Daerah Pinang Baris, Kelurahan Lalang Komunitas Pemulung di Kota Medan

Kelompok pemulung selalu ikut terlibat dalam kegiatan sistem sosial tanpa memandang status pekerjaan mereka. Kesamaan etnis ataupun agama menjadi perekat bagi pemulung untuk mengikuti suatu kegiatan yang berbau etnis maupun agama, sehingga status pekerjaan mereka tidak menjadi pemisah dengan anggota lainnya pada suatu kegiatan.

4.2.4.2 Sistem Kepemimpinan

Sistem kepemimpinan terdiri dari pemimpin formal dan pemimpin informal. Pemimpin informal adalah orang yang dituakan dan dianggap memiliki kemampuan agama yang lebih daripada penduduk Kelurahan Lalang lain, yang hanya berfungsi pada saat adanya acara-acara adat. Sedangkan pemimpin formal adalah lurah, kepala-kepala lingkungan dan perangkat pemerintahan lainnya. Bagi pemulung yang kebanyakan merupakan masyarakat pendatang, menjadi anggota dalam kepemimpinan formal maupun informal dalam sistem sosial. Mereka tidak bisa menjadi pemimpin karena pendidikan yang mereka miliki masih rendah serta berdomisilinya di Kelurahan Lalang masih belum begitu lama.

4.3 Daerah Pinang Baris, Kelurahan Lalang

Lokasi penelitian ini merupakan salah satu lingkungan dari Kelurahan Lalang. Daerah ini termasuk dalam Lingkungan X Kelurahan Lalang yang memiliki luas wilayah 24 Ha dipimpin oleh seorang kepala lingkungan. Lingkungan ini terdiri dari 538 Keluarga. Pola pemukiman masyarakat di daerah ini yang sangat dekat dengan Jalan Raya Lintas Sumatera, semakin memudahkan masyarakat untuk melakukan kegiatan dalam membuka usaha. Adanya Terminal Pinang Baris di daerah ini menyebabkan padatnya penduduk di lingkungan ini. Namun dalam hal sarana transportasi sangat mudah dijangkau di daerah ini. Rumah penduduk yang berderet terlihat sempit karena banyaknya penduduk di daerah Pinang Baris ini, baik penduduk tetap maupun yang tidak tetap dan hanya menjadikan daerah Pinang Baris sebagai daerah persinggahan karena adanya terminal di daerah ini. Begitu juga dengan sarana kesehatan yang dimana di daerah ini terdapat 2 posyandu, 4 apotik dan praktek dokter yang mudah dijumpai. Sarana pendidikan seperti sekolah negeri ataupun swasta, tidak sulit kita jumpai di daerah Pinang Baris ini. Sebab ada satu TK, dua Paud, satu sekolah dasar, satu SMP dan satu SMA. Dalam hal sarana peribadahan, terdapat 1 mesjid dan 1 gereja, maka daerah ini merupakan daerah yang lengkap untuk berbagai sarana. Aktivitas yang dilakukan masyarakat yang tinggal di daerah Pinang Baris ini sangat beragam. Ada yang bekerja di perusahaan pemerintah ataupun swasta, dan ada yang membuka usaha di sector informal. Pemulung yang mudah dijumpai di daerah ini merupakan salah satu pekerjaan di sector informal dan menjadi salah satu pekerjaan yang sangat mudah dilakukan. Banyaknya sampah yang dihasilkan oleh masyarakat dengan rasio timbulan sampah 0,60kgjiwahari di daerah ini semakin memberikan penghasilan bagi pemulung yang dapat memberdayaan pulungan yang didapatnya Dinas Kebersihan Kota Medan, 2008.

4.4 Profil Informan

Profil informan merupakan biodata sumber pemberi informasi yang mendukung pemenuhan data penelitian. Pentingnya profil informan bertujuan untuk memfokuskan masalah penelitian dan dengan adanya informan, maka membantu penggambaran masalah di lokasi penelitian. Dalam penelitian ini, profil informan disajikan dengan menggunakan inisial demi menjaga identitas si pemberi informasi atau informan.

