika sang ayah berangkat ke kebun, mereka selalu menyakiti si bungsu. Pada suatu hari diadakan pesta di kampung sebelah. Semua orang menghadiri pesta tersebut, kecuali si bungsu. Oleh ibu dan kakaknya, si bungsu tidak diizinkan ikut karena ia ditugasi untuk menjaga rumah. Sementara kedua orang tua dan kakak-kakanya pergi pesta, si bungsu masuk ke kamar ibunya untuk membe rsihkan tempat tidur. Di situ ia menemukan sebuah sebuah kotak kecil tempat penyimpanan kalung. Iseng -iseng si bungsu memakai kalung yang ada di dalam kotak tersebut atau yang yang bernama toko tersebut. Setelah memakai toko tersebut, tiba-tiba si bungsu menjelma menjadi seekor burung. Ia terbang ke sebuah pohon yang tinggi, lalu bernyanyi, “Saya akan menjadi seekor burung tokoku (merak)”. Konon nyayian ini masih dinyanyikan sampai saat ini. Sementara itu, setelah orang tua dan kakak si bungsu pulang dari pesta, mereka sibuk mencari si bungsu, tetapi tidak menemukannya. Mereka berteriak-teriak memanggil nama si bungsu. Tiba-tiba dari atas pohon terdengar sahutan, “Saya ada di atas sini, di atas pohon!”. Mereka terkejut melihat si bungsu telah berubah menjadi seekor burung dan berada di atas pohon. Mereka bertanya, “Mengapa kamu berada di atas pohon itu?” Dia menjawab, “Saya mendapatkan tempat penyimpanan kalung, lalu saya pakai kalung yang ada di situ, setelah itu saya berubah menjadi burung.” Ibunya lalu berkata, “Lepaskanlah kalung itu agar engkau bisa berubah menjadi manusia lagi!” Burung itu menjawab, ”Sudahlah, Bu. Lebih baik saya menjadi burung seperti ini daripada kalian sakiti saya setiap hari.” Ketika mendengar hal itu, sang ibu
c. Dongeng
Di masyarakat Kulawi berkembang jenis prosa rakyat yang berkategori dongeng, di antaranya:
1)Tomo Na Nonoa ‘Upah Kejujuran’. Ada sebuah kerajaan yang besar di daerah Libu. Semua rakyat di daerah tersebut sangat mengagungkan rajanya. Mereka sangat tahu bagaimana kebaikan atau perbuatan Raja terhadap mereka. Tetapi, di hari tuanya, Sang Raja mulai ada rasa kekhawatiran dalam hatinya. Anak tunggal perempuannya, belum mempunyai pendamping hidup. Pada saat Raja berpesta, tiba-tiba bertanyalah seorang kerabat dekat kerajaan itu kepada Raja, “Manusia suatu saat akan dipanggil semua oleh Tuhan Yang Maha Esa. J ikalau engkau belum mempunyai seorang menantu yang akan mendampingi putrimu, bagaimana dengan kelanjutan kerajaan ini? Engkau sendiri mengetahui seseorang tidak mungkin menjadi raja jika belum mempunyai pendamping hidup.” Setelah mendengar perkataan kerab atnya itu, Raja makin khawatir dalam hatinya. Ia mengetahui apa yang disampaikan oleh kerabatnya itu benar. Sementara mereka
sedang bersenang-senang, tiba-tiba Raja membuat pengumuman, “Dengarlah semua, hari ini aku berkata kepada kalian, barangsiapa menanam jagung ini di dalam loyang dan tumbuh hidup dengan baik, dia akan kujadikan menantuku”. Setelah itu raja membagi -bagikan biji jagung kepada semua rakyatnya. Dua bulan telah berlalu, Sang Raja mengingatkan kembali apa yang telah ia perintahkan kepada rakyatnya. Ia menyuruh serdadunya untuk mengecek apa yang ia perintahkan tersebut. Rakyat diperintahkan untuk membawa hasil jagung yang telah sedang