47
Penelitian lain yang relevan dilakukan oleh Devi Tanjung Yogya Dwi Utomo meneliti tentang Kondisi Sarana dan Prasarana pada Rintisan Sekolah Bertaraf
Internasional di SMP Negeri 1 Bantul dengan hasil penelitian yaitu: 1 Ketersediaan sarana dan prasarana Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional di
SMP Negeri 1 Bantul menunjukkan rata-rata persentase 86, dengan rincian sarana dan prasarana umum sangat lengkap dengan skor 81, perpustakaan
sangat lengkap dengan skor 94, laboratorium IPA sangat lengkap dengan skor 85, laboratorium bahasa sangat lengkap dengan skor 82, laboratorium
komputer sangat lengkap dengan skor 89, kantin lengkap dengan skor 80, auditorium aula sangat lengkap dengan skor 82, sarana prasarana olahraga
sangat lengkap dengan skor 85, pusat belajar dan riset guru ruang guru sangat lengkap dengan skor 88, penunjang administrasi sekolahTU sangat lengkap
dengan skor 90, toilet lengkap dengan skor 76, tempat bermain, kreasi, dan rekreasi sangat lengkap dengan skor 88, serta tempat ibadah sangat lengkap
dengan skor 92; 2 Faktor-faktor yang mempengaruhi kondisi sarana dan prasarana Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional di SMP Negeri 1 Bantul
menunjukan bahwa menurut guru faktor penggunaan sangat baik dengan skor 85, faktor pemeliharaan baik dengan skor 80, dan faktor penyimpanan baik
dengan skor 77.
F. Kerangka Pikir
Pendidikan inklusif merupakan suatu langkah yang ditempuh untuk mempromosikan pendidikan untuk semua yang efektif karena dapat menciptakan
sekolah yang responsif terhadap beragam kebutuhan aktual dari anak dan masyarakat. Sehingga pendidikan inklusif dapat menjamin katersediaan akses dan
kualitas. Tujuan utama pendidikan inklusif adalah untuk mendidik anak yang
48
berkebutuhan khusus di kelas reguler bersama-sama dengan anak-anak lain yang normal dan diberi dukungan yang sesuai dengan kebutuhannya, di sekolah yang
ada di lingkungan rumahnya. Secara mendasar konsep dan praktek penyelenggaraan pendidikan inklusi bagi ABK di berbagai belahan dunia saat ini
mengacu kepada Deklarasi Bandung tahun 2004. Sama halnya dengan negara-negara penyelenggara pendidikan inklusif,
masyarakat di Indonesia sudah mulai peduli dengan penyelenggaraan pendidikan inklusif. Hal ini membuat pemerintah membuat kebijakan baru yang dapat
menampung keinginan masyarakat untuk penyelenggaraan pendidikan inklusif. Pelaksanaan pendidikan inklusif di Indonesia didukung dengan dikeluarkannya
Permendiknas Nomor 70 tahun 2009 tentang Pendidikan Inklusif bagi Peserta Didik yang memiliki Kelainan dan memiliki Potensi Kecerdasan danatau Bakat
Istimewa. Dalam Permendiknas tersebut sudah diatur bagaimana tata cara penyelenggaraan pendidikan inklusif. Selain itu pemerintah provinsi DIY juga
telah menerbitkan Peraturan Walikota Yogyakarta No. 47 tahun 2008 tentang Penyelenggaraan Pendidikan Inklusi dan Juknis yang dibuat oleh Kepala Dinas
Pendidikan Kota Yogyakarta tentang Penyelenggaraan Pendidikan Inklusif di Kota Yogyakarta.
Salah satu poin dalam pasal 11 menyatakan bahwa sekolah harus menyediakan media dan sumber belajar serta sarana dan prasarana yang asesibel.
Maksud dari asesibel disini adalah disesuaikan dengan kebutuhan siswa ABK yang ada di sekolah. Dengan demikian sekolah perlu menyediakan media, sumber
belajar, serta sarana dan prasarana yang dibutuhkan oleh siswa ABK dengan tetap mengacu pada PP No 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan dan PP
No 17 tahun 2010 tentang Pengelolaan dan Penyelenggaraan Pendidikan.
49
Salah satu upaya untuk meningkatkan mutu pendidikan di sekolah, maka perlu adanya manajemen yang baik di sekolah. Untuk itu semua sumber daya yang
dimiliki oleh sekolah harus dikelola dengan baik. Salah satu sumber daya yang harus dikelola oleh sekolah adalah sarana dan prasarana pembelajaran.
Keberadaan sarana prasarana menjadi salah satu faktor terpenting dalam pencapaian tujuan sekolah. Bila dikaitkan dengan sekolah inklusif, maka sarana
prasarana pembelajaran yang ada juga harus memperhatikan kondisi siswa khususnya yang berkebutuhan khusus. Pengelolaan sarana dan prasarana
pendukung penyelenggaraan pendidikan inklusif harus memenuhi standar dan dikelola dengan baik. Pengelolaan sarana dan prasarana pembelajaran yang
menjadi fokus penelitian ini meliputi perencanaan; penentuan kebutuhan; pengadaan; penggunaan; pemeliharaan; dan pengendalian. Seluruh kegiatan
tersebut harus dijalankan dengan benar dan baik agar dapat dimanfaatkan sebagaimana mestinya. Sehingga semua kegiatan tersebut harus disesuaikan
dengan kebutuhan siswa ABK yang ada di sekolah tersebut. Untuk lebih jelasnya dapat dipahami memalui bagan kerangka pikir berikut ini.
50
Gambar 1. Bagan Kerangka Pikir
1. Peraturan Walikota
Yogyakarta No. 47 tahun 2008
2. Juknis Penyelenggaraan
Pendidikan Inklusif di Kota
Yogyakarta Deklarasi Bandung tahun 2004
Peningkatan Mutu Pendidikan di Sekolah Pendidikan Inklusi
Permendiknas No 70 tahun 2009
1. PP No. 19 tahun 2005
2. PP No. 17 tahun 2010
Penyelenggaraan Pendidikan Inklusif di Sekolah
Kebutuhan Sarana dan Prasarana Pendukung dalam KBM
Manajemen Sarana dan Prasarana Pendidikan
1. Perencanaan dan analisis kebutuhan
2. Pengadaan 3. inventarisasi
4. Penggunaan 5. Pemeliharaan
6. Pengendalian ABK
51
G. Pertanyaan Penelitian