Persepsi Pemulung Terhadap Pendidikan Formal Anak

Bagan 1: Hubungan Antara Status Pekerjaan Dengan Pendapatan, Serta Pendapatan Berpengaruh Terhadap Pola Konsumsi Ket: = Berpengaruh secara langsung

5.5 Persepsi Pemulung Terhadap Pendidikan Formal Anak

Pendidikan merupakan dasar pembangunan manusia. Pentingnya pendidikan harus dilihat dalam konteks hak-hak azasi manusia, artinya setiap manusia berhak untuk memperoleh pendidikan. Pada sisi lain pendidikan merupakan kebutuhan dasar pembangunan yang mana dalam pembangunan dibutuhkan sumber daya manusia yang berkualitas serta mampu memanfaatkan, mengembangkan dan menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi Usman, 2004: 145. Tingkat Pendidikan Pendapatan Status Pekerjaan Jumlah Anggota rumah tangga Penghasilan tambahan Keluarga Perorangan Bobot Kualitas Pola Konsumsi Sekalipun pengaruh kemiskinan pada anak-anak yang tidak bersekolah, kemiskinan bukanlah satu-satunya faktor yang berpengaruh. Salah satu faktor yang berpengaruh adalah pola pikir yang pendek dan sederhana akibat rendahnya tingkat pendidikan. Dalam Negara Indonesia pengaruh kepala rumah tangga yakni ayah, sangat berperan dalam rumah tangga termasuk dalam mengambil keputusan untuk bersekolah. Hal ini sejalan dengan pengakuan salah satu informan yang hanya mampu mengecap pendidikan di tingkat SMP saja lantaran dia hanya perempuan. Namanya anak perempuan kan kalau dibilang orangtua kerjanya hanya ngurus rumah aja. Kayak dikampung saya dulu ya, jarang ada anak perempuan yang disekolahin tinggi-tinggi. Katanya ngabisin duit aja, karna nanti kerjanya juga pasti jadi ibu rumah tangga. Biasa bapak yang ngomong kayak gitu, karna mungkin banyaknya pengeluaran kali ya. Salve Persepsi manusia terhadap suatu objek akan dipengaruhi oleh sejauh mana pemahamannya terhadap objek tersebut. Persepsi akan timbul setelah seseorang atau sekelompok manusia terlebih dulu merasakan kehadiran suatu objek dan setelah dirasakan akan menginterpretasikan perasaannya terhadap objek tersebut. Dalam penelitian ini, penelitian menggali pemahaman keluarga pemulung terhadap pendidikan yang mereka kategorikan menjadi dua bagian, yakni pendidikan informal yang diajarkan di keluarga ataupun lingkungan tempat mereka tinggal sementara pendidikan formal merupakan pengajaran yang didapatkan di sekolah. Akses pendidikan yang sangat mudah didapatkan oleh keluarga pemulung menimbulkan ketertarikan dalam memenuhi kebutuhan pendidikan anak pemulung. Mudahnya mendapatkan media massa dalam membantu memberikan informasi mengenai pendidikan, serta munculnya sekolah negeri yang hanya membutuhkan biaya yang kecil, menjadi alasan yang mampu mengubah pola pikir keluarga pemulung sehingga berkeyakinan untuk menjadikan pendidikan sebagai kebutuhan yang penting. Hal ini senada dengan penuturan informan yakni: Kalau mudahnya dapat info tentang pendidikan, yah mudah dek. Kan sekarang juga sekolah banyak dimana-mana, ada yang negeri ada yang sekolah mahal. Jadi yah kita gampang dengar-dengar perkembangan tentang pendidikan. Tapi kalau anak kita, yah sanggup sekolah di negeri aja, biaya lebih murah jadi gak berat sekolahinnya. Yang penting sekolah aja, udah itu yang paling penting Ani. Bagi keluarga pemulung di daerah penelitian, pendidikan formal yang identik dengan sekolah yang dimaknai dengan pendidikan sebagai usaha atau kegiatan yang dijalankan dengan sengaja, teratur dan berencana dengan tujuan mengubah tingkah laku anak didik kearah yang diinginkan. Pendidikan di sekolah dapat mengajarkan membaca, menulis dan menghitung yang tidak bisa diberikan oleh keluarga melainkan harus didapat disekolah. Seperti yang dituturkan informan dibawah ini: Kalau anak-anak ini kan bisa bebas belajar menghitung, baca, nulis di sekolah. Yah saya aja yang orangtua si anak, kan belum tentu bisa ngajarin kayak guru- guru disekolah. Itulah pentinngnya si anak harus sekolah. Ibu Rani, 35tahun Sekolah atau lembaga pendidikan formal juga dianggap sebagai tempat yang terhormat. Alasan ini dikarenakan disekolah setiap anak memakai seragam yang sama, sehingga tidak ada perbedaan status orang kaya dan orang miskin. Hal ini juga membantu anak agar tidak minder bergaul di areal sekolah. Keluarga pemulung yang berharap anaknya dapat