4.4.1 Informan Pertama Warga daerah Pinang Baris yang keduanya bekerja sebagai pemulung

Nama: Dina Sitanggang Nama Suami: Thomson Panjaitan Usia: 38 tahun Jenis Kelamin: Perempuan Jumlah anak: 4 orang Pendidikan Terakhir: SMP Suku: Batak Toba Agama: Kristen Lamanya menekuni pekerjaannya: 3 tahun Ibu DS merupakan salah satu pemulung yang mencari pulungan dekat dengan tempat tinggalnya yakni di daerah Pinang Baris. Memiliki empat orang anak yang terdiri dari satu laki- laki dan tiga perempuan. Anak pertamanya adalah perempuan dan sedang duduk di bangku Sekolah Menengah Pertama SMP kelas tiga, sedangkan anak kedua yang merupakan laki-laki, duduk di bangku sekolah dasar SD kelas 6, anak ketiga masih kelas 4 SD dan anak yang paling kecil masih berumur 4 tahun. Suami dari ibu DS ini memiliki pekerjaan yang sama dengannya yakni sebagai pemulung. Pekerjaan pemulung yang mereka tekuni selama 3 tahun, merupakan pilihan terbaik untuk memenuhi kebutuhan mereka dikarenakan oleh pendidikan keduanya hanya tamat SMP. Keluarga ini merupakan salah satu keluarga migran yang berasal dari daerah Sidikalang, alasan mereka melakukan migrasi ke kota Medan, karena adanya masalah keluarga, sehingga menyebabkan tanah mereka di daerah Sidikalang tersita. Ketiga anak mereka yang sedang bersekolah, hanya mampu mereka sekolahkan di sekolah inpres yang terbilang murah. Menurut mereka, sudah bisa menyekolahkan anak saja, itu sudah cukup tanpa harus memandang kualitas sekolah anak mereka. Keinginan Ibu DS dan Pak TP ini terhadap anak mereka yang bersekolah adalah agar si anak mampu membaca dan menghitung, sehingga jika sudah mampu bekerja, tidak akan ditipu oleh orang lain. Bagi keluarga ini, bisa menyelesaikan sekolah di tingkat SMA saja, sudah sangat patut disyukuri, karena kemampuan ekonomi mereka yang lemah.Mereka berharap agar anak- anak mereka kelak tidak menjadi pemulung seperti mereka, namun dapat menjadi manusia yang lebih berguna lagi. Perkembangan pendidikan yang semakin menimbulkan persaingan, dapat mereka ketahui melalui televisi dan koran. Namun untuk dapat mengikuti perkembangan pendidikan tersebut terhadap anak-anaknya, Ibu DS dan Pak TP tidak menjadikan hal tersebut sebagai prioritas dalam kebutuhan keluarga mereka. Pendidikan formal yang mereka pahami, hanyalah suatu program pemerintah yang ingin mengurangi tingkat melek huruf bagi masyarakat Indonesia. Dengan penghasilan setiap hari yang rata-rata hanya Rp30.000,- untuk mencukupi kebutuhan pangan saja mereka sudah sangat bersyukur. Namun dengan adanya program Pemerintah yang memberikan wajib belajar 9 tahun dengan biaya yang murah di sekolah-sekolah tertentu, maka Ibu DS dan Pak TP ini mempermudah keluarga ini dalam memenuhi kebutuhan pendidikan anak-anak mereka. Terkadang untuk memenuhi kebutuhan mereka, Pak TP memiliki kerja sampingan sebagai tukang becak. Namun dia tidak ingin menjadikan pekerjaan tersebut sebagai pekerjaan utamanya karena biaya sewa becak yang mahal menurutnya, tidak sebanding dengan jumlah penumpang yang kebanyakan sudah memiliki langganan tukang becak. Karena sulitnya mencari pekerjaan yang mampu menjamin masa depan mereka, sering sekali anak-anak mereka mengorbankan waktu belajar mereka untuk membantu orangtua mereka mencari pulungan.

4.4.2 Informan Kedua Warga daerah Pinang Baris yang hanya ditekuni oleh salah satu anggota keluarga

Nama: Rani Gultom Nama Suami: M. Panjaitan Usia: 35 tahun Jenis Kelamin: Perempuan Jumlah anak: 2 orang Pendidikan Terakhir: SMA Suku: Batak Toba Agama: Kristen Lamanya menekuni pekerjaannya: 1 tahun Ibu RG ini merupakan warga Kelurahan Kampung Lalang yang bertempat tinggal di daerah Pinang Baris, yang mana ukuran rumahnya yang begitu kecil, menunjukkan bahwa tingkat perekonomian keluarga ini masih rendah. Kehidupan sehari-hari Ibu RG merupakan seorang pemulung, sedangkan suaminya bekerja sebagai tukang becak dayung. Pekerjaan yang ditekuni oleh Ibu RG ini selama setahun, terpaksa dilakukannya demi membiayai kehidupan keluarganya. Dulunya Ibu RG ini bekerja sebagai pembantu di sebuah rumah makan, namun karena terlalu banyak pekerjaan yang harus dilakukannya, maka dia pun berhenti bekerja. Menurut Ibu RG ini, bekerja sebagai pemulung, dapat dia kerjakan tanpa harus mendapatkan tekanan dari pihak manapun. Sedangkan ketika dia bekerja di rumah makan dulu, dia dipaksa harus bekerja dengan cepat dan tepat. Kegiatan memulung menurut Ibu RG ini merupakan pekerjaan yang mudah dan hanya bermodalkan kekuatan berjalan saja. Tanpa harus meninggalkan pekerjaan sebagai ibu rumah tangga, Ibu RG ini lebih dulu menyelesaikan pekerjaan rumah tangganya kemudian mencari pulungan. Anak pertama dari Ibu RG ini sedang duduk di kelas empat sekolah dasar, dan anaknya yang paling kecil masih berumur 4 tahun. Ibu RG yang sehari-harinya mencari pulungan, juga mengajak anaknya yang paling kecil untuk ikut bekerja bersamanya. Alasan Ibu ini mengikutsertakan anaknya karena tidak ada yang bisa memperhatikan anaknya jika dia memulung sedangkan anaknya sendirian di rumah. Suami dari Ibu RG ini sehari-harinya bekerja sebagai tukang becak dayung, berusaha untuk pulang sebelum pukul delapan malam. Hal ini dia lakukan untuk menemani Ibu RG mencari pulungan pada malam hari, hingga pukul 22.00wib. Perekonomian keluarga ini yang belum seimbang dengan kebutuhan keluarga ini, menyebabkan si anak harus ikut bekerja di waktu senggangnya. Kebutuhan seperti kebutuhan pangan, dan sewa rumah, harus mampu mereka penuhi agar dapat bertahan. Biaya pendidikan anak pertama mereka yang masih duduk di sekolah dasar, belum begitu banyak menghabiskan biaya, karena si anak bersekolah si sekolah dasar negeri. Namun, untuk membiayai kebutuhan lainnya seperti tagihan air dan listrik, sewa rumah dan kebutuhan pangan sehari-hari membutuhan uang yang tidak sedikit, sehingga keluarga ini bekerja hingga malam hari untuk mencari pulungan. Bagi keluarga ini, pendidikan formal merupakan syarat yang diberikan pemerintah, agar anak-anak mereka bisa bersaing di dunia kerja nantinya. Maka Ibu RG dan Pak MP ini berusaha untuk memenuhi kebutuhan pendidikan anak mereka minimal tamat SMA, agar kelak anak mereka mampu bekerja di sebuah lapangan pekerjaan yang layak, sehingga kehidupan anak-anak mereka dapat lebih baik lagi. Mudahnya mereka mendapatkan informasi mengenai perkembangan pendidikan karena lokasi tempat tinggal mereka yang sangat ramai dengan media massa, semakin menambah semangat keluarga ini untuk meningkatkan pendidikan anak-anak mereka agar dapat merasakan kemudahan ketika mencari pekerjaan.

