Fenomena Pemulung dan Kemiskinan di Perkotaan

cenderung beristirahat mencari barang-barang bekas apabila merasa telah mendapatkan sejumlah uang untuk beberapa hari. Walaupun pemulung digolongkan ke sub kultur semacam ini, namun sebenarnya mereka masih memiliki kondisi sosial budaya yang lebih baik daripada gelandangan dan pengemis. Mereka memiliki etos kerja yang lebih tinggi. Hasrat untuk mandiri cukup besar, sehingga pemulung lebih bisa diarahkan dan dibina kepada kehidupan yang lebih baik. c. Kondisi Pemulung Ditinjau Dari Dimensi Lingkungan Ditinjau dari dimensi lingkungan peran pemulung sangat besar. Mereka ikut andil dalam menciptakan kebersihan di lingkungan perkotaan. Dengan jalan mengurangi volume sampah dari jenis yang justru tidak dapat atau sukar hancur secara alamiah. Meskipun secara kuantitatif pengurangannya kecil, sehingga kurang terlihat pengaruhnya. Sedangkan di lain pihak, dalam kegiatannya mengumpulkan barang-barang bekas, para pemulung tidak atau kurang memikirkan kebersihan dan keindahan lingkungan. Ternyata mereka merasa tidak wajib untuk turut menjaga keindahan dan kebesihan lingkungan. Seperti, banyak diantara mereka dengan seenaknya mendirikan gubuk-gubuk luar di sembarang tempat dan menumpuk barang-barang bekas di depan gubuk mereka. Perlu ditinjau dampak dari keberadaan pemulung terhadap aspek lingkungan yang lain, dalam hal ini sejauh mana pengaruhnya terhadap sistem keamanan lingkungan. Ternyata tidak semua pemulung berperilaku jujur, terkadang ada juga yang mau mengambil hak milik orang lain yang bukan barang-barang bekas. Dengan kenyataan yang demikian itu maka kehadiran para pemulung di lingkungan daerah pemukiman sering menimbulkan curiga dan khawatir pada sebagian penduduk.

2.2 Fenomena Pemulung dan Kemiskinan di Perkotaan

Komunitas pemulung merupakan salah satu komunitas yang memadati perkotaan. Komunitas yang sehari-harinya bekerja mengumpulkan pulungan ini, dapat dimasuki oleh siapa saja, meskipun tidak memiliki keahlian sekalipun. Persaingan yang tinggi di perkotaan, menuntut kemampuan dan keahlian di berbagai bidang bagi masyarakat, menyebabkan masyarakat yang tidak dapat mengembangkan kemampuannya, harus mencari pekerjaan yang tidak menuntut keahlian. Dan pekerjaan pemulung pun menjadi salah satu pilihan. Dengan melihat volume sampah di perkotaan yang begitu tinggi, menyebabkan lahan pekerjaan pemulung semakin banyak. Munculnya komunitas pemulung di daerah perkotaan merupakan suatu wujud kemiskinan di perkotaan itu sendiri. Laju pertumbuhan yang semakin meningkat, semakin menyebabkan keterpurukan ekonomi yang belum mapan. Lapangan pekerjaan yang tidak sejalan dengan pertumbuhan pendudukan, menyebabkan banyaknya masyarakat yang pengangguran sehingga menyebabkan munculnya pekerjaan di sektor informal seperti pemulung. Penghasilan yang sedikit tidak sesuai dengan pemenuhan kebutuhan dasar, menyebabkan rendahnya kesejahteraan masyarakat pemulung, yang terlihat dari keikutsertaan anak dalam memulung. Selain itu, tingkat kepedulian masyarakat perkotaan yang sangat jauh berbeda dengan masyarakat pedesaan, menimbulkan sifat individualis yang ingin bertahan sendiri tanpa memperhatikan kepentingan msyarakat lainnya. Misalnya, dalam hal membuang sampah masyarakat perkotaan cenderung tidak memperhatikan keseimbangan lingkungan dengan membuang sampah pada tempatnya. Sehingga hal ini akan menyebabkan ketidaknyamanan terhadap masyarakat yang lainnya. Kawasan kumuh yang dihuni oleh berbagai komunitas masyarakat yang salah satunya komunitas pemulung, merupakan suatu bukti kemiskinan di perkotaan. Ketertarikan masyarakat migran untuk menetap di perkotaan memberikan perubahan tata ruang kota akibat peningkatan penduduk, sehingga menjadikan wilayah di perkotaan semakin sempit, yang menimbulkan munculnya daerah kumuh. Munculnya komunitas- komunitas baru di daerah perkotaan menjadi akibat dari peningkatan kependudukan, sehingga masyarakat perkotaan cenderung memiliki sifat hidup berkelompok. Begitu juga dengan pemulung, yang tergabung atas kesamaan pekerjaan, menyebabkan intensitas tatap muka sesama pemulung semakin tinggi, dikarenakan bertemu di jalanan ketika mencari pulungan, atau bahkan ketika menjual hasil pulungan mereka di tauke yang sama. Semakin banyaknya sektor informal yang muncul di perkotaan, semakin menunjukkan bahwa persaingan dalam mencari lapangan kerja dalam sector formal semakin tinggi. Kemampuan dan keahlian sangat dibutuhkan untuk mampu bersaing, dan jika tidak memiliki keduanya, maka muncullah komunitas penduduk yang membuka lapangan kerja di sector informal seperti komunitas pemulung ini. Maka dapat disimpulkan, semakin banyaknya pemulung dalam suatu daerah perkotaan, menjadi wujud kemiskinan di daerah perkotaan itu juga.

2.3 Pendidikan dan Mobilitas Sosial