bersenang-senang, tiba-tiba Raja membuat pengumuman, “Dengarlah semua, hari ini aku berkata kepada kalian, barangsiapa menanam jagung ini di dalam loyang dan tumbuh hidup dengan baik, dia akan kujadikan menantuku”. Setelah itu raja membagi -bagikan biji jagung kepada semua rakyatnya. Dua bulan telah berlalu, Sang Raja mengingatkan kembali apa yang telah ia perintahkan kepada rakyatnya. Ia menyuruh serdadunya untuk mengecek apa yang ia perintahkan tersebut. Rakyat diperintahkan untuk membawa hasil jagung yang telah
Semua orang menertawakannya. Namun, dengan penuh semangat ia minta diampuni dan diberi kesempatan untuk meminta benih yang lain lagi kepada Raja. Ketika Raja melihat pemuda itu membawa loyang yang berisi jagung tidak tumbuh, Sang Raja lalu mengumumkan bahwa, “Inilah calon menantuku.” Semua orang yang mendengarkan perkataan Raja kaget dan bertanya, “Ada apa dengan Raja? Mengapa ia menjadikan pemuda itu sebagai menantunya sementara kita ini membawa tanaman jagung yang hidup?” Raja lalu memberi penjelasan, “Agar kalian ketahui, sesungguhnya biji-biji jagung yang aku berikan kepada kalian, sebelumnya sudah direndam air panas selama seminggu, mungkinkah jika ditanam akan hidup?” Setelah mereka mendengarkan perkataan Raja tersebut, s emua orang yang ada di tempat itu langsung berlutut dan meminta ampun atas kecurangan mereka. Mereka mengakui bahwa sesungguhnya jagung yang telah tumbuh itu adalah bibit jagung yang mereka beli di pasar karena biji jagung yang diberikan oleh Raja tidak pernah tumbuh.
2) Alo Pai Rone Momeka’i ‘Enggang dan Pipit Saling Mencari Kutu’ mengisahkan tentang awal mula burung pipit takut terhadap burung alo.
3) Ibo ante Ahi ‘Monyet dan Kancil’ Ini adalah sebuah kisah yang menceritakan kehidupan kera dan kancil. Kera dan kancil semula yang menjalin persahabatan, kemana pun mereka bepergian selalu bersama -sama karena takut bepergian sendiri-sendiri. Jika pergi mencari makanan, mereka mesti bersama-sama karena tempat tinggal mereka jauh di tengah-tengah hutan belantara. Buah-buahan adalah makanan mereka. Sekarang ini sedang berlangsung musim kemarau. Semua binatang, bahkan manusia, menderita
kelaparan karena tanaman yang ada di sawah ataupun di ladang banyak yang mati. Demikian pula halnya dengan pepohonan yang menghasilkan buah sebagai makanan kera dan kancil banyak yang gugur dan mati sehingga mereka benar-benar kelaparan. Semua berpikir bagaimana mereka dapat mengatasi kelaparan yang berkepanjangan tersebut. Mulailah mereka menyadari kemalasan mereka selama ini, mereka lalai atau lupa pada saat persediaan makanan masih banyak, mereka justru tidak bekerja. Mereka juga menyadari sumber makanan sudah habis, tetapi waktu yang ada mereka sia-siakan saja. Pada malam hari mereka hanya keluyuran ke sana ke sini. Pada siang hari mereka hanya bercerita tentang hal yang tidak bermanfaat. Semua itu baru mereka sadari dan mereka sesali. Kera dan kancil akhirnya berunding bagaimana caranya keluar dari kemelut ini. Berkatalah kera, “Daripada kita hanya keluyuran ke san a ke sini, bercerita tidak ada manfaatnya, lebih baik kita berkebun. ”Kera mengangguk sambil menjawab, “Saya setuju sekali sobat.”
