22 tetesan minyak. Minyak dari proses penyulingan nilam ini yang akan dijual karena
harganya yang sangat mahal. Minyak nilam ini pada masa sekarang digunakan sebagai bahan campuran pembuatan kosmetik dan juga bahan dasar pembuatan
parfum. Harga untuk 1 liter nilam pada saat ini berkisar antara Rp. 300.000,- Rp. 400.000,-.
3.2. Teknologi Pertanian di Desa Sambaliang Tahun 1930an – 1990an.
Pada rentang tahun ini para petani di Desa Sambaliang masih menanam tanaman muda palawija, tetapi disamping itu masuk juga jenis pertanian baru
yaitu tanaman kopi. Proses penanaman tanaman muda seperti padi-padian tidak jauh berbeda dengan cara menanam pada saat awal desa itu terbentuk. Hanya saja
alat-alatnya yang berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya.
3.2.1. Tanaman Padi
Pada awal terbentuknya desa tersebut alat-alat pertaniannya masih menggunakan cangkul, sekarang dalam mengolah lahan pertanian sudah
menggunakan hewan ternak seperti kerbau dan lembu. Hewan-hewan tersebut membantu para petani dalam membuat tanah menjadi gembur, alat bajak yang
dipasang ditubuh kerbau tersebut yang membuat tanah menjadi gembur dan petani yang mengarahkan bajaknya. Menggunakan alat bajak sangat membantu para
petani terutama dalam segi waktu. Dibandingkan cangkul, bajak yang ditarik dengan kerbau dirasakan lebih
cepat sehingga waktu yang tersisa dapat mengerjakan kegiatan yang lain.
Universitas Sumatera Utara
23 Pemeliharaan tanaman padi pada masa rentang waktu ini juga sudah
menggunakan pupuk organik. Pupuk organik yang dipakai untuk tanaman padi diperoleh dari kotoran-kotoran ternak mereka seperti kotoran babi, kotoran ayam,
kotoran kerbau dan rumput-rumput liar yang telah membusuk. Proses pemupukan ini dilakukan pada saat bibit padi telah ditanam di sawah dan juga pada saat buah
padi akan keluar dari batangnya.
3.2.2. Tanaman Kopi
Berbeda dengan tanaman keras seperti kopi, merupakan jenis tanaman yang dibawa masuk oleh para pedagang Eropa ke Indonesia kemudian menyebar
kebeberapa daerah di Indonesia, salah satunya daerah Kabupaten Dairi. Jenis kopi ini pun bermacam-macam antara lain : kopi robusta, kopi ateng dan kopi luak.
Pada waktu itu jenis kopi yang ditanam di Desa Sambaliang adalah jenis kopi robusta. Kopi robusta pada masa itu merupakan komoditi jual-beli terbesar di
Kabupaten Sidikalang. Proses penanaman pertama-tama adalah bibit kopi robusta tersebut
ditanam dalam tanah dengan jarak antar setiap pohon adalah 1,5 M – 2 M. Pengolahan lahan untuk tanaman kopi juga masih menggunakan alat tradisional,
misalnya dalam proses penanaman digunakan cangkul serta pemeliharaan tanaman kopi dari rumput-rumput liar atau semak belukar yang ada disekeliling
tumbuhan kopi menggunakan parang atau sabit. Ini bertujuan agar tanaman kopi dapat tumbuh dengan baik. Umur kopi dari mulai penanaman sampai
Universitas Sumatera Utara
24 mengeluarkan biji kopi berkisar antara 2-3 tahun, dan ketika biji kopi sudah
berubah warna menjadi merah-kehitaman baru dapat dipanen. Pemanenan kopi dilakukan dengan cara memetik biji kopi yang sudah tua
dengan tangan dan berlanjut selama waktu 2 minggu karena dalam satu pohon tanaman kopi, bijinya tidak secara keseluruhan dapat dipanen secara bersamaan
karena tidak semua biji kopi tua dan berwarna merah-kehitaman. Umur tanaman ini berkisar antara 20 tahun-30 tahun dan semakin tua tanaman ini maka semakin
keras batang dari pohon kopi tersebut. Oleh karena itu banyak petani yang memanfaatkan batang pohon kopi sebagai bahan membuat gubuk atau tempat
istirahat mereka ketika lelah bekerja di ladang. Setelah biji kopi dipetik dari pohonnya, kemudian biji tersebut digiling
dengan menggunakan alat giling yang terbuat dari bahan kayu. Alat giling ini dioperasikan oleh tangan manusia dengan cara memutar tuas yang ada disamping
alat giling tersebut. Biji kopi ini digiling guna memisahkan buah kopi dari kulit luarnya yang berwarna merah-kehitaman. Kemudian buah kopi yang sudah
dipisahkan dijemur dibawah sinar matahari selama 2-3 hari, hal ini bertujuan untuk mengurangi kadar air yang ada pada buah kopi. Pada masa itu masyarakat
di Desa Sambaliang hanya menjual hasil kopinya dalam betuk biji yang sudah dikeringkan tidak dalam bentuk bubuk kopi, karena pada waktu itu para petani
tidak mempunyai alat penggiling kopi menjadi bubuk. Biasanya hasil dari biji kopi dijual kepada para toke-toke yang mau membeli kopi mereka, karena pasar
atau kegiatan pekan sangat jauh dari Desa Sambaliang.
Universitas Sumatera Utara
25
Gambar 8
13
Gambar 9
14
Berdasarkan gambar di atas dapat dideskripsikan bahwa alat penggiling biji kopi ini terbuat dari bahan dasar kayu. Tempat penampungan biji kopi yang
akan digiling ini berbentuk persegi empat dengan bagian atas melebar keluar, sedangkan bagian bawahnya lancip seperti kerucut. Dibagian dalam pengilingan
biji kopi terdapat alat penggiling yang melingkar dan bentuknya kasar, gunanya memisahkan biji kopi dari kulit luarnya yang berwarna merah-kehitaman. Hasil
dari biji kopi ini akan keluar melalui bagian bawah alat penggilingan. Proses penggilingan ini dilakukan secara manual atau dengan tangan manusia.
Disamping badan penggilingan kopi ini terdapat tuas yang digerakkan secara memutar untuk mengalirkan biji kopi kebawah sehinggan dapat digiling dengan
mesin yang melingkar didalam penggilingan tadi.
13
Alat penggiling biji kopi yang masih tradisional
14
Biji kopi yang akan digiling untuk memisahkan buah dari kulit luarnya
Universitas Sumatera Utara
26
3.3. Teknologi Pertanian di Desa Sambaliang Tahun 1990an Sampai Sekarang.