4.4.3 Informan Ketiga Warga daerah Pinang Baris yang hanya ditekuni oleh salah satu anggota keluarga

Nama: Salve Gea Nama Suami: P Halawa Usia: 41 tahun Jenis Kelamin: Perempuan Jumlah anak: 3 orang Pendidikan Terakhir: SMP Suku: Nias Agama: Kristen Lamanya menekuni pekerjaannya: 2 tahun Ibu SG ini merupakan masyarakat migran yang sudah tinggal di Kota Medan selama kurang lebih 5 tahun. Pekerjaan suaminya sebagai tukang pangkas rambut, diharapkan mampu menambah pendapatan keluarga ini. Alasan keluarga ini melakukan migrasi ke Kota Medan karena mereka sudah tidak memiliki keluarga lagi di daerah asal mereka. Ibu SG ini memiliki 3 orang anak yang mana ketiganya sudah mengenyam pendidikan. Anak pertama mereka sudah duduk di bangku kelas 6 sekolah dasar, anak kedua duduk di bangku kelas 4 sekolah dasar dan anak yang ketiga duduk di bangku kelas 2 sekolah dasar. Ketiga anak mereka bersekolah di SD negeri, yang mana tidak menghabiskan banyak biaya. Anak pertama dari Ibu SG ini memiliki kerja sampingan setelah pulang sekolah, yakni sebagai tukang cuci piring pada seorang penjual bakso. Gaji yang didapatkan setiap harinya berkisar Rp2000,- sehingga dapat menjadi uang jajannya setiap hari. Pendidikan formal bagi keluarga ini merupakan suatu keharusan yang wajib dilaksanakan terhadap anak-anak mereka. Alasannya, menurut keluarga ini pemerintah memiliki program wajib belajar 9 tahun demi meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan masyarakat dari kalangan manapun harus juga wajib menjalankannya agar Negara ini tidak tertinggal dari Negara berkembang lainnya. Kemudahan mendapatkan media massa dijalanan memudahkan mereka untuk memahami program-program pemerintah yang memang berpengaruh terhadap semua masyarakat. Bagi keluarga ini, pendidikan anak merupakan kebutuhan yang patut diperhitungkan. Walaupun tidak harus bersekolah di sekolah yang bagus ataupun mahal, namun dengan mnyekolahkan di sekolah negeri saja sudah sangat membantu pemenuhan kebutuhan pendidikan anak-anak mereka. Ibu SG yang berharap anaknya dapat mengenyam pendidikan dengan baik, bahkan mencari pulungan sampai malam hari. Bagi ibu ini, pekerjaan pemulung merupakan pekerjaan yang mudah, tidak mengganggu masyarakat bahkan dapat membantu mewujudkan kebersihan di daerah yang mereka jalani. Pekerjaan pemulung yang tidak harus memiliki keahlian, menjadi alasan utama Ibu SG ini memilih pekerjaan ini. Walaupun sumber ekonomi yang didapatkan dari pekerjaan memulung sangat kecil, namun bagi keluarga ini mencari pulungan menjadi pekerjaan yang membuat mereka semakin menikmati pekerjaan mereka ini. Semakin mereka mendapatkan banyak pulungan, maka mereka pun semakin penasaran dan semakin ini mencari yang lebih banyak lagi. 4.4.4 Informan Keempat Warga daerah Pinang Baris yang hanya ditekuni oleh salah satu anggota keluarga Nama: Nuryati Nama Suami: Rudi Usia: 34 tahun Jenis Kelamin: Perempuan Jumlah anak: 2 orang Pendidikan Terakhir: SMP Suku: Jawa Agama: Islam Lamanya menekuni pekerjaannya: 1 tahun Ibu N ini merupakan salah satu pemulung yang belum lama bekerja dalam bidang ini. Ibu ini merupakan masyarakat migran yang mana asalnya dari Tanah Jawa Siantar. Bapak R yang bekerja sebagai tukang angkut sampah di berbagai daerah, hanya dapat menghasilkan uang sebesar Rp500.000,- per bulan. Keluarga ini yang memiliki 2 anak, yang mana anak pertama duduk di kelas 5 sekolah dasar dan anak yang paling kecil masih sekolah di kelas 2 sekolah dasar. Ibu ini memilih bekerja sebagai pemulung, karena mudahnya untuk mencari pulungan di sekitar tempat tinggal mereka. Suami Ibu N yang bekerja sebagai tukang angkut sampah, semakin membantu