Sore harinya mereka telah menyiapkan peralatan, seperti parang dan kapak. Keesokan paginya mereka pun berangkat ke hutan untuk membuka lahan. Setiap hari mereka bekerja keras di kebun sehingga hanya dalam waktu seminggu jadilah kebun tersebut. Mereka tinggal seminggu lagi untuk membakar kebun mereka. Setelah dibakar, mereka pun membersihkannya lagi karena keesokan harinya mereka akan menanaminya. Sore harinya mereka menghubungi para tetangga di sekitarnya untuk bergotong-royong menanami kebun itu agar cepat selesai. Kera dan kancil menanam pisang, padi, jagung, ketimun, dan labu. Mereka menanam dari pagi hingga petang. Setela h selesai, barulah mereka pulang ke rumah. Tanaman mereka tumbuh dengan subur, terutama pisang. Setiap hari kera selalu ke kebun. Tidak demikian halnya dengan kancil, ia selalu menolak jika kera mengajaknya ke kebun. Kancil beralasan bahwa ia akan ke kebun jika tanaman mereka
sudah berbuah. Kera yang setiap hari ke kebun, lama kelamaan tidak dapat menahan air liurnya melihat pisang yang tumbuh subur. Tanpa menunggu pisang tersebut berbuah, kera merobek-robek pelepah pisang dan memakan ruasnya. Begitulah yang dilakukan kera setiap harinya sehingga lama kelamaan pisang -pisang itu layu dan mati. Sementara itu, pisang yang ditanam si kancil tumbuh dengan suburnya dan sudah mulai berbuah. Mulailah kera mendekati pisang si kancil. Kera pun mulai mencabik-cabik pelepah pisang-pisang itu dan memakan ruasnya. Begitu yang dilakukan kera setiap hari. Hingga akhirnya kancil mulai curiga pada tingkah laku kera. Kancil lalu mengajak kera untuk bersama -sama ke kebun melihat tanaman mereka. Namun, alangkah terkejutya ka ncil melihat pisang kera yang sudah mati semua dan pisang kancil yang tinggal tiga pohon saja. Kancil pun bertanya kepada kera, “Wahai sahabatku, mengapa pisang -pisang kita semuanya mati?” Kera lalu menjawab, “Hati batang pisang itu enak sekali dimakan sehingga kita tidak perlu menunggu buahnya”. Ketika mendengar jawaban kera tersebut, kancil sangat merasa kecewa, tetapi ia hanya memendamnya karena tak ingin merusak persahabatan mereka. Keesokan harinya, kancil kembali mengajak kera untuk melihat kebun mere ka kembali. Kera pun sangat gembira mendengar ajakan kancil.
Ia melompat kegirangan ke sana ke sini karena membayangkan bahwa hari ini ia akan menikmati pisang kancil yang sudah masak. Kera tahu bahwa kancil tidak dapat memanjat pohon. Mereka pun lalu bera ngkat ke kebun. Betapa senangnya hati kancil ketika melihat pisang -pisang yang telah masak. Ia berkata, “Hai sobatku, karena aku tidak dapat memanjat pohon pisang, kaulah memanjat, kemudian jatuhkanlah buahnya ke bawah”. Si kera mulai memanjat pohon pisang itu. Sesampainya di atas, kera mulai mengatur posisi duduknya dengan baik. Kera memetik satu, dua, dan tiga dari buah pisang itu, lalu memakannya Ia melompat kegirangan ke sana ke sini karena membayangkan bahwa hari ini ia akan menikmati pisang kancil yang sudah masak. Kera tahu bahwa kancil tidak dapat memanjat pohon. Mereka pun lalu bera ngkat ke kebun. Betapa senangnya hati kancil ketika melihat pisang -pisang yang telah masak. Ia berkata, “Hai sobatku, karena aku tidak dapat memanjat pohon pisang, kaulah memanjat, kemudian jatuhkanlah buahnya ke bawah”. Si kera mulai memanjat pohon pisang itu. Sesampainya di atas, kera mulai mengatur posisi duduknya dengan baik. Kera memetik satu, dua, dan tiga dari buah pisang itu, lalu memakannya
kera. Tanpa sepengatahuan kera, kancil
membalas
perlakuan si
mencari bambu dan meruncinginya. Setelah itu, ia menancapkannya di tanah di sekitar pohon pisang itu, kemudian kancil menutupnya dengan daun pisang. Kancil memangil sahabat, “Hei. kera .sahabatku! Jika engkau hendak turun jangan melompat ke sebelah sana, banyak semut dan duri. Melompatlah ke sini karena saya telah mengalasinya dengan daun pisang supaya lebih empuk.” Kera pun mengangguk sambil tertawa. “Hei, kancil yang tolol, kau tidak bisa memanjat, maka kau tidak mendapat apa apa,” ejeknya. Kancil hanya menahan perasaannya. ”Ayo cepatlah melompat, kita cepat pulang karena hari sudah mulai gelap,” demikian kata si kancil. “Baiklah sahabat!” Kera pun melompat ke daun pisang itu yang sudah diberi bambu yang tajam yang siap menyambut kera. Demikianlah akhirnya kera yang tamak itu t ertancap di bambu-bambu yang runcing itu. Dia telah menebus dosa nya.
