Sejarah Desa Sambaliang Sejarah Singkat Kab. Dairi dan Desa Sambaliang 1. Sejarah Kabupaten Dairi

25 Tahun 2003, Kabupaten Dairi dimekarkan menjadi 2 dua kabupaten yaitu Kabupaten Dairi dan Kabupaten Pakpak Bharat. Mulai saat itu hingga sekarang Kabupaten Dairi terbagi menjadi 15 kecamatan, antara lain; Kecamatan Sidikalang, Sitinjo, Berampu, Parbuluan, Sumbul, Silahisabungan, Silima Pungga-Pungga, Lae Parira, Siempat Nempu, Siempat Nempu Hulu, Siempat Nempu Hilir, Tiga Lingga, Gunung Sitember, Pegagan Hilir dan Tanah Pinem.

2.1.2. Sejarah Desa Sambaliang

Pada tahun 1890-an di Kabupaten Dairi, banyak desa-desa yang terbentuk di kabupaten tersebut. Salah satu desa yang terbentuk akibat kepadatan penduduk di suatu desa itu adalah Desa Sambaliang. Menurut salah satu keturunan dari pembuka kampung Desa Sambaliang yaitu Sarina Br Ujung berumur 45 tahun, bahwa ayahnya pernah bercerita tentang bagaimana Desa Sambaliang terbentuk. Pembuka kampung Desa Sambaliang yaitu marga Pasi dan marga Ujung. Dulunya marga Pasi dan marga Ujung ini merupakan penduduk dari Desa Pasi yang sekarang menjadi satu kecamatan dengan Desa Sambaliang yaitu Kecamatan Berampu. Karena penduduk di Desa Pasi semakin bertambah dan wilayahnya yang kecil, sehingga banyak penduduk yang keluar dari Desa Pasi tersebut. Salah satunya yaitu marga Pasi dan marga Ujung. Marga Pasi dan marga Ujung itu kemudian mendirikan tempat tinggal di daerah yang belum pernah ditinggali oleh manusia hutan. Di tempat inilah mereka bermukim dan hidup dengan cara mengelola hasil hutan tersebut. Asal mula nama Desa Sambaliang menurut yang diceritakan oleh Sarina Br Ujung Universitas Sumatera Utara 26 berasal dari kata Somba yang artinya menyembah dan kata Liang yang artinya lubang atau gua. Jadi, arti dari Sombaliang itu adalah menyembah kepada gua atau lubang. Dikatakan seperti itu karena dulu di Desa Sambaliang tepatnya di kaki bukit Desa tersebut terdapat gua atau lubang yang besar yang dipercayai sebagi tempat keramat. Karena dipercayai sebagai tempat keramat, maka gua itu di sembah oleh masyarakat Desa Sambaliang. Kepercayaan masyarakat akan suatu hal yang gaib baik itu dalam bentuk apapun merupakan kepercayaan yang mereka peroleh dari nenek moyang mereka. Tetapi karena perubahan zaman dan pengucapan sehari-hari masyarakat di desa dan sudah menjadi kebiasaan, maka dalam penyebutan desa tersebut berubah pula pengucapannya dari yang kata sebelumnya Sombaliang menjadi Sambaliang dan nama itulah yang di kenal masyarakat sampai saat ini. Pada masa itu banyak rakyat yang hidup dan tinggalnya berpindah-pindah. Tidak terlepas pada masyarakat etnis Batak Toba, mereka juga hidup berpindah- pindah hingga sampai ke Kabupaten Dairi. Dari alasan ibu Sarina br Ujung inilah maka banyak masyarakat yang berdatangan dan bermukim di Desa Sambaliang tersebut, khususnya masyarakat etnis Batak Toba yang datang dari daerah Tapanuli Utara. Mereka bermukim dan hidup secara berdampingan dengan marga Pasi da marga Ujung tersebut. Sebagai pembuka kampung di Desa Sambaliang, marga Pasi dan marga Ujung merupakan pemilik dari tanah yang ada di Desa Sambaliang. Masyarakat pendatang yang bermukim di Desa Sambaliang tersebut harus bermuhon kepada tuan tanah yaitu marga pasi dan Marga Ujung agar diberikan sedikit lahan untuk Universitas Sumatera Utara 27 bercocok tanam sebagai mata pencaharian mereka. Sebagai tuan tanah, marga Pasi dan marga Ujung kemudian memberikan tanah sebagai lahan mereka untuk bercocok tanam. Selama beberapa tahun kemudian masyarakat di Desa Sambaliang semakin bertambah karena semakin banyak pendatang yang bermukim di desa tersebut. Sehingga kebanyakan dari penduduk di Desa Sambaliang yang bermukim dan menetap secara permanen adalah masyarakat yang ber etnis Batak Toba. Desa Sambaliang dikepalai oleh seorang Kepala Desa yang dipilih berdasarkan pemilihan yang diadakan setiap 5 tahun sekali. Kepala Desa Sambaliang saat ini adalah Jamidin Sihombing.

2.1.3. Deskripsi Perjalanan Dari Kota Medan Menuju Lokasi Penelitian