untuk menambah pulungan yang dikumpulkan oleh Ibu N. Jika saat mengangkut sampah, Bapak R akan memilih-milih sampah yang bisa dijual kembali dan diberikan kepada Ibu N. Dalam kehidupan mereka sehari-hari, aktivitas mencari pulungan menjadi pekerjaan yang dilakukan oleh seluruh anggota keluarga tersebut. Kedua anak dari Ibu N dan Bapak R ini setiap harinya membantu orangtua mereka untuk mencari pulungan. Bagi kedua anak ini, mencari pulungan menjadi suatu pekerjaan yang mudah karena sampah yang begitu banyak dimana-mana, serta pekerjaan ini yang hanya membutuhkan fisik yang kuat untuk mampu berjalan jauh. Tidak jarang kedua anak ini bolos sekolah untuk membantu Ibu N ketika mencari pulungan. Bukan karena terpaksa, namun kedua anak ini malah menganggap bahwa mencari pulungan merupakan permainan yang pada akhirnya dapat menghasilkan uang bagi mereka. Ketika anaknya memilih untuk ikut mencari pulungan sehingga harus bolos sekolah, Ibu N sangat menyayangkan hal tersebut. Namun karena kedua anak mereka masih duduk di sekolah dasar, sehingga Ibu N dan suami tidak begitu khawatir jika anak mereka akan ketinggalan pelajaran di sekolah, karena menurut mereka, pendidikan sekolah dasar hanya membantu si anak untuk mampu menulis dan membaca. Namun nantinya, jika kedua anak tersebut sudah menginjak pendidikan yang lebih tinggi lagi, Ibu N tidak lagi mengajak anaknya untuk mencari pulungan pada saat jam belajar, namun Ibu ini berharap anaknya dapat lebih fokus pada pelajaran yang akan semakin sulit. Bagi Ibu N dan Bapak R, pendidikan formal merupakan suatu program pemerintah yang harus dilaksanakan, namun terkadang tidak sesuai dengan pendapatan yang dimiliki. Menurut Ibu N dan suami, biaya pendidikan yang mahal seharusnya dapat ditanggulangi oleh pemerintah sehingga si anak dapat bersekolah tanpa harus putus di tengah jalan. Biaya kehidupan sehari-hari yang membutuhkan banyak uang, terkadang menyulitkan keluarga ini untuk mampu memenuhi kebutuhan pendidikan anak mereka. Pendidikan formal yang mengeluarkan ijazah, menjadi suatu bekal bagi si anak untuk mampu mencari pekerjaan, maka alasan inilah yang menyebabkan Ibu N dan Bapak R menyekolahkan anaknya. Pentingnya ijazah untuk mencari pekerjaan karena tingkat persaingan yang semakin tinggi, menyebabkan orang berlomba-lomba memenuhi kebutuhan pendidikan anaknya. Namun karena kebutuhan tidak sejajar dengan pendapatan, maka Ibu N harus merelakan jam belajar anaknya demi untuk membantunya bekerja. Kemudahan untuk mendapatkan informasi tentang pendidikan yang sangat mudah, menurut keluarga ini semakin menambah tanggungjawab mereka untuk mampu memenuhi kebutuhan pendidikan anaknya. Menurut Ibu N dan suami, pemenuhan kebutuhan pendidikan yang dianjurkan oleh pemerintah merupakan suatu program yang tepat bagi seluruh masyarakat Indonesia, namun mengenai biaya pendidikan yang terkadang tidak sesuai dengan pendapatan dari masyarakat kalangan bawah, menyebabkan kegagalan program tersebut, sehingga masih saja ada anak yang tidak bersekolah. Menurut Bapak R, ijazah yang didapatkan anak dari pendidikan formal jauh lebih berharga dan lebih dapat diterima oleh masyarakat luas, dibanding jika si anak memiliki keahlian diluar pendidikan formal. Meskipun anak yang memiliki ijazah tidak mempunyai keahlian dalam suatu bidang pekerjaan, namun dia dapat menjadikan ijazahnya sebagai bekal untuk bekerja. Berbeda dengan anak yang memiliki keahlian dalam suatu pekerjaan, belum tentu dia dapat bekerja di bidang yang sudah menjadi keahliannya apabila tidak ada ijazah yang mendukung. Hal inilah yang menyebabkan pentingnya pendidikan formal bagi anak menurut keluarga ini.

