Prosa Moronene

1. Prosa Moronene

a. Mite

Orang Moronene memiliki tradisi bercerita yang disebut tumburi ouw. Melalui tradisi ini, seorang pencerita menuturkan (diselingi interaksi dengan pendengar /penonton) sebagai bentuk pemertahanan dan pewarisan sastranya. Berikut beberapa di antara mite Moronene.

1) Lamoa (Aitaha): pada dasarnya cerita Lamoa (Aitaha) mengisahkan kebesaran kekuasaan Aitaha (penguasa di atas langit) atas hidup manusia. Dikisahkan bagaimana seorang manusia harus bers ikap ketika ia beroleh malapetaka atau menyampaikan keinginannya. Sikap yang dimaksud adalah sikapnya terhadap sang Aitaha. Sikap ini terangkum dalam serangkaian prosesi adat beriku t perlengkapan yang dibutuhkan di dalamnya.

2) Ntei Wonua: Mengisahkan kehidupan seorang raja dan ketujuh anaknya. Anak pertama, kedua, dan ketiga dianugerahi daerah kekuasaan sebelu m sang raja meninggal dunia. Se mentara itu, anak keempat, kelima, keenam, dan ketujuh tidak diberikan tempat tertentu sehingga dapat menjelajah ke seti ap daerah di muka bumi, berkuasa, dan menjelma pada binatang ataupun tumbuh-tumbuhan. Dari ketujuh anak raja inilah tercipta kekuatan-kekuatan gaib yang ada dalam sistem kepercayaan orang Moronene.

3)Tula-tulano Kai Teneehako Tangkeno Mpeolia: kisah ini merupakan sebuah cerita yang diyakini menjadi asal mula sebuah tempat dijadikan sebagai tempat pemujaan. Dengan rutin menggelar ritual persembahan di tempat tersebut (Tangkeno Mpeolia), orang Moronene percaya mereka akan terhindar dari berbagai wabah penyak it.

4)Putri Lungo: berkisah tentang pemuda petani bernama Lampae yang mempersunting seorang gadis jelita jelmaan sebuah mangkuk putih yang ditemukannya di kebun. Gadis itu bernama putri Lungo, seorang putri wawosangia (bidadari kayangan). Sebagai syarat pe rnikahan, putri Lungo meminta Lampae untuk tidak mengatakan kepada siapa pun bahwa ia seorang wawosangia. Akan tetapi, suatu ketika, Lampae tidak punya pilihan selain menceritakan asal-usul istrinya kepada raja Tangkeno. Sang putri lalu berkata, “Janganlah kamu menyesal telah membongkar asal-usul saya, ini adalah takdir dari yang kuasa. Sesuai dengan perjanjian yang kita sudah sepakati, saya akan pergi. Satu pesanku, jagalah anak kita baik -baik. Jika mereka rindu padaku. Kosongkanlah lesung yang ada di dek at sungai dan saya akan datang dalam bentuk hujan”. Lalu ia pun menghilang (molio). Sejak saat itu, orang Moronene di Kabaena meyakini lesung batu yang lengkap dengan anaknya

Lungo. Mereka mengosongkan batu lesung yang ada di tepi Sung ai Lakambula untuk memanggil hujan.

adalah jelmaan

Putri

b. Legenda

Satu bentuk sastra Moronene yang khas cara penuturannya adalah kada. Sementara itu, legenda Moronene lainnya merupakan kisah yang diceritaan secara turun temurun mengenai asal-usul atau kejadian dan kisah hidup tokoh yang dianggap penting.

1) Kada: kada bukan judul sebuah cerita. Kada atau O Kada adalah sebutan untuk kisah sejarah suku Moronene. Kisah kada amat panjang. Kada diceritakan oleh orang-orang tertentu yang sudah mendapat wasiat sebagai pekada. Untuk menjadi pekada, seseorang harus melalui sebuah ritual sakral. Kada diceritakan sembari si pekada berbaring dalam kegelapan malam, di atas sebuah ranjang.

