19
yang menghargai keanekaragaman, dan tidak diskriminatif bagi semua peserta didik
2. Landasan Pendidikan Inklusif
a. Landasan Filosofis
Perubahan pendekatan filosofis pendidikan inklusif menuntut adanya konsep- konsep baru, dengan harapan akan dapat mengkomunikasikan sikap yang berbeda,
diantaranya konsep untuk menempatkan diri anak sebagai pusat perhatian bukan kecatatannya. Konsep lain yang dapat menekankan pada perubahan pendekatan,
seperti asismen bukan diagnostik, dan
special need education
, bukan lagi
special education
. Landasan filosofis yang utama dalam penyelenggaraan pendidikan inklusif di
Indonesia adalah Pancasila dengan kelima pilar utamanya. Dalam satu lambang yaitu “Bineka Tunggal Ika”, Tarmansyah 2007: 40 mengemukakan filsafat ini
sebagai wujud pengakuan kebinekaan manusia, baik kebinekaan vertikal maupun horisontal, yang mengemban misi tunggal sebagai umat Tuhan di bumi. Dengan
demikian, harusnya perbedaan yang terdapat pada masyarakat bukan menjadi alasan untuk perpecahan bangsa, tetapi harus menjadi pemersatu bangsa pada
seluruh aspek kehidupan salah satunya dalam dunia pendidikan. Dalam pelaksanaan pembangunan nasional, manusia merupakan subjek dari
pembangunan. Untuk tuntutan tersebut, manusia Indonesia dikembangkan menjadi manusia yang utuh, dengan pengembangan segenap dimensi potensinya
secara wajar. Mengembangkan potensi yang dimiliki oleh setiap individu, dapat dilakukan melalui proses pendidikan. Dengan demikian pelayanan pendidikan
harus memperhatikan keragaman potensi individu, apabila layanan pendidikan kurang memperhatikan keberagaman potensi tersebut, bukan saja akan merugikan
20
anak itu sendiri melainkan juga membawa dampak kerugian yang besar bagi perkembangan pendidikan dan percepatan pembangunan nasional.
Tarmansyah 2007: 44 mengemukakan filosofi inklusi adalah adanya perubahan paradigma dalam layanan pendidikan dengan tidak membeda-bedakan
anak secara individu. Mengubah konsep filosofi menuju pendidikan inklusi yaitu merubah pandangan yang semula anak harus menyesuaikan dengan tuntutan
sekolah, menjadi sekolah atau sistem yang harus menyesuaikan dengan kebutuhan anak.
b. Landasan Yuridis
1 Konvensi Hak Anak Tahun 1989
Konvensi Hak Anak adalah perjanjian yang mengikat secara yuridis dan politis antara berbagai negara yang mengatur hal-hal yang berhubungan dengan
hak anak. Tarmansyah 2007: 47-48, mengemukakan prinsip-prinsip yang terkandung dalam Konvensi Hak Anak adalah sebagai berikut.
a Non diskriminasi, artinya semua hak yang diakui dan terkandung dalam
KAH harus diberlakukan kepada setiap anak tanpa perbedaan apapun. b
Yang terbaik bagi anak, yaitu bahwa; Dalam semua tindakan yang menyangkut anak yang dilakukan oleh lembaga-lembaga pemerintah
maupun swasta, maka kepentingan yang terbaik bagi anak harus menjadi pertimbangan utama.
c Hak hidup, kelangsungan hidup dan perkembangan
the right to life, survival and development
. 2
Perlindungan Anak Nasional Tahun 1998 Sejalan dengan Konvensi PBB tentang Hak Anak, dan Dekralasi Universal
Hak Azasi Manusia se Dunia dalam Tarmansyah, 2007: 51, maka dibentuk Lembaga Perlindungan Anak yang ditetapkan dan disahkan di Jakarta. Pada
tanggal 27 Oktober 1998 oleh Forum Nasional Perlindungan Anak. Dalam Bab I Anggaran Rumah Tangga ART Lembaga Perlindungan Anak LPA disebutkan
21
maksud dan tujuan didirikannya LPA sebagai wahana masyarakat yang independen guna ikut memperkuat mekanisme nasional untuk mewujudkan situasi
dan kondisi yang kondusif bagi perlindungan anak di Indonesia, demi masa depan yang lebih baik.