4.4.5 Informan Kelima Warga daerah Pinang Baris yang keduanya bekerja sebagai pemulung

Nama: Ani Nama Suami: Sugi Usia: 24 tahun Jenis Kelamin: Perempuan Jumlah anak: 1 orang Pendidikan Terakhir: SMA Suku: Jawa Agama: Islam Lamanya menekuni pekerjaannya: 4 bulan Ibu A yang merupakan masyarakat pendatang yang berasal dari Kampung Pon, Kabupaten Serdang Bedagai. Alasan Ibu A dan keluarga melakukan migrasi ke Kota Medan karena ingin meningkatkan perekonomian keluarga mereka lantaran menunggu musim panen atau musim tanam di daerah asal mereka. Jika sudah memasuki musim panen ataupun musim tanam, Ibu A akan pulang ke daerah asalnya, meskipun harus melakukan kegiatan ini beberapa kali namun Ibu A tidak merasa rugi karena jika memikirkan tempat tinggal di daerah asal, masih ada tempat tinggal orangtua yang bisa ditumpangi. Pak S yang juga memiliki dua pekerjaan, yakni sebagai tukang becak di Kota Medan dan petani ketika musim panen dan musim tanam di daerah asal, tidak berniat untuk memilih salah satu dari antara kedua pekerjaan yang digelutinya. Karena bagi Pak S, kembali ke daerah asal untuk urusan pekerjaan, juga dapat mengobati rindu akan daerah asal mereka sehingga jarak atau hubungan dengan keluarga tetap terjaga. Pasangan suami istri yang sudah menikah selama 7 tahun ini memiliki seorang anak yang sedang duduk di kelas 1 sekolah dasar. Si anak tersebut disekolahkan di tempat migrasi mereka yakni salah satu sekolah negeri di Kota Medan. Meskipun memiliki dua pekerjaan di daerah yang berbeda-beda, bagi Pak S dan Ibu A pendidikan si anak tetap menjadi prioritas. Bagi mereka, untuk zaman yang serba modern dan selalu ada perkembangan, dibutuhkan pendidikan untuk mampu bersaing dengan dunia luar nantinya. Jika akan melakukan pekerjaan di daerah asal, maka Pak S dan Ibu A akan saling berbagi tugas untuk menjaga anak mereka, sehingga si anak tidak perlu bolos sekolah untuk ikut bersama orangtua mereka. Pekerjaan mencari pulungan yang dilakukan oleh Ibu A masih berjalan selama empat bulan. Bagi ibu ini, pekerjaan pemulung ini merupakan pekerjaan sampingan yang dia lakukan sembari mencari pekerjaan yang lebih baik lagi. Alasan Ibu A memilih pekerjaan sebagai pemulung karena kurangnya keahlian yang dimilikinya dalam bidang-bidang tertentu sehingga dia belum dapat menekuni pekerjaan lain yang lebih baik. Ijazah SMA yang dimilikinya menurutnya belum menjadi jaminan untuk mendapatkan pekerjaan yang lebih baik karena tingginya tingkat persaingan. Atas pengalamannya pribadi, dia dan suami tidak ingin anaknya merasakan hal yang sama seperti mereka dalam hal sulitnya mencari pekerjaan. Menurut keluarga ini, pendidikan informal mungkin bisa saja mengasah kemampuan si anak, namun pendidikan formal saja yang mampu memberikan peluang kepada si anak untuk mampu bekerja di tempat yang sesuai dengan kemampuan si anak. Kemudahan mendapatkan informasi pendidikan, sangat dirasakan oleh keluarga ini melalui kemudahan mendapatkan media massa. Program wajib belajar 9 tahun yang ditetapkan pemerintah menurut keluarga ini merupakan salah satu kebijakan yang sangat wajar untuk dijalankan. Mengingat banyaknya sekolah negeri yang murah sehingga tidak menghabiskan banyak biaya, semakin menambah semangat keluarga ini untuk menyekolahkan anak mereka. Bagi Ibu A, nasib anaknya kemunginan besar akan sangat berbeda dengan nasib yang dirasakannya apabila anaknya mampu bersekolah hingga ke jenjang yang lebih tinggi. Pekerjaan pemulung yang terkadang hanya mampu memberikannya sedikit pendapatan, namun tidak menyurutkan semangat keluarga ini untuk menyekolahkan anaknya.

4.4.6 Informan Keenam anak dari Ibu Dina Sitanggang Informan Pertama

Nama: Roma Panjaitan Jenis Kelamin: Perempuan Usia: 15 Tahun Pendidikan yang sedang dijalani: SMP RP yang merupakan anak dari pemulung, memiliki aktivitas selayaknya anak remaja perempuan. Selain bersekolah, dia juga bekerja membersihkan rumah serta mengerjakan pekerjaan rumah lainnya demi membantu meringankan pekerjaan orangtuanya. Terkadang jika sedang tidak bersekolah, RP sering membantu ibunya mencari pulungan, bahkan jika ada acara- acara di sebuah gedung misalnya acara wisuda, dia akan membantu ibunya bekerja dan memilih untuk bolos sekolah. Bagi RP pendidikan formal merupakan pendidikan yang tidak dia dapatkan di rumah ataupun lingkungan tempat tinggalnya. Pentingnya pendidikan formal, semata-mata hanya untuk mendapatkan ijazah saja yang mampu membantunya mencari kerja nantinya. Jika kebanyakan orangtua berharap banyak terhadap anaknya yang mengenyam pendidikan formal, namun berbeda halnya dengan RP. Bagi RP, pendidikan formal bukanlah suatu langkah yang pasti untuk mengubah nasibnya menjadi lebih baik. Pendidikan yang dia dapatkan di sekolah, belum tentu dapat diaplikasikan di tempat dia bersosialisasi sehingga membantunya untuk bertahan hidup. Menurut RP, kemiskinan tidak akan jauh dari kehidupan keluarga mereka meskipun dia sudah bersekolah. Dia berpendapat bahwa orang yang sudah bersekolah saja banyak yang tidak mendapatkan pekerjaan, apalagi dia yang belum tentu mampu menyelesaikan pendidikannya ke tingkat yang lebih tinggi. Menurutnya kurangnya saudara yang bekerja di bagian-bagian penting pemerintahan ataupun dalam suatu instansi, menjadi salah satu kendala susahnya mendapatkan pekerjaan meskipun sudah berpendidikan. RP juga melihat pengalaman kedua orangtuanya yang tidak mampu menyelesaikan pendidikan hingga tingkat SMA sehingga menyebabkan sulitnya mendapatkan pekerjaan yang lebih baik. Bagi dia, kehidupan orangtuanya tidak akan berbeda jauh dengan hidupnya nantinya. Karena dia tidak ingin menuntut banyak dalam hal pendidikannya, melihat kondisi perekonomian keluarganya yang tidak memadai. Atas dasar hal tersebut, RP terlihat pesimis akan perubahan yang terjadi pada hidupnya ke depan dengan adanya pendidikan formal tersebut.