Ketika mekada, seorang pekada perempuan harus berada di dalam kelambu, sedangkan pekada laki-laki dapat saja tidak berada di dalam kelambu. Di sekeliling ranjang tersebut duduk warga yang mendengarkan cerita kada. Dalam sekali mekada (bercerita kada), seorang pekada biasanya hanya akan menceritakan satu cabang cerita saja. Sesungguhnya, di dalam kada tercakup beberapa kategori prosa sekaligus, seperti mite, dongeng, dan legenda. Namun, kada memiliki lebih banyak karakteristik legenda. Cerita yang dituturkan dalam kada adalah epos panjang yang berisi kisah kepahlawanan, kisah para raja, dan ksatria.

2) Asal-Mula Tari Lumense: Tari Lumense pertama kali ditarikan oleh seorang laki -laki bernama Volia Mpehalu. Saat tiba musim-musim tertentu di mana banyak berjangkit penyakit yang diyakini dibawa oleh jin -jin yang berkeliaran, Volia Mpehalu bertapa di gua Watuburi. Dalam tapanya, Volia Mpehalu mendengar bunyi gendang sehingga ketika ia dipanggil oleh Baginda Raja Kabaena untuk membantu mengatasi wabah penyakit yang semakin merajalela, dia meminta ditabuhkan gendang dan dia secara spontan bergerak menarikan tari Lumens e. Sejak saat itu, orang Moronene di Kabaena menggelar upacara lumense yang di dalamnya dilakukan tari Lumense untuk mengusir jin-jin jahat pembawa wabah penyakit. Upacara Lumense dipimpin oleh seorang bissa. Dalam upacara lumense penari (disebut wowolia) yang menarikan tarian Lumense melakukan tarian tersebut setelah dirasuki oleh makhluk halus yang turun dari Sabampolulu. Sebagai puncak upacara, seorang gadis suci keturunan sangia, dengan berpakaian taincombo dipersembahkan kepada penguasa langit sebagai tumbal, dengan maksud agar masyarakat Kabaena terbebas dari wabah penyakit.

3) Tamboaki: kisah Tamboaki menceritakan empat orang ksatria Moronene yang berjasa sebagai pembela kebenaran. Mereka adalah Tamboaki, Tawandemu, Tanunu’e, dan Talasandu. Tamboaki, b ernama asli Rihata, diangkat menjadi pemimpin di antara mereka karena dialah yang dianggap paling pemberani dan pantang mundur dalam membela kebenaran.

4) Donsiolangi dan Wa Lu Ea: Cerita ini berkisah tentang asal mula orang Kabaena yang bermula dari kedata ngan Donsiolangi, putra Dendeangi, dari daratan Bombana. Rombongan yang terdiri atas Sembilan orang ini dibawa oleh Sawerigading dan berlabuh di Wumbu Geresa. Setelah melakukan pendekatan dan pembauran dengan masyarakat Kabaena, mereka mendirikan kerajaan dengan memisahkan urusan pemerintahan yang dipusatkan di Eempuu (Tangkeno) dan urusan hukum peradatan di Rahadopi. Pembagian urusan kerajaan ini dilakukan untuk menghindari terjadinya salah urus atau korupsi (mekaumbanga), kolusi, dan persepakatan adat karena adanya kekuasan terpusat.

