17
BAB II LANDASAN TEORI
A. Pendidikan Inklusif
1. Konsep Dasar Pendidikan Inklusif
Terdapat beberapa pengertian yang beragam menurut para ahli terkait dengan pendidikan inklusif. Dalam
The Salamanca Statement and Framework for Action on Special Needs Education 1994
, dinyatakan bahwa:
Inclusive education means that : “… schools should accommodate all
children regardless of their physical, intellectual, social, emotional, linguistic or other conditions. This should include disabled and gifted children, street
and working children, children from remote or nomadic populations, children from linguistic, ethnic or cultural minorities and children from other
disadvantaged or marginalised areas or groups.” Pendidikan inklusif memiliki arti bahwa sekolah harus mengakomodasi
semua anak tanpa menghiraukan kondisi fisik, intelektual, sosial, emosional, linguistik atau kondisi lain mereka. Hal ini termasuk anak cacatberkelainan dan
anak berbakat, anak jalanan dan anak pekerja, anak dari populasi terpencil dan pengembara, anak dari linguistik, etnik dan budaya minoritas dan anak-anak dari
bidang kelemahan atau kelompok marginal lain. Sebanding dengan pengertian tersebut, pendidikan inklusif menurut
Permendiknas Nomor 70 Tahun 2009 pasal 1 mengemukakan bahwa pendidikan inklusif adalah sistem penyelenggaraan pendidikan yang memberikan kesempatan
kepada semua peserta didik yang memiliki kelainan dan memiliki potensi kecerdasan danatau bakat istimewa untuk mengikuti pendidikan atau
pembelajaran dalam satu lingkungan pendidikan secara bersama-sama dengan peserta didik pada umumnya. Sementara Sapon-Shevin Tarmansyah, 2007: 83
mengemukakan bahwa pendidikan inklusi sebagai sistem layanan pendidikan yang mempersyaratkan agar anak berkelainan dilayani di sekolah-sekolah terdekat
18
di kelas reguler bersama anak anak seusianya. Sehingga dapat disimpulkan bahwa pendidikan inklusif adalah suatu sistem pendidikan yang menerima keberagaman
kondisi siswa baik keberagaman secara fisik maupun mentalnya. Dengan kondisi tersebut memungkinkan di suatu sekolah terdapat perpaduan antara siswa yang
normal dengan siswa yang berkebutuhan khusus. Pada dasarnya kita sebagai manusia diciptakan dengan derajat yang sama
meskipun terdapat perbedaan-perbedaan seperti jenis kelamin, suku, ras, bangsa, warna kulit, bahasa, penampilan, kemampuan fisik dan fungsional, serta
kesehatan mental yang berbeda. Namun kita diciptakan sama ke dalam suatu masyarakat. Kita sadari bahwa kita hidup pada suatu lingkungan yang inklusif,
maka kita harus siap untuk mengubah dan menyesuaikan dengan sistem yang ada. Lingkungan dan kegiatan yang berhubungan dengan banyak orang, serta
mempertimbangkan kebutuhan banyak orang. Sehingga bukan lagi anak-anak penyandang kecacatan baik fisik maupun mental yang harus menyesuaikan
dengan lingkungannya, tetapi orang-orang normalah yang harus membiasakan diri bergabung dan berhubungan dengan mereka. Dengan kenyataan tersebut maka
penyelenggaraan pendidikan inklusif harus segera terealisasi. Sekolah inklusif menurut Sari Rudiyati 2011: 5, adalah sekolah yang
mengakomodasi semua anak tanpa menghiraukan kondisi [phisik], intelektual, sosial, emosional, linguistik, etnik, budaya atauu kondisi lain mereka. Adapun
tujuan penyelenggaraan sekolah inklusi menurut Permendiknas Nomor 70 Tahun 2009 pasal 2, yaitu memberikan kesempatan yang seluas-luasnya kepada semua
peserta didik untuk memperoleh pendidikan yang bermutu sesuai dengan kebutuhan dan kemampuannya; serta mewujudkan penyelenggaraan pendidikan
19
yang menghargai keanekaragaman, dan tidak diskriminatif bagi semua peserta didik
2. Landasan Pendidikan Inklusif