4.4.7 Informan Ketujuh anak dari Ibu Rani GultomInforman Kedua

Nama: Dany Panjaitan Jenis Kelamin: Lak-laki Usia: 10 Tahun Pendidikan yang sedang dijalani: Sekolah Dasar DP yang sedang duduk di kelas empat sekolah dasar, dalam keseharian sangat menikmati dunia pendidikan. Meskipun terkadang ia harus merelakan waktu senggangnya untuk membantu orangtuanya dalam mencari pulungan, namun ia beranggapan bahwa pendidikan merupakan kebutuhan yang sangat penting. Di sekolah ia diajarkan untuk belajar dengan sungguh-sungguh demi mencapai cita-citanya. DP yang bercita-cita sebagai pilot ini, berharap agar setelah selesai sekolah nanti ia bisa bekerja dengan baik. Di sekolah DP salah satu anak yang cukup berprestasi, hal ini dibuktikan dengan nilai rapornya yang selalu masuk sepuluh besar. Meskipun DP sudah bisa mencari uang seperti ibunya hanya dengan mencari pulungan, namun ia merasa bahwa dengan mendapat pendidikan nantinya, uang yang dihasilkan akan jauh lebih besar jika bekal pendidikannya pun semakin tinggi. DP yang bersekolah di sekolah negeri, tidak pernah mendapatkan ejekan dari teman- temannya. Pekerjaan orangtuanya yang tidak pernah dianggap rendah oleh teman-temannya dan juga gurunya menyebabkan keinginan DP untuk selalu ke sekolah. Di sekolah DP memiliki banyak teman bermain dan belajar, serta guru yang selalu bisa mengajarinya. Berbeda dengan di rumah, DP merasa jika dirumah ia harus bekerja membantu orangtuanya yakni menyeleksi hasil pulungan atau bahkan harus mencari pulungan seperti orangtuanya. Kebutuhan pendidikan DP yang terkadang tidak dapat dipenuhi oleh orangtuanya karena kurangnya biaya, menyebabkan DP harus ikut bekerja bersama orangtuanya. Hal ini merupakan suatu pekerjaan yang wajar bagi DP, mengingat ia merupakan anak pertama, maka ia harus mampu membantu orangtuanya. Kedewasaan DP dalam berpikir sangat dipengaruhi oleh orangtuanya yang selalu bercerita dan berkeluh kesah didepannya sehingga menjadikan DP sebagai anak yang mengerti keadaan orangtua.

4.4.8 Informan Kedelapan anak dari Ibu Salve GeaInforman Ketiga

Nama: Talu Halawa Jenis Kelamin: Lak-laki Usia: 12 Tahun Pendidikan yang sedang dijalani: Sekolah Dasar TH merupakan anak yang memiliki kerja sampingan dikarenakan penghasilan orangtuanya yang sangat rendah. Sehari-harinya TH menjadi tukang cuci piring di sebuah warung tukang bakso, demi mendapatkan upah RP3000,-hari. Alasan TH bekerja yakni untuk mendapatkan uang jajan yang tidak mampu diberikan oleh orangtuanya. Orangtuanya yang tidak mempermasalahkan pekerjaan si anak selagi si anak masih selalu pulang ke rumah, semakin memotivasi TH untuk selalu bekerja. TH yang sedang duduk di bangku kelas enam sekolah dasar, menganggap bahwa pendidikan merupakan tempat untuk membaca dan menulis saja. Baginya jika sudah mampu membaca dan menulis, maka ia sudah dapat bekerja. TH yang tidak berharap sekolah tinggi- tinggi, mengganggap bahwa pendidikan merupakan tempat bermain saja. Dengan melihat pendidikan orangtuanya yang hanya tamat SMP, tidak menutup kemungkinan bahwa ia juga hanya akan mengenyam pendidikan seperti orangtuanya. TH yang sudah memiliki penghasilan setiap harinya menyebabkan ia lebih memilih bekerja daripada belajar terus menerus. Baginya guna pendidikan adalah untuk mencari pekerjaan, namun jika sudah punya pekerjaan maka baginya pendidikan menjadi sebuah pengeluaran. Orangtua yang selalu memotivasinya untuk bersekolah, terkadang tidak sejalan dengan pemikiran TH. Jika di sekitar rumahnya ada pesta yang menyumbang sampah, ia lebih ingin mencarri pulungan di sekitar pesta tersebut ketimbang bersekolah. Di sekolah TH yang tidak pernah mendapatkan olok-olokan dari temannya meskipun ia bekerja sebagai tukang cuci, dan terkadang sebagai pemulung tidak menjamin kenyamanan TH untuk bersekolah. Sering sekali TH bolos sekolah hanya untuk mencari pulungan agar memiliki pendapatan sendiri. Orangtuanya yang tidak pernah memberikannya uang jajan, menjadi alasan utama menjadikan ia semakin giat bekerja dibanding belajar. Kewajiban bersekolah yang diajarkan oleh orangtuanya kepada TH tidak menancap dengan baik dalam pola pikir TH. Bagi TH bekerja merupakan kewajiban semua orang agar kebutuhannya dapat tercapai. Walaupun terkadang harus merelakan waktu belajar, namun bagi TH tidak menjadi masalah jika waktu belajar yang telah terbuang dapat diganti dengan uang setiap harinya.