3 Deklarasi Dakar tahun 2000
Forum pendidikan dunia yang diselenggarakan di Dakar Senegal pada tahun 2000. Menegaskan kembali pandangan visi Deklarasi dunia tentang pendidikan
untuk semua. Hal ini dikemukakan kembali oleh Tarmansyah 2007: 59-60, bahwa semua anak, remaja, dan orang dewasa mempunyai hak
human right
untuk memperoleh manfaat dari proses pendidikan yang akan memenuhi semua kebutuhan dasar pembelajaran
basic learning needs
. Forum dunia ini juga bersepakat untuk mencapai enam tujuan sebagai berikut.
a Perluasan dan peningkatan kepedulian dan Pendidikan Anak Usia Dini
PAUD. b
Pembebasan biaya pada program wajib belajar untuk semua anak pada tingkat sekolah dasar pada tahun 2015
free and compulsory primery education for all by 2015
. c
Akses yang layak untuk pembelajaran dan program keterampilan hidup
life skill programmes
. d
Peningkatan 50 melek aksara untuk orang dewasa pada tahun 2015. e
Penghapusan perbedaan jender pada tahun 2015
eliminating gender disparities in education by 2015 ad achieving gender equality by 2015
. f
Peterukuran peningkatan kualitas pendidikan. 4
Deklarasi Bandung 2004 tentang Indonesia Menuju Pendidikan Inklusi Dalam Lokakarya Nasional tentang Pendidikan Inklusif yang diselenggarakan
di Bandung pada tanggal 11-14 Agustus 2004, menghasilkan beberapa kesepakatan terkait kesiapan Indonesia menuju pelaksanaan pendidikan inklusif.
Kesepakatan-kesepakatan tersebut meliputi. a
Menjamin setiap anak berkelainan dan anak berkebutuhan khusus lainnya mendapatkan kesamaan akses dalam segala aspek kehidupan, baik dalam
22
bidang pendidikan, kesehatan, sosial, kesejahteraan, keamanan, maupun bidang lainnya, sehingga menjadi generasi penerus yang handal.
b Menjamin setiap anak berkelainan dan anak berkebutuhan khusus lainnya,
sebagai individu yang bermartabat, untuk mendapatkan perlakuan yang manusiawi, pendidikan yang bermutu dan sesuai dengan potensi dan
tuntutan masyarakat, tanpa perlakuan deskriminatif yang merugikan eksistensi kehidupannya baik secara fisik, psikologis, ekonomis,
sosiologis, hukum, politis maupun kultural.
c Menyelenggarakan dan mengembangkan pengelolaan pendidikan inklusif
yang ditunjang kerja sama yang sinergis dan produktif di antara para stakeholders, terutama pemerintah, institusi pendidikan, institusi terkait,
dunia usaha dan industri, orang tua serta masyarakat.
d Menciptakan lingkungan yang mendukung bagi pemenuhan anak
berkelainan dan
anak berkebutuhan
khusus lainnya,
sehingga memungkinkan mereka dapat mengembangkan keunikan potensinya
secara optimal. e
Menjamin kebebasan anak berkelainan dan anak berkebutuhan khusus lainnya untuk berinteraksi baik secara reaktif maupun proaktif dengan
siapapun, kapanpun dan di lingkungan manapun, dengan meminimalkan hambatan.
f Mempromosikan dan mensosialisasikan layanan pendidikan inklusif
melalui media masa, forum ilmiah, pendidikan dan pelatihan, dan lainnnya secara berkesinambungan.
g Menyusun Rencana Aksi
Action Plan
dan pendanaannya untuk pemenuhan aksesibilitas fisik dan nonfisik, layanan pendidikan yang
berkualitas, kesehatan, rekreasi, kesejahteraan bagi semua anak berkelainan dan anak berkebutuhan khusus lainnya
3. Pelaksanaan Pendidikan Inklusif di Indonesia