4) Jarita Nu Yasi pade Kaleja ‘Cerita Tarsius dan Monyet’ menceritakan antara tarsius dan monyet. Sifat rakus yang dimiliki oleh oleh kera yang menyebabkan persahabatan mereka menjadi retak. Mereka akhirnya saling bermusuhan.
5) Ibo pai Seta ‘Monyet dan Setan’ mengisahkan kecerdikan seekor monyet. Kecerdikan akal yang dimiliki oleh binatang itu yang menyebabkan ia berhasil mengusir tokoh setan.
6)Danci Ngkasipa Pai Teko ‘Burung Puyuh Jantan dan Jerat’ mengisahkan
Ia menendang-nendang Jerat yang sedang duduk di pinggir jalan. Akibat tendangannya itu, seluruh badannya diikat oleh Jerat.
7)Buaga ‘Buaga’. Dahulu kala di sebuah kampung ada seorang pemuda yang bernama Buaga. Ayah dan ibunya adalah keturunan bangsawan yang disegani karena kebaikannya. Anak mereka yang lain pun baik pembawaannya di mata orang lain. Hanya Buaga sendiri anak mereka yang berbeda. Setiap hari kerjanya adalah bertengkar dengan orang sehingga tidak ada lagi yang berhubungan baik dengan dia.
Ketika ayahnya menasehatinya, dia menjawab, “Tidak usah nasehati saya. Saya tahu apa yang saya lakukan. Uruslah anak -anakmu yang lain”. Pada suatu waktu, Buaga pergi ke sebuah kampung lain. Di tengah jalan, dia bertemu dengan pemuda lain yang pernah bertengkar dengan dia dulu. Pemuda tadi menyampaikan kepada temannya begini, “Dia inilah yang bertengkar dengan saya dulu. Mari kita keroyok dia.” Akhirnya mereka mengeroyok dia sampai pingsan dan mereka meninggalkan Buaga sendirian. Setiap orang yang lewat pun tidak mau menolong karena mereka tahu bahwa perilaku Buaga yang selalu jahat kepada mereka. Beruntunglah lewat seorang pemuda yang bernama Budi. Ia heran melihat ada orang yang tertidur di pinggir jalan. Dalam hatinya ia berkata, “Siapa kiranya yang tidur di pinggir jalan ini? ” Setelah mendekati dan memperhatikan dengan saksama, ia terkejut melihat bahwa orang tersebut adalah Buaga, orang yang pernah memukulnya dulu. Timbul rasa iba dalam hati Budi.
Diletakkannya bawaannya, lalu ia menggendong Buaga ke rumahnya. Ketika sampai di rumah Budi, Buag a tersadar dari pingsan. Bertanyalah Buaga kepada Budi, “Dimanakah saya sekarang berada?” Budi menjawab, “Di rumah saya. Tadi saya menggendong kamu ke sini.” Seketika itu Buaga teringat bahwa Budi adalah orang yang pernah ia pukuli. Buaga lalu bertanya kepada Budi, “Bukankah kamu yang pernah saya pukuli dulu?” Budi menjawab, “Iya, sayalah orang yang kamu pukul waktu dulu, tetapi tidak usah mengingat apa yang telah berlalu. Sesama manusia haruslah saling menolong.” Setelah itu, pulanglah Buaga ke rumahnya. Sepanjang jalan dia berpikir tentang apa yang telah ia lakukan selama ini kepada teman-temannya. Perbuatan Budi terhadapnya membuatnya sadar bahwa apa yang ia lakukan selama ini adalah perbuatan yang buruk. Ia kemudian berjanji dalam hati, “Mulai saat ini, saya akan mengubah seluruh perilaku jelekku.” Sesampainya di rumah, ayah dan ibu Bulaga terheran-heran melihat perilaku Buaga yang telah berubah. Demikianlah cerita tentang Buaga yang mengingatkan kita bahwa semua yang kita perbuat past i akan ada akibatnya. Untuk itu, kita harus berbuat baik kepada orang lain.
8)Danci To Maraju ‘Burung yang Menolak Sesuatu’ menceritakan penyesalan seekor burung Pune akibat menolak pinangan burung Sulao.