4.4.9 Informan Kesembilan anak dari Ibu NuryatiInforman Keempat

Nama: Anto Jenis Kelamin: Lak-laki Usia: 11 Tahun Pendidikan yang sedang dijalani: Sekolah Dasar A yang kesehariannya merupakan anak sekolah dasar yang duduk di bangku kelas lima, merupakan anak yang memiliki kerja sampingan selain bersekolah. Setiap harinya ia membantu orangtuanya untuk mencari pulungan, dan tak jarang juga A bolos sekolah dengan alasan membantu orangtua. Bahkan A juga sering “ngamen” di terminal pinang baris demi mendapatkan uang yang lebih banyak. Hal ini tidak diketahui oleh orangtuanya dan ia lakukan secara diam-diam demi menambah uang jajannya. Banyaknya angkutan umum di sekitar terminal Pinang Baris yang sangat dekat dengan tempat tinggal mereka, menimbulkan ketertarikan A untuk mengamen. Mudahnya mencari uang dengan ngamen, menjadikan A semakin ketagihan dan semakin sering melakukannya. Namun terkadang untuk waktu yang sudah diaturnya untuk mengamen, ia harus merelakannya apabila orangtuanya mengajaknya untuk mencari pulungan. Bagi A, pendidikan merupakan tempat bagi anak orang kaya yang mampu bersekolah tinggi-tinggi sehingga dapat meningkatkan status keluarganya nantinya. Biaya pendidikan yang mahal menjadikan A tidak begitu menganggap penting kebutuhan pendidikan. Baginya jika sudah mampu mencari uang sendiri, maka akan sangat lebih berguna dibanding dengan anak yang hanya mampu belajar dan sekolah tinggi-tinggi karena hanya akan menghabiskan pendapatan orangtua. A merupakan anak yang tidak banyak menuntut kepada orangtuanya. Sebagai anak yang paling besar, A sadar betul akan keadaan perekonomian orangtuanya sehingga ia sangat berusaha untuk mampu memenuhi kebutuhannya sendiri tanpa harus meminta lagi kepada orangtuanya. Banyaknya pengaruh negatif dari luar tidak menjadi ancaman bagi ia, karena sifatnya yang sangat mudah bergaul dengan siapa saja. Tabel 5 Pandangan Orangtua yang Bekerja Sebagai Pemulung Terhadap Pendidikan Formal No Nama Usia Pendidikan Terakhir Pandangan Orangtua Terhadap Pendidikan Formal 1. Dina Sitanggang 38 tahun SMP Pendidikan merupakan sarana dalam mengajarkan anak untuk mampu membaca dan menulis. Namun dalam pemenuhan kebutuhan pendidikan secara totalitas tidak menjadi prioritas. 2. Rani Gultom 35 tahun SMA Pendidikan merupakan kebutuhan yang harus diperhatikan agar nantinya si anak mampu bersaing di dunia kerja. 3. Salve Gea 41 tahun SMP Pentingnya pendidikan menjadi suatu kewajiban yang harus dipenuhi terhadap anaknya Dengan mengikutsertakan anak dalam pendidikan, maka membantu pembangunan Negara. 4. Nuryati 34 tahun SMP Ijazah yang didapatkan setelah mengenyam pendidikan menjadi salah satu tolak ukur dalam mempermudah mencari pekerjaan. Maka pendidikan baginya sangat penting. 5. Ani 24 tahun SMA Pendidikan merupakan salah satu mobilitas dalam mengubah nasib anaknya yang mengenyam pendidikan. Sehingga pemenuhan kebutuhan pendidikan sangatlah penting. Tabel 6 Pandangan Anak Pemulung Terhadap Pendidikan Formal No Nama Usia Pendidikan yang Sedang Dijalani Pandangan Anak Pemulung Terhadap Pendidikan Formal 1. Roma Panjaitan 15 tahun SMP Pendidikan bukanlah sarana untuk mengubah nasib. Dengan mengenyam pendidikan, tidak akan memberikan perubahan besar pada masa depannya nantinya 2. Dany Panjaitan 10 tahun SD Pentingnya pendidikan menjadi suatu kewajiban, dan dengan mengenyam pendidikan mampu mewujudkan cita-citanya. 3.. Talu Halawa 12 tahun SD Lembaga pendidikan hanya merupakan sarana untuk tempat membaca dan menulis saja. Baginya guna pendidikan adalah untuk membantu mencari pekerjaan. Namun bagi ia yang sudah bekerja, maka mencari uang jauh lebih penting daripada mengenyam pendidikan. 4. Anto 11 tahun SD Tidak menganggap penting pendidikan. Baginya kebutuhan pendidikan yang semakin mahal, hanya akan menambah pengeluaran keluarga saja. BAB 5 TEMUAN DAN INTERPRETASI DATA