5) Asal-usul Tari Morengku: Ketika hasil panen melimpah, orag Moronene meyakini bahwa mereka didatangi oleh Sangkoleo Mpae (Dewi Padi). Sebagai bentuk penghormatan terhadap Sangkoleo Mpae, orang-orang tua zaman dahulu, pada malam hari setelah panen, mengelilingi tempat menumbuk padi. Sebagian melakukan pekerjaan menyangrai padi, sedangkan sebagian lainnya menumbuk padi dengan menggunakan alu yang panjang berupa tiga ruas bambu yang dilubangi kecil-kecil supaya suaranya bagus. Al u tersebut digunakan sedemikian rupa sehingga menghasilkan suara berirama khas. Sementara itu, sekelompok kaum ibu lainnya melakukan gerakan melompat -lompat. Gerakan 5) Asal-usul Tari Morengku: Ketika hasil panen melimpah, orag Moronene meyakini bahwa mereka didatangi oleh Sangkoleo Mpae (Dewi Padi). Sebagai bentuk penghormatan terhadap Sangkoleo Mpae, orang-orang tua zaman dahulu, pada malam hari setelah panen, mengelilingi tempat menumbuk padi. Sebagian melakukan pekerjaan menyangrai padi, sedangkan sebagian lainnya menumbuk padi dengan menggunakan alu yang panjang berupa tiga ruas bambu yang dilubangi kecil-kecil supaya suaranya bagus. Al u tersebut digunakan sedemikian rupa sehingga menghasilkan suara berirama khas. Sementara itu, sekelompok kaum ibu lainnya melakukan gerakan melompat -lompat. Gerakan

bambu”. Dalam perkembangannya, orang menyebut tarian ini dengan sebutan tari Morengku, yang artinya mempertemukan dua batang bambu.

“melompat

dengan

c. Dongeng

Dongeng Moronene tersaji dalam beberapa jenis cerita. Ada yang berupa kisah binatang/fabel dan ada juga yang merupakan kisah jenaka dengan tokoh manusia. Berikut ini contoh -contoh dongeng Moronene.

1) Ntei e’e Hela Empe (Buaya dan Tikar): cerita fabel ini berkisah tentang buaya yang diperdaya oleh kancil dengan tikarnya. Kancil yang cerdik menempati lubang tempat tinggal seekor buaya. Ia tidur di atas tikarnya. Ketika hendak keluar mencari makan, kancil tahu bahwa buaya baru saja kembali dan akan masuk ke lubangnya. Namun, kancil berpura-pura tidak tahu. Ia menggulung tikarnya dan berpesan agar jika ia kembali nanti dan buaya sudah ada, si tikar diminta untuk mengatakan buaya tidak ada dan demikian pula sebaliknya. Demikianlah, buaya mengira kancil mengatakan yang sesungguhnya sehingga sewaktu kancil kembali dan bertanya kepada tikarnya apakah ada buaya, buaya yang menjawab: “ya, buaya sudah datang”. Kancil pun lari dengan cepat karena ia tahu buaya lah yang menjawab. Maka selamatlah kancil dari buaya.

2) Tengu Haamo Nangkano (Tengu dan Nangkanya): berkisah tentang seorang lelaki petani yang rajin bernama Tengu. Tengu menjebak tetangganya yang pemalas dan kerap mencuri nangkanya. Ia masuk ke dalam pembungkus buah nangka dan bergantung di pohon nangka. Akhirnya Tengu 2) Tengu Haamo Nangkano (Tengu dan Nangkanya): berkisah tentang seorang lelaki petani yang rajin bernama Tengu. Tengu menjebak tetangganya yang pemalas dan kerap mencuri nangkanya. Ia masuk ke dalam pembungkus buah nangka dan bergantung di pohon nangka. Akhirnya Tengu

3) Tula-tulano Kolopua iy kotua Kai Koso’owi: mengisahkan asal

Kabaena memiliki batok/tempurung di punggungnya.

4) I La Ganta-Ganta Da Rake Nambo Mandara : berisi cerita tentang dua orang anak laki -laki yatim piatu yang bersaudara kandung bersama-sama memperdaya raksasa yang meresahkan kampung karena suka sekali makan daging manusia. Sebenarnya tokoh adiklah (La Ganta-Ganta) yang memiliki keberanian melawan raksasa, tetapi Nanambo (tokoh kakak) pada akhirnya tur ut membantu adiknya menjebak raksasa hingga masuk ke dalam sungai dan dimangsa buaya di sana.