mengenyam pendidikan demi mempermudah si anak nantinya untuk mendapatkan pekerjaan, mau tidak mau akan berusaha memenuhi kebutuhan pendidikan si anak, agar si anak tidak ketinggalan dengan teman satu sekolahnya. Hal ini sesuai dengan penuturan informan dibawah ini: Beli seragam baru anak, yah wajar-wajar aja, sepatu sama tas juga ya ga apa- apalah. Biar anak kita gak malu disekolah karna bajunya yang jelek. Kan itu tanggung jawab kita juga sebagai orangtua. Biarlah kita yang miskin, tapi anak jangan ikutan miskin. Yah maunya sih anak berhasil jangan kayak ibu sama ayahnya yang kerjanya ga karuan gini. Ibu Ani, 24 tahun Namun berbeda halnya dengan anak pemulung yang mengenyam pendidikan, mereka beranggapan bahwa dengan bersekolah belum tentu dapat mengubah nasibnya di masa depan. Mereka berpendapat bahwa kehidupan mereka nantinya tidak akan jauh berbeda dengan kedua orangtua mereka. Hal ini sesuai dengan penuturan salah satu informan yakni: Kita aja sekolah belum tentu bisa kaya, di sekolah juga kita minder sendiri, kawan-kawan kita sering lihat orangtua kita nyari barang bekas, yah kita diejekin. Katanya gak usah sekolah tinggi, nanti ujung-ujungnya kerja kayak mamak juga. Memang betul sih, kita sekolah aja syukur-syukur bisa tamat SMA. Sekarang ijazah SMA susah dibawa kemana-mana. Kadang pengen nolak sekolah sih, mending langsung kerja, tapi orangtua ngelarang.Roma, 15 tahun Banyaknya pengaruh positif yang diharapkan dari pendidikan formal, ternyata belum sepenuhnya mampu dirasakan oleh anak didik. Banyaknya pengkotak-kotakan di sekolah menjadi salah satu penyebab ketidaknyamanan anak didik ketika mengenyam pendidikan formal. Keterbatasan perekonomian yang tidak mampu mencukupi kebutuhan pendidikan formal si anak menjadi penyebab si anak tidak berharap banyak akan pengaruh dari pendidikan formal. Si anak merasa bahwa jika mengenyam pendidikan, namun tidak secara maksimal, maka hasilnya juga tidak akan memuaskan. Seperti salah satu penuturan informan: Sebenarnya sekolah ini hanya simbol ajanya biar orang tau kalo kita itu bisa baca, nulis, jadi nanti kalo kerja udah ada ijazah, lebih gampanglah dikasi kerjaan sama orang. Kalo kayak aku ininya, anak orang miskin, ga tau kita entah kedepannya berhenti sekolah ato gimana, kan nanti hasil dari yang bersekolah itu gak maksimal juga.Roma,15tahun Pentingnya ijazah yang dikeluarkan oleh pendidikan formal, menjadi salah satu daya tarik yang menyebabkan banyak anak memilih mengikuti pendidikan formal. Meskipun pengaruh yang akan dirasakan setelah mengenyam pendidikan belum terjamin ke depannya, namun demi tidak ingin tertinggal dari masyarakat lainnya, kebanyakan masyarakat menjadikan pendidikan sebagai kebutuhan yang tidak dapat dilupakan. Berbeda halnya dengan anak pemulung yang beranggapan bahwa mencari uang lebih penting daripada belajar, merupakan salah satu pemahaman yang berbeda akan hadirnya pendidikan. Hal ini sesuai dengan penuturan salah satu informan yakni: Kalau udah bisa cari duit sendiri, yah gak perlu sekolah kak, kan sekolah juga biar bisa cari duit nantinya. Padahal sekolah kan ngabisin duit juganya, yah mending mulai sekarang nyari duit sendiri biar gak minta jajan sama orangtua lagi. Anto Sependapat dengan salah satu informan, yang beranggapan bahwa pendidikan hanya tempat untuk belajar menulis dan membaca saja. Kalau disekolah kan diajarin baca sama nulis, yah itu biar gak dibodoh-bodohin orang nanti kak. Kalau nyari duit yah mendinglah daripada belajar terus, kan udah bisa baca, udah bisa nulis yah langsung kerja ajalah kak. Kan enak dapat duit.Talu Anak yang bekerja di usia yang tidak wajar dan seharusnya mendapatkan pengawasan serta pemahaman mengenai pendidikan, menjadikan mereka menjadi anak yang matrealistik. Bekerja mencari uang lebih baik daripada belajar. Hal ini merupakan ketidakseimbangan lembaga keluarga dalam memperkenalkan lembaga pendidikan yang mana hasilnya tidak akan mampu maksimal terhadap masa depan si anak. Perbedaan pendapat antara anak dan orangtua akan arti pentingnya pendidikan menyebabkan ketidakharmonisan sehingga lembaga keluarga yang seharusnya menjadi agen sosialisasi pendidikan bagi anak tidak mampu berada pada situasi harmoni.

5.6 Pendidikan Menurut Teori Fungsionalisme