5.1 Komunitas Pemulung di Kota Medan

Munculnya komunitas pemulung di kota Medan menunjukkan bahwa semakin sedikitnya lapangan pekerjaan di Kota Medan sehingga menimbulkan munculnya pekerjaan di sektor informal salah satunya pemulung. Kota Medan yang memiliki dua TPA tempat pembuangan akhir, yakni TPA Namo Bintang dan TPA Terjun dikelilingi oleh 1000 orang pemulung atau 400 KK Dinas Kebersihan Kota Medan, 2008. Namun dengan tersebarnya TPS di berbagai daerah di Kota Medan, menimbulkan banyaknya pemulung jalanan yang bahkan melebihi pemulung tetap di dekat kedua TPA Kota Medan. Pemulung jalanan yang didominasi oleh perempuan, juga terdiri dari berbagai usia. Pilihan bekerja pada lapangan pekerjaan ini, tidak didasari oleh tekanan dari orang lain. Dengan kata lain, pekerjaan sebagai pemulung ini merupakan pilihan yang rasional dan dilakukan dengan kesadaran penuh. Ini menunjukkan bahwa pekerjaan tersebut layak bagi mereka dan mereka pun tidak menolak pekerjaan ini. Pekerjaan pemulung yang tidak memiliki syarat yang berat, misalnya seperti keahlian ataupun pendidikan, menyebabkan banyaknya masyarakat memilih untuk bekerja di bidang ini. Berdasarkan data lapangan, pemulung yang memiliki motivasi lebih tinggi, maka ia lebih banyak mengumpulkan pulungan. Kebutuhan ekonomi bahkan kebutuhan pendidikan keluarga mereka, sering dijadikan prioritas utama mereka yang menimbulkan semangat kerja bagi mereka. Masyarakat pemulung biasanya terdiri dari masyarakat lokal dan masyarakat pendatang. Jika masyarakat lokal, kebanyakan mereka merupakan pemulung tetap yang tinggal di sekitar TPA, namun bagi masyarakat pendatang yang memilih sebagai pemulung, sebagian besarnya merupakan pemulung jalanan. Perbedaan pemulung lokal dan pemulung pendatang dapat terlihat pada tabel di bawah ini. Tabel 7 Perbedaan Pemulung Lokal dan Pemulung Pendatang No Pemulung Lokal Pemulung Pendatang 1. Merupakan penduduk yang biasanya memilih tinggal di sekitar TPA, dan kebanyakan beretnis Batak. Merupakan penduduk jalanan yang tidak memiliki lapak yang menetap, dan kebanyakan beretnis Nias, Jawa, dan Melayu. 2. Status kependudukannya jelas, memiliki KTP, KK, rekening listrik dan lain-laiin walaupun memiliki rumah di sekitar TPA. Tidak memiliki status kependudukan, kalaupun ada seperti KTP, sudah ada dari daerah asalnya. Dan mengontrak di berbagai wilayah kota Medan. 3. Sebagian besar merupakan pekerjaan utama atau sampingan. Ada yang menjadikan pekerjaan utama. Namun ada juga yang menjadikannya sebagai pekerjaan sampingan menunggu masa tanam dan masa panen. 4. Dalam rantai usaha kebanyakan menempati posisi Bandar pengepul, namun ada juga yang hanya pemulung biasa. Kebanyakan merupakan pemulung biasa yang mencari pulungan di jalanan tanpa ada lapak yang menetap. Karakteristik pemulung berdasarkan usia, jenis kelamin, status perkawinan, etnis dan yang lainnya pada lokasi penelitian yakni Daerah Pinang Baris Kelurahan Lalang dapat terlihat pada tabel dibawah ini. Tabel 8 Karakteristik Pemulung di Lokasi Penelitian No. Karakteristik Urain 1. Jenis Kelamin Pemulung jalanan yang berada di lokasi penelitian, terdiri dari 15 orang perempuan 60 dan 10 orang laki-laki 40. 2. Usia Usia pemulung biasa didominasi oleh yang dewasa, atau diatas usia 30 tahun yakni sejumlah 16 orang 64 dan 9 orang 36 dibawah usia 30 tahun. 3. Status perkawinan Pada umumnya masyarakat pemulung yang berada dilokasi penelitian sudah berstatus kawin, dan hanya 3 orang yang berstatus janda dari keseluruhan informan pemulung yang berada di lokasi penelitian yang berjumlah 25 KK. 4. Etnis Pemulung yang menjadi informan terdiri dari 12 KK etnis Batak 48, 7 KK etnis Nias 28 dan 6 KK etnis Jawa 24. 5. Pendidikan Tingkat pendidikan yang dijalani oleh pemulung sudah cukup baik, dan tidak ada yang tidak pernah bersekolah. 6. Tempat Tinggal Seluruh pemulung yang berada di lokasi penelitian memiliki tempat tinggal yang tersebar di wilayah lokasi penelitian ini. Seluruh pemulung yang menjadi informan ternyata tidak memiliki tempat tinggal yang sudah menjadi kepunyaan sendiri, namun hanya berstatus mengontrak. 7. Sanitasi Fasilitas sanitasi yang mereka miliki sudah cukup bagus dengan adanya kamar mandi sendiri di setiap rumah kontrakan mereka. 8. Akses pelayanan kesehatan Jika mengalami sakit, kebanyakan pemulung mendapatkan obat dari apotik ataupun puskesmas yang ada di lokasi penelitian ini dan mudah untuk didapatkan karena jaraknya yang tidak begitu jauh. Sampah yang menjadi sumber pulungan para pemulung berasal dari sampah rumah tangga, sekolah, perkantoran, rumah sakit, rumah makanrestoran, taman, tempat hiburan, pasar dan lain sebagainya. Komposisi sampah terdiri dari sampah organik 48,2 yang terdiri dari daun-daunan 32 dan makanan 16,2 , sampah anorganik sebanyak 52,8 yang terdiri dari kertas 17,5, plastik 13,5,kaca 2,3, kayu 4,5, dan lain-lain 8,2 Dinas Kebersihan Kota Medan, 2008. Pemulung mendapatkan sejumlah uang sebagai pendapatan mereka dari penjualan bahanbarang bekas produk yang mereka kumpulkan. Pada tabel dibawah ini disajikan data jenis-jenis produk yang dikumpulkan dan harga masing-masing produk. Tabel 9 Produk yang Dikumpulkan dan Harga Masing-masing Produk No Produk HargaSatuan Kg 1. Plastik 300 2. PE 1200 3. Alma 6500 4. Plastik Atom 2000 5. Besi 1500 6. Karton 300 7. Kertas 150 8. Tulang 300 9. Kaleng 300 10. Plastik Asoy 500 Sumber: Data Lapangan, 2013

5.2 Alasan Memilih Menjadi Pemulung